Keamanan Konsumen Terhadap Bahan Pengawet
Penggunaan bahan baku kosmetik di Indonesia telah ditetapkan melalui
Surat Keputusan Badan POM No. HK.00.05.4.1745 tentang kosmetik, Peraturan
Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kosmetik tahun 2004 dimana terdapat
lampiran mengenai bahan kosmetik yang dilarang, bahan kosmetik yang
diizinkan dengan batasan kadar dan penandaan, bahan pewarna, bahan
pengawet dan tabir surya yang diizinkan (Tranggono et al:154).
Di dalam buku pegangan yang berjudul Adequacy of Preservation, FDA
menyatakan
bahwa
terkontaminasi
kosmetik
“tidak
mikroorganisme
yang
harus
steril,
mungkin
tetapi
patogen,
tidak
dan
boleh
densitas
mikroorganisme yang non-patogen harus serendah mungkin. Kosmetik harus
tetap dalam keadaan demikian ketika digunakan oleh konsumen”. Kosmetik
khususnya untuk kulit sekitar mata, harus melalui proses pengetesan efek
pemakaian
bahan
pengawet
terhadap
kontaminasi
mikroorganisme
yang
mungkin ada. Buku pengangan tersebut selanjutnya menyatakan perlunya
pengawetan
yang
cukup
atas
shampo,
kosmetik
pembilas
rambut
dan
conditioner. Semua bakteri gram positif yang terdapat jumlah lebih besar dari
1.000 per gram harus diidentifikasi, sebagaimana halnya semua bakteri gram
negatif, jamur dan ragi (Tranggono et al:154).
Sifat-sifat bahan pengawet ideal: (Tranggono et al:158)
1.
Aktivitasnya berspektrum luas. Sudah tentu ini merupakan sifat yang paling
dasar, yaitu kemampuan bahan pengawet itu membunuh mikroorganisme.
Kemampuannya harus sama efektifnya baik dalam melawan bakteri (gram
positif dan negatif) maupun jamur (ragi dan cendawan). Kebanyakan bahanbahan pengawet berdaya aktif melawan bakteri atau jamur, tetapi tidak
dua-duanya sekaligus.
2.
Efektif dalam konsentrasi rendah. Karena bahan pengawet tidak menambah
kelarisan produk akhir di pasar. Kita ingin agar bahan pengawet itu
berfungsi pada konsentrasinya yang rendah. Ini juga akan mengurangi
biaya, meminimalkan efek toksisnya, dan tidak mengubah sifat-sifat fisik
kosmetik.
3.
Larut dalam air dan tidak larut dan minyak. Mikroorganisme tumbuh di
dalam fase air agar bisa berfungsi. Karena itu, bahan pengawet yang ideal
harus sangat larut dalam air dan sepenuhnya tidak larut dalam minyak. Ini
juga akan mencegah migrasi ke dalam fase minyak dalam stabilitas jangka
panjang.
4.
Aman digunakan.
Alasan
mengapa
FDA
(Food
and
Drug
Administration)
sangat
memperhatikan pengawet produk-produk kosmetik yang memadai:
1.
Efek langsung mikroorganisme pada kesehatan manusia
2.
Efek tidak langsung pada kesehatan manusia akibat kontaminasi dan
kerusakan
produk,
pemisahan
(separasi)
produk,
atau
terbentuknya
metabolit mikroba yang membahayakan kesehatan (Tranggono et al:155).
FDA terutama mengkhawatirkan pengawetanyan gkurang memadai dalam
kosmetik
yang
dipakai
untuk
daerah
mata,
kontaminasi
Pseudomonas
aeruginosa dapat menyebabkan pembusukan kornea mata dan kebutaan. Yang
disebut kosmetik untuk daerah mata mencakup produk-produk yang mungkin
kontak
dengan
kornea mata,
misalnya shampo,
krim pembilas rambut,
conditioner, krim-krim wajah, lotion dan cleanser (Tranggono et al:154).
Penting untuk tempat penyimpanan dan penanganan produk baru, dan
tempat pengolahan produk akhir yang bebas mikroorganisme, serta (Tranggono
et al:154):
1.
Masing-masing batch harus sudah melalui tes mikro sebelum dipasarkan.
2.
Masing-masing kosmetik harus dites mikro lagi untuk mengetahui efek
bahan pengawet selama pengembangan produk-produk di pasar. Efek
bahan pengawet ini harus cukup lama di dalam kosmetik tersebut.
Terdapat dua bahan pengawet yang terdaftar pada Prohibites Ingrediens
and Other Haradous Substances yang diawasi dengan ketat, yaitu:
1.
Hexachlorophene. Dengan pembatasan tertentu, boleh dipakai sebagai
bahan pengawet alternatif yang lain terbukti tidak efektif. Konsentrasinya
tidak boleh lebih dari 0,1 % dan tidak boleh digunakan dalam kosmetik
yang pemakaian normalnya mungkin pada selaput lendir .
2.
Senyawa merkuri. Pemakaiannya dalam kosmetik untuk kulit sekitar mata
dibatasi, tidak boleh lebih dari 65 ppm merkuri yang diperhitungkan
sebagai logam, dan itupun jika tidak tersedia pengawet lain yang efektif
dan aman.
Pemeriksa diinstruksikan untuk mengecek dan melaporkan semua produk
yang berisi bahan pengawet
hexachlorophone
dan alasan mengapa tidak
memakai pengawet yang lain. Mereka juga diinstruksikan untuk mengecek
penggunaan merkuri dan melaporkan jumlah konsentrasi yang digunakan
(Tranggono et al:155).
Dari instruksi itu kita dapat melihat bahwa pemakaian merkuri maupun
hexachlorophone sebagai pengawet di dalam kosmetik bisa ditoleransi asalkan
ada alasan kut dari pihak produsen bahwa pemakaian kedua bahan itu karena
tidak ada bahan pengawet lainnya yang memadai (Tranggono et al:155).
Dapus : Tranggono, Retno Iswari dan Latifah, Fatma.2007. Buku Pegangan Ilmu
Pengetahuan Kosmetik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama