Adult Advanced Life Support

Published on January 2017 | Categories: Documents | Downloads: 51 | Comments: 0 | Views: 334
of 34
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content

 

 ADULT ADVANCED ADVANCED LIFE SUPPORT  

(BANTUAN HIDUP TAHAP LANJUT UNTUK ORANG DEWASA)

PENDAHULUAN Secara Sec ara umum, umum, pembaha pembahasan san mengena mengenaii  Advanced Life Support  (AL (ALS) S) pasien pasien dewasa pada bab ini menyerupai prinsip-prinsip panduan tahun 2005, namun terdapat beberapa perubahan yang ditambahkan untuk perbaikan. Panduan yang ada pada bab ini ditujukan untuk tenaga kesehatan professional yang telah mahir  dalam menggunakan teknik ALS. Pembahasan mengenai penolong pertama, orang awam, dan pengguna AED dapat dilihat pada bab  Basic Life Support  (BLS) dan AED

PERUBAHAN PANDUAN Defibrilasi •

Hal yan g ditekankan saat melakukan intervensi ALS adalah memberikan kompresi dada berkualitas tinggi dengan hanya sedikit interupsi: kompresi dada dada di dihen henti tikan kan sement sementar araa hanya hanya ketika ketika akan akan mela melakuk kukan an inte interve rvensi nsi tertentu.



Rekome Rek omendas ndasii mengena mengenaii pemberi pemberian an Resusit Resusitasi asi Kardiop Kardiopulm ulmoner oner (RKP) (RKP) selama sel ama periode periode waktu waktu tertent tertentu u sebelum sebelum melakuk melakukan an tindaka tindakan n defibri defibrilasi lasi terhadap pasien henti jantung di luar rumah sakit yang tidak disaksikan lain (unwitnessed ) oleh emerg emergency ency medical services services (EMS), (EMS), saat ini telah telah ditiadakan.



Kompresi dada harus terus dilanjutkan saat defibrilasi sedang diisi ulang (rechar (re charged) ged) – hal ini bertujua bertujuan n untuk untuk memini meminimali malisasi sasi jeda pra-keju pra-kejutan tan (pre-shock)



Penggunaan precordial thump (tinju jantung) saat ini tidak lagi dianjurkan



Prosedur tiga kali kejutan berturut-turut ( three quick successive shock ) merupakan hal yang dianjurkan untuk pasien fibrilasi ventrikel/takikardia ventriku vent rikuel el tanpa tanpa denyut denyut (VF/VT (VF/VT)) yang sedang sedang menjala menjalani ni kateter kateterisas isasii

1

 

 jantung atau untuk pasien henti jantung yang baru saja menjalani operasi  jantung Obat-obatan •

Pemberian obat-obatan melalui tuba trakeal tidak lagi dianjurkan – jika akses intravena tidak dapat diperoleh, maka kita dapat memberikan obatobatan melalui rute intraosseus (IO)



Ketika mengatasi henti jantung VF/VT, adrenaline 1 mg diberikan begitu kompresi dada dimulai kembali setelah pemberikan tiga kali kejut listrik  dan selanj selanjutny utnyaa tiap tiap 3-5 menit menit (selama (selama perubah perubahan an siklus siklus RKP). RKP). Pada  panduan tahun 2005, adrenaline diberikan sebelum kejut listrik yang ketiga. ket iga. Perubaha Perubahan n dalam dalam waktu waktu pemberi pemberian an adrenali adrenaline ne bertujua bertujuan n untuk  untuk  membedakan periode pemberian obat dengan percobaan fibrilasi. Selain itu, melalui perubahan tersebut diharapkan agar pemberian kejut listrik  menjadi lebih efisien dan interupsi kompresi dada bisa lebih minimal. Amiodarone 300 mg juga diberikan setelah kejut listrik yang ketiga.



Pemberian atropine secara rutin tidak lagi direkomendasikan untuk kasus asistol atau pulseless electrical activity (PEA)

Jalan napas •

Penggun Pen ggunaan aan intubas intubasii secara secara dini tidak tidak lagi menjadi menjadi perhati perhatian an utama, utama, kecua kecuali li tindak tindakan an terse tersebut but di dilak lakuka ukan n oleh oleh tena tenaga ga yang yang tera teramp mpil il dan  berpengalaman. Yang penting, dalam pelaksanaannya,

pemasangan

intubasi tidak boleh mengganggu kompresi dada. •

Pengg Pengguna unaan an ka kapno pnogra grafi fi semaki semakin n dianj dianjurk urkan an untuk untuk mengk mengkonf onfir irma masi si keberhasilan pemasangan tuba trakeal, mengawasi keberhasilan RKP dan mengidentifikasi indikasi Return Of Spontaneous Spontaneous Circulation (ROSC).

Ultrasonografi •

Pencitraan ultrasonografi mulai dianggap memiliki peran yang potensial selama ALS

Perawatan pasca-resusitasi

2

 



Hiperoksemia Hiperoks emia pasca-ROSC merupakan merupakan salah satu masalah masalah potensial potensial yang dapat terjadi pada pasien pasca-resusitasi: jika ROSC telah tercapai dan satur sat urasi asi oksig oksigen en arter arterii (S (SaO aO2) tel telah ah terpanta terpantau u (dengan (dengan menggun menggunakan akan oksimetri dan/atau analisis gas darah arterial), maka oksigen inpirasi dapat dititrasi agar saturasinya sekitar 94-98%.



Lebih banyak pembahasan mengenai pentingnya penatalaksanaan postcardiac-arrest syndrome



Panduan mengenai kontrol kadar glukosa juga telah direvisi: direvisi: untuk orang dewasa pasca-ROSC yang baru saja mengalami henti jantung, apabila kadar gula darahnya darahnya >10 mmol /l, maka maka hal tersebut harus segera segera diatasi, diatasi, namun hipoglikemia harus dihindari



Penggunan hipotermia terapeutik saat ini telah mencakup pasien koma yang yan g berta bertahan han hidup hidup dari dari henti henti jantu jantung. ng. Pada Pada awal awalnya nya,, kondis kondisii ini ini  berhubungan erat dengan ritme jantung yang tidak dapat diberi kejut listrik, namun semakin banyak kasus yang ritme jantungnya dapat diberi kejut listrik. Namun, saat ini semakin sedikut bukti yang menunjukkan  penggunaan prosedur tersebut pada pasien henti jantung yang ritmenya tidak dapat diberi kejut listrik.



Banya Ba nyak k predi predikto ktorr kelua keluaran ran buruk buruk pada pada pasien pasien koma koma yang yang berhas berhasil il  bertahan hidup dari da ri henti jantung ternyata tidak dapat dipercaya, terutama  jika pasien telah diberi dib eri terapi hipotermia.

3

 

Selama RKP RKP ha haru russ be berk rkua uali lita tas: s: laju laju,, ke keda dala lama man, n, pe peng ngem emba bang ngan an dada/recoil Rencanakan tindakan dengan cermat sebelum menginterupsi RKP Berikan oksigen Pertimbangkan tindakan jalan napas dan kapnografi •



• • •

• • •

Melakukan kompresi dada secara berkelanjutan ketika jalan napas telah terpasang Akses vaskuler (intravena, intraosseus) Berikan adrenaline tiap 3-5 menit Koreksi penyebab henti jantung yang reversibel

Penyebab Henti Jantung yang Reversibel hipoksia hipovolemia hipo/hiperkalemia/metabolik  hipotermia trombosis – koroner atau pulmoner  • • • • •

4

 

• • •

tamponade – jantung racun tension pneumothoraks

Aritmia yang berhubungan dengan henti jantung dibagi menjadi dua jenis: ritme jantung yang shockable/dapat diberi kejut listrik (VF/VT) dan ritme jantung yang tidak shockable/tidak dapat diberi kejut listrik (asistole dan PEA). Perbedaan  prinsip penanganan di antara kedua jenis henti jantug tersebut adalah VF/VT harus segera mendapatkan tindakan defibrilasi. Sedangkan tindakan lainnya untuk  ke kedu duaa je jeni niss he hent ntii jant jantun ung g ters terseb ebut ut ha hamp mpir ir sama sama,, ba baik ik itu itu ko komp mpre resi si da dada da,, manajamen manajam en jalan napas dan ventilasi, akses vaskuler, pemberia pemberian n adrenaline, adrenaline, serta identifikasi dan koreksi faktor penyebab yang reversibel. Algoritma ALS dapat memberikan pendekatan yang terstandarisasi untuk penatalaksanaan henti jantung  pada pasien dewasa. HENTI JANTUNG YANG DAPAT DIBERI KEJUT LISTRIK (VF/VT)

Ritme jantung VF/VT terjadi terjadi pada 25% pasien henti jantung, baik yang berada di dalam maupun di luar rumah sakit. VF/VT juga dapat terjadi selama pelaksanaan resusitasi pada sekitar 25% pasien yang ritme awalnya berupa asistol ataupun PEA. Penatalaksanaan Penatalaksa naan henti jantung yang dapat diberi kejut listrik (VF/VT)

1. bila bila terja terjadi di henti henti jantu jantung ng – pe peri riks ksaa tand tandaa-ta tand ndaa ke kehi hidu dupa pan n atau atau

jika jika

terlatih, lakukan pemeriksaan napas dan denyut secara simultan 2. pangg panggil il bant bantuan uan tim tim resu resusit sitasi asi 3. la laku kuka kan n ko komp mpre resi si da dada da ya yang ng tak tak teri terint nter erup upsi si samb sambil il mema memasa sang ng alat alat defibri defi brilasi lasi sekalig sekaligus us alat alat pemanta pemantau u jantung jantung – satu di bawah bawah klavikul klavikulaa kanan dan satunya di posisi lead V6 di garis midaksilaris 4. renc rencan anak akan an ti tind ndak akan an de deng ngan an ba baik ik sebe sebelu lum m meng menghe hent ntik ikan an RKP RKP un untu tuk  k  menga me ngana nalis lisis is ri ritm tmee jantu jantung ng dan berkom berkomuni unikas kasii dengan dengan anggot anggotaa tim tim resusitasi lainnya 5. hentikan hentikan kompre kompresi si dada: dada: konfirma konfirmasi si tanda-ta tanda-tanda nda VF dari dari EKG

5

 

6. lanjutk lanjutkan an kompresi kompresi dada sementa sementara ra pada waktu waktu yang bersamaa bersamaan, n, anggota anggota lain lainnya nya mela melakuk kukan an pengat pengatura uran n de defib fibri rilat lator or (150-2 (150-200 00 J bifas bifasik ik untuk  untuk  kejutan yang pertama, lalu 150-360 J bifasik untuk kejutan berikutnya) kemudian menekan tombol isi ulang/charge. 7. Keti Ketika ka de defi fibr bril ilat ator or seda sedang ng meng mengis isi, i, pe peri ring ngat atka kan n ke semu semuaa pe peno nolo long ng kecuali yang sedang melakukan kompresi dada, agar melakukan “stand clear” cle ar” dan melepas melepaskan kan semua semua peralata peralatan n penghant penghantar ar oksigen. oksigen. Pastika Pastikan n  bahwa penolong yang mengompresi dada merupakan satu-satunya orang yang menyentuh pasien 8. Keti Ketika ka defibr defibril ilat ator or telah telah terisi terisi penuh, penuh, beritah beritahu u penol penolong ong yang yang sedang sedang mengom men gompres presii dada untuk untuk minggir minggir/sta /stand nd clear; clear; jika jika sudah sudah aman, aman, maka maka  berikan kejutan 9. Tanpa Tanpa memeri memeriksa ksa ulan ulang g ri ritm tmee jantu jantung ng maupu maupun n menge mengece cek k denyut denyut nadi, nadi, lanjutkan RKP dengan rasio 30:2, yang diawali dengan kompresi dada 10. Lanjutkan Lanjutkan RKP selama selama 2 menit; menit; sementara sementara itu, ketua tim menyiapkan menyiapkan tim untuk jeda RKP berikutnya 11. Hentikan Hentikan kompresi sesaat sesaat untuk mengece mengecek k monitor  12. Jika pada monitor monitor terliha terlihatt VF/VT, VF/VT, maka ulangi langkah langkah 1-6 lalu berikan berikan kejutan kedua 13. Jika tetap VF/VT, VF/VT, maka ulangi langkah langkah 6-8 lalu berikan kejtan kejtan ketiga. ketiga. Lanjutkan kompresi dada sesegera mungkin lalu berikan adrenaline 1 mg IV dan amiodarone 300 mg IV sambil melanjutkan RKP selama 2 menit. 14. Ulangi Ulangi urutan urutan <RKP 2 menit menit – cek ritme/de ritme/denyut nyut –defib –defibrila rilasi> si> ini jika jika masih VF/VT 15. Berikan Berikan adrenaline tambahan tambahan 1 mg IV tiap akhir kejutan (tiap 3-5 menit) menit)

Jika aktivitas elektrik yang teratur serta curah jantung mulai terdeteksi, maka segera cari tanda-tanda Return Of Spontaneous Circulation Circulation (ROSC): •

Periksa denyut sentral dan jejak end-tidal CO 2 jika tersedia



Jika terdapat bukti ROSC, segera mulai perawatan pasca-resusitasi

6

 



Ji Jika ka tida tidak k ada tanda tanda-ta -tanda nda ROSC ROSC,, lanjut lanjutka kan n RKP RKP dan dan seger segeraa mula mulaii algoritma untuk kasus henti jantung non-shockable (ritme jantung yang tak  dapat diberi kejut listrik)

Jika terdapat tanda-tanda asistol, maka lanjutkan RKP dan segera mulai algoritma algorit ma untuk kasus henti jantung non-shockable (ritme jantung yang tak dapat diberi kejut listrik) Interval antara penghentian kompresi dan pemberian kejut listrik harus diminimalisasi dan kalau bisa tidak lebih dari beberapa detik (idealnya kurang dari 5 detik). detik). Semaki Semakin n lama lama interups interupsii pada kompresi kompresi dada, dada, maka maka semakin semakin rendah kesempatan untuk mengembalikan sirkulasi spontan. Jika ritme yang teratur telah terlihat terlihat selama RKP 2 menit, jangan interupsi kompresi dada untuk mempalpasi denyut kecuali pasien telah menunjukkan tandatanda kehidupan (seperti peningkatan end-tidal CO2 [ETCO2]) yang menandakan ROSC.. Jika ada keraguan telah timbul denyutan, maka tetap lanjutkan RKP. Jika ROSC  pasien telah mengalami ROSC, segera mulai perawatan p erawatan pasca-resus pasca-resusitasi. itasi. Precordial Thump/tinju prekordial Prec Precord ordial ial thump thump tu tungg nggal al memi memili liki ki angka angka kesuk kesukses sesan an yang yang re renda ndah h da dalam lam kardioversi henti jantung yang shockable dan prosedur ini kemungkinan dapat  berhasil jika diberikan dalam d alam beberapa detik pertama saat timbulnya henti jantung yang shockable. Prosedur ini lebih berhasil saat dilakukan pada VT yang tanpa denyut deny ut (pulsele (pulseless) ss) jika jika dibandin dibandingkan gkan dengan dengan VF. Tindaka Tindakan n precordi precordial al thump thump harus dilakukan sesegera mungkin, tanpa harus meminta bantuan atau mencari defibril defi brilator ator.. Sehingg Sehinggaa tindaka tindakan n ini hanya hanya dapat dapat dilakuka dilakukan n jika jika dokter dokter ada di tempat terjadinya henti jantung pasien, terutama jika tidak terdapat defibrilator defibrilator di sekitarnya. Pada prakteknya, tindakan seperti itu hanya dapat dilakukan pada lingkun lin gkungan gan yang terawasi terawasi dengan dengan baik, baik, seperti seperti di ruang ruang resusita resusitass unit gawat darurat, ICU, CCU, ruang kateterisasi jantung atau ruang pacemaker. Precordial thump haruss dilakukan begitu henti jantung telah dikonfirmasi dan sebaiknya tindakan ini dilakukan dilakukan oleh profesional kesehatan yang terlatih. terlatih. Dalam melakukannya, sebaiknya menggunakan sisi ulnar genggaman tangan yang telah

7

 

terkepal, lalu kepalan tangan tersebut dihantamkan pada setengah inferior sternum dari ketinggian sekitar 20 cm, setelah tinju dilakukan, segera tarik tangan agar  dapat dapat menci mencipta ptakan kan stim stimul ulus us yang yang menye menyerup rupai ai impul impulss jantu jantung. ng. Hanya Hanya ad adaa  beberapa laporan mengenai precordial thumpyang mengaibatkan konversi ritme  jantung perfusi menjadi ritme non-perfusi.

PENJELASAN MENGENAI PERUBAHAN TATALAKSANA VF/VT Strategi defibrilasi •

Strategi shock tunggal versus tiga shock  Pene Peneli litia tian n eksper eksperim imen ental tal menun menunju jukka kkan n bahwa bahwa inter interups upsii yang yang relat relatif  if  singkat pada kompresi dada baik itu untuk memberikan napas bantuan atau analisis ritme berhubungan erat dengan penurunan angka bertahan hidup. Inter Interups upsii pada pada kompr kompresi esi dada dada ju juga ga dapat dapat menur menurunk unkan an kemung kemungki kinan nan konversi VF menjadi ritme lain. Adanya interupsi RKP dengan protokol tiga kali shock serta adanya peningkatan efisiensi shock pertama (untuk  menghilangkan VF/VT) dengan defibrilator bifasik, maka pada Panduan 2005 telah direkomendasikan untuk menggunakan strategi shock tunggal. Penelitian-penelitian selanjutnya juga menunjukkan rasio hands-off  yang naan protokol shock tunggal, dan beberapa penelitian (tapi tidak semua) menyata men yatakan kan adanya adanya manfaat manfaat dalam dalam hal keberla keberlangsu ngsungan ngan hidup hidup pasien pasien denggan menggunakan strategi shock tunggal. Jika VF/VT terjadi selama kateterisasi kateterisasi jantung atau pada fase awal pascaoper operas asii jant jantun ung g (k (ket etik ikaa ko komp mpre resi si da dada da da dapa patt meng mengga gang nggu gu jahi jahita tan n vaskuler), maka kita dapat mempertimbangkan pemberian tiga kali kejut listrik sebelum melakukan kompresi dada. Strategi tiga shock ini dapat diperti dipe rtimban mbangkan gkan sebagai sebagai tindaka tindakan n awal awal untuk untuk kejadia kejadian n henti henti jantung jantung VF/VT yang disaksikan oleh tenaga medis, terutama jika pasien telah terhubu ter hubung ng dengan dengan defibri defibrilato latorr manual manual (meskip (meskipun un kejadian kejadian seperti seperti ini  jarang ditemukan). d itemukan). Meskipun Mesk ipun tidak ada data yang mendukung mendu kung strategi s trategi tiga shock pada kondisi seperti itu, namun kemungkinan kemungkinan besar, kompresi dada

8

 

tidak tid ak akan

lagi diperl diperlukan ukan karena karena kemungkin kemungkinan an ROSC sudah sudah sangat sangat

tinggi jika defibrilasi dilakukan segera setelah terjadi onset VF. •

Energi defibrilasi Shock Sho ck awal awal yang diberikan diberikan dari defibrilat defibrilator or bifasik bifasik tidak tidak boleh boleh lebih lebih rendah dari 120 J untuk defibrilator tipe rectili rectilinear near biphasic biphasic waveforms waveforms dan, tidak boleh lebih rendah dari 150 J untuk defibrilator tipe biphasic trun trunca cate ted d

expo expone nent ntia iall

wave wavefo form rmss.

Untuk

keseragaman,

maka

direkomendasikan agar besarnya shock bifasik tidak boleh lebih rendah dari dari 150 J. Kare Karena na rendah rendahnya nya ef efekt ektivi ivita tass def defib ibril rilato atorr monof monofasi asik k dan dan strategi shock tunggal dalam mengatasi VF/VT, maka besarnya energi untuk defibrikator monofasik tetap 360 J. Untuk shock kedua dan selanjutnya, panduan 2005 tidak membedakan antara protokol menggunakan besar energi yang tetap dengan protokol menggunakan energi yang dinaikkan. Oleh karena itu, beberapa penelitian te tela lah h menu menunj njuk ukka kan n ba bahw hwaa stra strate tegi gi pe peni ning ngka kata tan n ener energi gi lebi lebih h da dapa patt menurunkan menurunk an frekuensi shock yang diperlukan diperlukan untuk mengembalikan mengembalikan ritme tera teratur tur jika jika diband dibandin ingka gkan n dengan dengan strat strateg egii shock shock denga dengan n energi energi tetap tetap,, namun angka ROSC atau angka bertahan hidup pasien dengan strategi ini ti tida dak k be berta rtamb mbah. ah. Sebal Sebalik iknya nya,, proto protokol kol bifasi bifasik k dengan dengan energi energi tetap tetap menunjukkan angka keberhasilan yang lebih tinggi jika dilakukan dengan  protokol tiga shock. Jika shock awal tidak berhasil, maka sebaiknya lakuk lakukan an shock shock berik berikutn utnya ya denga dengan n energi energi yang yang lebih lebih tingg tinggi. i. Pr Proto otokol kol  pemberian shock dengan besar energi yang tetap maupun peningkatan energi sama-sama dapat diterima berdasarkan bukti-bukti yang ada. Pabrik Pab rik pembuat pembuat defibril defibrilator ator harus harus mencant mencantumk umkan an kisaran kisaran gelomba gelombang ng energi yang efektif pada alat defibrilator bifasik. Jika tidak terdapat label energi efektif, maka gunakan energi paling tinggi yang tersedia pada alat untuk shock pertama, dan shock berikutnya. •

VF yang halus VF halus, yang sulit dibedakan dari asistol, sangat kecil kemungkinannya untuk kembali ke ritme perfusi dengan pemberian shock. Pemberian RKP 9

 

 berkualitas dapat meningkatkan amplitudo dan frekuensi VF sehingga meningkatkan meningk atkan kemungkinan kemungkinan kesuksesan kesuksesan defibrilasi defibrilasi untuk menghasilkan ritme ritme perfusi. perfusi. Pemberi Pemberian an shock shock berulang berulang pada keadaan keadaan yang disangka disangka merupakan VF halus dapat meningkatkan cedera miokardial, baik akibat arus listriknya sendiri maupun karena interupsi aliran darah koroner. Adrenaline

Meskipun adrenaline adrenaline sering digunakan digunakan selama selama resusitasi, resusitasi, dan beberapa beberapa  penelitian juga mencoba penggunaan vasopressin, tidak ada penelitian  placebo-controlled  yang menunju menunjukkan kkan pengguna penggunaan an vasopres vasopressor sor secara secara

rutin pada henti jantung dapat meningkatkan ketahanan fungsi neurologis  pasien. Bukti-bukti terbaru tidak cukup untuk mendukung maupun menghapuskan penggunaan rutin obat-obatan atau rangkaian obat-obatan tertentu. Meskipun data penelitian pada manusia masih sedikit, namun  penggunaan adrenaline masih tetap direkomendasikan berdasarkan data  penelitian pada pa da hewan dan adanya peningkatan angka bertahan bertah an hidup pada manus anusia ia..

