Hasil pengamatan praktikum kinetika fermentasi untuk menghasilkan vinegar apel dapat dilihat pada tabel dan grafik di bawah ini. Tabel 1. Hasil Pengamatan Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar kelompok A1 – A5
Rata-rata/ Ʃ MO tiap cc 4,5 x 107 1,06 x 108 2,23 x 108 3,2 x 108 8,04 x 108 9,9 x 107 7,7 x 107 1,9 x 108 4,22 x 108 5,92 x 108 6 x 107 1,78 x 108 4,68 x 108 4,31 x 108 2,88 x 108 5 x 107 1,75 x 108 3,79 x 108 3,99 x 108 4,55 x 108 8,3 x 107 1,96 x 108 3,05 x 108 4,06 x 108 6,17 x 108
Pada tabel 1 di atas dapat dilihat hasil fermentasi vinegar dengan bahan sari apel malang dan yeast Saccaromyces cerevisiae. Perlakuan yang diberikan pada tiap kelompok mulai dari A1 – A5 sama, yakni dengan perlakuan shaker. Waktu pengamatan masingmasing kelompok dilakukan selama 5 hari, yakni pada hari pertama atau jam ke-0 (N0 ), jam ke-24 (N24 ), jam ke-48 (N48), jam ke-72 (N72 ), dan jam ke-96 (N96). Pengamatan yang dilakukan meliputi pengukuran biomassa menggunakan haemocytometer, total asam, pH, dan OD (optical density). Pengukuran biomassa dilakukan dengan menghitung jumlah mikroorganisme pada tiap petak, kemudian dihitung rata-rata per jumlah mikroorganisme pada tiap petak, dan terkahir dihitung rata-rata per jumlah mikroorganisme tiap cc. Total asam dihitung dengan cara titrasi NaOH 0,1 N dengan indikator PP. Selanjutnya untuk pH minuman vinegar diukur dengan pH meter. OD dilakukan untuk melihat hubungan absorbansi dengan kepadatan sel mikroorganisme. OD menggunakan panjang gelombang 660 nm.
Hasil pengamatan jumlah mikroorganisme pada kelompok A1, A4, dan A5 cenderung meningkat, sementara kelompok A2 dan A3 fluktuatif naik turun. Sedangkan untuk hasil pengamatan OD, total asam, dan pH pada semua kelompok A1 hingga A5 cenderung fluktuatif. Data pengamatan yang dihasilkan untuk ketiga pengukuran tersebut tidak menunjukkan kenaikan terus menerus maupun menurun terus menerus. Data yang didapatkan menunjukkan kenaikan dan penurunan yang bergantian selama 5 hari pengamatan.
Grafik 1. Grafik Hubungan Antara OD (optical density) dengan Waktu Fermentasi
OD
Grafik Hubungan OD dengan Waktu 1.6000 1.4000 1.2000 1.0000 0.8000 0.6000 0.4000 0.2000 0.0000
A1 A2 A3 A4 A5 N0
N24
N48 Waktu
N72
N96
3
Pada grafik 1 di atas dapat dilihat hubungan antara OD dengan waktu atau lamanya fermentasi cenderung fluktuatif. Pada kelompok A1 dan A2, hasil OD menurun hingga N24 namun selanjutnya meningkat terus hingga N96. Pada kelompok A3, hasil OD menurun hingga N24 namun meningkat hingga N72 lalu kembali turun pada N96. Pada kelompok A4, hasil OD terus mengalami kenaikan hingga N96. Pada kelompok A5, hasil OD menurun hingga N48 , meningkat pada N72 namun menurun kembali pada N96. Grafik 2. Grafik Hubungan Antara Jumlah Sel dengan Waktu Fermentasi
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu 900000000 800000000
Jumlah Sel
700000000 600000000
A1
500000000
A2
400000000
A3
300000000 200000000
A4
100000000
A5
0 N0
N24
N48
N72
N96
Waktu
Pada grafik 2 di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok A1, A4 dan A5 menunjukkan jumlah sel yang meningkat seiiring meningkatnya lama wkatu fermentasi vinegar apel malang. Sedangkan pada kelompok A3 mengalami peningkatan jumlah sel hinnga N48 namun selanjutnya terus turun hingga N96. Pada kelompok A2 hanya menunjukkan hasil menurun saat N24 namun selanjutnya jumlah sel terus meningkat hingga N96.
4
Grafik 3. Grafik Hubungan Antara Jumlah Sel Mikroorganisme dengan pH Vinegar
Pada grafik 3 di atas dapat dilihat bahwa ada kecenderungan hasil jumlah sel dari semua kelompok meningkat seiiring dengan meningkatnya nilai pH. Namun pengecualian pada kelompok A3 justru terjadi penurunan jumlah sel mikroorganisme yang sangat drastis saat pH meningkat di N96. Grafik 4. Grafik Hubungan Antara Jumlah Sel dengan OD
Pada grafik 4 di atas dapat diketahui bahwa secara umum peningkatan jumlah sel akan menunjukkan peningkatan nilai OD juga. Walaupun demikian peningkatan tersebut
5
tidaklah terjadi terus – menerus melainkan fluktuatif. Artinya pada saat tertentu terjadi penurunan nilai, namun pada saat lainnya terjadi peningkatan.
Grafik 5. Grafik Hubungan Antara Jumlah Sel Mikroogranisme dengan Total Asam
Pada grafik 5 di atas menunjukkan nilai yang sangat fluktuatif pada semua kelompok. Hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan total asam yang ada dari setiap hari pengamatan, mengalami perubahan baik meningkat maupun mengalami penurunan.
6
2.
PEMBAHASAN
Pada praktikum kinetika fermentasi dalam produksi minuman vinegar ini digunakan bahan sari apel malang (hasil juicer), inokulum yeast Saccharomyces cerevisiae dalam media cair, dan akuades steril. Menurut Nogueira et al (2007), sari apel berasal dari pengepresan buah apel yang apabila difermentasi akan menghasilkan alkohol. Apel sendiri memiliki sifat yang menyehatkan sehingga sering digunakan sebagai bahan makanan untuk berbagai produk olahan makanan dan minuman. Salah satu olahan apel yang terkenal adalah cider atau vinegar apel. Vinegar apel merupakan minuman beralkohol yang dihasilkan dengan memfermentasi sari apel. Walaupun minuman ini mengandung alkohol, alkohol yang ada di dalam cider apel memiliki kadar yang rendah.
Lebih lanjut menurut Candra (2010), apel mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sehingga memiliki efek yang menyehatkan. Zat-zat gizi tersebut antara lain kalsium, vitamin A, fosfor, vitamin B1, vitamin B2, besi, serat, dan vitamin C. Di dalam buah apel juga terdapat antioksidan yang berfungsi melawan radikal bebas serta membantu proses perbaikan metabolisme tubuh. Sari buah apel juga telah diteliti memiliki sifat antiseptik untuk menekan jumlah bakteri jahat dalam saluran pencernaan, meningkatkan metabolisme tubuh, melancarkan aliran darah dalam tubuh, mengatasi keracunan, serta menekan risiko obesitas karena buah apel mengandung serat pangan yang dibutuhkan tubuh.
Walaupun pada praktikum pembuatan cider ini digunakan bahan buah apel malang, sesungguhnya menurut Realita & Debby (2010) semua jenis buah dengan kandungan gula yang cukup dapat digunakan sebagai bahan baku untuk membuat cider. Kandungan gula harus cukup karena akan menjadi sumber energi untuk pertumbuhan khamir S. cerevisiae (Damtew et al., 2012). Apel yang digunakan dalam praktikum ini adalah sari buah apel malang yang langsung diproses dengan juicer tanpa dilakukan pengupasan. Menurut Realita & Debby (2010) kulit apel sebaiknya tidak dikupas terlebih dahulu karena kulit apel juga mengandung senyawa yang mempengaruhi taste dan aroma dari sari apel.
7
Analisa yang dilakukan pada sampel ada 4 macam, yaitu pengukuran biomassa dengan haemocytometer, penentuan total asam selama fermentasi, pengukuran pH minuman vinegar, dan penentuan hubungan absorbansi dengan kepadatan sel menggunakan spektrofotometer.
