Proses CPO

Published on January 2017 | Categories: Documents | Downloads: 115 | Comments: 0 | Views: 1339
of 188
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content


FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU
DAN KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL
DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DAN
MINYAK GORENG DI PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk











CHRISTIN IMELDA GIRSANG















SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Formulasi
Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil
di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro
Lestari, Tbk adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.


Bogor, Oktober 2007


Christin Imelda Girsang
F 351040151



ABSTRACT

CHRISTIN IMELDA GIRSANG. Strategy Formulation of Quality Control
and Food Safety Product of Crude Palm Oil at PT. Perkebunan Nusantara
III and Cooking Oil at PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Under the direction of
ENDANG GUMBIRA SA’ID, SAPTA RAHARJ A and DONALD SIAHAAN.

Deviation of CPO quality cause standard addition which be applied by
CPO’s importer countries like environmental and food safety standard. Therefore,
quality standard has been used by the food industry to fulfill the trade market and
consumer through of quality management system on ISO 9001:2000 and food
safety system with HACCP system approach.
The aim of this study was formulating strategy of quality control based on
quality management system and food safety management system. The research
method and data analyze was done with some steps, there were : (1) consumer
survey with weighting AHP (pairwise comparison) and QFD, (2) the valuation of
ISO 9001:2000 implementation with self assessment method ,(3) the valuation of
HACCP implementation with self assessment method, (4) the determination and
valuation of internal-external factors with pairwise comparison, (5) the
determination of company position with IE Matrix, and also (6) formulating the
alternative formula of quality control strategy with SWOT Matrix.
The result showed that the strategy should be done by PKS Rambutan were:
increasing commitment management to implementing SOP (Standard Operating
Procedure) of grading and SMK3 tightly; building the better sanitation
system/SSOP; increasing the production activity of specific quality (DOBI, PAH,
Dioxin, Pesticide residues, etc); increasing the customer loyalty with giving the
quality assurance by HACCP certification;, and also developing new
product/product diversification which employed the competitive advantage in
solving environment problems. The strategy that could be done by PMG Cap
Sendok were : development and relevant training SDM especially with the system
HACCP; increasing the product quality with give the quality assurance like ISO
and HACCP certification; increasing the production technology by advance
machine and equipment; and also developing new product/product diversification
which export oriented by performing a alliance strategic with the frying oil
foreign company by blending palm oil with soy oil, palm oil with corn oil, palm
oil with the other of vegetation oil in state export target.


Key words : strategy, quality control, food safety, ISO 9001:2000, HACCP, Crude
Palm Oil, cooking oil








i
RINGKASAN

CHRISTIN IMELDA GIRSANG. Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan
Keamanan Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III
dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk. Dibimbing oleh
ENDANG GUMBIRA SA’ID, SAPTA RAHARJ A dan DONALD SIAHAAN.

Beberapa penyimpangan mutu CPO yang terjadi, mengakibatkan adanya
penambahan standar yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor CPO seperti
standar lingkungan dan keamanan pangan. Oleh karena itu, untuk industri pangan
diberlakukan standar mutu dalam memenuhi keinginan pasar dan konsumen
melalui penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM) dengan pendekatan ISO 9000
dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan dengan pendekatan sistem Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP).
Penelitian bertujuan untuk membuat suatu formulasi strategi
pengendalian mutu berdasarkan Sistem Manajemen Mutu dan Sistem
Manajemen Keamanan Pangan. Metode penelitian dan analisis data
dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu : (1) survei konsumen dengan
pembobotan AHP (pairwise comparison) dan Quality Function Deployment
(QFD), (2) penilaian penerapan ISO 9001:2000 dengan metode Self Assessment,
(3) penilaian penerapan HACCP dengan metode Self Assessment, (4) penentuan
dan penilaian faktor internal dan eksternal perusahaan dengan pairwise
comparison, (5) penentuan posisi perusahaan dengan analisis Matriks IE, serta (6)
perumusan formulasi strategi pengendalian mutu dengan analisis Matriks SWOT.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa strategi yang perlu dilaksanakan oleh
pihak PKS Rambutan adalah : peningkatan komitmen manajemen dalam
pelaksanaan SOP Sortasi dan SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan
baku; pembangunan sistem sanitasi/SSOP yang baik; peningkatan standar mutu
CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI,
karoten, hidrokarbon, residu pestisida; peningkatan kepercayaan konsumen
terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi
HACCP; serta pengembangan produk baru/diversifikasi produk yang
mengekspoitasi keunggulan dalam mengatasi masalah lingkungan (Land
Application, pemanfaatan tandan kosong, pengurangan emisi metan dari limbah
cair menjadi biogas, dan sebagainya). Strategi yang dapat dilaksanakan oleh PMG
Cap Sendok adalah : pengembangan dan pelatihan SDM terutama terkait dengan
sistem HACCP; pemberian sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan
jaminan mutu kepada konsumen dalam peningkatan kualitas produk; peningkatan
teknologi produksi dengan perubahan mesin dan peralatan yang lebih maju; serta
pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor dengan mengadakan
aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng asing dengan cara mem-
blending minyak sawit dengan minyak kedelai, minyak sawit dengan minyak
jagung, minyak sawit dengan minyak nabati lain di negara tujuan ekspor.

