Colostomy

Published on December 2017 | Categories: Documents | Downloads: 27 | Comments: 0 | Views: 586
of 31
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content

MANAGEMENT STOMA KOLOSTOMI PRODI SI KEPERAWATAN STIKES KARYA HUSADA SEMARANG 2012

Oleh : Kelompok V Atik Rohana

1207003

Heni Arifah

1207013

Kefas Prasetya adi

1207015

Sudibyo

1207026

BAB I PENDAHULAUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki lima kebutuhan dasar berdasarkan hirarki Maslow. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan prioritas tertinggi, meliputi oksigen, cairan, nutrisi, temperature, eliminasi, tempat tinggal, istirahat, dan seks. Kebutuhan fisiologis: eliminasi, terbagi dua yaitu eliminasi urine dan eliminasi fekal. Eliminasi urine berhubungan dengan pengeluaran urine dan melibatkan organ-organ seperti ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Eliminasi fekal berhubungan dengan pengeluaran feses dan melibatkan organ-organ pencernaan bawah meliputi usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum)

dan

usus

besar

(sekum,

kolon,

apendiks,

dan

rektum)

(Mubarak&Chayatin, 2008). Kebutuhan fisiologis dapat saja terganggu pemenuhannya dan merupakan tugas perawat dalam membantu klien maupun keluarga untuk memenuhi kebutuhan ini (Potter&Perry, 2006). Kebutuhan fisiologis yang bisa terganggu pemenuhannya adalah kebutuhan eliminasi fekal. Empat gangguan umum yang berhubungan dengan eliminasi fekal meliputi konstipasi, diare, inkontinensia fekal, dan flatulence (Kozier,et al, 2008, hlm.1328) Ostomi atau stoma adalah pembukaan

yang dibuat dari sistem

gastrointestinal, sistem urinary, atau sistem respirasi dan membentuk lubang di kulit (Kozier,et al, 2008, hlm 1330)

Tindakan kolostomi menyebabkan saluran pencernaan menjadi lebih pendek karena

pengangkatan seluruh atau sebagian kolon, mengurangi

aborbsi air dan elektrolit, sebagian besar:sodium dan potassium. Setelah kolostomi, disarankan untuk meningkatkan intake cairan. Bila kekurangan cairan harus diperhatikan tanda-tanda dehidrasi yaitu penurunan keluaran urine, warna urine kuning tua, kehausan, mulut&kulit kering (Changi General Hospital,2009). Gangguan eliminasi lain yang bisa terjadi adalah diare. Diare merupakan peningkatan cairan yang abnormal pada feses dan pada berat (volume) feses harian (Brunner & Suddarth’s, 2008). Makanan pedas dapat menyebabkan diare dan flatus pada sebagian individu (Kozier,et al, 2008, hlm 1337). Penyebab diare yang lain adalah stress psikologis, bakteri, makanan yang terkontaminasi, obat-obatan, alergi, dan iritasi usus (Mubarak&Chayatin, 2008, hlm 105). Perawatan kolostomy adalah tindakan membersihkan luka stoma dan mengganti kantong kolostomi dengan yang baru. B. Tujuan 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penyusunan makalah management luka kolostomi (stoma kolostomi) adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah wound healing.

2. Tujuan Khusus Tujuan khusus dari penyusunan makalah management luka kolostomi (stoma kolostomi) adalah: a. Mahasiswa memahami pengertian dari kolostomi b. Mahasiswa memahami indikasi dari kolostomi c. Mahasiswa memahami jenis-jenis kolostomi d. Mahasiswa memahami karakteristik luka kolostomi e. Mahasiswa memahami anatomi fisiologi colon f. Mahasiswa memahami pemeriksaan penunjang pada kolostomi g. Mahasisw bisa melakukan pengkajian pada pasien dengan kolostomi h. Mahasiswa bisa melakukan perawatan luka kolostomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Kolostomi adalah suatu operasi untuk membentuk suatu hubungan buatan antara colon dengan permukaan kulit pada dinding perut. Hubungan ini dapat bersifat sementara atau menetap selamanya. (llmu Bedah, Thiodorer Schrock, MD, 1983). Kolostomi adalah sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991). Kolostomi adalah pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah(Keperawatan Medical Bedah, Brunner & suddart hal 1127) Kolostomi dibuat berdasarkan indikasi dan tujuan tertentu, sehingga jenisnya ada beberapa macam tergantung dari kebutuhan pasien. Kolostomi dapat dibuat secara permanen maupun sementara. B. Anatomy Fisiologis Colon Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 5 kaki (sekitar 1,5 m) yang mulai sekum sampai kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih besar dari usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci (sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus diameternya semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon dan rektum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desenden dan sigmoid. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar. Tempat dimana

kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi Krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentukS, lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum, yang menjelaskan alasan anatomis meletakkan penderita pada sisi kiri bila diberi enema. Bagian utama usus besar yang terakhir dinamakan rektum dan terbentang dari kolon sigmoid sampai anus (muara ke bagian luar). Panjang rektum dan kanalis ani sekitar 5,9 inci (15 cm). Usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti juga bagian usus lainnya. Akan tetapi, ada beberapa gambaran yang khas pada usus besar saja. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga pita yang dinamakan taenia koli. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kriptus Lieberkuhn (kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet dari pada usus halus. Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan

suplai

darah

yang

diterima.

Arteria

mesenterika

superior

memperdarahi belahan bagian kanan (sekum, kolon asendens dan dua pertiga proksimal kolon transversum), dan arteria mesenterika inferior memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rectum). Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior dan vena hemoroidalis superior.

Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada di bawah kontrol volunter. Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek yang berlawanan. Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalah mengabsorbsi air dan elektrolit, yang sudah hampir lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah dehidrasi sampai defekasi berlangsung. Kolon mengabsorpsi sekitar 600 ml air per hari, bandingkan dengan usus halus yang mengabsorpsi sekitar 8.000 ml. Kapasitas absorpsi usus besar adalah sekitar 2.000 ml/hari. Sedikitnya pencernaan yang terjadi di usus besar terutama diakibatkan oleh bakteri dan bukan karena kerja enzim.

C. Indikasi Indikasi colostomy permanen sebagian besar disebabkan oleh ca colon Indikasi Colostomy Temporar adalah 1. Atresia Ani Penyakit atresia ani adalah tidak terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm mengakibatkan pembuatan lubang anus yang tidak berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001). Atresia ani adalah kelainan kongenital yang dikenal sebagai anus imperforate meliputi anus, rektum atau keduanya (Betz, 2002). Menurut Suriadi (2006), Atresi ani atau

imperforata

adalah

tidak

perkembangan

anus komplit

embrionik

pada distal usus (anus) tertutupnya

anus

secara

abnormal. 2. Hirschprung Penyakit

Hirschprung

atau

megakolon aganglionik bawaan disebabkan inervasi

oleh

usus,

kelainan

mulai

pada

sfingter ani interna dan meluas ke

proksimal,

melibatkan

panjang usus yang bervariasi (Nelson, 2000). Penyakit Hischprung disebut juga kongenital aganglionosis atau megacolon yaitu tidak adanya sel ganglion dalam rectum dan sebagian tidak ada dalam colon (Suriadi, 2006) 3. Malforasi Anorektum Istilah Malforasi Anorektum merujuk pada suatu spektrum cacat. Perhatian utama ditujukan pada pengendalian usus selanjutnya, fungsi seksual dan saluran kencing. Beberapa kelainan yang memerlukan pembedahan kolostomi adalah; a. Fistula Rektovesika Pada penderita Fistula Rektovesika, rektum berhubungan dengan saluran kencing pada setinggi leher vesika urinaria. Mekanisme sfingter sering berkembang sangat jelek. Sakrum sering tidak terbentuk atau sering kali tidak ada. Perineum tampak datar. Cacat ini mewakili 10% dari seluruh penderita laki-laki dengan cacat ini. Prognosis fungsi ususnya biasanya jelek. Kolostomi diharuskan selama masa neonatus yang disertai dengan operasi perbaikan korektif (Nelson, 2000). b. Fistula Rektouretra Pada kasus Fistula Rektouretra, rektum berhubungan dengan bagian bawah uretra atau bagian atas uretra. Mereka yang mempunyai Fistula Rektoprostatik mengalami perkembangan sakrum yang jelek dan sering perineumnya datar. Penderita ini mengalami kolostomi protektif selama masa neonatus. Fistula Rektouretra merupakan cacat anorektum yang paling sering pada penderita laki-laki ( Nelson, 2000).