Aksi ksi

alfa alfa-a -adr dren ener ergi gik k

adre adrena nali line ne

dapa dapatt

menye enyeba babk bkan an

vasok vasokons onstri triksi ksi,, yang yang menin meningka gkatka tkan n tekan tekanan an perfus perfusii mioka miokardi rdial al dan dan serebral. Semakin besar aliran darah koroner maka semakin besar pula frek frekue uens nsii

da dan n

ampl amplit ituo uod d

ge gelo lomb mban ang g

VF, VF,

sehi sehing ngga ga meni mening ngka katk tkan an

kemungkinan kemungki nan merestorasi merestorasi sirkulasi sirkulasi ketika defibrilasi dilakukan. Meskipun adrenali adre naline ne dapat dapat meningk meningkatka atkan n angka angka bertahan bertahan hidup hidup jangka jangka pendek, pendek, namun dari data hew hewan ditemukan kan bahw bahwaa obat terseb sebut dapat pat menyeba men yebabkan bkan gangguan gangguan mikrosi mikrosirkul rkulasi asi sehingga sehingga dapat dapat menyebab menyebabkan kan disfungsi miokardial pasca-henti jantung dan akan mempengaruhi luaran  jangka panjang. Dosis optimal adrenaline hingga saat ini masih belum diketahui, dan tidak ada data yang mendukung penggunaan dosis berulang. Selain itu, data farmakokinetika adrenaline selama RKP hanya sedikit. Durasi optimal RKP dan jumlah kejut listrik yang harus diberikan sebelum  pemberian obat hingga saat ini masih belum diketahui. Berdasarkan konsen kon sensus sus para para hali hali,, untuk untuk VF/V VF/VT, T, pember pemberia ian n ad adren renali aline ne dila dilakuk kukan an setelah shock ketiga, saat kompresi dada dilanjutkan kembali, lalu diulangi 10

 

lagi tiap 3-5 menit selama masih terjadi henti jantung (tiap pergantian siklus). Jangan menghentikan RKP untuk pemberian obat.

Ritme Rit me jantung jantung yang non-shoc non-shockabl kable/t e/tidak idak dapat dapat diberi diberi kejut kejut listrik listrik (PEA (PEA dan asistol) Pulseless electrical activity (PEA) merupajan suatu kondisi di mana tidak  terdapat denyut arteri teraba yang mampu menghasilkan curah jantung meskipu mes kipun n masih masih ada aktivita aktivitass listrik listrik jantung. jantung. Pasien Pasien seperti seperti ini masih masih mengalami kontraksi miokardial namun terlalu lemah untuk menghasilkan denyut arteri atau tekanan darah – hal ini kadang disebut sebagai pseudoPEA. PEA dapat disebabkan oleh berbagai kondisi reversibel yang dapat dikoreksi. Pasien yang bertahan hidup dari henti jantung asistol atau PEA  jarang terjadi, meskipun penyebab reversibel telah ditemukan dan diberi tatalaksana secara efektif. •

Langkah-langkah untuk mengatasi PEA 1. Mula Mulaii RKP 30 30:2 :2 2. Berik rikan adren renali aline 1 mg sesege segerra mungk ungkiin ket ketika akses ses intravaskuler berhasil didapatkan 3. Lanjut Lanjutkan kan RKP 30:2 30:2 hingga hingga jalan jalan napas berhas berhasil il diamanka diamankan, n, lalu lanjutkan kompresi dada tanpa henti selama memberikan ventilasi 4. Perti Pertimb mban angka gkan n penyeb penyebab ab rever reversib sibel el PEA PEA dan dan korek koreksi si penye penyebab bab tersebut jika telah diidentifikasi 5. Periksa Periksa ulang ulang pasie pasien n setel setelah ah 2 menit menit •

Jika tetap tiddak terdapat denyutan dan tidak ada perubahan  pada tampilan EKG, maka: i. Lanj Lanjut utka kan n RKP ii. ii. Peri Periksa ksa ulang ulang pasien pasien setel setelah ah 2 meni menitt dan lakukan lakukan secara berurutan iii. iii. Beri Berikan kan adren adrenali aline ne tambah tambahan an 1 mg tiap tiap 3-5 menit menit (tiap pergantian siklus) 11

 





Jika timbul VF/VT, segera jalankan algoritma shockable



Jika terjadi denyut, mulai perawatan pasca-resusitasi

Langkah-langkah penanganan asistol 1. Mula Mulaii RKP 30 30:2 :2 2. Tanpa menghentikan menghentikan RKP, RKP, pastian lead telah terpasang terpasang dengan dengan benar  benar  3. Berik Berikan an adrena adrenali line ne 1 mg sesege sesegera ra mungk mungkin in saat saat akses akses intra intravas vaskul kuler  er  telah ada 4. Lanju Lanjutka tkan n RKP RKP 30:2 30:2 hi hingg nggaa jala jalan n na napas pas diamank diamankan, an, lalu lanjut lanjutkan kan kompresi dada tanpa jeda selama pemberian ventilasi 5. Pertim Pertimbang bangkan kan penyebab penyebab PEA PEA dan koreksi koreksi seseger sesegeraa mungkin mungkin 6. Pe Peri riks ksaa ul ulan ang g ritm ritmee jant jantun ung g sete setela lah h 2 me meni nitt da dan n laku lakuka kan n seca secara ra  berurutan 7. Jika timbul timbul VF/V VF/VT, T, segera segera jalanka jalankan n algoritm algoritmaa shockable shockable 8. Berikan Berikan adrenaline adrenaline 1 mg IV tiap 3-5 3-5 menit menit (tiap (tiap pergantian pergantian siklus)

Kapanpu Kap anpun n diagnosi diagnosiss asistol asistol ditegak ditegakkan, kan, periksa periksa EKG secara secara hati-hat hati-hatii untuk  untuk  memastikan adanya gelombang P karena pasien dapat merespon pacu jantung ketika terdapat gelombang P. Tidak ada gunanya melakukan pacu jantung pada keadaan asistol sejati. Atropine Atropinee dapat meng-antagonis aksi neurotransmiter Atropin neurotransmiter parasimpatetik parasimpatetik asetilkolin asetilkolin di reseptor muskarinik. Sehingga, atropine dapat memblok efek nervus vagus pada nodus nod us si sinoa noatri trial al (S (SA) A) dan nodus nodus atrio atrioven ventri trikul kuler er (AV) (AV),, yang yang menim menimbul bulkan kan  peningkatan laju sinus dan mempercepat konduksi ko nduksi nodus AV. Panduan 2005 merekomendasikan pemberian 3 mg dosis tunggal atropine untuk  kondisi asistol dan PEA lambat (< 60 x/menit); namun, penggunaan atropine rutin tidak memberikan manfaat untuk asistol atau PEA. Beberapa penelitian terbaru menunju men unjukkan kkan bahwa bahwa atropine atropine tidak tidak memili memiliki ki manfaat manfaat untuk untuk mengata mengatasi si pasien pasien henti jantung di luar maupun di dalam rumah sakit, sehingga penggunaan rutinnya  pada PEA dan asistol tidak lagi direkomendasikan. d irekomendasikan. Selama RKP

12

 

Selama penatalaksanaan VF/VT atau PEA/asistol yang persisten, hal yang perlu ditekankan adalah prosedur kompresi dada yang berkualitas di antara percobaan defibril defi brilasi asi,, sambil sambil terus terus berupaya berupaya untuk untuk mengena mengenali li dan mengata mengatasi si penyebab penyebab reve revers rsib ibel el (4 Hs dan dan 4 Ts), Ts), sert sertaa meng mengam aman anka kan n jala jalan n napa napass dan dan akse aksess intravaskuler. intrava skuler. Profesional kesehatan harus berlatih mempraktekkan mempraktekkan koordinasi yang efisien antara RKP dan pemberian kejut listrik. Semakin singkat interval antara penghentian kompresi dada dan pemberian kejut listrik, maka semakin tinggi tin ggi keberhas keberhasila ilan n resusita resusitasi. si. Penuruna Penurunan n interval interval antara antara kompres kompresii dada dan  pemberian kejut listrik meskipun hanya beberapa detik dapat meningkatkan keberhasilan kejut. Pemberian RKP dengan rasio CV 30:2 merupakan hal yang melelahkan; penggantian penolong dapat dilakukan tiap 2 kmenit. Penyebab Henti Jantung Yang Reversibel Faktor penyebab atau pemicu timbulnya henti jantung harus dapat dikenali dan diatasi diat asi.. Untuk Untuk mudah mudah diingat, diingat, ada 2 kelompok kelompok penyebab penyebab henti henti jantung jantung yang  bersifat reversibel yakni y akni kelompok H dan T: •

Hipoksia



Hipovolemia



Hiperkalemia, hipokalemia, hipokalsemia, asidemia, dan gangguan metabolik lainnya



Hipotermia



Tension pneumothorax



Tamponade



Toksin



Tromboembolisme (emboli paru/trombosis koroner)

Empat H Cara untuk meminimalisasi hipoksia adalah memastikan paru-paru pasien telah te terv rven enti tila lasi si seca secara ra ad adek ekua uatt de deng ngan an ok oksi sige gen n 10 100% 0%.. Past Pastik ikan an tela telah h terj terjad adii  pengembangan dada yang adekuat ad ekuat dan terdengar bunyi bun yi napas secara seca ra bilateral. Cek  denga dengan n hati-h hati-hat atii tu tuba ba tr trake akeal al,, pasti pastikan kan tida tidak k salah salah masuk masuk ke bronku bronkuss atau atau esofagus. 13

 

Aktivitas elektrik yang tanpa denyut dapat disebabkan oleh hipovolemia akibat  perdarahan hebat; he bat; yang dipresipitasi oleh ole h trauma, perdarahan perd arahan gastrointestinal, gastroin testinal, atau ruptur aneurisma aorta. Tindakan yang harus dilakukan adalah mengembalikan volume intrava volume intravaskul skuler er sesegera sesegera mungkin mungkin yang dikombi dikombinasi nasikan kan dengan dengan operasi operasi secepatnya untuk menghentikan perdarahan. Hiperka Hip erkalemi lemia, a, hipokal hipokalemi emia, a, hipokals hipokalsemia emia,, asidemi asidemia, a, dan gangguan gangguan metabol metabolik  ik  lainnya dapat terdeteksi melalui pemeriksan biokimiawi atau dari riwayat medis  pasien seperti gagal ginjal. EKG 12 lead dapat menjadi salah satu alat diagnostik  ya yang ng berg bergun una. a. Kals Kalsiu ium m kl klor orid idaa in intr trav aven enaa dapa dapatt dibe diberi rika kan n pa pada da ke kead adaa aan n hiperkalemia, hipokalsemia, dan overdosis calcium channel blocker. Kecur Ke curig igaan aan hipote hipoterm rmia ia biasan biasanya ya ditem ditemuka ukan n pada pada pasie pasien n tengg tenggel elam am;; atau atau  penggunaan thermometer thermomete r yang ambang batas bawahnya b awahnya terlalu rendah. renda h. Empat T Tension pneumothorax pneumothorax merupakan salah satu penyebab utama PEA, hal ini dapat terjadi setelah proses pemasangan kateter vena sentral. Diagnosis pneumothorax dapatt ditegak dapa ditegakkan kan secara secara klinis klinis dan/ata dan/atau u dengan dengan menggun menggunakan akan ultrason ultrasonogra ografi. fi. Tindaka Tin dakan n untuk untuk kasus kasus ini adalah adalah melakuk melakukan an dekompr dekompresi esi secepatn secepatnya ya dengan dengan thorakosentesis jarum atau thorakostomi darurat, lalu memasang drain. Tamponade jantung sulit untuk didiagnosis karena tanda-tanda seperti distensi venda dan hipotensi sulit untuk dinilai, terutama jika telah terjadi henti jantung. Ekokardiografi transtorakal dengan interupsi minimal pada kompresi dada dapat dilakuka untuk mengidentifikasi efusi perikardial. Henti jantung akibat trauma  penetrasi dada sangat mendukung untuk timbulnya tamponade dan kasus seperti ini merupakan indikasi untuk melakukan tindakan thorakotomi resusitatif. Jika Ji ka pa pasi sien en ti tida dak k memi memili liki ki ri riwa waya yatt medi mediss ya yang ng sp spes esif ifik ik,, maka maka kita kita da dapa patt melakuk mel akukan an pemeri pemeriksaa ksaan n laborat laboratoriu orium m untuk untuk menentu menentukan kan apakah apakah pasien pasien telah telah mengosumsi zat toksik atau obat-obatan tertentu. Jika tersedia, sebaiknya segera  berikan antidot pada pad a pasien dan terapi suportif. sup ortif. Penyebab utama tromboemboli adalah atau obstruksi sirkulasi mekanis adalah embo em boli li pulmo pulmoner ner yang yang masif masif.. Jika Jika henti henti jantun jantung g diseba disebabka bkan n oleh oleh embol embolii

