CRS Osteoarthritis

Published on December 2016 | Categories: Documents | Downloads: 75 | Comments: 0 | Views: 777
of 22
Download PDF   Embed   Report

Osteoarthritis

Comments

Content

Case Report Session Rotasi II

OSTEOARTHRITIS

Oleh : Wahyudi Firmana 0810312127

Preseptor : dr. C. Juli Atrini dr. Mestika R.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PUSKESMAS PADANG PASIR PADANG 2013

BAB I OSTEOARTHRITIS PENDAHULUAN Osteoarthritis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif yang berkaitan dengan kerusakan kartilago sendi. Vertebra, panggul, lutut, dan pergelangan kaki paling sering terkena OA. Prevalensi OA lutut radiologis di Indonesia cukup tinggi, yaitu mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita. Pasien OA biasanya mengeluh nyeri pada waktu melakukan aktivitas atau jika ada pembebanan pada sendi yang terkena. Pada derajat yang lebih berat nyeri dapat dirasakan terus menerus sehingga sangat mengganggu mobilitas pasien. Karena prevalensi yang cukup tinggi dan sifatnya yang kronik-progresif, OA mempunyai dapak sosio-ekonomi yang besar, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Diperkirakan 1 sampai 2 juta orang lanjut usia di Indonesia menderita cacat karena OA. Pada abad mendatang tantangan terhadap OA akan lebih besar karena semakin banyaknya populasi yang berumur tua.1,2 Terapi OA pada umumnya simptomatik, misalnya dengan pengendalian faktor-faktor risiko, latihan, intervensi fisioterapi, dan terapi farmakologis, pada OA fase lanjut sering diperlukan pembedahan. Untuk membantu mengurangi keluhan nyeri pada OA, biasanya digunakan analgetika atau obat anti-inflamasi non steroid (OAINS). Karena keluhan nyeri pada OA yang kronik dan progresif, penggunaan OAINS biasanya berlangsung lama, sehingga tidak jarang menimbulkan masalah. Di Amerika, penggunaan OAINS menelurkan sekitar 100.000 pasien tukak lambung dengan 10.000 – 15.000 kematian setiap tahun. Atas dasar masalah-masalah tersebut di atas, para ahli berusaha mencari terapi farmakologis yang dapat memperlambat progresifitas kerusakan kartilago sendi, bahkan kalau mungkin mencegah timbulnya kerusakan kartilago. Beberapa obat telah dan sedang dilakukan uji pada binatang maupun uji klinis pada manusia. Obat-obat baru tersebut sering disebut sebagai chondroprotective agents atau modifying osteoarthritis drugs (DMOADs).1,2

ETIOPATOGENESIS OSTEOARTHRITIS Berdasarkan patogenesisnya, OA dibedakan menjadi dua yaitu OA primer dan OA sekunder. Osteoarthritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sistemik maupun proses

perubahan lokal pada sendi. OA sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro serta imobilisasi yang terlalu lama. Osteoarthritis primer lebih sering ditemukan dibanding OA sekunder (Woodhead, 1989; Sunarto, 1990; Rahardjo, 1994).1,2,3 Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses ketuaan yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui (Woodhead, 1989). Jejas mekanis dan kimiawi pada sinovia sendi yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur, stres mekanik atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomik, obesitas, genetik, humoral dan faktor kebudayaan (Moskowitz, 1990). Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga merupakan faktor penting yang merangsang terbentuknya molekul abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadi inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan nyeri (Ghosh, 1990: Pelletier, 1990). Osteoarthritis ditandai dengan fase hipotrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit sebagai kompensasi perbaikan (repair) (Brandt, 1993). Osteoarthritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi (Woodhead, 1989).1,2 Beberapa penelitian membuktikan bahwa rawan sendi dapat melakukan perbaikan sendiri dimana kondrosit akan mengalami replikasi dan memproduksi matriks baru (Woodhead, 1989; Dingle, 1991). Proses perbaikan ini dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan suatu polipeptida yang mengontrol proliferasi sel dan membantu komunikasi antar sel. Faktor ini menginduksi kondrosit untuk mensintesis asam deoksiribonukleat (DNA) dan protein seperti kolagen serta proteoglikan. Faktor pertumbuhan yang berperan adalah insuline-like growth factor (IGF-1), growth hormone, transforming growth factor (TGF-) dan coloni stimulating factors (CSFs). Faktor pertumbuhan seperti IGF-1 memegang peranan penting dalam proses perbaikan rawan sendi. Pada keadaan inflamasi, sel menjadi kurang sensitif terhadap efek IGF-1 (Pelletier, 1990).1,2