Kata kunci : strategi, pengendalian mutu, keamanan pangan, ISO 9000:2000,
HACCP, Crude Palm Oil, minyak goreng

ii
FORMULASI STRATEGI PENGENDALIAN MUTU DAN
KEAMANAN PANGAN PRODUK CRUDE PALM OIL
DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III DAN
MINYAK GORENG DI PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk









CHRISTIN IMELDA GIRSANG














Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian












SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2007
iii
Judul Tesis : Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan
Pangan Produk Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara
III dan Minyak Goreng di PT. Astra Agro Lestari, Tbk
NAMA : Christin Imelda Girsang
NRP : F 351040151




Disetujui,

Komisi Pembimbing





Prof. Dr. Ir. Endang Gumbira Sa’id, MA. Dev
Ketua






Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Dr. Ir. Donald Siahaan
Anggota Anggota




Diketahui,


Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Teknologi Industri Pertanian





Dr. Ir. Irawadi J amaran Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS




Tanggal Ujian : Tanggal Lulus :

iv
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena
berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul
“Formulasi Strategi Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan Produk
Crude Palm Oil di PT. Perkebunan Nusantara III dan Minyak Goreng di PT.
Astra Agro Lestari, Tbk”. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri
Pertanian.
Melalui kesempatan ini, penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat Prof. Dr. Ir. Endang
Gumbira Sa’id, MA.Dev; Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA; dan Dr. Ir. Donald Siahaan
selaku komisi pembimbing atas segala curahan waktu, bimbingan, arahan, nasehat
dan dorongan moral kepada penulis sejak awal hingga selesainya tesis ini.
Penghargaan dan ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
Direktur Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Dr. Ir. Witjaksana
Darmosarkoro yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk
mengerjakan proyek penelitian ini. Secara khusus penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang terdalam kepada Staf/Pegawai Laboratorium Pengolahan Hasil
dan Mutu (Lab PAHAM-PPKS), Ibu Sabarida Silalahi, Bapak Pontas Siahaan, Ibu
Ijah, Lia, J hon, serta Maslan Sinaga atas bantuannya selama penulis berada di
Medan dan dalam pengumpulan data di lapangan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Rediman Silalahi
selaku Manajer PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan Bapak
Pudjianto selaku General Manager PT. Astra Agro Lestari, Tbk divisi Refinery–
Fractionation yang telah bersedia menjadi pakar dan memberikan banyak
masukan selama penulis mengadakan penelitian di lapangan. Tak lupa juga
penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Ponten M. Naibaho (PT.
SUCOFINDO), Dr. Razak Purba (PPKS), Drs. Wagino (PKS Rambutan), Ir.
Suyono (PKS Rambutan), Ir. Darwin (PT. AAL, Tbk), Makmur Siregar (PT.
AAL, Tbk), Ir. Irwanto (PT. AAL, Tbk), serta Ir. Syarief Lambaga (PT. MAL)
yang telah bersedia menjadi pakar dan memberikan curahan pemikiran dan
pendapat dalam tesis ini. Demikian juga, penulis menyampaikan rasa terima kasih
kepada Staf/Pegawai PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan PT. Astra
Agro Lestari, Tbk divisi Refinery–Fractionation atas segala bantuannya selama
penulis berada di lapangan.
Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan
kepada kedua orangtua tercinta, Ir. Annel Girsang dan Nella Samosir, S.Pd beserta
saudara-saudariku terkasih, Ir. Fransisca J uniaty; Hardi Utami, SE; Mona Yosefa,
S.Pd; Fenny Krisna dan Anfrischa Chrisyofi yang tiada henti memberikan kasih
sayang, doa dan dukungannya selama ini.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman GBI Ciomas
Ministry, rekan-rekan TIP 2004, teman-teman PMK MEKAR, teman-teman
Parmasi IPB, temen-temen LaPriezta, teman-teman Gladys, teman-teman Arini,
atas kasih persaudaraan, persekutuan, dukungan doa, dan motivasinya kepada
penulis selama ini. Dan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu yang telah memberikan doa dan dukungan kepada penulis selama ini.
v
Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak lepas dari kekurangan, oleh karena
itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekalian demi
kesempurnaannya di masa yang akan datang. Akhir kata, penulis berharap semoga
tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.