14

 

 pulmoner, maka pertimbangkan untuk memberikan obat tormbolitik sesegera mungkin. Trombolisis dapat dipertimbangkan sebagai terapi pada henti jantung, namu namun n in inii terga tergant ntung ung kasus kasusnya nya.. RKP RKP bukan bukanla lah h kontr kontrain aindik dikasi asi untuk untuk terap terapii trombolisis. Obat-obatan trombolisis kemungkinan besar butuh waktu 90 menit untuk menimbulkan efek.

Penggunaan pencitraan ultrasonografi selama pemberian bantuan hidup lanjutan Bebe Be berap rapaa penel peneliti itian an tela telah h mengu menguji ji penggu pengguna naan an ultra ultrason sonogr ograf afii selam selamaa he henti nti  jantung untuk mendeteksi etiologi yang bersifat reversibel. Meskipun belum ada  penelitian yang menunjukkan bahwa penggunaan modalitas pencitraan ini dapat meni me ning ngka katk tkan an lu luar aran an ha hasi sil, l, na namu mun n ti tida dak k ada ada ke kera ragu guan an ba bahw hwaa pe penc ncit itra raan an ultraso ult rasonogr nografi afi dapat dapat memberi memberikan kan informa informasi si yang dapat dapat membant membantu u kita dalam dalam mengidentifikasi etiologi reversibel dari henti jantung (seperti tamponade jantung, embolisme paru, iskemia (abnormalitas gerakan dinding jantung regional), diseksi aorta, hipovolemia, pneumothoraks). Jika ultrasonografi digunakan oleh klinisi yang terlatih, maka modalitas tersebut dapat membantu kita dalam pemeriksaan dan penatalaksanaan etiologi henti jantung yang bersifat reversibel. Posisi probe di sub-xiph sub-xiphoide oideus us direkome direkomendas ndasika ikan n dalam dalam pemerik pemeriksaan saan.. Pemasan Pemasangan gan probe probe sebelum kompresi dada sebaiknya dilakukan dalam waktu sekitar 10 detik secara  bersamaan dengan pemeriksaan pe meriksaan ritme. Cairan Intravena Hipovolemia merupakan penyebab henti jantung yang bersifat reversibel: infus caira cairan n harus harus di dilak lakuka ukan n secepa secepatn tnya ya jika jika dicur dicuriga igaii telah telah terja terjadi di hipovo hipovole lemi mia. a. Manfaat penggunaan penggunaan koloid pada fase awal resusitasi resusitasi hingga saat ini masih belum  jelas: gunakan NaCl 0,9% atau larutan Hartmann. Hindari penggunaan dekstrosa; karena cairan ini dapat ter-redistribusi dengan cepat dari ruang intravaskuler dan menyebabkan hiperglikemia, yang dapat memperburuk luaran hasil neurologis  pasien setelah henti jantung. Pastikan pasien mencapai normovolemia, normovo lemia, namun jika  pada kondisi non-hipovolemia, pemberian cairan yang berlebihan justru akan

15

 

memperburuk kondisi pasien yang menjalani RKP. Penggunaan cairan intravena dilakukan untuk menginjeksi obat-obatan secara perifer ke dalam sirkulasi sentral. Kompresi Jantung pada thorakotomi terbuka Kompresi jantung pada thorakotomi terbuka hanya diindikasikan untuk pasien yang mengalami henti jantung akibat trauma, untuk fase awal henti jantung pasien yang baru saja menjalani bedah thoraks, atau ketika thoraks atau abdomen sudah terbuka, seperti pada saat pasien menjalani operasi. Tanda-tanda kehidupan Jika tanda-tanda kehidupan telah muncul kembali saat melakukan RKP (seperti usaha bernapas reguler, batuk, pasien bergerak atau membuka mata), atau pada monitor telah (seperti terdeteksinya ETCO2 atau tekanan darah) menunjukkan ROSC, maka hentikan RKP lalu cek lagi monitor dalam waktu singkat. Jangan samakan sam akan terenga terengah-en h-engah gah dengan dengan tanda-t tanda-tanda anda kehidupa kehidupan, n, karena karena hal tersebu tersebutt sering kali timbul pada fase awal tindakan RKP. Jika ritme jantung yang teratur  tela te lah h timb timbul, ul, maka maka periks periksaa denyut denyut.. Jika Jika de denyu nyutt tela telah h teraba teraba,, lanju lanjutka tkan n ke  perawatan pasca-resusitasi, penatalaksanaan peri-henti jantung, atau keduaduanya. Jika denyut masih tidak teraba, tetap lanjutkan RKP.

DEFIBRILASI Strategi sebelum melakukan defibrilasi Pads versus Paddle Padss defibril Pad defibrilasi asi yang self-ad self-adhesi hesive ve lebih lebih praktis praktis digu digunaka nakan n jika jika dibandin dibandingkan gkan dengan hand-held paddle, terutama untuk monitor rutin dan defibrilasi. Keduanya aman am an dan efekt efektif if untuk untuk di digun gunaka akan, n, namun namun sejak sejak terj terjadi adi peruba perubahan han str strate ategi gi defib defibril rilas asii tahun tahun 2010, 2010, maka maka paddl paddlee defibr defibril ilasi asi lebih lebih dianj dianjurk urkan. an. Pads Pads selfselfadhesive hanya digunakan untuk situasi peri-henti jantung dan situasi klinis ketika ak akses ses ke pasie pasien n sulit sulit terc tercapa apai. i. Kedua Kedua wahan wahanaa terseb tersebut ut memi memili liki ki imped impedan ance ce transthorakal yang sama (begitu juga dengan khasiatnya). Namun dengan pads adhesive adhe sive,, maka maka penolong penolong dapat dapat melakuk melakukan an defibril defibrilasi asi dari jarak jarak yang aman. aman.

16

 

Sel elai ain n itu itu pads pads lebi lebih h mem memud udah ahka kan n pr pros oses es pemb pember eria ian n keju kejutt list listri rik k jika jika dibandingkan dengan paddle. Penggunaan Oksigen Secara Aman Paddle defibrilator dapat memercikkan api pada oksigen yang diperkaya oleh tekanan teka nan atmosfi atmosfir. r. Sehingg Sehinggaa kita kita harus harus mengamb mengambil il langkahlangkah-lang langkah kah berikut berikut ini untuk meminimalisasi resiko kebakaran: •

Singkirkan semua masker oksigen atau nasal kanul dan letakkan semua  benda tersebut sekitar sek itar 1 m dari dada pasien selama p proses roses defibrilasi



Biarkan kantung ventilasi tetap tersambung pada tuba trakeal atau alat  jalan napas lainnya. Sebagai Seb agai alternatif, lepaskan lepask an kantung ventilasi dari tuba trakeal dan jauhkan dari dada pasien sekitar 1 m selama proses defibrilasi



Penggun Pen ggunaan aan pads self-ad self-adhesi hesive ve lebih lebih memini meminimal malisas isasii resiko resiko timbuln timbulnya ya  percikan jika dibandingkan diband ingkan dengan paddle. pa ddle.

Rambut dada Sebaiknya Sebaikn ya area dada yang akan dipasangi elektroda bersih dicukur dengan bersih, na namu mun n pros proses es pe penc ncuk ukur uran an ha haru russ di dila laku kuka kan n de deng ngan an cepa cepatt da dan n tida tidak k bo bole leh h menghambat prosedur defibrilasi, terutama jika tidak tersedia pisau cukur. Posisi elektroda Elektroda kanan (sternal) dipasang pada sisi kanan sternum, di bawah klavikula. Letakkan paddle apikal pada linea mid-aksilaris, dekat dengan posisi lead V6 pada EKG. EK G. El Elek ektro troda da ini harus harus beba beba dari dari semua semua jari jaringa ngan n payuda payudara. ra. Ki Kita ta harus harus meletakkan elektroda ini di daerah lateral. Pemasangan elektroda antero-posterior merupakan salah satu posisi alterntif untuk   posisi elektroda pektoral-apikal kanan untuk defibrilasi dan merupakan posisi  pilihan untuk kardioversi kard ioversi atrial fibrilasi. Alat-alat medis yang terimplantassi (seperti alat pacu jantung permanen) dapat mengalami kerusakan selama proses defibrilasi, terutama jika arus listrik melewati elektri ele ktrida da yang dipasang dipasang di atas alat alat yang terimpl terimplanta antasi. si. Jika memungk memungkinka inkan, n, let letakka akkan n elektro elektroda da terpisah terpisah dari alat yang terimpl terimplanta antasi, si, kalau kalau perlu perlu gunakan gunakan  posisi elektroda alternatif. alte rnatif.

