Hamil Bekas SC Case

Published on June 2016 | Categories: Documents | Downloads: 106 | Comments: 0 | Views: 480
of 16
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content

HAMIL DENGAN BEKAS SC
I. Definisi
Persalinan pervaginam dengan bekas seksio sesarea atau Vaginal Birth
After Cesarean-section (VBAC) adalah proses melahirkan normal setelah pernah
melakukan seksio sesarea.
Seksio sesarea merupakan salah satu tindakan operasi yang tertua dan
terpenting dalam bidang obstetri. Operasi ini bertujuan mengeluarkan janin
melalui suatu jalan yang dibuat pada dinding perut dan uterus.1 Seksio sesaria
merupakan suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi
pada dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin di atas 500 gram.2,3 Luka sayat di perut dapat transversal
(Pfannenstiel) maupun vertikal (mediana); sedangkan di uterus dapat transversal
(SC Transperitonealis Profunda) maupun insisi vertikal (SC klasik/corporal).4
Leveno, dkk (2003) menyatakan bahwa definisi ini tidak mencakup pengeluaran
janin dari rongga abdomen pada kasus ruptur uterus atau pada kasus kehamilan
abdomen.3

II. Insidensi
Pada tahun-tahun terakhir ini, kelahiran seksio sesaria meningkat tajam,
sebagian besar karena meluasnya pengenalan tanda dan gejala gawat janin secara
dini. Salah satu alasan utama peningkatan ini adalah seksio sesaria ulangan pada
bekas seksio sesaria itu sendiri. Kemungkinan sebab lain peningkatan frekuensi
seksio sesaria adalah penurunan paritas pada kebanyakan wanita hamil. Hampir
separuh wanita adalah nullipara. Dengan demikian dapat diperkirakan
meningkatnya tindakan seksio sesaria pada keadaan-keadaan yang memang lebih
sering dijumpai pada nullipara.1,2
Angka seksio sesaria di Amerika Serikat pada tahun 1984 sebesar 21%,
24,7% pada tahun 1988 dan menjadi 30% pada tahun 2000. Indikasi untuk
melakukan seksio sesaria secara statistik adalah pernah seksio sesaria (36%),
distosia (30%), malpresentasi (11%), gawat janin (10%). Di Inggris angka seksio
sesar sebesar 13% pada tahun 1992 dan di Belanda pada tahun 1991 sebesar 7,9%,

sedangkan di Australia dilaporkan 20,3% pada tahun 1995. Namun berdasarkan
National Center for Health Statistic terjadi penurunan menjadi 22,7% dari 4,18
juta kelahiran hidup pada tahun 1990. Di Indonesia dari 12 rumah sakit
pendidikan angka seksio sesaria jauh lebih rendah bervariasi antara 2,1–11,8%.
Sedangkan di RSUP dr. Mohammad Hoesin Palembang pada tahun 1989 terdapat
11,07%.1,5,6,7
Secara statistik, indikasi seksio sesaria sebagian besar (36%) adalah akibat
riwayat seksio sesaria, kemudian distosia (30%), malpresentasi (11%), dan gawat
janin (10%). Penelitian lain menemukan kejadian seksio sesaria pada riwayat
seksio sesaria bervariasi antara 36,33% (Adyana, 1966), 64,1% (Anwar dan
Gandamiharja, 1996), dan 70% (Yusrizal, 1997). Tingginya angka seksio sesaria
pada riwayat seksio sesaria disebabkan masih ada anggapan bahwa sekali seksio
sesaria, maka persalinan berikutnya harus dengan seksio sesaria lagi. Hal ini
terjadi akibat kekhawatiran akan risiko ruptura uteri, terutama pada teknik
korporal, yaitu 4-14%.2,3,4,10,11,12

