CML Diagnosis and Treatment

Published on January 2017 | Categories: Documents | Downloads: 59 | Comments: 0 | Views: 653
of 12
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content

CHRONIC MYELOID LEUKEMIA DIAGNOSIS AND TREATMENT

NAMA NIM

: Dewa Gde Windu Sanjaya : 0902005130

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA TAHUN 2010

1

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam saya sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Pemurah, karena berkat kemurahanNya paper ini dapat saya selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam paper ini saya membahas “Chronic Myeloid Leukemia: Diagnosis and Treatment”, suatu tulisan yang mungkin dapat membantu masyarakat dalam mengetahui dan penatalaksanaan Chronic Myeloid Leukemia / Leukemia Myeloid Kronik yang cepat dan tepat.. Dalam proses pendalaman materi ini, tentunya saya mendapatkan bimbingan, selaku dosen pembimbing untuk blok

arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya saya sampaikan kepada fasilitator kami, Hematology dan Onkologi, Rekan-rekan mahasiwa yang telah banyak memberikan masukan untuk summary ini, Orang tua, orang yang saya cintai, dan yang lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu. Demikian summary ini saya buat semoga bermanfaat,

Denpasar, 13 Oktober 2010 Penyusun

Dewa Gde Windu Sanjaya NIM. 0902005130

2

BAB I PENDAHULUAN

Leukemia berasal dari bahasa Yunani leukos yang artinya putih dan aima yang artinya darah, atau lebih dikenal sebagai kanker darah merupakan penyakit yang ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid, umumnya terjadi pada leukosit / sel darah putih. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan sel darah normal dan imunitas tubuh penderita. Leukemia akut dan kronis merupakan suatu bentuk keganasan atau maligna yang muncul dari perbanyakan klonal sel-sel pembentuk sel darah yang tidak terkontrol. Mekanisme kontrol seluler normal mungkin tidak bekerja dengan baik akibat adanya perubahan pada kode genetik yang seharusnya bertanggung jawab atas pengaturan pertubuhan sel dan diferensiasi. Sel-sel leukemia menjalani waktu daur ulang yang lebih lambat dibandingkan sel normal. Proses pematangan atau maturasi berjalan tidak lengkap dan lambat sehingga sel darah tersebut bertahan hidup lebih lama dibandingkan sel sejenis yang normal. Leukemia Mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, LMK) [5] adalah suatu

penyakit dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas dan menghasilkan sejumlah besar granulosit (salah satu jenis sel darah putih)yang abnormal. Penyakit ini bisa mengenai semua kelompok umur, baik pria maupun wanita; tetapi jarang ditemukan pada anak-anak berumur kurang dari 10 tahun. Sebagian besar granulosit leukemik dihasilkan di dalam sumsum tulang, tetapi beberapa diantaranya dibuat di limpa dan hati.

3

Pada tahun 2000, terdapat sekitar 256,000 anak dan dewasa di seluruh dunia menderita penyakit sejenis leukemia, dan 209,000 orang diantaranya meninggal karena penyakit tersebut, [2] Hampir 90% dari semua penderita yang terdiagnosa adalah dewasa. [3] Kronik myeloid leukemia memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat dibandingkan dengan yang akut, sehingga memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada yang mencapai 5 tahun. [1]

4

BAB II ISI

Chronic Myeloid Leukemia (CML) adalah penyakit yang disebabkan karena kelainan pembelahan sel induk myeloid yang pertama kali dijelaskan oleh John Hughes Bennett pada tahun 1945 di Royal Infirmany of Edinburgh. [5] Chronic Myeloid Leukemia termasuk kelainan klonal(penggandaan sel) dari sel induk myeloid dan merupakan salah satu jenis kelainan mieloproliferatif. CML juga biasanya disebut dengan Chronic Myelogenous Leukemia atau Chronic Myelocytic Leukemia. Selain CML ada beberapa jenis kelainan mieloproliferatif lainnya yaitu leukemia myeloid akut, sindrom pre leukemia (myelodisplastic syndrome), polisitemia vera, myeloid metaplasia , anemia aplastik, dan cyclic neutropenia.[2] Chronic Myeloid Leukemia(CML) merupakan penyakit pertama yang menunjukkan keterkaitan erat dengan kromosom yang abnormal yang pada penyakit ini disebut dengan nama kromosom Philadelphia (ph). Kromosom Philadelphia merupakan kromosom abnormal yang diakibatkan oleh translokasi respirokal pada kromosom 9 dan 22(t(9;22)(q34;q11), dimana pada translokasi respirokal ini, terjadi kelainan saat penyusunan kembali dimana saat lengan panjang bagian bawah dari kromosom 9 yaitu Abelson(ABL) terlepas dan bergabung dengan kromosom 22, dan begitu pula sebaliknya bagian bawah dari kromosom 22 terlepas dan bergabung dengan kromosom 9, sehingga perpaduan ABL dan break point cluster region (BCR) menghasilkan kromosom baru yang kemudian disebut kromosom Philadelphia.[5] Chronic Myeloid Leukemia(CML) merupakan penyakit langka. Sekitar 4.600 kasus baru untuk penyakit ini ditemukan di Amerika Serikat pada tahun 2004, dan dari 33.400 kasus baru kelainan darah, CML menyumbang sekitar 14% dari seluruh kasus tersebut dan dari jumlah kasus yang sama yang menyerang orang dewasa, CML menyerang sekitar 20% dari seluruh kasus di Amerika Serikat dan pada tahun yang