Faktor pertumbuhan TGF- mempunyai efek multipel pada matriks kartilago yaitu merangsang sintesis kolagen dan proteoglikan serta menekan stromelisin, yaitu enzim yang mendegradasi proteoglikan, meningkatkan produksi prostaglandin E2 (PGE2) dan melawan efek inhibisi sintesis PGE2 oleh interleukin-1 (IL1). Hormon lain yang mempengaruhi sintesis komponen kartilago adalah testosteron, -estradiol, platelet derivat growth factor (PDGF), fibroblast growth factor dan kalsitonin (Moskowitz, 1990; Pelletier, 1991).1,2 Peningkatan degradasi kolagen akan mengubah keseimbangan metabolisme rawan sendi. Kelebihan produk hasil degradasi matriks rawan sendi ini cenderung berakumulasi di sendi dan menghambat fungsi rawan sendi serta mengawali suatu respon imun yang menyebabkan inflamasi sendi (Woodhead, 1989; Pelletier, 1990). Rerata perbandingan antara sintesis dan pemecahan matriks rawan sendi pada pasien OA kenyataannya lebih rendah dibanding normal yaitu 0,29 dibanding 1 (Dingle, 1991).1,2 Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkhondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkhondral tersebut (Ghosh, 1992). Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkhondral yang diketahui mengandung ujung serabut saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit (Moskowitz, 1987). Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi (Brandt, 1987), peregangan tendo atau ligamentum serta spasmus otototot ekstra artikuler akibat kerja yang berlebihan (Ruoff, 1986). Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intramedular akibat statis vena intermedular karena proses remodelling pada trabekula dan subkhondrial (Moskowitz, 1987; Brandt, 1987).1,2 Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan memproduksi sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF-  dan , dan interferon (IFN)  dan  (Moskowitz,

1990; Pelletier, 1990; Dingle, 1991). Sitokin-sitokin ini akan merangsang kondrosit melalui reseptor permukaan spesifik untuk memproduksi CSFs yang sebaliknya akan mempengaruhi monosit dan PA untuk mendegradasi rawan sendi secara langsung. Pasien OA mempunyai kadar PA yang tinggi pada cairan sendinya (Moskowitz, 1990). Sitokin ini juga mempercepat resorpsi matriks rawan sendi (Ghosh, 1992).1,2 Interlekuin-1 mempunyai efek multipel pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim yang mendegradasi rawan sendi, yaitu stromelisin dan kolagenosa, menghambat proses sintesis dan perbaikan normal kondrosit. Pada percobaan binatang ternyata pemberian human recombinant IL-1a sebesar 0,01 ng dapat menghambat sintesis glukoaminoglikan sebanyak 50% pada hewan normal. Khondrosit pasien OA mempunyai reseptor IL-1 2 kali lipat lebih banyak dibanding individu normal dan khondrosit sendiri dapat memproduksi IL-1 secara lokal.1,2 Faktor pertumbuhan dan sitokin tampaknya mempunyai pengaruh yang berlawanan selama perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal pada umur yang sama. Percobaan pada kelinci membuktikan bahwa puncak aktivitas sintesis terjadi setelah 10 hari perangsangan dan kembali normal setelah 3 – 4 minggu.1,2