2.1. Cara Kerja 2.1.1. Pengukuran Biomassa dengan Haemocytometer Sari apel sebanyak 250 ml pertama ditempatkan dalam labu erlenmeyer dan disterilisasi menggunakan suhu 80°C selama 30 menit. Sterilisasi sari apel bertujuan untuk membunuh mikroorganisme kontaminan sehingga nantinya inokulum S. Cerevisiae dapat tumbuh dengan baik, dan dihasilkan cider apel dengan kualitas yang diharapkan (Realita & Debby, 2010). Gambar sterilisasi cider apel yang dilakukan pada prkatikum dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Gambar 1. Sterilisasi Cider Apel Malang Kloter A
Sari apel malang yang sudah di sterilisasi selama 30 menit selanjutnya dibiarkan dingin terlebih dahulu, baru difermentasi dengan menambahkan khamir instan Saccharomyces cerevisiae sebanyak 30 ml dari biakan khamir yang sudah tersedia. Sari apel harus dibiarkan dingin dahulu beberapa saat, untuk mencegah kemungkinan terjadinya kegagalan fermentasi akibat khamir S. cerevisiae mati. Khamir tersebut tidak tahan panas sehingga sangat beresiko mati apabila langsung dimasukkan ke dalam cider apel yang sudah disterilisasi (Muljohardjo, 1988). Pemberian inokulum khamir dilakukan secara akurat menggunakan pipet ukur, lalu imasukkan ke dalam media pertumbuhan (sari apel) secara aseptis untuk menghindari adanya kontaminasi lagi oleh mikroba kontaminan, sekaligus mencegah infeksi bakteri merugikan (Hadioetomo, 1993).
8
Jenis khamir Saccharomyces cerevisiae digunakan sebagai inokulum dalam praktikum ini. Yeast merupakan mikroorganisme eukariotik yang pertumbuhannya diawali dengan proses ekspansi (peningkatan volume) (Cooney et al., 1981). Lebar rata-rata Saccharomyces cereviceae bersel tunggal adalah antara 4 sampai 6 mikron dengan panjang 5 sampai 7 mikron (Matz, 1992). Saccharomyces cereviceae digunakan karena dapat menfermentasikan glukosa dalam buah apel untuk menghasilkan alkohol dan CO2(Rahman,1992). Walupun demikian penggunaan jenis khamir ini juga memiliki kelemahan. Menurut Wang et al (2004) khamir S. cerevisiae berkeja optimal untuk memecah glukosa. Namun di dalam buah apel mengandung tidak hanya glukosa melainkan juga fruktosa dan sukrosa. Kandungan fruktosa dalam buah apel pun sangat tinggi yaitu mencapai 70 %. Akibat sifat khamir tersebut yang lebih menyukai glukosa, kandungan fruktosa secara otomatis lebih lama dicerna, sehingga resiko konsentrasi residu gula dari fruktosa menjadi tinggi, Residu gula ini nantinya dapat menyebabkan off flavor di produk akhir. Yeast juga memiliki kelebihan sehingga sering digunakan dalam proses fermentasi, antara lain memberi rasa dan aroma/ flavor yang khas pada produk fermentasi, dan mampu menahan pelepasan gas menjadi lebih lama (Bennion & Hughes, 1970).
Sari apel yang sudah diinokulasi dengan S. cerevisiae kemudian diinkubasi dengan perlakuan shaker dengan melakukan penggoyangan pada suhu ruang yaitu 25 - 30°C. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Fardiaz (1992) bahwa suhu yang optimum supaya khamir dapat tumbuh baik adalah suhu 25 - 30°C. Sementara suhu maksimum untuk pertumbuhannya adalah 37 - 47°C. Menurut jurnal “Genetic and phenotypic diversity of autochthonous cider yeasts in a cellar from Asturias” (R. Pando et al., 2009), selain S. cerevisiae,
cider
apel
dapat
dibuat
pula
dengan
Saccharomyces
bayanus,
Saccharomyces pastorianus,Saccharomyces kudriavzevii, dan Saccharomyces mikatae.