5

sama. Insiden CML sekitar 1,6 kasus per 100.000 orang dewasa dengan perbandingan CML pria : CML pada wanita adalah 1,4 : 1 dengan umur pertengahan dari seluruh kasus tersebut adalah 65 tahun.[1] Tidak seperti ABL, dimana terdapat dinukleus, BCR-ABL tirosin kinase ditemukan pada sitoplasma daripada kromosom Philadelphia. Gen BCR-ABL menimbulkan sinyal intrasellular yang menyebabkan proliferasi dan ketidakstabilan dalam proses apoptosis dan melemahkan ikatan antar molekul sel(cell adhesion). Chronic Myeloid Leukemia yang berada pada fase kronis memiliki gejala- gejala klinis antara lain gejala hiperkatabolik dimana berat badan menurun, lemah, anoreksia (nafsu makan berkurang), berkeringat saat malam hari, splenomegali, hepatomegali(jarang), pusing serta anemia ringan. Untuk penanda laboratoriumnya adalah leukositosis yaitu peningkatan jumlah leukosit dalam darah dengan jumlah leukosit lebih dari 1.000x 109/L, peningkatan hematocrit(HCT) yang diakibatkan karena jumlah platelet meningkat, pendarahan retina, dan pada pemeriksaan darah tepi menunjukkan spectrum lengkap dari granulosit mulai dari mieloblast, sampai neutrofil, dengan komponen paling menonjol ialah segmen neutrofil dan mielosit, serta fosfatase alkali neutrofil selalu rendah, dijumpai kromosom philadelphia, meningkatnya kapasitas pengikat vitamin B12, pada PCR dijumpai adanya protein simetrik yaitu protein akibat penggabungan ABL dan BCR pada 99% kasus, serta munculnya sel myeloid yang belum matang dalam darah serta menurunnya apoptosis sel myeloid. Dengan melakukan pemetaan gen kanker untuk lokasi spesifik, pada break point cluster region (BCR), terjadi penggabungan antara BCR dan abelson (ABL) yang disebut dengan protein chimetric (protein 210 kd). Munculnya protein baru ini akan mempengaruhi transduksi sinyal terutama oleh tirosin kinase ke inti sel sehingga menyebabkan terjadinya kelebihan dorongan proliferasi pada sel-sel myeloid dan menurunnya apoptosis pada sel tersebut akibat munculnya molekul BCLxl yang