III. Indikasi
American College of Obstetricians and Gynecologists (ACOG) pada tahun
1999 dan 2004 memberikan rekomendasi untuk menyeleksi pasien yang
direncanakan untuk persalinan pervaginal pada bekas seksio sesarea. Menurut
Cunningham FG (2001) kriteria seleksinya adalah berikut :
a. Riwayat 1 atau 2 kali seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim.
b. Secara klinis panggul adekuat atau imbang fetopelvik baik
c. Tidak ada bekas ruptur uteri atau bekas operasi lain pada uterus
d. Tersedianya tenaga yang mampu untuk melaksanakan monitoring,
persalinan dan seksio sesarea emergensi.
e. Sarana dan personil anastesi siap untuk menangani seksio sesarea
darurat1,3,5
Menurut Cunningham FG (2001) kriteria yang masih kontroversi adalah :
a. Parut uterus yang tidak diketahui
b. Parut uterus pada segmen bawah rahim vertikal

c. Kehamilan kembar
d. Letak sungsang
e. Kehamilan lewat waktu
f. Taksiran berat janin lebih dari 4000 gram1,5
Sementara berdasarkan POGI (Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia),
dilakukan persalinan pervaginam jika: 4
a. Imbang feto pelvik baik
b. Perjalanan persalinan normal

Untuk memprediksi keberhasilan penanganan persalinan pervaginal bekas seksio
sesarea, beberapa peneliti telah membuat sistem skoring. Adapun skoring yang
ditentukan untuk memprediksi persalinan pada wanita dengan bekas seksio
sesarea adalah sebagai berikut:1,5
Tabel 1 . Skor VBAC menurut Flamm dan Geiger (1997)
No

Karakteristik

Skor

1

Usia < 40 tahun

2

2

Riwayat persalinan pervaginal
- sebelum dan sesudah seksio sesarea

4

- persalinan pervaginal sesudah seksio sesarea

2

- persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea

1

- tidak ada

0

3

Alasan lain seksio sesarea terdahulu

1

4

Pendataran dan penipisan serviks saat tiba di Rumah Sakit dalam keadaan

5

Inpartu:
- 75 %

2

- 25 – 75 %

1

- < 25 %

0

Dilatasi serviks > 4 cm

1

Interpretasi:

Skor

Angka Keberhasilan

0-2

42-49%

3

59-60%

4

64-67%

5

77-79%

6

88-89%

7

93%

8-10

95-99%

total

74-75%

Tabel 2. Skor VBAC menurut Weinstein Factor
No.

Tidak

Ya

1. Bishop Score 4

0

4

2. Riwayat persalinan pervaginal sebelum seksio sesarea

0

2

3. Indikasi seksio sesarea yang lalu


Malpresentasi,Preeklampsi/Eklampsi, Kembar

0

6



HAP, PRM, Persalinan Prematur

0

5



Fetal Distres, CPD, Prolapsus tali pusat

0

4



Makrosemia, IUGR

0

3

IV. Kontraindikasi
Kontra indikasi mutlak melakukan VBAC adalah :
a. Bekas seksio sesarea klasik
b. Bekas seksio sesarea dengan insisi T
c. Bekas ruptur uteri
d. Bekas komplikasi operasi seksio sesarea dengan laserasi serviks yang luas
e. Bekas sayatan uterus lainnya di fundus uteri contohnya miomektomi
f. Disproporsi sefalopelvik yang jelas.
g. Pasien menolak persalinan pervaginal
h. Panggul sempit

i. Ada komplikasi medis dan obstetrik yang merupakan kontra indikasi
persalinan pervaginal1,5
Berdasarkan POGI, seksio primer dilakukan jika: 4
a. Plasenta previa
b. Vasa previa
c. CPD/FPD
d. Panggul patologik
e. Presentasi abnormal
f. Kelainan letak
g. Posterm dengan skor pelvik rendah
h. 2 kali seksio
i. Penyembuhan luka operasi yang lalu buruk
j. Operasi yang lalu kolporal/klasik

V. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi setelah tindakan seksio sesarea sebagai berikut:
a. Infeksi Puerperal (nifas)
Infeksi puerperal terbagi 3 tingkatan, yaitu:
a. Ringan: kenaikan suhu tubuh beberapa hari saja
b. Sedang: kenaikan suhu tubuh lebih tinggi, disertai dehidrasi dan sedikit
kembung.
c. Berat: dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai
pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal
karena ketuban yang telah pecah terlalu lama. 4
b. Perdarahan
Perdarahan dapat disebabkan karena banyaknya pembuluh darah yang terputus
dan terbuka, atonia uteri, dan perdarahan pada placental bed. Perdarahan
dapat mengakibatkan terbentuknya bekuan-bekuan darah pada pembuluh darah
balik di kaki dan rongga panggul.4
c. Luka Kandung Kemih

Tindakan seksio sesarea, apabila dilakukan dengan tidak hati-hati dapat
mengakibatkan luka pada organ lain seperti kandung kemih, yang dapat
menyebabkan infeksi.4

Menurut Landon komplikas VBAC terhadap maternal, antara lain:
a. Ruptur uteri,
Tanda-tanda ruptur uteri adalah sebagai berikut :


Nyeri akut abdomen



Sensasi popping (seperti akan pecah)



Teraba bagian-bagian janin diluar uterus pada pemeriksaan Leopold



Deselerasi dan bradikardi pada denyut jantung bayi



Presenting parutnya tinggi pada pemeriksaan pervaginal



Perdarahan pervaginal

b. Gangguan sistem tromboembolik,
c. Endometritis,
d. Kematian maternal dan gangguan-gangguan lain.1

VI. Diagnosis
VBAC dapat didiagnosis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yaitu
dengan adanya parut luka di perut.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi VBAC
a. Teknik operasi sebelumnya
Pasien bekas seksio sesarea dengan insisi segmen bawah rahim transversal
merupakan salah satu syarat dalam melakukan VBAC, dimana pasien dengan tipe
insisi ini mempunyai resiko ruptur yang lebih rendah dari pada tipe insisi lainnya.
Bekas seksio sesaria klasik, insisi T pada uterus dan komplikasi yang terjadi pada
seksio sesarea yang lalu misalnya laserasi serviks yang luas merupakan
kontraindikasi melakukan VBAC.1
b. Jumlah seksio sesarea sebelumnya
VBAC tidak dilakukan pada pasien dengan insisi korporal sebelumnya
maupun pada kasus yang pernah seksio sesarea dua kali berurutan atau lebih,

sebab pada kasus tersebut diatas seksio sesarea elektif adalah lebih baik
dibandingkan persalinan pervaginal.1
c. Penyembuhan luka pada seksio sesarea sebelumnya
Insisi uterus dengan potongan vertikal yang dikenal dengan seksio sesarea
klasik dilakukan pada otot uterus. Luka pada uterus dengan cara ini mungkin tidak
dapat pulih seperti semula dan dapat terbuka lagi sepanjang kehamilan atau
persalinan berikutnya.1
d. Indikasi operasi pada seksio sesarea yang lalu
Tabel 3. Hubungan indikasi seksio sesarea lalu dengan keberhasilan
penanganan VBAC
Indikasi seksio yang lalu

Keberhasilan VBAC (%)

Letak sungsang

80.5

Fetal distress

80.7

Solusio plasenta

100

Plasenta previa

100

Gagal induksi

79.6

Disfungsi persalinan

63.4

e. Usia Maternal
Dari penelitian didapatkan wanita yang berumur lebih dari 35 tahun
mempunyai angka seksio sesarea yang lebih tinggi.1
f. Usia kehamilan saat seksio sesarea sebelumnya
Pada usia kehamilan <37 minggu dan belum inpartu misalnya pada
plasenta previa dimana segmen bawah rahim belum terbentuk sempurna
kemungkinan insisi uterus tidak pada segmen bawah rahim dan dapat mengenai
bagian korpus uteri yang mana keadaannya sama dengan insisi pada seksio
sesarea klasik.1
g. Riwayat persalinan pervaginal
Pasien dengan bekas seksio sesarea yang pernah menjalani persalinan
pervaginal memiliki angka keberhasilan persalinan pervaginal yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien tanpa persalinan pervaginal.1