17

 

MANAJEMEN JALAN NAPAS DAN VENTILASI Mayoritas prinsip penanganan jalan napas dan ventilasi di panduan 2005 tidak  meng me ngala alami mi perub perubah ahan. an. Hanya Hanya saja saja tinda tindakan kan intuba intubasi si dini dini tidak tidak lagi lagi terla terlalu lu ditek ditekank ankan, an, kecual kecualii di dila lakuk kukan an oleh oleh tenaa tenaaga ga ya yang ng teram terampil pil denga dengan n inte interup rupsi si minimal pada kompresi dada. Penggunaan kapnografi semakin dianjurkan untuk  mengkon men gkonfir firmasi masi dan mengawa mengawasi si pemasan pemasangan gan tuba trakeal trakeal,, kualitas kualitasii RKP RKP dan mengidentifikasi ROSC secara dini. Pasien yang membutuhkan resusitasi seringkali mengalami obstruksi jalan napas. Pada kasus seperti ini, pemeriksaan yang tepat, disertai kontrol jalan napas dan ventilasi pada paru-paru merupakan tindakan yang esensial. Tanpa oksigenasi yang adekuat, maka tidak mungkin untuk mengembalikan mengembalikan curah jantung spontan. Pada kasus henti jantung yang kejadiannya disaksikan oleh petugas medis serta terdapat defibrilator di sekitar lokasi kejadian, maka percobaan defibrilasi harus dilakukan terlebih dahulu sebelum membuka jalan napas. Pemberian oksigen aliran tinggi hingga tercapai ROSC harus dilakukan dengan cara memantau saturasi oksigen arterial. Manuver pembebasan jalan napas dasar dan alat bantu jalan napas Peri Periksa ksa jala jalan n na napas pas.. Gunak Gunakan an head head tilt tilt dan chin chin lift, lift, atau atau jawa jawa thrust thrust untuk  untuk  membuka jalan napas. Alat jalan napas sederhana (alat jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal) dapat membantu kita dalam mengamankan jalan napas. Ventilasi Pemberian ventilasi buaan harus dilakukan sesegera mungkin pada semua pasien yang ventilasi spontan-nya tidak adekuat atau tidak ada sama sekali. Ventilasi udara sisa (rescue breathing) merupakan salah satu tindakan yang efektif namun konsentrasi oksigen penolong hanya 16-17%, sehingga tindakan ini harus segera digantikan oleh ventilasi yang diperkaya oleh oksigen. Masker protabel untuk  resus resusit itasi asi dapat dapat memb membant antu u ki kita ta dalam dalam mela melakuk kukan an venti ventila lasi si mout mouth-t h-to-m o-mask  ask  sehingga kadar oksigen yang diberikan bisa lebih tinggi. Penggunaan teknik dua tangan dapat memaksimalisasi pemberian oksigen karena udara lebih sedikit yang lo lolo loss da dari ri mask masker er.. Kant Kantun ung g vent ventil ilas asii yang yang meng mengem emba bang ng send sendir irii dapa dapatt 18

 

disambungkan ke sungkup wajah, tuba trakeal, atau alat jalan napas supraglotis supraglottic airway device (SAD). Teknik pemasangan ventilasi bag-mask dengan dua penolong merupakan metode yang lebih dianjurkan. Pemberian untuk tiap kali kali berna bernapas pas sekit sekitar ar 1 detik detik dan volum volumee udara udara yang yang diberi diberikan kan harus harus sesua sesuaii dengan pergerakan dada normal; tujuannya untuk memberikan volume udara yang adekuat, sambil meminimalisasi resiko inflasi gastrik, serta menyediakan waktu yang adekuat untuk kompresi dada. Selama melakukan RKP yang belum memiliki  jalan napas terproteksi, kita harus memberikan dia ventilasi untuk tiap rangkaian 30 kali kompresi dada. Jika tuba trakeal datau SAD telah diinsersi, maka lakukan ventilasi paru-paru dengan kecepatan 10 kali per menit dan lanjutkan kompresi dada tanpa henti selama melakukan ventilasi. Alat bantu Jalan napas alternatif  Pemasangan Pemasa ngan tuba trakeal merupakan merupakan metode yang dianggap paling optimal untuk  mengatasi masalah jalan napas selama terjadi henti jantung. Namun ada bukti yang menunjukkan bahwa tanpa latihan dan pengalaman yang adekuat, maka tinda ti ndakan kan intuba intubasi si ju justr stru u dapat dapat menin meningka gkatka tkan n sejum sejumla lah h kompl komplika ikasi si seper seperti ti masukny mas uknyaa intubasi intubasi ke esofagus esofagus (6-17% pada penelitian penelitian yang dilakuk dilakukan an pada  paramedik).

Percobaan

intubasi

trakeal

yang

berlangsung

lama

dapat

membahayakan pasien; penghentian kompresi dada selama percobaan intubasi dapat mengakibatkan mengakibatkan gangguan perfusi koroner dan serebral. Beberapa alat bantu  jalan napass alternatif dapat digunakan untuk mengatasi masalah jalan napas selama melakukan RKP. Ada beberapa penelitian yang menggunakan Combitude, classic laryngeal mask airway (cLMA), Laryngeal Tube (LT) dan i-gel dalam  prosedur RKP, namun tidak ada satupun penelitian yang menggunakan indikator  angkaa bertahan angk bertahan hidup hidup sebagai sebagai tujuan tujuan utama utama penelit penelitian. ian. Meskipun Meskipun begitu, begitu, dari  penelitian diketahui bahwa alat-alat bantu tersebut memiliki angka keberhasilan yang tinggi dalam proses insersi dan ventilasi. SAD lebih mudah dipasang jika dibandingkan dengan tuba trakeal, dan tidak seperti intubasi trakeal, prosedur   pemasangan SAD dapat dilakukan tanpa menginterupsi kompresi dada. Namun hingga kini belum ada data yang mendukung penggunaan alat-alat tersebut dalam

19

 

 prosedur rutin penanganan henti jantung. Pemilihan teknik terbaik dalam  penanganan jalan napas sangat dipengaruhi oleh berbagai kondisi yang terjadi selama henti jantung serta kemahiran penolong. Combitude jarang digunakan, kalau kalaupun pun terpa terpakai kai,, alat alat in inii ha hanya nya serin sering g diguna digunakan kan di Inggr Inggris is dan tida tidak k lagi lagi dimasukkan dalam panduan ALS. Laryngeal mask airway (LMA) LMA relatif lebih mudah dipasang jika dibandingkan dengan tuba trakeal, selain it itu u pe pemb mber eria ian n ve vent ntil ilas asii mela melalu luii LMA LMA lebi lebih h ef efis isie ien n da dan n lebi lebih h muda mudah h jika jika dibandingkan dengan bag-mask. Jika terjadi kebocoran gas yang berlebihan, maka kompresi dada harus terinterupsi untuk memudahkan ventilasi. Meskipun LMA tidak sebaik tuba trakeal dalam melindungi jalan napas, namun aspirasi pulmoner   jarang terjadi ketika LMA digunakan dalam penanganan penangan an henti jantung. i-gel Cuff Cu ff ii-gel gel terbua terbuatt dari dari ge gell elast elastom omer er th therm ermopl oplast astik ik,, sehin sehingga gga da dalam lam proses proses  pemasangannya, i-gel tidak membutuhkan inflasi udara; batang i-gel bersatu dengan pemblok gigitan dan sebuah drain esofageal yang sempit. I-gel sering digunakan untuk mempertahankan jalan napas selama prosedur anestesia. I-gel sangat sang at mudah mudah dipasang dipasang,, selain selain itu secara secara teoriti teoritis, s, alat ini jarang jarang mengal mengalami ami kebocoran sehingga cukup menarik untuk dijadikan pilihan oleh penolong yang tidak berpengalaman dalam melakukan intubasi trakeal. Penggunaan i-gel untuk   penanganan henti jantung sudah pernah dilaporkan, namun data penggunaannya masih butuh penelitian lebih lanjut. Laryngeal Tube The laryngeal tube (LT) pertama kali diperkenalkan pada tahun 2001. Saat ini laryngeal tube disposable (LT-D) juga telah tersedia dan dapat digunakan untuk  resusitasi pasien henti jantung di luar rumah sakit. LT masih jarang digunakan di Inggris. Intubasi Trakeal Manfaat dan kerugian intubasi telah dijelaskan pada bab pra-rumah sakit. Seperti  pada intubasi trakeal pra-rumah sakit, intubasi di rumah sakit seharusnya dilakukan oleh tenan yang terampil dan percaya diri. Tiap percobaan intubasi 20

 

tidak boleh mengganggu kompresi dada lebih dari 10 detik; jika intubassi tidak  tercapai dalam rentang waktu tersebut, maka gunakan saja ventilasi bag-mask. Setelah intubasi, pastikan pemasangan tuba telah benar dan amankan tuba secara adekuat.  Memastikan Pemasangan Tuba Tuba Trakeal yang benar  Intubasi esofageal yang tida disengaja merupakan komplikasi paling serius ser ius dari dari pe perco rcobaa baan n in intub tubasi asi tr trae aekal kal.. Pengg Pengguna unaan an tekni teknik k pr prim imer er dan dan sekunder seku nder untuk untuk mengkon mengkonfirm firmasi asi pemasan pemasangan gan tuba merupak merupakan an salah salah satu tindakan yang berguna untuk meminimalisasi resiko salah pasang. Pemer emerik iksa saan an

pr prim imer er

yang yang

dapa dapatt

dila dilaku kuka kan n

adal adalah ah

ob obse serv rvas asii

 pengembangan dada secara bilateral, auskultasi kedua lapangan paru-paru  pada daerah aksila (suara napas harus simetris dan terdengar jelas) serta di atas epigastrium (bunyi napas tidak boleh terdengar). Namun tanda klinis dari  pemasangan tuba yang benar (terdapat kondensasi pada tuba, pengembangan dada, terdengar bunyi napas pada auskultasi, tidak terdengarnya suara napas  pada epigastrium) merupakan pemeriksaan yang sulit untuk diandalkan. Untuk Unt uk konfi konfirm rmasi asi sekund sekunder er pemasa pemasanga ngan n tuba tuba yang yang benar benar,, diper diperluk lukan an  pemeriksaan kadar CO 2 yang diekspirasi atau alat pendeteksi gas di esofagus.  Namun, tidak ada satupun pemeriksaan sekunder yang mampu membedakan antara pemasangan tuba hanya memasuki trakea atau justru telah memasuki salah sal ah satu satu caban cabang g bronku bronkuss ut utam ama, a, seh sehing ingga ga pemeri pemeriksa ksaan an prime primerr untuk  untuk  memastikan pengembangan dada dan suara napas yang simetris tetap menjadi hal yang penting. Belum terlalu banyak data yang mampu mengidentifikasi metode yang optimal untuk mengkonfrimasi keberhasilan pemasangan tuba pada pasien henti hen ti jantu jantung. ng. Semu Semuaa alat alat-al -alat at yang yang terse tersedia dia ha hanya nya diangg dianggap ap sebaga sebagaii  pelengkap teknik konfirmasi yang telah ada. Tidak ada satupun data yang mampu mengukur kuantitas keberhasilan posisi pemasangan tuba. Alat pendeteksi karbon dioksida hanya mampu mengukur konsentrasi karbon dioksida yang diekspirasi dari paru-paru. Ekspirasi CO 2 yang persisten setel set elah ah enam enam ka kali li venti ventila lasi si mengi mengindi ndikas kasika ikan n ba bahwa hwa tuba tuba trakea trakea tela telah h 21

 

terpasang di trakea atau cabang bronkus. Selama henti jantung, aliran darah  pulmoner akan mengalami perlambatan sehingga terjadi penurunan kadar  CO2 ya yang ng tere tereks kspi pira rasi si.. Ol Oleh eh ka kare rena na itu, itu, de dete tekt ktor or CO2 tidak tidak mamp mampu u mengidentif mengide ntifikas ikasii apakah apakah pemasang pemasangan an tuba sudah sudah dilakuk dilakukan an secara secara tepat. tepat.  Namun, ketika CO2 ekspirasi telah tela h terdeteksi pada p pasien asien henti jantung, mak makaa kita dapat memastikan bahwa tuba telah terpasang dengan pada trakea atau cabang bronkus. Detektor Detektor kolorimetrik kolorimetrik CO 2 telah tersedia untuk penggunaan di rumah sakit dan luar rumah sakit. Detektor end tidal CO 2 yang memiliki memiliki gambar gam baran an grafi grafik k gelom gelomban bang g (kapno (kapnogra graf) f) merup merupaka akan n alat alat ya yang ng pali paling ng terpe te rperca rcaya ya untuk untuk memv memveri erifik fikas asii po posis sisii tuba tuba trake trakeal al selam selamaa terja terjadi di henti henti  jantung. Berdasarkan data-data yang ada, diketahui bahwa akurasi kolorimetrik  CO2, detektor esofageal dan kapnometer non-gelombang dalam mendeteksi  posisi tuba trakela, tidak lebih baik dari akurasi auskultasi dan visualisasi langsung. Kapnografi gelombang merupakan cara yang paling sensitif dan spesifik untuk mengkonfirmasi dan memantau secara terus-menerus posisi tubaa tr tub trake akeal al pada pada pasie pasien n hentu hentu jantu jantung, ng, namun namun pemeri pemeriksa ksaan an ini harus harus digabung diga bungkan kan dengan dengan pemerik pemeriksaan saan klinis klinis (auskult (auskultasi asi dan visuali visualisasi sasi ketika ketika tuba trakeal trakeal melewa melewati ti plica plica vokalis vokalis). ). Karena Karena kapnogra kapnografi fi gelomba gelombang ng tidak  tidak  mampu membedakan apakah tuba trakeal hanya memasuki trakea atau telah memasukii bronkus, maka auskultasi yang hati-hati merupakan tindakan yang memasuk esensial. Kapnografi portabel dapat digunakan untuk memantau pemasangan tuba trakeal baik pada kondisi di luar rumah sakit, unit gawat darurat, maupun dalam rumah sakit. Jika tidak ada kapnograf gelombang maka sebaiknya gunakan alat jalan napas supraglotis.