FAKTOR-FAKTOR RISIKO OSTEOARTHRITIS Untuk penyakit dengan penyebab yang tak jelas, istilah faktor risiko (faktor yang meningkatkan risiko penyakit) adalah lebih tepat. Secara garis besar faktor risiko untuk timbulnya OA (primer) adalah seperti di bawah ini. Harus diingat bahwa masing-masing sendi mempunyai biomekanik, cedera, dan persentase gangguan yang berbeda, sehingga peran faktor-faktor risiko tersebut untuk masing-masing OA tertentu berbeda. Dengan melihat faktor-faktor risiko in, maka sebenarnya semua OA individu dapat dipandang sebagai:1,2   Faktor yang mempengaruhi predisposisi generalisata Faktor-faktor yang menyebabkan beban biomekanis tak normal pada sendisendi tertentu. Kegemukan, faktor genetik, dan jenis kelamin adalah faktor risiko umum yang penting.1,2

Umur Dari semua faktor risiko untuk timbulnya OA, faktor ketuaan adalah yang terkuat. Prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat dengan bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada usia di bawah 40 tahun, dan sering pada umur di atas 60 tahun. Akan tetapi harus diingat bahwa OA bukan akibat ketuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada ketuaan berbeda dengan perubahan pada OA.1-4

Jenis Kelamin Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaki lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan, dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama pada pria dan wanita, tetapi di atas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA lebih banyak pada wanita daripada pria. Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis OA.1-4

Suku Bangsa Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya terdapat perbadaan di antara masing-masing suku bangsa. Misalnya OA paha lebih jarang di antara orangorang kulit hitam dan Asia daripada Kaukasia. OA lebih sering dijumpai pada orangorang Amerika asli (Indian) daripada orang-orang kulit putih. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.1-4

Genetik Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA misalnya, pada ibu dari seorang wanit dengan OA pada sendi-sendi interfalang distal (nodus Heberden) terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan cenderung mempunyai 3 kali lebih sering, daripada ibu dan anak perempuan-perempuan dari wanita tanpa OA tersebut. Adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu (terutama OA banyak sendi).1-4

Kegemukan dan Penyakit Metabolik Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk timbulnya OA baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak hanya berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan OA sendi lain (tangan atau sternoklavikula). Oleh karena itu, di samping faktor mekanis yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut. Peran faktor metabolik dan hormonal pada kaitan antara OA dan kegemukan juga disokong oleh adanya kaitan antara OA dengan penyakit jantung koroner, diabetes mellitus, dan hipertensi. Pasienpasien osteoarthritis ternyata mempunyai risiko penyakit jantung koroner dan hipertensi yang lebih tinggi daripada orang tanpa osteoarthritis.1-4

Cedera Sendi, Pekerjaan, dan Olahraga Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus (misalnya tukang pahat, pemetik kapas) berkaitan dengan peningkatan risiko OA tertentu. Demikian juga cedera sendi dan olahraga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih tinggi. Peran beban benturan yang berulang pada timbulnya OA masih menjadi pertentangan. Aktivitas-aktivitas tertentu dapat menjadi predisposisi OA cedera traumatik (misalnya robekan meniskus,

ketidakstabilan ligamen) yang dapat mengenai sendi. Akan tetapi, selain cedera yang nyata, hasil-hasil penelitian tak menyokong pemakaian yang berlebihan sebagai suatu faktor untuk timbulnya OA. Meskipun demikian, beban benturan yang berulang dapat menjadi suatu faktor penentu lokasi pada orang-orang yang mempunyai predisposisi OA dan dapat berkaitan dengan perkembangan dan beratnya OA.1-4

Kelainan Pertumbuhan Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha (misalnya penyakit Perthes dan dislokasi kongenital paha) telah dikaitkan dengan timbulnya OA paha pada usia muda. Mekanisme ini juga diduga berperan pada lebih banyaknya OA paha pada laki-laki dan ras tertentu.1-4