h. Keadaan serviks pada saat partus
Penipisan serviks serta dilatasi serviks memperbesar keberhasilan VBAC.
Induksi persalinan dengan misoprostol akan meningkatkan resiko ruptur uteri
pada maternal dengan bekas seksio sesarea.1

VII. Tatalaksana
Apabila VBAC tidak memungkinkan, maka dilakukan persalinan dengan
Seksio Sesaria. Teknik-teknik yang bisa dilakukan adalah:
I. Teknik Seksio Sesaria Klasik (Corporal)
a. Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi
dipersempit dengan kain suci hama
b. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sepanjang
± 12 cm sampai di bawah umbilikus lapis demi lapis sehingga kavum
peritoneal terbuka.
c. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi
d. Dibuat insisi secara tajam dengan pisau pada segmen atas rahim,
kemudian diperlebar secara sagital dengan gunting
e. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan. Janin dilahirkan
dengan meluksir kepala dan mendorong fundus uteri. Setelah janin lahir
seluruhnya, tali pusat dijepit dan dipotong di antara kedua penjepit.
f.

Plasenta dilahirkan secara manual. Disuntikkan 10 unit oksitosin ke dalam
rahim secara intramural.

g. Luka insisi segmen atas rahim dijahit kembali.
Lapisan I

: Endometrium bersama miometrium dijahit secara jelujur

dengan benang cat gut, khromik
Lapisan II

: Hanya miometrium saja dijahit secara simpul (berhubung

otot segmen atas rahim sangat tebal) dengan cat gut khromik.
Lapisan III
gut biasa.

: Perimetrium saja dijahit secara simpul dengan benang cat

h. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.Rongga
perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding perut
dijahit.2,3

Sumber: Ilmu bedah kebidanan, 2002
Gambar 1. Seksio sesaria secara klasik
Teknik seksio sesaria klasik (corporal) ini diindikasikan bila:
a. Bila terjadi kesukaran dalam memisahkan kandung kencing untuk
mencapai segmen bawah rahim, misalnya karena adanya perlekatanperlekatan akibat pembedahan akibat seksio sesaria yang lalu, atau
adanya tumor-tumor di daerah segmen bawah rahim.
b. Janin besar dalam letak lintang.
c. Plasenta previa dengan insersi plasenta di dinding depan segmen bawah
rahim. 2,3
d. Seksio sesaria yang diikuti dengan sterilisasi
e. Terdapat pembuluh darah besar sehingga diperkirakan akan terjadi
robekan di segmen bawah rahim dan perdarahan.
f. Kepala bayi telah masuk pintu atas panggul.
g. Grande multipara yang diikuti dengan histerektomi.6
Keuntungan dari teknik ini, antara lain:
a. Mudah dilakukan karena lapangan operasi relatif luas
b. Mengeluarkan janin lebih cepat
c. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

d. Sayatan bisa diperpanjang proksimal ataupun distal6
Kerugiannya, yaitu:
a.

Kesembuhan luka operasi cukup sulit

b. Kemungkinan terjadinya ruptura uteri kehamilan berikutnya lebih besar.
c.