Proses inkubasi dilakukan selama 5 hari, dan dalam kurun waktu tersebut cider apel akan terbentuk akibat proses fermentasi. Menurut Winarno et al (1980) proses fermentasi adalah proses metabolisme yang menghasilkan alkohol dan CO2 dari hasil
9
pemecahan gula oleh mikroorganisme. Reaksi proses fermentasi menurut Rahman (1992) adalah sebagai berikut :
C6H12O6 (karbohirat)
2C2H5OH + 2CO2 (yeast)
(alkohol)
(gas)
Menurut Said (1987), proses shaker inkubator memiliki fungsi untuk memenuhi kebutuhan oksigen bagi khamir / aerasi. Proses aerasi ini terjadi dengan cara menimbulkan gelombang – gelombang kecil di media akibat goyangan shaker inkubator. Selain itu proses ini juga berfungsi sebagai agitasi atau pengadukan supaya sel mikroba bercampur rata dengan media sari apel malang yang digunakan. Proses aerasi ini sangat baik dilakukan dalam proses pembuatan cider apel, karena pertumbuhan Saccharomyces cereviseae berlangsung secara aerobik atau membutuhkan oksigen. Sehingga dengan tercukupinya kebutuhan oksigen, maka khamir bisa tumbuh dengan lancar, dan dapat dihasilkan cider apel dengan kualitas yang baik (Van Hoek et al, 2004). Stanburry & Whitaker (1984) menambahkan bahwa agitator memiliki fungsi menurunkan ukuran gelembung udara area antar permukaan dan mengurangi difusi serta mempertahankan kondisi lingkungan yang stabil dalam wadah. Proses fermentasi di dalam shaker inkubator dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Gambar 2. Proses inkubasi dalam shaker inkubator
Pengambilan sampel pada praktikum ini dilakukan setiap 24 jam sekali, masing – masing 10 ml setiap pengambilan, selama 5 hari (N0, N24, N48, N72, N96). Pengambilan harus dilakukan secara aseptis. Pengambilan sampel dilakukan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan sel khamir.
10
Uji kepadatan / biomassa khamir di dalam media cider apel dilakukan menggunakan alat haemocytometer. Menurut Fardiaz (1992), jumlah sel Saccharomyces cereviceae pada cider apel dapat diketahui dengan menggunakan enumerasi mikroskopik metode Petroff-Hauser dimana hitungan mikroskopik dilakukan dengan pertolongan kotakkotak skala haemocytometer. Haemocytometer merupakan suatu ruang hitung yang terdiri atas petak–petak berukuran kecil untuk menghitung jumlah sel di bawah mikroskop, biasanya digunakan untuk sel yang ukurannya sebesar ukuran sel darah merah. Alat tersebut dapat menghitung jumlah atau kepadatan sel dalam suatu media dengan konsentrasi rendah (Hadioetomo, 1993).
Menurut Atlas (1984) alat tersebut memiliki sembilan kotak yang terpisahkan oleh 3 garis. Di dalam masing – masing sembilan kotak itu ada 16 kotak kecil. Jumlah sel yang dihitung yakni sel – sel khamir di dalam 4 kotak besar yang berdekatan.
Sampel yang hendak diteliti diambil dengan pipet tetes dan dituangkan ke atas haemocytometer. Penuangan sampel tidak boleh terdapat gelembung karena akan menyulitkan penghitungan jumlah biomassa nantinya. Setelah sampel dituangkan, sampel ditutup dengan deck glass setebal 0,1 mm. Haemocytometer kemudian diletakkan
di
bawah
mikroskop
untuk
dilakukan
penghitungan
kepadatan
mikroorganisme yang digunakan. Menurut Chen & Chiang (2011), sel yang dihitung sebagai data kepadatan biomassa, adalah sel – sel yang berada pada kotak 4 x 4 yang dibatasi 3 garis lurus di masing – masing tepinya. Menurut Chen & Chiang (2011) keunggulan haemocytometer adalah murah dan dapat digunakan untuk skala kecil. Sedangkan menurut Atlas (1984) alat tersebut cukup teliti yakni ketelitiannya mencapai 84,6 %.