Faktor-faktor Lain Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan risiko terjadinya OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang lebih padat (keras) tak membantu mengurangi

benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah robek. Faktor ini diduga berperan pada lebih tingginya OA pada orang gemuk dan pelari (yang umumnya mempunyai tulang yang lebih padat) dan kaitan negatif antara osteoporosis dan OA. Merokok dilaporkan menjadi faktor yang melindungi untuk timbulnya OA, walaupun mekanismenya belum jelas.1-4

Faktor-faktor untuk Timbulnya Keluhan Bagaimana timbul rasa nyeri pada OA sampai sekarang masih belum jelas. Demikian juga faktor-faktor apa yang membedakan OA radiografik saja (asimptomatik) dan OA simptomatik masih belum diketahui. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita dan orang yang gemuk cenderung lebih sering mempunyai keluhan daripada orangorang dengan perubahan yang lebih ringan. Faktor-faktor lain yang diduga meningkatkan timbulnya keluhan adalah hipertensi, merokok, kulit putih, dan psikologis yang tak baik.1-4

SENDI-SENDI YANG TERKENA Adanya predileksi OA pada sendi-sendi tertentu (karpometakarpal I,

metatarsofalangeal I, sendi apofiseal tulang belakang, lutut, dan paha) adalah nyata sekali. Sebagai perbandingan, OA siku, pergelangan tangan, glenohumeral, atau pergelangan kaki jarang sekali dan terutama terbatas pada orang tua. Distribusi yang selektif seperti itu sampai sekarang masih sulit dijelaskan. Salah satu teori mengatakan bahwa sendi-sendi yang sering terkena OA adalah sendi-sendi yang paling akhir mengalami perubahan-perubahan evolusi, khususnya dalam kaitan dengan gerakan mencengkram dan berdiri dua kaki. Sendi-sendi tersebut mungkin mempunyai rancang bangun yang sub optimal untuk gerakan-gerakan yang mereka lakukan, mempunyai cadangan mekanis yang tak mencukupi, dan dengan demikian lebih sering gagal daripada sendi-sendi yang sudah mengalami adaptasi lebih lama.1,2,3

RIWAYAT PENYAKIT Pada umumnya pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhannya sudah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan-lahan.1,2,3

Nyeri Sendi Keluhan ini merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter (meskipun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri baisanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan gerakan yang lain. Nyeri pada OA juga dapat berupa penjalaran atau akibat radikulopati, misalnya pada OA servikal dan lumbal. OA lumbal yang menimbulkan stenosis spinal mungkin menimbulkan keluhan nyeri di betis, yang biasa disebut dengan claudicatio intermitten.1,2,3

Hambatan Gerakan Sendi Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat dengan pelan-pelan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.1,2,3

Kaku Pagi Pada beberapa pasien, nyeri atau kaku sendi dapat timbul setelah imobilitas, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama atau bahkan setelah bangun tidur. Kekakuan ini biasanya hanya bertahan selama beberapa menit, bila dibandingkan dengan kekakuan sendi dipagi hari yang disebabkan oleh rheumatoid arthritis yang terjadi lebih lama yaitu lebih dari 1 jam.1,2,3

Krepitasi Rasa gemertak (kadang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.1,2,3

Pembesaran Sendi (Deformitas) Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (seringkali terlihat di lutut atau tangan) secara perlahan-lahan membesar.1,2,3

PEMERIKSAAN FISIK Hambatan Gerak Perubahan ini seringkali sudah ada meskipun pada OA yang masih dini (secara radiologis). Biasanya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit, sampai sendi hanya bisa digoyangkan dan menjadi kontraktur. Hambatan gerak dapat konsentris (seluruh arah gerakan) maupun eksentris (salah satu gerakan saja).1,2,3

Krepitasi Gejala ini lebih berarti untuk pemeriksaan klinis OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa. Dengan bertambah beratnya penyakit, krepitasi dapat terdengar sampai jarak tertentu. Gejala ini mungkin timbul karena gesekan kedua permukaan tulang sendi pada saat sendi digerakkan atau secara pasif dimanipulasi.1,2,3