c. Atresia Rektum Atresia Rektum adalah cacat yang jarang terjadi, hanya 1% dari anomali anorektum. Tanda yang unik pada cacat ini adalah bahwa penderita mempunyai kanal anus dan anus yang normal ( Nelson, 2000). d. Fistula Vestibular Fistula Vestibular adalah cacat yang paling sering ditemukan pada perempuan. Kolostomi proteksi diperlukan sebelum dilakukan operasi koreksi, walaupun kolostomi ini tidak perlu dilakukan sebagai suatu tindakan darurat karena fistulanya sering cukup kompeten untuk dekompresi saluran cerna ( Nelson, 2000). e. Kloaka Persisten Pada kasus Kloaka Persisten, rektum, vagina, dan saluran kencing bertemu dan menyatu dalam satu saluran bersama. Perineum mempunyai satu lubang yang terletak sedikit di belakang klitoris. Kolostomi pengalihan terindikasi pada saat lahir, lagipula penderita yang menderita kloaka mengalami keadaan darurat urologi, karena sekitar 90% diserai dengan cacat urologi. Sebelum kolostomi, diagnosis urologi harus ditegakkan untuk mengosongkan saluran kencing, jika perlu pada saat yang bersamaan dilakukan kolostomi (Nelson, 2000). D. Jenis Colostomy 1. Jenis kolostomi berdasarkan lokasinya; a. transversokolostomi merupakan kolostomi di kolon transversum

b. sigmoidostomi yaitu kolostomi di sigmoid c. kolostomi desenden yaitu kolostomi di kolon desenden d. kolostomi asenden, adalah kolostomi di asenden (Suriadi, 2006)

transversokolostomi

sigmoidostomi

kolostomi desenden

kolostomi asenden

2. Berdasarkan Penggunaannya a. Kolostomi Permanen Kolostomi permanen diperlukan ketika tidak terdapat lagi segmen usus bagian distal setelah dilakukan reseksi atau untuk alasan tertentu usus tidak dapat disambung lagi. Kolostomi dibuat untuk menggantikan fungsi anus bila anus dan rectum harus diangkat. Kolostomi permanen harus hati-hati ditempatkan untuk memudahkan dalam penganganan jangka panjang. Kolostomi permanen biasanya dibuat pada kolon kiri pada fossa iliaka kiri. Kolostomi permanen dilakukan pada beberapa kondisi tertentu, termasuk sekitar 15% oleh karena kasus kanker kolon. Kolostomi ini biasanya digunakan saat rektum perlu diangkat akibat suatu penyakit ataupun kanker. b. Kolostomi Sementara

Kolostomi sementara sering dilakukan untuk mengalihkan aliran feses dari daerah distal usus. Setelah masalah pada usus bagian distal telah teratasi, maka kolostomi dapat ditutup kembali. Kolostomi sementara berguna untuk: 1) Mengatasi obstruksi pada operasi elektif maupun tindakan darurat. Kolostomi dilakukan untuk mencegah obstruksi komplit usus besar bagian distal yang menyebabkan dilatasi bagian proksimal. 2) Melakukan proteksi terhadap anastomosis kolon setelah reseksi. Kolostomi sementara dibuat, misalnya pada penderita gawat abdomen dengan peritonitis yang telah dilakukan reseksi sebagian kolon. Pada keadaan demikian, membebani anastomosis baru dengan pasase

feses

merupakan

tindakan

yang

tidak

dapat

dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, untuk pengamanan anastomosis, aliran feses dialihkan sementara melalui kolostomi dua stoma yang disebut stoma double barrel. Dengan cara Hartman, pembuatan anastomosis ditunda sampai radang di perut telah reda. 3) Kolostomi sementara dapat berguna untuk mengistirahatkan segmen usus bagian distal yang terlibat pada proses inflamasi misalnya abses perikolik, fistula anorektal. 3. Berdasarkan Bentuk a. Kolostomi loop Jenis kolostomi ini didesain sehingga baik segmen distal maupun proksimal usus terdapat pada permukaan kulit

b. Kolostomi double barrel Pada kolostomi double barrel, dibuat dua stoma yang terpisah pada dinding abdomen. Stoma bagian proksimal berhubungan dengan traktus gastrointestinal yang lebih atas dan akan menjadi saluran pengeluaran feses. Stoma bagian distal berhubungan dengan rectum. Kolostomi double barrel termasuk

jenis

kolostomi

sementara.