6

melindungi sel-sel abnormal tersebut dari kematian terprogram. Dan pada akhirnya hal ini menyebabkan proliferasi yang tidak terkontrol pada sel induk myeloid serta mengakibatkan lepasnya sel myeloid yang “belum matang” kedalam system sirkulasi. Selama periode dari tahun 1960-1990 ditemukan gen BCR-ABL yang pada akhirnya menjadi target terapi dalam penatalaksanaan pasien CML. Gen ini diekspresikan oleh hampir seluruh pasien penderita CML dan menjadi petunjuk bagi para dokter dan peneliti untuk menetapkan seseorang yang menderita CML. Oleh karena itu, penghambat gen BCR-ABL merupakan terapi pilihan yang efektif untuk menangani pasien dengan diagnosis CML. Beberapa pengobatan untuk penatalaksanaan CML antara lain : 1.) Busulphan Busulphan merupakan obat yang dapat diberikan dengan dosis 0,1-0,2 mg/kg BB/hari, namun obat ini harus dihentikan jika jumlah leukosit berada pada kisaran 20.000/mm3, dan dapat dilanjutkan kembali jika jumlah leukosit naik menjadi 50.000/mm3. Karena obat ini dapat mencegah pembelahan seluruh sel, termasuk sel yang normal. Obat ini bekerja pada seluruh fase, kecuali fase g0 dan mempunyai beberapa efek samping antara lain dapat menyebabkan aplasia sum-sum tulang, fibrosis paru dan timbulnya leukemia akut. 2.) Hydroxiurea Hydroxiurea merupakan obat yang memerlukan pengaturan dosis lebih sering, dengan efek samping minimal. Dan sama seperti busulphan, hydroxiurea juga bekerja pada seluruh fase siklus sel, kecuali fase g0. Karena hydroxiurea juga menekan pembelahan seluruh sel tidak terkecuali sel normal. Pada terapi hydroxiurea efek samping lebih sedikit dan tidak menyebabkan keganasan sekunder. 3.) Interferon α (IFN α) Rekombinan IFN α terbukti sebagai anti tumor dalam pengobatan CML, dan sebagai buktinya adalah meningkatnya aktifitas CCGR hingga 25% dan ketika penggunaan IFN α dipadukan dengan sitarabine dilakukan peningkatan CCGR menjadi sekitar 35%, respon CCGR memiliki hubungan dengan perbaikan

7

harapan hidup hingga 78% pada pasien. Oleh karena itu, peningkatan CCGR merupakan tujuan khusus dari terapi IFN α ini. 4.) Stem Cell Transplantation (STC) Transplantasi sel induk pluripoten menjadi opsi pengobatan terbaik. Stc memberikan harapan penyembuhan jangka panjang terutama untuk pasien yang berumur kurang dari 40 tahun. Sekarang SCT yang umum digunakan adalah allogeneic peripheral blood stem cell transplantation yaitu dimana sum-sum tulang yang lama digantikan dengan sum-sum tulang baru, yang berasal dari donor. Modus terapi ini satu-satunya terapi yang dapat memberikan kesembuhan total. 5.) Faresyl Transferase Protein RAS adalah keluarga dari G-protein yang mengikat guanine dan mempunyai aktifitas intrinsik yang berperan dalam memberikan sinyal pada pertumbuhan dan perkembangan sel dan fungsi dari faresyl transferase adalah mencegah pemecahan ATP yaitu mencegah ATPase yang dibentuk oleh protein RAS. 6.) Penghambat Phosphatidylinositol 3 Kinase (P13-K) oleh Rapamisin P13-K diaktifkan oleh faktor pertumbuhan yang distimuli oleh proses yang berhubungan dengan control siklus sel dan pembelahan. Rapamisin dalam penggunaannya sebagai terapi utama ataupun kombinasi dengan imatinib akan berguna dalam penatalaksanaan CML yang resisten. 7.) Homoharringtonine Homoharringtonine merupakan hasil turunan dari alkaloid yang digunakan untuk pengobatan CML sebelum menggunakan imatinib. Efek anti leukemia ditunjukkan dari beberapa penelitian mengenai penyakit CML. Homoharringtonine diberikan melalui injeksi bawah kulit pada dosis 1,25 mg/ m2 dengan dosis 2 kali sehari dan berulang setiap 28 hari. 8.) Imatinib Mesylate (Gleevec)

8

Imatinib adalah obat yang digunakan secara oral yang memiliki nama lain yaitu 2-phenylaminopyrimidine yang berfungsi menghambat aktifitas tirosin kinase dari penggabungan simetrik protein BCR-ABL. Imatinib juga menghambat tiroson kinase lainnya yaitu PDGF( platelet derivate growth factor). Oleh karena itu, Imatinib merupakan terapi standar untuk penderita CML. 9.) Nilotinib (AMN107) Nilotinib adalah turunan phenylaminopyrimidine yang memiliki potensi lebih tinggi jika dibandingkan dengan imatinib dalam menghambat aktifitas dari gen BCR-ABL. Struktur dari nilotinib mirip dengan imatinib, namun nilotinib lebih baik dalam menangani gen mutan BCR-ABL. Pada pembelahan, 32 dari 33 sel mutan yang resisten terhadap imatinib dapat dihambat oleh nilotinib, kecuali T3151. Dalam percobaan yang dilakukan dengan meningkatkan dosis menjadi 1200 mg, menunjukkan aktifitas yang baik dalam menhambat fosforilasi oleh gen BCR-ABL. 10.) Dasatinib (Sprycel ; BMS 354825) Dasatinib adalah penghambat tirosin kinase yang dibentuk dari keluarga Src dari tirosin kinase. Dasatinib menghambat BCR-ABL, EPHA 2, aktifitas tirosin kinase, serta PDGF. Sama seperti nilotinib, dasatinib dapat menghambat proliferasi dari ekspresi gen BCR-ABL, kecuali T3151. Pada perbandingan dasatinib dengan imatinib dalam dosis tinggi, ternyata dasatinib dapat menekan angka proliferatif yang lebih tinggi daripada imatinib. Dari seluruh pengobatan diatas, transplantasi sel induk allogenik yang merupakan pengambilan sum-sum tulang belakang yang rusak dan mengganti sum-sum tulang belakang baru dari donor kepada resipien(pasien) merupakan satu-satunya terapi pengobatan yang dapat memberikan tingkat kesembuhan yang baik, tapi terapi ini juga memiliki hubungan yang erat dengan meningkatnya tingkat kesakitan dan kematian.