Cricothyroidotomy/ krikotiroidotomi Ji Jika ka ti tidak dak memu memungk ngkin inkan kan untuk untuk mela melakuk kukan an venti ventilas lasii bag-m bag-mask ask pada pada pasie pasien n apneik, apne ik, atau atau sulit sulit untuk untuk melewa melewatkan tkan tuba trakeal trakeal atau alat bantu jalan jalan napas napas alaternatif, maka pemberian oksigen melalui krikotiroidotomi kanula atau bedah dapat menyelamatkan jiwa pasien. Krikotiroidotomi bedah dapat menyediakan 22

 

 jalan napas definitif yang dapat digunakan untuk memventilasi paru-paru pasien hingga dapat dilakukan trakeostromi atau intubasi semi-elektif. Krikotiroidotomi  jarum merupakan prosedur sementara yang dapat memberikan akses oksigenasi  jangka pendek. SIRKULASI Akeses intravascular   Pemberian obat via vena perifer versus vena sentral 

Kanulasi vena periferlebih cepat, mudah dan aman. Setiap pemberian obat dari vena perifer harus diikuti dengan pemberian cairan sekurangnya 20 mL.  pemasaangan akes vena sentral sebaiknya sebaik nya dilakukan dilakuk an hanya oleh orang yang sudah terlatih dan kompeten dan proses pemasangan harus dilakukan dengan interupsi minimal pada kompresi dada.  Jalur intraosseus Bila akses intravena tidak bias didapat dalam 2 menit pertama resusitasi,  pertimbangkan untuk pemasangan akses intraosseus. Akses intraosseus biasanya digunakan pada anak-anak karena sulitnya mendapatkan akses intravena, namun teknik ini telah diaanggap sebagai jalur yang aman dan efektif untuk pemberian ob obat at da dan n cair cairan an ba bagi gi or oran ang g de dewa wasa sa ju juga ga..171-173 Da Daera erah h yang yang dapat dapat diakse diaksess diantaranya daerah tibia dan humerus.172 Pemberian obat-obat resusitasi melalui  jalur ini akan mencapai konsentrasi plasma yang yan g adekuat.  Jalur trakea Obat-ob Oba t-obat at resusitas resusitasii juga dapat diberikan diberikan melalui melalui pipa trakea, trakea,

namun namun

konsentrasi plasma obat yang diberikan melalui jalur ini sangat bervariasi dan secara umum dianggap lebih rendah daripada peberian melalu melaluii jalur intravena intravena dan intraos int raosseus seus,, terutam terutamaa adrenali adrenalin. n. Cairan Cairan intratra intratrakeal keal dalam dalam jumlah jumlah besar besar akan mengganggu pertukaran gas. Karena akses IO yang lebih mudah dan kurang efis ef isie ienn nnya ya pemb pember eria ian n ob obat at vi viaa jalu jalurr tr trak akea ea,, maka aka tekn teknik ik ini ini tida tidak k lagi lagi direkomendasikan.

Obat 23

 

Penggunaan adrenalin telah didiskusikan sebelumnya. Obat antiaritmia

Sama halnya dengan vasopressor, bukti mengenai manfaat obat-obat anti aritmia dalam penanganan henti jantung terbatas. Tidak ada obat anti aritmia yang diber diberika ikan n saat saat henti henti jantun jantung g pada pada manus manusia ia yang yang menun menunjuk jukkan kan pening peningkat katan an kelangsungan hidup hingga keluar rumah sakit, namun amiodaron disebutkan dapat meningkatkan angka kelangsungan hidup hingga perawatan di rumah sakit se sete tela lah h

VF/V VF/VT T

refr refrak akte terr-sh shoc ock. k.

Tida Tidak k

ad adaa

da data ta

meng mengen enai ai

pe peng nggu guna naan an

amiodar ami odarione ione untuk untuk VF?VT VF?VT refrakte refrakte-sho -shock ck bila bila yang digunaka digunakan n adalah adalah shock  shock  tungg tu nggal al.. Meski Meskipun pun data data menge mengenai nai progno prognosi siss jangk jangkaa panjan panjang g pada pada manus manusia ia terbatas, tapi tetap banyak yng mendukung penggunaan oat anti aritmia untuk   penanganan aritmia pada p ada henti jantung.  Amiodarone

Amio Am ioda daro ron n

adal adalah ah

ob obat at

anti anti

ar arit itm mia

membrane-stabilising  yang

meningkatkan durasi aksi potensial dan periode refrakter pada miokardium atrium dan ventrikel. Selain itu, konduksi atrioventrikular juga diperlambat, dan efek yang sama juga terjadi pada jalur aksesorius. Hipotensi yang terjadi setelah pemberian amiodarone diduga tergantung pada kecepatan pemberian dan juga diduga terjadi terjadi lebih lebih karena karena efek pelarutnya pelarutnya (Polysorbat (Polysorbatee 80 dan  benzyl alcohol), yang menyebabkan pelepasan histamine dibandingkan karena efek obatnya senidri.176 Sediaan amiodarone amiodarone cair yang bebas dari efek samping itu saat ini telah disetujui penggunaannya di Amerika Serikat. Berd Be rdasa asarka rkan n consen consensu suss para para ahli, ahli, bila bila VF?V VF?VT T menet menetap, ap, beri beri 300 mg amiodarone (setelah itu beri 20 mL NaCl 0,9% atau Dextrosa 5 %) 177 setelah shock yang ketiga. Dosis selanjutnya, 150 mg, dapat diberikan bila terjadi VF/VT rekuren atau refrakter, dan setelah itu diikuti denan pemberian infuse 900 mg dalam 24 jam. Lidokain 1 mg/kg dapat digunakan sebagai alternative  bila amiodarone tida tersedia, tapi jangan berikan lidokain bila sebelumnya telah diberi amiodarone.  Magnesium

24

 

Meskipun madnesium diketahui bermanfaar dalam kondisi hipomagnesemia, namun manfaat penggunaannya secara rutin saat henti jantung tidak terbukti. Penel Penelit itian ian pada pada orang orang dewasa dewasa di dalam dalam dan luar luar rumah rumah sakit sakit tidak tidak dapat dapat menunjukkan adanya peningkatan angka kembalinya sirkulasi spontan ( Return menunjukkan of Spontaneous Circulatin ROSC ) bila magnesium diberikan secara rutin saat RKP. Berikan Berikan dosis awal 2 g (=9 mmol, 4 mL magnesium sulfat sulfat 50%) secara IV untuk untuk VF refrakte refrakterr bila terdapat terdapat kevuriga kevurigaan an hipomag hipomagnese nesemia mia (misaln (misalnya ya  pasien yang mengonsumsi diuretic yang tidak hemat potassium); dosis dapat diulang setelah 10-15 menit. Indikasi yang lain diantaranya: •

Takiaritmia ventricular yang disertai kemungkinan hipomagnesemia



VT torsade de pointes



Keracunan digoksin

 Bikarbonat 

Henti jantung mengakibatkan kombinasi asidosis respirasi dan metabolic karena terhentinya pertukaran gas di paru-paru dan metabolism seluler menjadi anaerob. Penanganan Penanganan terbaik untuk academia academia pada henti jantung adalah kompresi dada dn manfat tambahan lain didapatkan dari ventilasi. Saat henti jantung, nilai gas arteri dapat menyesatkan dan hanya sedikit hubungannya dengan status asam basa jaringan; 184 analisis darah dari vena sentral dapat memberikan perkiraan pH  jaingan yang lebih baik. Bikarbonat menyebabkan pembentukan karbondioksida yang kemudian berdifusi ke sel dengan cepat. Efek bikarbonat diantaranya: •

Mengeksaserbasi asidosis intraselular 



Menyebabkan efek inotropik negative pada miokardium yang iskemik 



Menyebabkan penimbunan sodium yang besar, yang aktif berosmosis pada sirkulasi dan otak yang sudah terganggu



Menyebabkan pergeseran kurva disosiasi oksigen ke kiri ( shift to the left ) yang nantinya menghalangi pelepasan oksigen ke jaringan

Pemberi Pem berian an sodium sodium bikarbon bikarbonat at secara secara rutin rutin pada henti henti jantung jantung dan Resusit Resusitasi asi Kardipulmoner (utamanya pada kasus henti jantung di ;uar rumah sakit), atau setelah sirkulasi spontan kembali, tida direkomendasikan. Beri sodium bikarbonat 25

 

(50 mmoL mmoL)) bi bila la henti henti jant jantung ung di didug dugaa akibat akibat hiper hiperkal kalem emia ia atau atau ov overd erdosi osiss antidepresan trisiklik. Pemberian dosis ulang disesuaikan dengan keadaan klinis  pasien dan hasil analisis ana lisis gas darah.  Kalsium

Kals Ka lsiu ium m meme memega gang ng pe pera ran n pe pent ntin ing g da dala lam m meka mekani nism smee selu selule lerr ya yang ng meny me nyeba ebabka bkan n kontra kontraksi ksi mioka miokardi rdium um.. Ti Tida dak k ada data data yang yang mengg menggam ambar barkan kan adanya manfaat kalsium pada kasus-kasus henti jantung. Konsentrasi plasma yang tinggi dapat berbahaya nbagi miokardium yang iskemik dan dapat mengganggu  proses penyembuhan serebral. Pemberian kalsium saat resusitasi hanya bila terdapat indikasi indikasi seperti pada henti jantung jantung yang diakibtkan oleh hiper hiperkalemia kalemia,, hipokalsemia, dan obat calcium channel blocker. Dosis permulaan adalah 10 ML kalsium klorida 10$ (6,8 mmol Ca 2+) dan dapat dapat diula diulangi ngi bila bila perlu perlu.. Kals Kalsium ium dapat dapat menur menurunk unkan an de denyu nyutt jantu jantung ng dan menyebabkan aritmia. Pada henti jantung, kalsium dapat diberikan melalui injeksi intravena secara cepat. Bila ada sirkulasi spontan, berikan secara pelan. Jangan  berikan larutan kalsium dan sodium bikarbonat secara bersamaan melalui rute yang sama.