Pembengkakan Sendi yang Seringkali Asimetris Pembengkakan sendi pada OA dapat timbul karena efusi pada sendi yang biasanya tidak banyak (<100 cc). sebab lain ialah karena adanya osteofit, yang dapat mengubah permukaan sendi.1,2,3

Tanda-tanda Peradangan Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan) mungkin dijumpai pada OA karena adanya sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan timbul belakangan, seringkali dijumpai di lutut, pergelangan kaki, dan sendi-sendi kecil tangan dan kaki.1,2,3

Perubahan Bentuk (Deformitas) Sendi yang Permanen Perubahan ini dapat timbul karena kontraktur sendi yang lama, perubahan permukaan sendi, berbagai kecacatan dan gaya berdiri dan perubahan pada tulang dan permukaan sendi.1,2,3

Perubahan Gaya Berjalan Keadaan ini hampir selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan. Terutama dijumpai pada OA lutut, sendi paha, dan OA tulang belakang dengan stenosis spinal. Pada sendi-sendi lain, seperti tangan, bahu, siku, dan pergelangan tangn, osteoarthritis juga menimbulkan gangguan fungsi.1,2,3

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografis.1,2,3

Radiografis Sendi yang Terkena Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena osteoarthritis sudah cukup memberikan gambaran diagnostik yang lebih canggih. Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah:1,2,3     Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada bagian yang menanggung beban) Peningkatan densitas (sklerosis) tulang subkhondral Osteofit pada pinggir sendi Perubahan struktur anatomi sendi.

Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi di atas, secara radiografi OA dapat digradasi menjadi ringan sampai berat (kriteria Kellgren dan Lawrence). Harus diingat bahwa pada awal penyakit, radiografi sendi seringkali masih normal.1,2,3

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna. Darah tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas-batas normal, kecuali OA generalisata yang harus dibedakan dengan arhritis peradangan. Pemeriksaan imunologi (ANA, faktor reumatoid, dan komplemen) juga normal. Pada OA yang disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleositosis ringan sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan protein.1,2,3

DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding untuk osteoartritis adalah:   Nekrosis avaskuler baik yang bersifat idiopatik ataupun sekunder oleh karena sebab lain misalnya pasca trauma atau obat-obatan.3 Artritis reumatoid Pada stadium awal osteoartritis poli-artikuler sering sulit dibedakan dengan artritis reumatoid karena pada stadium ini ditemukan pula nyeri dan inflamasi pada jari tangan. Pada stadium lanjut kelainan ini lebih mudah dibedakan. Pada artritis reumatoid kelainan terutama pada bagian distal interfalangeal dan metakarpofalangeal.3

Kriteria diagnosis artritis reumatoid adalah terdapat poli-artritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu, atau bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.3 Kriteria diagnosis artritis reumatoid menurut American Rheumatism Association (ARA) adalah:3    Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (morning stiffness) Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi Pembengkakan (oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan) pada salah satu sendi secara terus menerus sekurangkurangnya selama 6 minggu             Pembengkakan pada seurang-kurangnya salah satu sendi Pembengkakan sendi yang bersifat simetris Nodul subkutan pada daerah tonjolan tulang di daerah ekstensor Gambaran foto rontgen yang khas pada artritis reumatoid Uji aglutinasi faktor reumatoid Pengendapan cairan musin yang jelek Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia Gambaran histologik yang khas pada nodul

Berdasarkan kriteria ini maka disebut: Klasik, bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurangkurangnya 6 minggu Definitif, bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurangkurangnya 6 minggu Kemungkinan reumatoid, bila terdapat 3 kriteria dan sudah berlangsung sekurang-kurangnya 4 minggu Artritis psoriatik Artritis psoriatik mengenai bagian distal jari tangan berupa artritis erosif yang menyebabkan destruksi tanpa adanya osteofit.3  Artritis gout