Kolostomi double barrel mudah dan aman digunakan pada neonatus dan bayi. c. Kolostomi devided Kolostomi ini sering dibuat di sigmoid pada karsinoma rektum yang tak dapat diangkat, sehingga karsinoma tersebut tidak teriritasi oleh tinja. d. Kolostomi terminal Tipe ini dilakukan bila diperlukan untuk membuang

kolon

karena

terlalu

membahayakan bila dilakukan anastomosis yang

memudahkan

timbulnya

sepsis.

Kontinuitas dapat diperbaiki kemudian hari bila sepsis telah dapat diatasi dan kondisi penderita lebih baik. e. Sekostomi dengan pipa (tube) Sekostomi merupakan kolostomi sementara. dekompresi

Berguna gas

untuk

dalam

usus.

Sekostomi tidak cocok untuk diversi aliran feses. Saat ini sekostomi

jarang

digunakan

karena stoma sering tersumbat oleh feses dan seringkali diperlukan irigasi untuk kembali melancarkan. E. Karakteristik Colostomy normal adalah segar, lembab, merah mengkilap, sama dengan mukosa bibir. F. Pemeriksaan Penunjang 1. Foto polos abdomen 3 posisi a. Abdomen supinasi AP (antero posterior) Untuk memperhatikan ada tidaknya penebalan / distensi pada kolon yang disebabkan karena massa atau gas pada kolon itu. b. Abdomen setengah duduk / duduk untuk menampakan udara bebas dibawah diafragma. c. Abdomen LLD (left lateral decubitus) untuk memperlihatkan fluid level atau udara bebas yang mungkin terjadi karena perforasi kolon.

Supinasi AP

Setengah duduk

left lateral decubitus

2. Colon in loop Adalah teknik pemeriksaan secara radiologis di kolon dengan media kontras barium sulfat. Tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran anatomis dari kolon sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa suatu penyakit atau kelainan-kelainan pada kolon

3. Colonoscopy Dikerjakan dengan memasukan tabung yang lentur (flexible) kira-kira sebesar satu jari tangan kedalam dubur (anus), dan kemudian memajukan secara perlahan, dibawah kontrol visual, kedalam rektum dan seluruh usus besar. Dilaksanakan dengan kontrol visual pada monitor TV. Digunakan untuk mengevaluasi penampilan dalam dari kolon (secara visual / video)

4. USG abdomen Adalah prosedur yang digunakan untuk memeriksa organ-organ dalam

perut

menggunakan

sebuah tranduser USG (probe) yang ditempelkan erat pada kulit perut. Gelombang suara energi

tinggi dari tranduser memantul pada jaringan dan membuat gema. Gema ini dikirim ke komputer yang membuat citra / gambar yang disebut sonogram. Tujuannya adalah untuk mendektesi massa, membedakan cairan atau massa padat, mengevaluasi dan memetakan organ, dan mengevaluasi kelainan lain dalam rongga abdomen. 5. Leukosit (hitung total) Nilai normal pada orang dewasa 4500-10000 sel/mm³, neonatus 900030000 sel/mm³, bayi sampai balita 5700-18000 sel/mm³, anak 10 tahun 4500-13500 sel/mm³, ibu hamil 6000-17000 sel/mm³, postpartum 970025700 sel/mm³. Peningkatan jumlah leukosite menandakan terjadinya infeksi. 6. Pemeriksaan Feses a. Secara makroskopis meliputi warna, bau konsistensi, lendir, darah nanah, parasit serta makanan yang tidak tercerna, dll. b. Secara mikroskopis untuk mengetahui adanya sel epitel, makrofag, eritrosit, lekosit, dll c. Secara kimia untuk mengetahui adanya darah samar, urobilin, urobilinogen, bilirubin,dll. d. Secara bakteriologis untuk mengetahui bakteri apa saja yang terdapat di feses. G. Komplikasi Kolostomi 1. Obstruksi / penyumbatan