Kemungkinan terjadinya perlekatan pada dinding abdomen lebih besar.6

II. Teknik Seksio Sesaria Transperitoneal Profunda
a. Mula-mula dilakukan disinfeksi pada dinding perut dan lapangan operasi
dipersempit dengan kain suci hama.
b. Pada dinding perut dibuat insisi mediana mulai dari atas simfisis sampai di
bawah umbulikus lapis demi lapis sehingga kavum peritoneal terbuka.
c. Dalam rongga perut di sekitar rahim dilingkari dengan kasa laparotomi.
d. Dibuat bladder flap, yaitu dengan menggunting peritoneum kandung
kencing (plika vesikouterina) di depan segmen bawah rahim secara
melintang. Plika vesikouterina ini disisihkan secara tumpul ke arah
samping dan bawah, dan kandung kencing yang telah disisihkan ke arah
bawah dan samping dilindungi dengan spekulum kandung kencing.
e. Dibuat insisi pada segmen bawah rahim 1 cm di bawah irisan plika
vesikouterina tadi secara tajam dengan pisau bedah ± 2 cm, kemudian
diperlebar melintang secara tumpul dengan kedua jari telunjuk operator.
Arah insisi pada segmen bawah rahim dapat melintang (transversal) sesuai
cara Kerr, atau membujur (sagital) sesuai cara Kronig.
f. Setelah kavum uteri terbuka, selaput ketuban dipecahkan, janin dilahirkan
dengan meluksir kepalanya. Badan janin dilahirkan dengan mengai kedua
ketiaknya. Tali pusat dijepit dan dipotong, plasenta dilahirkan secara
manual. Ke dalam otot rahim intamural disuntikkan 10 unit oksitosin.
Luka dinding rahim dijahit.
Lapisan I

: dijahit jelujur, pada endometrium dan miometrium

Lapisan II

: dijahit jelujur hanya pada miometrium saja.

Lapisan III

: dijahit jelujur pada plika vesikouterina.

g. Setelah dinding rahim selesai dijahit, kedua adneksa dieksplorasi.

h. Rongga perut dibersihkan dari sisa-sisa darah dan akhirnya luka dinding
perut dijahit.2,3
Teknik ini diindikasikan untuk:
a. Indikasi ibu


Pada primigravida dengan kelainan letak



Primi para tua yang disertai kelainan letak, disproporsi sefalopelvik
(disproporsi janin/ panggul)



Sejarah kehamilan dan persalinan yang buruk



Terdapat kesempitan panggul



Plasenta previa terutama pada primigravida



Solusio plasenta



Komplikasi kehamilan, yaitu preeklampsia sampai eklampsia



Setelah operasi plastik vagina



Gangguan perjalanan persalinan karena kista, mioma uteri, karsinoma
serviks, ruptur uteri.



Kehamilan disertai penyakit, seperti penyakit jantung, dan diabetes
melitus.

b. Indikasi janin


Gawat janin



Malpresentasi dan malposisi kedudukan janin



Prolaps tali pusat dengan pembukaan kecil



Kegagalan persalunan vakum atau forsep ekstraksi

Keunggulan teknik ini, antara lain:
a. Segmen bawah rahim lebih tenang
b. Kesembuhan lebih baik
c. Tidak banyak menimbulkan perlengketan
Kerugiannya, yaitu:
a. Terdapat kesulitan pada waktu mengeluarkan janin
b. Terdapat perluasan luka insisi dan menimbulkan perdarahan

Sumber: Ilmu bedah kebidanan, 2002
Gambar 2. Seksio sesaria transperitoneal profunda
III. Teknik Seksio-Histerektomi
a. Setelah janin dan plasenta dilahirkan dari rongga rahim, dilakukan
hemostasis pada insisi dinding rahim, cukup dengan jahitan jelujur atau
simpul
b. Untuk memudahkan histerektomi, rahim boleh dikeluarkan dari rongga
pelvis.
c. Mula-mula ligamentum profundum dijepit dengan cunam kocher dan
cunam oschner kemudian dipotong sedekqat mungkin dengan rahim, dan
jaringan yang sudah dipotong diligasi dengan benang catgut khromik no.0.
Bladder flap yang telah dibuat pada waktu seksio sesaria transpertoneal
profunda dibebaskan lebih jauh ke bawah dan lateral. Pada ligamentum
latum belakang dibuat lubang dengan telunjuk tangan kiri di bawah