Penghitungan nilai rata-rata per jumlah mikroorganisme tiap petak, dengan cara meratarata jumlah mikroorganisme di empat buah kotak 4x4. Sedangkan nilai rata-rata per jumlah mikroorganisme setiap cc nya didapatkan dari membagi rata-rata per jumlah mikroorganisme tiap petak dengan volume petak. Volume petak sebesar 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm. Nilai rata-rata per jumlah mikroorganisme tiap petak sebanding dengan nilai rata-rata per jumlah mikroorganisme tiap cc nya. Pengukuran laju kinetika
11
pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae bertujuan untuk mengetahui sejauh mana proses fermentasi dapat menghasilkan etanol dari hasil reduksi gula dari substrat sari apel malang.
2.1.2. Penentuan Total Asam di dalam Sampel Cider Apel selama Fermentasi Uji total asam selama fermentasi dilakukan dengan menggunakan metode titrasi. Metode titrasi dengan cara mengambil 10 ml sampel cider apel dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N. Titrasi dilakukan dengan indikator PP hingga larutan sampel berubah warna menjadi lebih merah muda. Volume NaOH yang digunakan untuk titrasi akan digunakan untuk mengethaui total asam selama fermentasi, yakni dengan memasukkan data tersebut ke dalam rumus berikut ini :
Total asam (mg/ml) :
Pengukuran
asam
ini
dilakukan
bersamaan
dengan
penghitungan
biomassa
menggunakan alat haemocytometer. Penggunaan NaOH 0,1 N juga sesuai dengan pernyataan Petrucci & Suminar (1987) bahwa titrasi dilakukan dengan larutan standar berupa basa atau asam kuat yang diketahui konsentrasinya. Menurut Solomon (1983) indikator PP akan mengalami perubahan warna dari colorless / tidak berwarna pada kondisi asam atau netral, menjadi merah muda di kondisi basa di saat titik akhir titrasi. Indikator ini berkeja baik pada kisaran pH 8-9. Hasil titrasi sampel cider apel dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Hasil titrasi
12
2.1.3. Pengukuran pH Minuman Vinegar/ Cider Apel Analisa pengukuran pH minuman vinegar atau cider apel dilakukan dengan mengambil larutan sampel sebanyak 10 mol kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass. Selanjutnya pH sampel cider apel malang diukur dengan menggunakan pH meter dan hasil dari setiap kelompok dicatat dan dibandingkan. Menurut jurnal “Status of Winer Production from Guava (Psidium Guajava L) : A traditional Food in India” (Gurvinder & Pooja, 2011), pH pada media pertumbuhan S. cerevisiae sangat penting karena mempengaruhi kesuksesan proses fermentasi sebab secara langsung mempengaruhi pertumbuhan khamir S. cerevisiae sehingga mempengaruhi jumlah etanol yang terbentuk dan karakteristik sensori dari produk akhir yang diinginkan.
2.1.4. Penentuan Hubungan Absorbansi dengan Kepadatan Sel Uji absorbansi atau OD dilakukan untuk melihat hubungan nilai absorbansi dengan kepadatan sel. Cara kerjanya adalah dengan mengambil 30 ml sampel cider apel malang, kemudian dilakukan pengukuran OD memakai spektrofotometer panjang gelombang 660 nm. Menurut pernyataan dari Pelezar & Chan (1976) dan Fardiaz (1992) bahwa dengan semakin meningkatnya jumlah sel di dalam sampel, maka absorbandi juga meningkat.
Praktikum ini menggunakan panjang gelombang 660 nm. Penggunaan panjang gelombag ini untuk khamir Saccharomyces cerevisiae sesuai dengan pernyataan Sevda & Rodrigues (2011) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Fermentative Behaviour of Saccharomyces Strains During Guava (Psidium Guajava L) Must Fermentation and Optimization of Guava Wine Production” bahwa 660 nm cocok untuk pengukuran OD melihat pertumbuhan khamir S. cerevisiae.