Pada artritis gout biasanya bersifat poli-artritis kronik disertai dengan benjolan berupa tofus dan pada pemeriksaan radiologis terlihat adanya destruksi periartikuler.3 Artritis tuberkulosa3

PENGELOLAAN Penerangan Maksud dari penerangan adalah agar pasien mengetahui sedikit seluk-beluk tentang penyakitnya, bagaimana menjaganya agar penyakitnya tidak bertambah parah, serta persendiannya tetapi dapat dipakai.1,2,3

Terapi Fisik dan Rehabilitasi Terapi ini untuk melatih pasien agar persendiannya tetap dapat dipakai dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit.1,2,3

Penurunan Berat Badan Berat badan yang berlebih ternyata merupakan faktor yang akan memperberat penyakit OA. Oleh karenanya berat badan harus selalu dijaga agar tidak berlebihan. Apabila berat badan berlebihan, maka harus diusahakan penurunan berat badan, bila mungkin mendekati berat badan ideal.1,2,3

TERAPI FARMAKOLOGIS Analgesik Oral Non Opiat Pada umumnya pasien telah mencoba untuk mengobati sendiri penyakitnya, terutama dalam hal mengurangi atau menghilangkan rasa sakit. Banyak sekali obat-obatan yang dijual bebas yang mampu mengurangi rasa sakit. Pada umumnya pasien mengetahui hal ini dari iklan pada media masa, baik cetak (koran), radio, maupun televisi.1-4

Analgesik Topikal Analgesik topikal dengan mudah dapat kita dapatkan dipasaran dan banyak sekali yang dijual bebas. Pada umumnya pasien telah mencoba terapi dengan cara ini, sebelum memakai oabt-obatan peroral lainnya.1-4

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) Apabila dengan cara-cara tersebut di atas tidak berhasil, pada umumnya pasien mulai datang ke dokter. Dalam hal seperti ini kita pikirkan untuk pemberian OAINS, oleh karena obat golongan ini di samping mempunyai efek analgetik juga mempunyai efek anti inflamasi. Oleh karena pasien OA kebanyakan usia lanjut, maka pemberian obatobatan jenis ini harus sangat berhati-hati. Jadi pilihlah obat yang efek sampingnya minimal dan dengan cara pemakaian yang sederhana, di samping itu pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya efek samping selalu harus dilakukan.1-4

Chondroprotective Agent Yang dimaksudkan denganChondroprotective Agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA. Sebagian peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk ke dalam golongan obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosamonoglikan, vitamin C, superoxide desmutase, dan sebagainya.1,2  Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai kemampuan untuk menghambat kerja enzim MMP dengan cara menghambatnya. Salah satu contoh adalah doxycycline, sayangnya obat ini baru dipakai pada hewan dan belum dipakai pada manusia.1,2  Asam hialuronat, disebut juga sebagai viscosupplement oleh karena salah satu manfaat obat ini adalah dapat memperbaiki viskositas cairan sinovial, obat ini diberikan secara intra artikular. Asam hialuronat ternyata memegang peranan penting dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui agregasi dengan proteoglikan. Di samping itu pada binatang percobaan, asam hialuronat dapat mengurangi inflamasi pada sinovium, menghambat angiogenesis dan khemotaksis sel-sel inflamasi.1,2  Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam proses degradasi tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase, dan cathepsin B1 in vitro dan juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan sendi manusia.1,2



Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok vertebrata, dan terutama terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel. Salah satu jaringan yang mengandung kondroitin sulfat adalah tulang rawan sendi dan zat ini merupakan bagian dari proteoglikan.1,2



Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim lisozim. Pada pengamatan ternyata vitamin C mempunyai manfaat dalam terapi OA.1,2



Superoxide dismutase, dapat dijumpai pada setiap sel mamalia dan mempunyai kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxil radicals.1,2



Steroid intra artikuler, pada penyakit arthritis reumatoid menunjukkan hasil yang baik. Kejadian inflamasi kadang-kadang dijumpai pada pasien OA, oleh karena ini kortikosteroid intra artikuler telah dipakai dan mampu mengurangi rasa sakit, walaupun hanya dalam waktu yang singkat. Penelitian selanjutnya tidak menunjukkan keuntungan yang nyata pada pasien OA, sehingga pemakaiannya dalam hal ini masih kontroversial.1,2

TERAPI BEDAH Tindakan operasi dilakukan apabila:3     Nyeri yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan atau tindakan lokal Sendi yang tidak stabil oleh karena subluksasi atau deformitas pada sendi Adanya kerusakan sendi pada tingkat lanjut Untuk mengkoreksi beban pada sendi agar distribusi terbagi sama rata.

UNIVERSITAS ANDALAS FAKULTAS KEDOKTERAN KEPANITERAAN KLINIK ROTASI TAHAP II

STATUS PASIEN 1. Identitas Pasien a. Nama/Kelamin/Umur b. Pekerjaan/Pendidikan c. Alamat : Ny. M/perempuan/77 tahun : Ibu Rumah Tangga/Tamat SD : Jalan Perak I No. 10

2. Latar Belakang Sosial-Ekonomi-Demografi-Lingkungan Keluarga a. Status Perkawinan b. Jumlah anak : Menikah : 5 orang

c. Status ekonomi keluarga : Mampu, Penghasilan anak pasien dan menantu ± Rp5.000.000,00/bulan d. KB e. Kondisi Rumah : Tidak ada :

 Rumah permanen milik sendiri, bertingkat dua, terdiri dari 4 kamar tidur, lantai keramik  Pekarangan cukup luas  Listrik ada  Sumber air: PDAM, air minum: galon isi ulang  Jamban ada 1 buah, di dalam rumah  Sampah dijemput oleh petugas setiap hari Kesan : hygiene dan sanitasi baik. 3. Kondisi lingkungan keluarga  Pasien tinggal bersama anak perempuannya dan menantu serta kedua orang cucu.  Pasien tinggal di lingkungan perkotaan yang cukup padat penduduk. 4. Aspek psikologis keluarga  Hubungan pasien dengan anggota keluarga lain baik.  Faktor stress dalam keluarga tidak ada.

5. Keluhan Utama Nyeri pada lutut kanan yang hilang timbul sejak 1 hari yang lalu. 6. Riwayat Penyakit Sekarang  Nyeri pada lutut kanan yang hilang timbul sejak 1 hari yang lalu. Nyeri terutama dirasakan setelah pasien beraktivitas seperti menaiki tangga atau setelah pulang shalat dari masjid. Nyeri berlangsung selama ± 30 menit, tidak menjalar, dan berkurang dengan istirahat. Pasien belum mendapatkan pengobatan untuk sakitnya kali ini.  Selain nyeri, pasien juga sering merasa kaku terutama pada pagi hari kira-kira selama 5 menit dan hilang saat pasien sudah menggerakgerakkan lutut kanannya.  Nyeri sudah dirasakan sejak ± 6 tahun yang lalu, nyeri hilang timbul dan bergantian di lutut kiri dan kanan, awalnya nyeri terasa ringan dan berangsur-angsur menjadi lebih nyeri dalam 1 tahun ini.  Keadaan ini membuat pasien sulit berjalan sehingga pasien menggunakan tongkat.  Merah dan panas pada sendi yang nyeri tidak ada.  Riwayat kesemutan pada kaki tidak ada.  Aktivitas berat sehari-hari tidak ada, pasien berjalan kaki ke mesjid untuk shalat berjamaah setiap harinya. 7. Riwayat Penyakit Dahulu/Penyakit Keluarga  Pasien sudah mengalami penyakit seperti ini selama ± 6 tahun terakhir, hilang timbul, dan pasien sudah mendapatkan pengobatan sebelumnya untuk penyakitnya ini.  Tidak ada anggota keluarga pasien yang menderita penyakit yang sama seperti pasien.  Riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan ginjal tidak ada.  Riwayat sakit maag tidak ada. 8. Pemeriksaan fisik Status Generalis Keadaan umum Kesadaran Nadi : Sakit sedang : Komposmentis Kooperatif : 84 kali/menit

Nafas Tekanan darah Suhu BB TB Status gizi

: 20 kali/menit :120/70 mmHg : afebris : 54 kg : 160 cm : Baik, BMI: 21,09

Mata Thoraks Paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi Abdomen Inspeksi Palpasi Perkusi

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

: Simetris kiri dan kanan statis dan dinamis : Fremitus kiri dan kanan normal : Sonor : Suara nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing-/: : Iktus tidak terlihat : Iktus teraba 1 jari medial LMCS RIC V : Batas jantung dalam batas normal : Bunyi jantung murni, bising tidak ada

: Perut tidak tampak membuncit : Hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-) : Timpani

Auskultasi : Bising usus (+) normal Anggota gerak : Refleks fisiologis ++/++, refleks patologis -/-, oedem -/-, hipotrofi -/Tungkai kanan (lutut): pergerakan terbatas, nyeri tekan (-), bengkak (-), kemerahan(-), panas (-) Tungkai kiri : dalam batas normal

Jari-jari tangan dan kaki dalam batas normal. 9. Laboratorium 10. Pemeriksaan Anjuran  Rontgen genu dekstra AP-lateral

11. Diagnosis kerja Osteoarthritis genu dekstra 12. Diagnosis banding Rheumatoid arthritis 13. Manajemen Preventif :  Menjaga berat badan agar tetap ideal dan menghindari berat badan yang berlebihan, karena berat badan yang berlebih dapat memperburuk penyakit.  Berhati-hati agar tidak terjatuh, karena cedera dapat memperburuk penyakit.  Menghindari aktivitas fisik yang berlebihan dalam kegiatan sehari-hari seperti jangan menaiki tangga. Promotif :  Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai penyakitnya, yaitu osteoarthritis yang disebabkan oleh proses penuaan dimana terjadi kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut, terutama pada sendi besar yang menanggung beban tubuh.  Mengedukasi keluarga pasien agar lingkungan sekitar pasien dijaga untuk melindungi pasien dari cedera, misalnya kerapian rumah dan lantai supaya tidak licin.  Jelaskan kepada pasien untuk mengistirahatkan dan menghindari aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit.  Mengedukasi keluarga pasien untuk memberi motivasi kepada pasien, misalnya untuk membantu pasien dalam melakukan aktivitas seharihari dan memberi pasien dorongan untuk berobat. Kuratif :  Piroksikam tablet 10 mg diminum 1 x 1 tablet sehari setelah makan  Bioneuron diminum 1 x 1 tablet sehari setelah makan  Ranitidin tablet 150 mg diminum 1 x 1 tablet sehari sebelum makan

Rehabilitatif :  Kontrol teratur ke Puskesmas, datang kembali ke Puskesmas jika obat telah habis namun lutut masih nyeri.  Istirahat yang cukup 6 jam per hari dan kurangi aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit.

Dokter Tanggal

Dinas Kesehatan Kodya Padang Puskesmas Padang Pasir : Wahyudi Firmana : 17 Desember 2013

R/ Piroxicam tab 10 mg S 1dd tab 1 R/ Bioneuron S 1dd tab 1 R/ Ranitidin tab 150 mg S 1dd tab 1 No. III

No. III ζ

ζ No III ζ

Pro : Ny. M Umur : 77 tahun

DAFTAR PUSTAKA 1. Braunwald E, Fauci AS, et al. Degenerative joint disease. In: Harrison’s manual of medicine 15th ed. Boston: McGraw-Hill, 2002. 2. Setyohadi, Bambang, dkk. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta; PAPDI. 2004. 3. Rosjad C. Kelainan Degeneratif Tulang dan Sendi. Dalam : Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Ujung Pandang : Bintang Lamumpatue, 2007. 4. Mansjoer A, dkk. Reumatologi. Dalam: Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius FKUI, 1999.

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close