adneksadari arah belakang. Dengan cara ini ureter akan terhindar dari
kemungkinan terpotong.
d. Melalui lubang pada ligamentum latum ini, tuba falopii, ligamentum
uteroovarica, dan pembuluh darah dalam jaringan tersebut dijepit dengan 2
cunam oshner lengkung dan di sisi rahim dengan cunam Kocher. Jaringan
di antaranya kemudian digunting dengan gunting Mayo. Jaringan yang
terpotong diikat dengan jahitan transfiks untuk hemostasis dengan catgut
no. 0.
e. Jaringan ligamentum latum yang sebagian adalah avaskular dipotong
secara tajam ke arah serviks. Setelah pemotongan ligamentum latum
sampai di daerah serviks, kandung kencing disisihkan jauh ke bawah dan
samping.
f. Pada ligamentum kardinale dan jaringan paraservical dilakukan penjepitan
dengan cunam Oshner lengkung secara ganda, dan pada tempat yang sama
di sisi rahim dijepit dengan cunam Kocher lurus. Kemusian jaringan di
antaranya digunting dengan gunting mayo. Tindakan ini dilakukan pada
beberapa tahap sehingga ligamentum kardinale terpotong seluruhnya.
Punctum ligamentum kardinale dijahit transfiks secara ganda dengan
benang catgut khromik no. 0
g. Demikian juga ligamentum sakrouterina kiri dan kanan dipotong dengan
cara yang sama dan diligasi secara transfiks dengan benang catgut
khromik no. 0
h. Setelah mencapai di atas dinding vagina serviks, pada sisi dcepan serbiks
dibuat irisan sagital dengan pisau, kemudian melaui insisi tersebut dinding
vagina dijepit dengan cunam Oshner melingkari serviks dan dinding
vagina dipotong tahap demi tahap. Pemotongan dinding vagina dapat
dilakukan dengan gunting atau pisau. Rahim akhirnya dapat diangkat.
i. Puntung vagina dijepit beberapa cunam Kocher untuk hemostasis. Mulamula puntung kedua ligamentum kardinane dijahitkan pada ujung kiri dan
kanan puntung vagina, sehingga terjadi hemostasis pada kedua ujung
puntung vagina. Puntung vagina dijahit secara jelujur untuk hemostasis

dengan catgut khromik. Puntung adneksa yang telah dipotong dapat
dijahitkan digantungkan pada puntung vagina, asalkan tidak terlalu
kencang. Akhirnya puntung vagina ditutup dengan retroperitonealisasi
dengan menutupkan bladder flap pada sisi belakang puntung vagina.
j. Setelah kulit perut dibersihkan dari sisa darah, luka perut ditutup lapis
demi lapis. 2,3

Sumber: Ilmu bedah kebidanan, 2002
Gambar 3. Seksio-histerektomi

DAFTAR PUSTAKA

1. Supono. Ilmu kebidanan bagian fisologis. Edisi ke-1. Palembang: Bagian
Obstetri dan Ginekologi RSUP/FK Unsri, 1982; 110-125
2. Cunningham FG, Mac Donald PC, Gant NF. Williams obstetrics. 20th ed.
Conecticut: Prentice Hall International Inc, 1993; 509-531, 435-443, 664-665