2.2. Hasil Praktikum Kinetika Fermentasi Cider Apel Malang Hasil pengamatan jumlah mikroorganisme pada kelompok A1, A4, dan A5 cenderung meningkat, sementara kelompok A2 dan A3 fluktuatif naik turun. Sedangkan untuk
13
hasil pengamatan OD, total asam, dan pH pada semua kelompok A1 hingga A5 cenderung fluktuatif. Data pengamatan yang dihasilkan untuk ketiga pengukuran tersebut tidak menunjukkan kenaikan terus menerus maupun menurun terus menerus. Data yang didapatkan menunjukkan kenaikan dan penurunan yang bergantian selama 5 hari pengamatan. Foto dokumentasi penghitungan biomassa S. cerevisiae kelompok A4 mulai dari hari ke-0 hingga hari ke-5 dapat dilihat pada Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4. Pengukuran Biomassan dengan Haemocytometer kelompok A4
NNNNN0
NNNNN24
NNNNN48
NNNNN72
NNNNN96
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, diketahui bahwa hasil jumlah sel tiap kelompok dapat berbeda-beda dan fluktuatif dari hari ke hari. Hal ini menurut Hayes (1995) disebabkan karena adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa faktor tersebut, antara lain nutrien, suhu, kelembaban, oksigen, dan pH. Akibat faktor – faktor tersebut tidak terkontrol dengan baik, maka hasil yang didapatkan dari masing – masing kelompok menjadi fluktuatif. Pada jurnal “The Growth of Saccharomyces cerevisiae yeast in Cadmium Enriched Media” (Anna, 2006), dijelaskan bahwa nutrien berpengaruh pada pertumbuhan khamir. Penambahan Cd2+ di media menghambat pertumbuhan khamir. Pengaruh kehadiran ion Cd2+ tersebut namun dapat dihambat dengan penambahan zinc, serta garam kalsium.
2.2.1. Hubungan OD dengan Waktu Fermentasi Hasil pengamatan hubungan antara OD dengan waktu atau lamanya fermentasi cenderung fluktuatif. Pada kelompok A1 dan A2, hasil OD menurun hingga N24 namun selanjutnya meningkat terus hingga N96. Pada kelompok A3, hasil OD menurun hingga N24 namun meningkat hingga N72 lalu kembali turun pada N96. Pada kelompok A4, hasil OD terus mengalami kenaikan hingga N96. Pada kelompok A5, hasil OD menurun hingga N48 , meningkat pada N72 namun menurun kembali pada N96.
14
Apabila waktu fermentasi semakin lama, maka jumlah sel semakin banyak, penampakan cairan semakin keruh, OD juga akan meningkat (Clark, 2007). Sementara hasil fluktuatif yang didapatkan dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran OD akibat adanya debu yang mengganggu kerja sistem optik, adanya sinar yang tersesat (stray light) yang dapat menumbuk sel (Khopkar, 2002). Kemungkinan lainnya adalah karena sari apel yang digunakan tidak disaring terlebih dahulu sehingga ampas apel sebagian terikut dan mempengaruhi pembacaan spektrofotometri.
2.2.2. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Waktu Fermentasi Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa pada kelompok A1, A4 dan A5 menunjukkan jumlah sel yang meningkat seiiring meningkatnya lama wkatu fermentasi vinegar apel malang. Sedangkan pada kelompok A3 mengalami peningkatan jumlah sel hinnga N48 namun selanjutnya terus turun hingga N96. Pada kelompok A2 hanya menunjukkan hasil menurun saat N24 namun selanjutnya jumlah sel terus meningkat hingga N96. Hasil kelompok A2 dan A3 kurang sesuai dengan pernyataan Clark (2007) dimana seharusnya peningkatan jumlah sel akan sebanding dengan lamanya waktu fermentasi. Artinya semakin lama watu fermentasi, maka jumlah sel yang ada semakin banyak pula.
2.2.3. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan OD Dari hasil pengamatan dapat diketahui bahwa secara umum peningkatan jumlah sel akan menunjukkan peningkatan nilai OD juga. Walaupun demikian peningkatan tersebut tidaklah terjadi terus – menerus melainkan fluktuatif. Artinya pada saat tertentu terjadi penurunan nilai, namun pada saat lainnya terjadi peningkatan. Hal ini kurang sesuai dengan pernyataan dari Clark (2007) dimana seharusnya peningkatan jumlah sel sebanding dengan peningkatan nilai OD. Dengan demikian konsentrasi sel dalam suspensi dapat dinyatakan sebagai nilai OD (optical density). Seharusnya ketika OD meningkat, artinya ada peningkatan jumlah sel, dan sebaliknya.