Penyumbatan dapat disebabkan oleh adanya perlengketan usus atau adanya pengerasan feses yang sulit dikeluarkan. dapat terjadi akibat udem ataupun timbunan feses.ini dapat dilihat dengan laparoscopic technik. Stricture atau total obstruksi pada stroma dapat terjadi jika pembuatan lobang untuk colostomy terlalu sempit , iritasi yang berulang , Infeksi yang mengalami penyembuhann, dll. 2. Retraksi stoma / mengkerut Stoma mengalami pengikatan karena kantong kolostomi yang terlalu sempit dan juga karena adanya jaringan scar yang terbentuk disekitar stoma yang mengalami pengkerutan. Sering juga terjadi pada penderita yang gemuk atau overweight. 3. Prolaps pada stoma Terjadi karena kelemahan otot abdomen atau karena fiksasi struktur penyokong stoma

yang

kurang

adekuat

dan

pembukaan yang terlalu besar pada dinding abdomen pada saat pembedahan. 4. Parastomal hernia.

Keadaan ini dapat timbul akibat letak stoma pada dinding abdomen yang lemah atau dibuat terbuka terlalu besar pada dinding abdomen.Bisa juga terjadi akibat jahitan pada bagian yang kuat di dinding perut seperti fascia mengalami dehischence atai leakage atau terlepas akibat benang absorbable yang cepat di serap seperti jenis chromic catgut yang di gunakan.

5. fistula parastomal Dapat terjadi jika terjadi infeksi yang cronis atau abces para stoma yang tidak di tangani dengan baik sehingga abses akan membentuk fistel enterocutan.Dapat juga terjadi sewaktu operasi berupa kesalah , penjahitan sehingga ada bagian yang mengalami perforasi dll. 6. dermatitis pada stoma Terjadi akibat makanan yang di makan penderita

keluar

melalui

stoma

menimbulkan allergi atau iritasi yang berulang.atau bisa juga karena penderita

mengalami allergi terhadap bahan colostomi bag seperti lem pelengker , plastik dll. 7. dehischence parastoma. Terjadi karena infeksi yang berat dan kronis

berulang

-

ulang

sehingga

jahitannya lepas.

8. Infeksi Infeksi pada permukaan kulit kerap terjadi apalagi jika perawatan stoma tidak baik, sering kotoran lambat baru di bersihkan, colostomi bag jarang di ganti. Sehingga permukaan stoma mengalami peradangan, merah, bengkak dan nyeri kadang melepuh dan ber pus. 9. Nekrosis pada stoma Terjadi diakibatkan tidak adekuatnya suplai darah. Komplikasi ini biasanya terlihat 12-24 jam setelah pembedahan.

H. Pengkajian 1. Inspeksi adanya obstruksi / penyumbatan, gunakan jari (memakai hands coon dan jelli) masukan ke dalam stoma untuk memastikan adanya

obstruksi. Obstruksi karena pengerasan feses bisa di ketahui bila tidak ada ekskresi feses. 2. Kaji apakah stoma mengalami retraksi / mengkerut, ada tidaknya jaringan scar di sekitar stoma. Kaji juga over weight karena retraksi stoma sering terjadi pada pasien dengan kelebihan berat badan. 3. Kaji apakah kolon keluar dari abdomen (prolap), kaji juga fiksasi stoma apakah adekuat atau tidak. 4. Kaji adanya hernia parastomal, dengan cara melihat apakah abdomen disekitar stoma mengalami

penggelembungan /

pembesaran dan

mempalpasi adanya hernia di sekitar stoma. Kaji juga apakah hernia reversible atau irreversible. 5. Kaji adanya fistula parastomal. Kaji juga adanya perforasi di sekitar stoma yang bisa mengakibatkan fistula. 6. Kaji adanya dermatitis pada kulit sekitar stoma, apakah ada perubahan warna. Kaji juga apakah ada alergi terhadap kantung klostomi. 7. Kaji apakah jahitan pada stoma masih adekuat. 8. Kaji apakah ada tanda-tanda infeksi pada stoma dan sekitarnya (perubahan warna, suhu, bengkak, pus, dll) 9. Kaji apakah stoma nekrosis atau tidak dari warnannya.