3. Plauce WC, Morrison JC, O’Sullivan MJ. Surgical obstetrics. Philadelphia:
WB Saunders Company, 1992; 405-429
4. Dickinson JE. Cesarean section. In: James DK, Steer PJ, Weiner CP et al. High
risk pregnancy management options. Second edition. London: WB Saunders
Company Ltd, 2000; 1217-1229
5. Husodo I. Pembedahan dengan laparotomi. Dalam: Wiknjosastro H. Saifudin
AB, Rachimhadhi T. Ilmu kebidanan. Edisi ketiga. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirahardjo, 1997; 863-875
6. Jones RO, Nagashima AW, Harnett-Goodman MM et al. Ruptur of low
transverse cesarean scars during trial of labor. Obstet Gynecol 1991; 71: 815817
7. Pangemanan WT dkk. Kecenderungan seksio sesar di RSUP Palembang
(1987-1989). KOGI VIII Palembang, 1990
8. Abadi A. Distosia karena kelainan panggul. Dalam: Wiknjosastro H, Saifuddin
AB, Rachimhadhi T. Ilmu kebidanan. Edisi ke-3. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1997:637-648
9. Syamsuddin KA. Distosia. Palembang: Laboratorium/UPF Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Unsri/RSUP, 1981:68-76
10. Adyana IB, Dewata L. Persalinan pada bekas seksio sesar di RSUP dr.
Sutoma tahun 1989-1993. Maj Obstet Ginekol 1996;20:5-6
11. Anwar R, Gandamihardja S. Tinjauan persalinan pervaginam pada bekas
seksio sesar di RS Hasan Sadikin Bandung selama 5 tahun (1991-1995).
Kumpulan Makalah KOGI X Padang, 1996:34-54
12. Yusrizal F, Qadar R, Alfin M, Syamsuddin K.A, Mahyuddin. Aplikasi
partograf WHO pada persalinan bekas seksio sesar selama 3 tahun (19941996) di RSUP Palembang. Makalah Lengkap POGI Cabang Palembang PITX
Ujung Pandang, 1997: 68-79
13. Caughey AB, Ship TD, Repke JT, Zelop CM, Cohen AC, Lieberman E. Rate
of uterine rupture during a trial labor in woman with one or two prior cesarian
deliveries. Am J Obstet Gynecol 1999;181:872-876

14. Martin ME. Vaginal birth after cesarean delivery. Clin Perinatal 1996;23:141153
15. Miller DA, Diaz FG, Paul RH. Vaginal birth after cesarean: a 10 years
experience. Obste Gynecol 1994;84:255-258
16. Flamm BL. Vaginal birth after cesarean reducing medical and legal risk. Clin
Obstet Gynecol 2001;44:622-629
17. Cheung VYT, Constantinescu OC, Ahluwalia BS, 2004. Sonographic
evaluation of the lower uterine segment in patients with previous cesarean
delivery. J Ultrasound Med 2004;23:1441-7
18. Sambaziotis H, Conway C, Figueroa R, Elimian A, Garry D. Second trimester
sonographic comparison of the lower uterine segment in pregnant women with
and without a previous cesarean delivery. J Ultrasound Med 2004;23:907-11
19. Asakura H, Nakai A, Ishikawa G, Suzuki S, Araki T. Prediction of uterine
dehiscence by measuring lower uterine segment thickness prior to onset of
labor. Evaluation by transvaginal ultrasonography. J Nippon Med Sch 2000.p
352-6.
20. Gotoh H, Masuzaki H, Yoshida A, Yoshimura S, Miyamura T. Ishimaru T.
Predicting incomplete uterine rupture with vaginal sonography during the late
second trimester in women with prior cesarean. Department of Obstetrics and
Gynecology, Nagasaki UniversitySchool of Medicine, Nagasaki, Japan.p 5969.
21. Anonymous. 1998. Premature Rupture of Membranes. No. 1. American
College of Obstetricians and Gynecologists Practice Bulletin: USA.
(http:/medical-library/journals/e_publish/secure/log.html, diakses 21 Oktober
2012).

22. Anonymous. 2004. Premature Rupture of Membranes (PROM) / Preterm
Premature Rupture of Membranes (PPROM). University of Virginia: USA.
(http://www.healthsystem.virginia.edu/uvahealth/peds_hrpregnant/online.cfm,
diakses 21 Oktober 2012).

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close