RKP Mekanis RKP manual standar dapat membuat perfusi koroner dan serebral paling  baik sebesar 30%.185 Be Bebe berap rapaa teknik teknik dan pe peraa raata tan n RKP RKP dapat dapat en ening ingkat katkan kan hemodinamik atau angka kelangsungan hemodinamik kelangsungan hidup jangka pendek bila digunakan oleh  petugas terlatih pada kasus-kasus tertentu. Namun, keberhasilan kebe rhasilan setiap teknik dan  peralatan bergantung pada edukasi dan pelatihan semua petugas. Meskipun kompresi dada manual kadang dilakukan dengan buruk,186-188 namun tidak ada alat yang secara konsisten lebih baik daripada RKP manual.  Impedance Threshold Device (ITD)

ITD adalah sebuah katup yang membatasi jumlah udara yang masuk ke  paru-paru saat dada mengemabang (di antara 2 kompresi dada). Hal ini menurunkan tekanan intratoraks dan meningkatkan aliran balik vena ke jantung. Sebuah Seb uah metaana metaanalis lisaa terbaru terbaru menunju menunjukkan kkan bahwa bahwa dengan dengan pengguna penggunaan an ITD ini 26

 

kembalinya sirkulasi spontan dan kelangsungan hidup jangka pendek meningkat tapi dalam hal kelangsungan hidup hingga keluar rumah sakit atau keutuhan status neurologis tidak meningkat secara signifikan bila digunakan pada kasus henti  jantung di luar rumah sakit. 189 Karena tidak ada data yang menunjukkan bahwa ITD dapat meningkatkan kelangsungan hidup hingga keluar rumah sakit, maka  penggunaannya

secara

rutin

dalam

penanganan

serangan

jantung

tidak 

direkomendasikan.  RKP Lund University cardiac arrest system (LUCAS)

LUCA LU CAS S ad adala alah h alat alat kompre kompresi si stern sternum um yang yang digera digerakka kkan n oleh oleh ga gass dan dan dihubungkan dengan  suction cup untuk dekompresi aktif. Meskipun percobaan  pada binatang menunjukkan penggunaan RKP LUCAS dapat meningkatkan hemodinamik dan kelangsungan hidup jangka pendek,

190,192

namun belum ada

 penelitian pada manusia manus ia yang membandingkan RKP LUCAS dan RKP standar.  RKP Load-distributing band band (AutoPulse) LDB adalah alat kompresi dada melingkar yang terdiri dari constricting  band  (yang dijalankan secara pneumatic) dan backboard. Meskipun RKP LDB

dapat meningkatkan hemodinamik, 192-194 namun hasil penelitian berlawanan. 195-196 Status terkini LUCAS dan Auto Pulse

Saat ini, sedang dilakukan 2 penelitian penelitian prospektif untuk mengevaluasi LDB ( Autopulse  Autopulse) dan LUCAS. Hasil penelitian ini sangat dinanti. Di rumah sakit, alat mekanis telah digunakan secara efektif dalam membantu pasien yang menjalani Intervensi Koroner Primer (IKP)

197,198

dan CT Scan199 dan juga saat resusitasi yang

lamaa (misaln lam (misalnya ya hipoter hipotermia mia,,200,201 kera keracuna cunan, n, thrombol thrombolisi isiss untuk untuk emboli emboli paru, paru, transport yang lama) dimana kelelahan penolong dapat mengganggu efektivitas kompresi dada. Peran alat mekanis dalam segala situasi butuh evaluasi lebih lanjut sebelum direkomendasikan penggunaannya secara luas. PERAWATAN PASCA RESUSITASI Sindrom pasca henti jantung Kembalinya sirkulasi spontan ( Return of Spontaneous Circulation ROSC ) hanya hanya merup merupaka akan n langk langkah ah awal awal dalam dalam pemul pemuliha ihan n setel setelah ah serang serangan an jant jantung ung..

27

 

Sindrom pasca henti jantung yang terdiri atas cedera otak pasca henti jantung, disfungsi miokardium miokardium pasca henti jantung, respon iskemia/reperfusi iskemia/reperfusi sistemik, sistemik, dan  patologi yang persisten, biasanya mempersulit fase pasca resusitasi. 202 Tingkat keparahan keparaha n sindrom ini akan bervariasi tergantung tergantung pada durasi dan penyebab henti  jantung. Sindrom ini dapat pula tidak terjadi bila henti jantung terjadi hanya sesaat. Cedera otak pasca henti jantung biasanya bermanifestasi sebagai koma, kejang, mioklonus, disfungsi neurokognitif, dan kematian otak. Cedera otak pasca henti jantung dapat disebabkan oleh kegagalan mikrosirkulasi, ketidakseimbangan au autor toregu egulas lasi, i, hi hiper perkar karbia bia,, hipero hiperoksi ksia, a, pirek pireksia sia,, hiper hipergli glike kemi mia, a, dan kejang kejang.. Disfungsi miokardium miokardium yang signifikan signifikan sering terjadi setelah henti jantung namun  biasanya akan sembuh dalam 2-3 hari.

203-204

Iskemia/reperfus Iskemia/ reperfusii sistemik sistemik yang

terjadi setelah resusitasi akan mengaktifkan jaur imunologis dan koagulasi yang dapat menyeba dapat menyebabkan bkan gagal gagal organ organ multipl multiplee dan peningka peningkatan tan ris risiko iko infeksi. infeksi.205,206 Sindorm pasca henti jantung memiliki banyak gejala yang sama dengan sepsis, diantaranya penurunan volume intravaskuler dan vasodilatasi. 207,208 Jalan nafas dan pernafasan Baik Ba ik

hi hipo poks ksem emia ia

maup maupun un

hi hipe perk rkar arbi bia, a,

kedu keduan anya ya

meni mening ngka katk tkan an

kemungkinan kemungki nan timbulnya henti jantung lebih lanjut dan dapat menyebabkan cedera ot otak ak

se seku kund nder er..

Beber eberap apaa

pene peneli liti tian an

pada pada

hewa hewan n

menun enunju jukk kkan an

bahw bahwaa

hiperoks hipe roksemi emiaa menyeba menyebabkan bkan stres stres oksidati oksidatiff dan membaha membahayaka yakan n neuron neuron pasca pasca iskemik.

209

Suatu penelitian registri klinis mencatat bahwa hiperoksemia pasca

resusitasi dikaitkan dengan keluaran  yang buruk, buruk, dibandingkan dibandingkan dengan dengan normooksemia dan hipoksemia. 210 Setelah saturasi oksigen darah arteri dapat dipantau denga dengan n baik baik (denga (dengan n an anali alisi siss gas darah darah dan atau atau  pulse oxymetry), sebaikny sebaiknyaa dilakuk dil akukan an titrasi titrasi oksigen oksigen untuk untuk mempert mempertahan ahankan kan saturas saturasii oksigen oksigen darah darah arteri arteri  pada kisaran 94-98%. Pertimbangkan intubasi endotrakeal, sedasi dan ventilasi terkontrol pada setiap pasien dengan gangguan fungsi serebral. Tidak terdapat data yang mendukung target PCO 2 arteri tertentu  setelah resusitasi henti jantung, ta tapi pi

sa sang ngat at masu masuk k ak akal al un untu tuk k meny menyes esua uaik ikan an ve vent ntil ilas asii un untu tuk k menc mencap apai ai

normokarbia dan untuk memonitor hal ini dapat digunakan PCO 2  end tidal  dan anaisa gas darah arteri. 28

 

Sirkulasi Tela Te lah h di diket ketahu ahuii secara secara luas luas ba bahwa hwa pa pasie sien n pa pasca sca henti henti jant jantung ung dengan dengan STEMI   (ST Elevation Miocardial Infarction) harus menjalani angiografi koroner 

dini dan intervensi koroner perkutan (PCI =  percutaneous coronary intervention ), namun karena keluhan nyeri dada dan atau elevasi ST tidak selalu menunjukkan adanya oklusi koroner akut,211 maka intervensi intervensi tersebut harus harus dipertimbangkan dipertimbangkan  pada semua pasien pasca henti jantung yang diduga menderita penyakit arteri koroner.

55,211,212

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kombinasi hipotermia

terap te rapeut eutik ik dan PCI mudah mudah dan aman aman dila dilakuk kukan an

untuk untuk he henti nti jantu jantung ng yang yang

disebabkan oleh infark miokard akut. 212-216 Di Disfu sfungs ngsii mioka miokard rd pasca pasca he henti nti jantu jantung ng menye menyebab babkan kan ketida ketidakst kstabi abila lan n hemodinamik, yang bermanifestasi sebagai hipotensi, indeks jantung rendah dan aritmia.

203

Jika penanganan penanganan dengan cairan dan obat-obatan obat-obatan vasoaktif vasoaktif tidak cukup

untuk memperbaiki sirkulasi, pertimbangkan untuk melakukan insersi intra-aortic balloon ballo on pump.

212,213

Kare Ka rena na tida tidak k ad adany anyaa data data de defin finit itive ive,, targe targetka tkan n untuk  untuk 

mencapai tekanan darah arterirata-rata untuk mendapatkan urine output  yang adekuat (1 ml /kg  /jam) dan kadar laktat laktat plasma yang yang normal atau menurun, menurun, dan  pertimbangkan juga untuk mencapat tekanan darah pasien yang biasanya (bila diketahui), penyebab henti jantng dan tingkat keparahan disfungsi miokard.

202

Disabilitas (Optimalisasi penyembuhan neurologis)  Pengendalian kejang  

Kejang atau mioklonus atau keduanya terjadi pada 5-15% pasien dewasa yang mengalami sirkulasi spontan dan 10-40% dari pasien yang tetap koma. 217-220  Kejang meningkatkan metabolisme otak hingga 3 kali lipat dan dapat menyebabkan cedera otak: tangani denagn cepat dan efektif dengan  benzodiazepin, fenitoin, fenito in, valproate sodium, sod ium, propofol, atau barbiturat. Belum ada  penelitian yang menganjurkan meng anjurkan pemberian ob obat at antikonvulsan profilaksis p rofilaksis setelah henti jantung pada orang dewasa.  Kontrol kadar glukosa 

Terdapat hubungan yang kuat antara kadar glukosa darah tinggi setelah resusita resu sitasi si henti jantun jantung g dan

keluara keluaran n neurologis neurologis yang yang buruk. 29

221,222

Sebuah

 

 penelitian acak skala besar terhadap kontrol glukosa intensif (4,5-6,0 mmol   /liter ) dibandingkan kontrol glukosa konvensional (10 mmol /liter atau kurang) pada  pasien ICU memberikan hasil peningkatan 90-day mortality pada pasien-pasien pasien-pasien yang ditangan ditanganii dengan dengan kontrol kontrol glukosa glukosa intensi intensif. f.223 Pen Peneli elitia tian n terbaru terbaru dan dua  penelitian

meta-analisis

lainnya

terhadap

kontrol

glukosa

secara

ketat

dibandingkan dibandin gkan kontrol glukosa konvensional konvensional pada pasien kritis menunjukkan tidak  menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal mortalitas tetapi didapatkan  bahwa kontrol glukosa yang ketat dikaitkan dengan peningkatan resiko hipoglik hipo glikemia emia yang signifi signifikan. kan.

224-226

Hi Hipog pogli likem kemia ia berat berat dikai dikaitk tkan an dengan dengan

 peningkatan mortalitas pada pasien kritis,

227

dan pasien koma juga memiliki

resiko hipoglikemia yang tidak terduga.  Kontrol suhu tubuh   Penanganan hiperpireksia.

Hipertermia (hiperpireksia) sering terjadi dalam 48 jam pertama setelah henti jantung. 229 Beberapa penelitian melaporkan hubungan antara pireksia  pasca henti jantung jantun g dan keluaran yang buruk. 230-232 Meskipun efek kenaikan suhu terhadap prognosis tidak dapat dibuktikan, namun tampaknya sangat  bijaksana untuk menangani hipertermia yang ya ng terjadi setelah henti hen ti jantung dengan pemberian antipiretik atau pendinginan aktif.  Hipotermia terapeutik.