15
Hasil yang fluktuatif ini dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran OD akibat adanya debu yang mengganggu kerja sistem optik, adanya sinar yang tersesat (stray light) yang dapat menumbuk sel (Khopkar, 2002). Kemungkinan lainnya adalah karena sari apel yang digunakan tidak disaring terlebih dahulu sehingga ampas apel sebagian terikut dan mempengaruhi pembacaan spektrofotometri.
2.2.4. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan pH Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa ada kecenderungan hasil jumlah sel dari semua kelompok meningkat seiiring dengan meningkatnya nilai pH. Namun pengecualian pada kelompok A3 justru terjadi penurunan jumlah sel mikroorganisme yang sangat drastis saat pH meningkat di N96. Hasil menunjukkan hasil pH yang berkisar diantara 2,86-3,26. Nilai pH yang terukur pada cider apel ini bukan range pH optimum untuk pertumbuhan Saccharomyces cereviceae, sehingga pertumbuhannya menjadi tidak stabil. Hal ini didukung oleh teori dari Roukas (1994) yang menyatakan pH optimum S. cerevisiae adalah 3,5-6,5. Seharusnya semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dan semakin lama waktu fermentasi, maka pH-nya akan semakin rendah. Hal ini karena semakin banyak jumlah sel Saccharomyces cereviceae, maka alkohol yang dihasilkan juga akan semakin banyak, sehingga pH yang dihasilkan semakin rendah. Lebih lanjut Azizah (2012) menyatakan dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Substrat Kulit Nanas” bahwa Saccharomyces cereviceae tidak hanya menghasilkan alkohol saja, tetapi juga gas CO2. Seiring meningkatnya waktu fermentasi, maka produksi alkohol bertambah dan juga produksi gas CO2 juga semakin bertambah
meskipun
tidak
signifikan.
Kartohardjono
et
al
(2007)
menambahkan bahwa gas CO2 sering disebut gas asam (acid whey) karena memiliki sifat yang asam. Oleh karena itu gas CO2 juga berkontribusi terhadap nilai pH.
2.2.5. Hubungan Jumlah Mikroorganisme dengan Total Asam
16
Dari hasil pengamatan menunjukkan nilai yang sangat fluktuatif pada semua kelompok. Hubungan antara jumlah sel mikroorganisme dengan total asam yang ada dari setiap hari pengamatan, mengalami perubahan baik meningkat maupun mengalami penurunan. Hal ini kurang sesuai karena seharusnya semakin lama waktu fermentasi, maka total asam yang dihasilkan akan semakin tinggi karena adanya asam-asam organik yang muncul selama fermentasi, dan nilai pH semakin rendah (Sreeramulu et al, 2000).
Hasil yang kurang sesuai ini dapat disebabkan kesalahan praktikum misalnya perbedaan definisi penentuan kapan titik akhir titrasi antara praktikan yang berbeda akibatnya jumlah total asam yang dihasilkan juga berbeda. Kemungkinan lain yang dikemukakan oleh Girindra (1986) adalah ketika dilakukan titrasi, bagian bawah erlenmeyer tidak dialasi oleh kertas putih, sehingga terjadinya perubahan warna tidak terlihat dengan jelas.
17
3.
KESIMPULAN
Kinetika menggambarkan laju pertumbuhan mikroorganisme Cider merupakan hasil fermentasi sai buah dengan bantuan yeast Cider dapat dibuat dari berbagai macam buah dengan kandungan gula yang cukup Pada proses fermentasi, yeast mengubah gula menjadi alkohol dan CO2 Alkohol dan CO2 bersifat asam sehingga menurunkan pH media Analisa kepadatan biomassa yang viskositas sampelnya rendah dapat dilakukan dengan haemocytometer Indikator PP tdiak berwarna pada pH asam atau netral, dan berwarna merah muda pada pH asam. Seiring peningkatan waktu fermentasi, jumlah sel yang terbentuk semakin banyak Semakin banyak jumnlah sel yang terbentuk, maka warna media semakin keruh, OD semakin meningkat pH optimum S. cerevisiae adalah 3,5-6,5 Semakin banyak jumlah sel mikroorganisme dan semakin lama waktu fermentasi, maka pH cider akan semakin rendah Semakin lama waktu fermentasi, maka total asam yang dihasilkan akan semakin tinggi karena adanya asam-asam organik yang muncul selama fermentasi
Semarang, 30 Mei 2014
T. Chrestella M.S. 11.70.0020
Asisten Dosen : -
Stella Mariss
-
Meilisa Lelyana
-
Katharina Nerissa
-
Chrysentia Archinitta
-
Andriani Cintya
18
4.