BAB III MANAGEMENT COLOSTOMI

A. Perawatan Luka Colostomy 1. Obstruksi total stoma kolostomi dapat di koreksi dengan tindakan pembedahan. Obstruksi karena feses yang mengeras bisa di atasi dengan irigasi. Selain bisa melunakan feses juga bisa mencegah obstruksi di stoma kolostomi karena prosedurnya di lakukan dengan memasukan kone tip secara teratur. 2. Retraksi stoma bisa dikoreksi dengan tindakan pembedahan. Untuk mencegah bisa dengan menggunakan kantong stoma sesuai ukuran. 3. Prolaps pada stoma colostomy di koreksi dengan tindakan bedah. Sambil menunggu koreksi, penting menghindarkan stoma kolostomi dari infeksi dengan cara menggunakan kantong kolostomi yang tepat sesuai kondisi stoma. 4. Hernia parastomal bisa dikoreksi dengan tindakan operasi. Bila hernia reversible harus segera dimasukan kembali untuk mencegah terjadinya nekrosis pada stoma sambil menunggu koreksi (biasanya dipasang mess). 5. Fistula di rawat seperti luka lainnya berdasarkan wound bednya. 6. Dermatitis bisa di atasi dengan pemilihan kantung stoma yang tepat, dan membersihkan serta mengganti kantung stoma secara teratur.

7. Jika terjadi infeksi pemantauan yang terus menerus sangat diperlukan dan tindakan segera mengganti balutan luka dan mengganti kantong kolstomi sangat bermakna untuk mencegah infeksi. 8. Nekrosis pada stoma harus segera dikoreksi dengan pembedahan. Vaskulerisasi yang baik dan pemilihan kantong stoma sesuai ukuran akan mengurangi nekrosis secara bermakna. B. Perawatan Colostomy 1. Pengertian Membersihkan stoma kolostomi, kulit sekitar stoma, dan mengganti kantong kolostomi secara berkala sesuai kebutuhan. 2. Tujuan a. Memberikan kenyamanan pada klien. b. Menjaga kebersihan pasien. c. Mencegah terjadinya infeksi. d. Mencegah iritasi kulit sekitar stoma. e. Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya. 3. Fase Pra Interaksi Persiapan alat a. Alat untuk membersihkan: tissue, air hangat, sabun mandi yang lembut, waslap yang halus, handuk mandi / selimut mandi, perlak. b. Sarung tangan c. Kantong kolostomi bersih d. Bengkok / pispot

Kantung kolostomi

e. Barrier kulit f. Kassa g. Spray pelindung (seperti Kenalog,bila terjadi infeksi). h. Tempat sampah i. Gunting j. Masker k. Skerem 4. Fase Orientasi a. Mengucapkan salam terapeutik. b. Memperkenalkan diri. c. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan. d. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam. e. Klien / keluarga diberi kesempatan bertanya. f. Privacy klien selama komunikasi dihargai. g. Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan. h. Informed consent i. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan). j. Mengatur posisi tidur pasien (supinasi) k. Menyiapkan lingkungan (menutup skerem). 5. Fase Kerja

a. Mencuci tangan, memakai masker. b. Mendekatkan alat-alat kedekat klien. c. Pasang selimut mandi / handuk dan perlak. d. Pasang sarung tangan. e. Buka kantong lama dan buang ketempat bersih. f. Bersihkan stoma dan kulit sekitar dengan menggunakan sabun yang lembut dengan menggunakan waslap halus lembab dan cairan hangat. g. Lindungi stoma dengan tissue atau kassa agar feces tidak mengotori kulit yang sudah dibersihkan. h. Bilas dan keringkan kulit secara seksama di sekitar stoma dengan tissue atau kassa. i. Pasang kantong stoma j. Bila tidak terdapat iritasi kulit : Barier kulit yang tepat dipasang pada kulit periostomal sebelum kantung dipasang. Lepaskan penutup dari permukaan perekat diskus dari kantong plastik sekali pakai dan pasang langsung pada kulit. Tekan dengan kuat selama 30 detik untuk memastikan perekatan. k. Bila terdapat iritasi kulit: Bersihkan kulit dengan seksama tapi perlahan, keringkan dengan cara menepuknya. Gunakan spray Kenalog, keringkan kelebihan kelembaban dengan kapas dan tebarkan bedak nistatin (mycostatin).

Kantong kemudian dipasang pada kulit yang telah diobati. l. Pastikan kantong stoma merekat dengan baik dan tidak bocor, periksa bagian bawah kantong. m. Buka sarung tangan dan masker n. Bereskan alat o. Rapihkan pasien p. Mencuci tangan 6. Fase Terminasi a. Evaluasi respon pasien. b. Melaksanakan dokumentasi : Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan klien. Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan/ paraf pada lembar catatan klien. c. Beritahu klien bahwa tindakan sudah selesai. d. Mengucapkan salam terapeutik. C. Irigasi Kolostomi 1. Pengertian Irigasi stoma adalah suatu cara untuk mengeluarkan isi kolon (feses), dilakukan secara terjadual dengan memasukkan sejumlah air dengan suhu yang sama dengan tubuh / hangat. 2. Tujuan

merangsang kontraksi usus sehingga mendorong keluarnya isi kolon (feses). 3. Fase Pra Interaksi Persiapan alat a. Alat untuk membersihkan: tissue, kassa, air hangat, sabun mandi yang lembut, waslap yang halus, handuk mandi / selimut mandi, perlak. b. Sarung tangan, masker c. Kantong

kolostomi

bersih d. Bengkok / pispot e. Kantung irigasi f. Plastik irigasi g. Kone tip, pengontrol aliran air h. Jelly i. Gunting j. Air Hangat (Sesuai suhu tubuh) 4. Fase Orientasi a. Mengucapkan salam terapeutik. b. Memperkenalkan diri. c. Menjelaskan pada klien dan keluarga tentang prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilaksanakan. d. Selama komunikasi digunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak mengancam.

e. Klien / keluarga diberi kesempatan bertanya. f. Privacy klien selama komunikasi dihargai. g. Memperlihatkan kesabaran, penuh empati, sopan, dan perhatian serta respek selama berkomunikasi dan melakukan tindakan. h. Informed consent i. Membuat kontrak (waktu, tempat dan tindakan yang akan dilakukan). j. Mengatur posisi tidur pasien (supinasi) k. Menyiapkan lingkungan (menutup skerem). 5. Fase Kerja a. Cuci

tangan,

jelaskan

kembali

prosedur jika diperlukan. b. Dekatkan alat-alat yang dibutuhkan ( di kamar mandi ). c. Jaga privasi. d. Pasien dalam posisi duduk di kloset. e. Pasang sarung tangan dan masker. f. Isi kantong irigasi dengan air yang tersedia (air hangat / air khusus untuk irigasi) dan gantung pada tempat yg tinggi (tiang infus / dinding) ±45 cm dari stoma kolostomi. g. Alirkan air kedalam selang, hindari adanya udara dalam selang. h. Lepaskan kantung stoma lalu pasang plastik irigasi dan masukkan ujung selang kedalam stoma.

i. Letakkan plastik irigasi ke dalam kloset untuk memfasilitasi pengeluaran ke dalam kloset. j. Olesi jari dengan jelli kemudian masukkan jari yang sudah diolesi secara perlahan kedalam stoma untuk menentukan saluran secara pasti. k. Hubungkan cone-tip cateter dengan kateter dan beri jelly. l. Masukkan cone-tip ke dalam stoma dan tangan tetap memegang conetip untuk menahan. m. Alirkan air dengan aliran yang cukup ( 10 – 15 menit ), lambatkan aliran jika terdapat tanda-tanda kram abdomen. n. Klem kateter dan tutup stoma 15 – 20 menit o. Satu jam kemudian pengeluaran akan terjadi, biarkan sampai semua feses keluar. p. Bersihkan area stoma dengan sabun lembut dan air. q. Pasang kembali kantung stoma. r. Lepas sarung tangan dan masker. s. Rapikan pasien t. Rapikan alat u. Cuci tangan. 6. Fase Terminasi a. Evaluasi respon pasien. b. Melaksanakan dokumentasi : Catat tindakan yang dilakukan dan hasil serta respon klien pada lembar catatan klien.

Catat tanggal dan jam melakukan tindakan dan nama perawat yang melakukan dan tanda tangan/ paraf pada lembar catatan klien. c. Beritahu klien bahwa tindakan sudah selesai. d. Mengucapkan salam terapeutik.

DAFTAR PUSTAKA

Potter, patricia A. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan ; Alih bahasa, renata komalasari : editor bahasa indonesia, Monica Ester. Jakarta:EGC. Smeltzer, suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Brunner & Suddarth ; alih bahasa, agung Waluyo; editor bahasa indonesia, Monica Ester. Jakarta : EGC Wong, donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik; alih bahasa, Monica Ester; editor bahasa indonesia, Sari kurnianingsih. Edisi 4. jakarta: EGC www.google.com

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close