Data Da ta pada pada hewan hewan dan manus manusia ia menun menunjuk jukkan kan bahwa bahwa hipote hipoterm rmia ia ringan ringan  bersifat neuroprotektif dan dapat memperbaiki keluaran setelah periode hipoksik-iskemik serebral yang global. 233,234 Suhu dingin menekan banyak jalur  sehin seh ingga gga dapat dapat menun menunda da kemat kematian ian sel, sel, term termasu asuk k ap apopt optosi osiss (kema (kematia tian n sel terpro ter progra gram) m).. Hi Hipot poter ermi miaa menur menurunk unkan an tingk tingkat at meta metabol bolis isme me oksig oksigen en otak  otak  sebesar 6% untuk setiap penurunan suhu 1 °C 235 dan hal ini dapat menurunkan  pelepasan asam amino eksitatorik dan radikal bebas.

233

Hipotermia Hipoter mia dapat

menghala meng halangi ngi paparan paparan eksitoks eksitoksin in (konsent (konsentrasi rasi kalsium kalsium dan glutama glutamatt yang tinggi) dan mengurangi respon inflamasi yang berkaitan dengan sindrom pasca henti jantung.

30

 

Semu Semuaa penel penelit itian ian terhad terhadap ap hipote hipoterm rmia ia ter terape apeuti utik k pasca pasca henti henti jantun jantung g melibatkan melibat kan pasien yang dalam keadaan koma. Terdapat bukti yang cukup baik  yang mendukung induksi hipotermia pada penderita koma setelah henti jantung akibat VF yang terjadi di luar rumah sakit. Salah satu penelitian acak dan  pseudo acak  237 menunjukkan adanya perbaikan keluaran neurologis saat keluar 

rumah sakit atau  dalam 6 bulan pada pasien koma setelah henti jantung akibat VF yang yang terj terjadi adi di lu luar ar rumah rumah sakit sakit.. Pendi Pendingi nginan nan dimula dimulaii dalam dalam wakt waktu u  beberapa menit sampai beberapa jam setelah sirkulasi spontan dicapai dengan kisaran suhu 32-34 °C dipertahankan selama 12-24 jam. Ekstrapolasi data ini untuk tipe henti jantung lainnya (mis, ritme jantung awal lainnya, henti jantung yang terjadi di rum rumah ah sakit, sakit, pasien pasien pediatr pediatrik) ik) tampakn tampaknya ya masuk masuk akal tapi didukung oleh data yang didapatkan dari percobaan non-acak. 212,238,241 Pela Pelaksa ksanaa naan n hipote hipoterm rmia ia tera terapeu peuti tik k dibagi dibagi menja menjadi di tiga tiga fase: fase: induks induksi, i,  pemeliharaan, dan penghangatan kembali.

242

Data Da ta ya yang ng dipe dipero role leh h da dari ri

 penelitian terhadap hewan menunjukkan bahwa pendinginan segera setelah sirkulasi spontan kembali menghasilkan keluaran yang lebih baik.

243

Teknik 

 pendinginan eksternal dan/atau internal dapat digunakan untuk memulai  pendinginan. Infus Infu s 30 ml /kg cairan NaCl 0,9% yang bersuhu bersu hu 4 °C atau larutan Hartmann dapat menurunkan suhu inti tubuh sekitar 1,5 °C. Metode lain yang dapatt digunaka dapa digunakan n untuk untuk mengind menginduksi uksi dan atau mempert mempertahan ahankan kan hipoterm hipotermia ia meliputi: ice packs sederhana dan atau handuk basah, selimut atau bantalan  pendingin, selimut bersirkulasi air atau udara, bantalan bersirkulasi air yang dilapisi gel, intravascular heat exchanger , dan bypass kardiopulmoner. Pada tahap pemeliharaan, dipilih metode pendinginan dengan monitoring suhu efektif untuk menghindari fluktuasi suhu. Hal ini dapat dicapai dengan  perangkat pendinginan eksternal atau internal yang mencakup umpan balik  temper tem peratu aturr secar secaraa konti kontinyu nyu untuk untuk menc mencapa apaii suhu suhu target target yang yang ditet ditetapk apkan an.. Konsentrasi elektrolit plasma, volume intravaskular yang efektif dan tingkat metabolisme metaboli sme dapat berubah dengan cepat selama tahap penghangatan kembali, se sepe pert rtii

yang yang

terj terjad adii

sela selam ma

taha tahap p

pend pendin ingi gina nan. n.

Denga engan n

demi demiki kian an,,

 penghangatan kembali harus dicapai secara perlahan: tingkat yang optimal 31

 

 belum diketahui, tetapi konsensus saat ini menyatakan agar penghangatan dilakuka dila kukan n sekitar sekitar 0,25-0,5 0,25-0,5 °C per jam. jam.

240

Efek Efe k fisiolog fisiologis is hipoter hipotermia mia harus harus

ditangani dengan baik.242

PROGNOSIS Dua-p Du a-pert ertig igaa dari dari pasie pasien n pasca pasca henti henti jantun jantung g di luar luar rumah rumah sakit sakit yang yang kemudian kemudia n dirawat di di ICU meninggal meninggal karena karena cedera neurologis. neurologis.

244

Seperempat

dari pasien pasca henti jantung di dalam rumah sakit yang juga kemudian dirawat di ICU meningga meninggall karena karena cedera neurologi neurologis. s. Diperluka Diperlukan n suatu suatu metode untuk  mempred mem prediksi iksi keluaran keluaran

neurolog neurologis is yang dapat diterapkan diterapkan pada setiap setiap pasien pasien

segera sege ra setelah setelah sirkulas sirkulasii spontan spontan tercapai tercapai.. Sejuml Sejumlah ah penelit penelitian ian berfokus berfokus pada  prediksi keluaran jangka panjang yang buruk (kondisi vegetatif atau kematian),  berdasarkan temuan klinis atau tes yang menunjukkan adanya cedera otak  irevers ire versibel ibel,, sehingga sehingga memungk memungkinka inkan n dokter dokter untuk untuk membat membatasi asi perawat perawatan an atau atau menghentikan melepaskan alat penunjang organ. Penggunaan tes prognostik ini harus memiliki spesifisitas 100% atau tidak ada positif palsu, misalnya tidak ada  pasien yang memiliki keluaran jangka panjang baik padahal sudah diperediki  bahwa keluarannya akan a kan buruk.  Pemeriksaan klinis 

Tidak Tid ak ada tanda-ta tanda-tanda nda neurolog neurologis is klinis klinis yang andal andal untuk untuk mempred memprediksi iksi keluaran yang buruk (Kategori Kinerja Cerebral [CCP=   Cerebral Performance Category] 3 atau 4, atau kematian) pada saat kurang dari 24 jam setelah henti

 jantung. Pada pasien dewasa yang mengalami koma setelah henti jantung, dan yang belum diterapi dengan hipotermia serta yang tidak memiliki faktor penyerta (seperti hipotensi, obat-obat sedatif atau relaksan otot), hilangnya refleks cahaya  pupil dan refleks kornea setelah > 72 jam, dapat dipercaya untuk memprediksi keluaran yang buruk.

220

Hilangnya refleks vestibulo-okular pada > 24 jam

dan skor GCS motorik 2 atau kurang setelah > 72 jam Tand Ta ndaa-ta tand ndaa kl klin inis is lain lainny nya, a, sepe sepert rtii

220

245,246

kurang dapat dipercaya. dipercaya.

miok mioklo lonu nus, s, tida tidak k dian dianju jurk rkan an un untu tuk  k  32

 

memprediksi keluaran yang buruk. Adanya status mioklonus pada orang dewasa sangat terkait dengan keluaran yang buruk,

219,220,247,249

tapi pada beberapa kaus

(jarang) dapat mengalami penyembuhan neurologis yang baik.  Penanda Biokimia 

Penanda serum (misalnya Enolase neuron spesifik, protein S100) atau Liquor serebrospinalis saja tida cukup untuk memprediksi keluaran yang buruk   pada pasien koma setelah henti jantung dengan den gan atau tanpa hipotermia terapeutik.  Pemeriksaan Neurofisiologi 

Tidak Tid ak ada pemerik pemeriksaan saan neurofis neurofisiolo iologi gi yang dapat dapat mempred memprediksi iksi keluara keluaran n  pasien koma dengan tepat dalam 24 jam pertama setelah henti jantung. Jika  somatosensory evoked potential  (SSE (SSEP) P) diukur setelah 24 jam, pada pasien koma

 pasca henti jantung yang tidak ditangani dengan hipotermia terapeutik, tidak  adanya respon N20 kortikal bilateral terhadap rangsangan saraf median dapat diperkirakan diperkir akan keluaran yang buruk (kematian (kematian atau CPC 3 atau atau 4).250 Sangat sedikit rumah sakit di Inggris yang punya peralatan SSEP.  Pemeriksaan Radiologis

Banyak Ban yak

pemeri pemeriksaa ksaan n radio radiologi logi ( Magnetic  Magnetic Resonance Imaging  [MRI],

Computed Tomography [CT], Singl Singlee Photon Photon Emission Emission Computed Computed Tomograp Tomography hy

[SPECT [SP ECT], ], angiogra angiografi fi serebral serebral,, Doppler Doppler transkra transkranial nial,, kedokter kedokteran an nuklir, nuklir,  Near   Infra-Red Spectroscopy [NIRS] ) telah diteliti untuk mengetahui kegunaannya

dalam memprediksi keluaran  pasien dewasa yang bertahan hidup setelah henti  jantung.

251

Namu Na mun n be belu lum m ad adaa pe pene neli liti tian an ya yang ng mend menduk ukun ung g pe peng nggu guna naan an

 pemeriksaan radiologis untuk memprediksi keluaran pasien pasca henti jantung yang koma.  Dampak hipotermia terapeutik pada perkiraan perkiraan prognosis

Tidak ada bukti yang adekuat untuk merekomendasikan suatu cara tertentu utntuk memprediksi keluaran yang buruk pada pasien pasca henti jantung yang ditan ditangan ganii de denga ngan n hi hipot poterm ermia ia terap terapeut eutik ik.. Tidak Tidak ad adaa tanda tanda-ta -tanda nda neurol neurologi ogis, s,  pemeriksaan neurofisiologi, biomarker, atau pemeriksaan radiologi yang dapat dipercaya dalam memprediksi keluaran neurologis dalam 24 jam pertama pasca henti jantung. Lat yang mungkin dapat dipercaya dlam memprediksi keluaran 33

 

 buruk pada pasien yang ditangani dengan hipotermia terapeutik diantaranya absennya puncak N20  bilateral pada SSEP setelah 24 jam pasca henti jantung dan tidak adanya refleks kornea dan pupil dalam waktu 3 hari atau lebih pasca hentii jantung. hent jantung.

247,252

Karena Kare na terbata terbatasnya snya bukti, bukti, maka maka keputusa keputusan n pembata pembatasan san

 perawatn tidak tida k boleh diambil hanya berdasarkan pada satu s atu alat prediksi prognosis saja.

Donasi organ Pasien Pas ien pasca pasca henti henti jantung jantung yang tidak tidak bertahan bertahan hidup hidup menggam menggambark barkan an kesempa kese mpatan tan untuk untuk donasi donasi organ,ba organ,baik ik setelah setelah kematia kematian n otak  otak 253 maupun sebagai donor non-heart-beating.254

Pusat perawatan henti jantung Terdapa Ter dapatt angka angka kelangsu kelangsungan ngan hidup hidup yang bervaria bervariasi si antar rumah rumah sakit yang merawat pasien setelah reusitasi pasca henti jantung. 255-258 Terdapat bukti tidak langsung bahwa system perawatan kardiologi regional dapat meningkatkan keluaran setelah STEMI.251 Dari data-data ini dapat disimpulkan bahwa pusat henti  jantung dan system perawatan pe rawatan dapat efektif tapi tap i bukti langsung masih d ditunggi. itunggi. 261

34

259-

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close