DAFTAR PUSTAKA
Arroyo-Lopez, F.N.; Orlic, S.; Querol, A.; and Barrio, E. 2009. Effects of Temperature, pH, and Sugar Concentration on The Growth Parameters of Saccharomyces cereviceae, S. kudriavzevii and Their Interspecific Hybrid . International Journal of Food Microbiology 131: 120-127. Atlas, R.M. 1984. Microbiology Fundamental and Applications. Mac Millard Publishing Company. New York. Azizah, N.; Al-Baarri, N. dan Mulyani, S. 2012. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas Pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Substrat Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 1 (2): 72-77. Bennion, M & O, Hughes. 1970. Introductory Foods 6th Edition. Collier Macmillan Publisher. London. Bhushan, S. and Joshi, V.K. 2006. Baker’s Yeast Production under Fed Batch Culture from Apple Pomace. Journal of Scientific & Industrial Research. Vol 65, pp 72-76. Campelo, A.F. and Isabel, B. 2004. Fermentative Capacity of Baker’s Yeast Exposed to Hyperbaric Stress. Candra, Asep. (2010).Cuka Apel Stabilkan Tekanan Darah. http://kesehatan.kompas.com/read/2010/06/01/11331416/Cuka.Apel.Stabilkan.Tekanan. Darah Chang, R. 1991. Chemistry. MC Graw Hill. USA. Chen, Y.W. and Pei, J.C. 2011. Automatic Cell Counting for Hemocytometers through Image Processing . World Academy of Science, Engineering and Technology. Chu, M. 2007. Kitchen Notes: Baker’s. http://www.cookingforengineers.com/article_. 2004.php?id=213. Diakses tanggal 24 Mei 2014. Clark, Jim. (2007). Hukum Beer-Lambert. http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrum_serapan_ultraviolet-tampak__uvvis_/hukum_beer_lambert/ Cooney, C.L.; Rehm, H.J. and Reed, G. 1981. Biotechnology volume 1. VCH. Weinheim
19
Ewing, G.W. 1976. Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Growhill Book Company. USA. Fardiaz, S. (1992). Mikrobiologi Pangan. P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Girindra, A. 1986. Biokimia 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Hadioetomo, R. S. 1993. Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Kartohardjono, S.; Anggara; Khopkar, S. M. (2002). Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Pers. Jakarta. Kulkarniet al. (2011). Effect of Additives on Alcohol Production and Kinetic Studies of S.cereveciae for Sugar Cane Wine Production. International Journal of Advanced Biotechnology and Research ISSN 0976-2612, Vol 2, Issue 1, 2011, pp 154-158 Laily, N.; Atariansah, D.; Nuraini, S.; Istini, I.; Susanti, danHartono, L. 2004. Kinetika Fermentasi Produksi Selulosa Bakteri oleh Acetobacter pasterianum pada Kultur Kocok. Matz, SA. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3th edition. Van Nostrand Reinhold. New York. Nogueira et al. ( 2007). Effect of Biomass Reduction on the Fermentation of Cider. Brazilian Archives of Biology and TechnologyVol.50, n. 6 : pp.1083-1092 Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.Hayes (1995). Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. Stanburry, P.F. & Whitaker. (1984). Principles of Fermentation Technology. Pergamon Press. New York. Subihi; dan Yuliusman. 2007. Absorbsi CO2dari campurannya dengan CH 4 atau N2 melalui kontaktor membran serat berongga menggunakan pelarut air . Jurnal Teknologi 11 (2): 97-102.
20
5.
LAMPIRAN
5.1. Perhitungan Kelompok A4 Rumus Rata-rata / Ʃ tiap cc ⁄
Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm = 0,00025 mm3 = 0,00000025 cc = 2,5 x 10-7 cc