9

Flowsitometri adalah salah satu contoh dari penerapan teknologi yang digunakan sebagai kekuatan teknologi modern yang dikombinasikan dengan informasi modern untuk melakukan diagnosis dari data-data yang didapatkan. Pada tahun 1980-1990, flowsitometri mulai digunakan pada bidang kedokteran sebagai immunophenotyping yang berguna untuk melakukan evaluasi dari antigen yang berada dipermukaan sel. Keterbatasan dari penerapan teknologi flowsitometri ini adalah tidak dapat menghitung jumlah sel, tetapi seiring perkembangan zaman, pergerakan dan analisis dari antigen yang berada dipermukaan sel dapat dianalisis. Untuk mendeteksi kelainan genetik ada beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain yaitu: 1.) Monitoring dari polymerase chain reaction (PCR) Hasil pergerakan panas (thermocycling) dapat menjadi nilai untuk mendeteksi mutasi kromosom seperti gen BCR-ABL yaitu mutasi yang pada awalnya tidak memunculkan gejala dibawah pengaruh JAK2 V617F (titik mutasi oleh janus kinase 2). Pada pemeriksaan menggunakan PCR, fluorescent bergabung dalam DNA selama fase pembelahan dan di monitor selama mereka terdapat dalam kromosom tersebut. 2.) Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP) Dengan sensitifitas yang rendah, analisis oleh Restriction Fragment Length Polymorphism merupakan analisis sederhana untuk menunjukkan tehnik skrining dari mutasi genetika. Pada cara diagnosis dengan cara Restriction Fragment Length Polymorphism ini, adalah dengan cara melihat dan mengidentifikasi fragmen yang nantinya akan menunjukkan dimana bagian yang termutasi. 3.) Pyrosequencing Pyrosequencing adalah metode tercepat dalam memetakan kromosom yang terdapat dalam rantai DNA selama penggabungan DNA. Selama Pyrosequencing, pyrophosphatase (PPi) menyediakan substrat yang berfungsi untuk mendeteksi subsequent.

10

BAB III SIMPULAN

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa diagnose dan pengobatan yang adekuat sangat dibutuhkan untuk penyembuhan maupun peningkatan kualitas hidup pasien. Perkembangan di bidang kesehatan juga sangat dibutuhkan, guna mendapatkan diagnose se-akurat dan efisien mungkin, pengobatan yang sebaik dan semurah mungkin dan mengurangi angka kesakitan dan kematian. Penatalaksanaan dan pengobatan ini harus terus berkembang dan menghasilkan outcome yang lebih “ramah” untuk segala golongan pasien.

11

DAFTAR PUSTAKA

1. Quitas, Alfonso Caroama, Mj, and Cortes, Jorge E. Chronic Myeloid Leukemia: Diagnosis & Treatment. Mayoclinicproceedings. 2006; 81(7): 973-988. 2. Drunker, Brian J. Translation of The Philadelphia Chromosome Into Theraphy for CML. Blood journal. 2008; 112: 4808-4817. 3. Kantarjian, Hagop M, Gules, Francis, Quintas, Alfonso, and Cortes, Jorge E. Important Therapeutic Targets in Chronic Myelogenous Leukemia. Aacrjournals. 2006; 1089-1097. 4. Steensma, David P. JAK2 V617F in Myeloid Disorders: Diagnostic Techniques and Their Clinical Utility. Journal of Molecular Diagnostics. 2006; 8: 397-411.
5. Edward Kavalerchik, Daniel Goff, Catriona H.M. Jamieson. Chronic Myeloid

Leukemia Stem Cells. Journal of Clinical Oncology. 2008; 2911-2915

12

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close