Bogor, Oktober 2007

Christin Imelda Girsang







































vi
RIWAYAT HIDUP


Penulis adalah putri ketiga dari Bapak Ir. Annel Girsang dan Ibu Nella
Samosir, S.Pd yang dilahirkan di Pematangsiantar, Sumatera Utara pada tanggal
24 Mei 1980. Pada tahun 1999, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Pematangsiantar
dan diterima di J urusan Teknologi Industri Pertanian, Program Studi Teknologi
Pertanian, Universitas Udayana, Bali.
Setelah menyelesaikan studi strata satu dan memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian tahun 2004, penulis langsung melanjutkan studi pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis pernah menjadi
anggota MAKSI, pernah memperoleh piagam penghargaan dengan IPK 4.00 dan
beberapa kali mengikuti berbagai kegiatan ilmiah yang dilakukan baik di dalam
maupun di luar lingkungan kampus.










vii
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii

PENDAHULUAN.. .......................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian ..................................................................................... 4
Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 4
Kegunaan Penelitian .............................................................................. 5

TINJ AUAN PUSTAKA .................................................................................. 6
Mutu Pangan ........................................................................................... 6
Sistem Manajemen Mutu ISO 9001 : 2000.............................................. 7
Sistem Manajemen Keamanan Pangan ................................................... 9
Keamanan Pangan ............................................................................ 9
Good Manufacturing Practice (GMP) dan Sanitation
Standard Operating Procedures (SSOP) ......................................... 11
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) .......................... 12
Crude Palm Oil (CPO) ............................................................................ 14
Minyak Goreng Sawit............................................................................... 18

METODOLOGI PENELITIAN ....................................................................... 21
Kerangka Pemikiran................................................................................. 21
Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................. 23
Tata Cara Pengumpulan Data................................................................... 23
Analisis Data............................................................................................. 25
Metode Pembobotan AHP................................................................ 25
Metode Quality Function Deployment (QFD).................................. 28
Metode Self Assessment ................................................................... 34
Metode Analisis SWOT..................................................................... 34

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN.......................................................... 37
PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)........................ 37
Sejarah Perusahaan ......................................................................... 37
Letak Pabrik ..................................................................................... 38
Struktur Organisasi Perusahaan ....................................................... 38
Produk dan Bahan Baku ................................................................... 39
Proses Produksi CPO........................................................................ 39
PT. Astra Agro Lestari, Tbk .................................................................... 53
Sejarah Perusahaan ......................................................................... 53
Lokasi Pabrik ................................................................................... 54
Struktur Organisasi Perusahaan ....................................................... 54
Produk dan Bahan Baku ................................................................... 57
Proses Produksi Minyak Goreng Cap Sendok.................................. 57

viii
Halaman
ANALISIS QUALITY FUNCTIONAL DEPLOYMENT (QFD) ...................... 67
Konsumen CPO ....................................................................................... 67
Konsumen Minyak Goreng ..................................................................... 75

PENILAIAN SISTEM MANAJ EMEN MUTU (SMM) ISO 9001 : 2000....... 83
Manajemen Umum................................................................................... 83
Manajemen Pemasok................................................................................ 86
Manajemen SDM dan Infrastruktur.......................................................... 87
Manajemen Operasional ........................................................................... 89

PENILAIAN SISTEM MANAJ EMEN KEAMANAN PANGAN HACCP.... 95
Kebijakan Mutu ....................................................................................... 96
Organisasi ................................................................................................. 97
Deskripsi Produk...................................................................................... 98
Persyaratan Dasar..................................................................................... 99
Bagan Alir Proses .................................................................................... 117
Prinsip HACCP ........................................................................................ 118
Penanganan Konsumen............................................................................. 121
Prosedur Recall......................................................................................... 121
Perubahan/Revisi/Amandemen Dokumen................................................ 121

STRATEGI PENGENDALIAN MUTU .......................................................... 123
PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III........................................ 123
Faktor-Faktor Lingkungan Internal................................................... 123
Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal ................................................ 124
Analisis Matriks IFE dan EFE.......................................................... 125
Perumusan Alternatif Strategi .......................................................... 128
PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk...................................... 130
Faktor-Faktor Lingkungan Internal................................................... 130
Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal ................................................ 131
Analisis Matriks IFE dan EFE.......................................................... 132
Perumusan Alternatif Strategi .......................................................... 134

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 137
Kesimpulan............................................................................................... 137
Saran......................................................................................................... 137

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 139
LAMPIRAN ..................................................................................................... 142








ix
DAFTAR TABEL

Halaman
1. Produksi dan Ekspor CPO tahun 1994 – 2006 ........................................... 16
2. Standar Mutu Minyak Sawit Berdasarkan SNI 01-2901-1992................... 18
3. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 01-3741-2002................ 19
4. Daftar Nama Pakar ..................................................................................... 24
5. Nilai dan Defenisi Pendapat Kualitatif dari Skala Perbandingan Saaty... 26
6. Nilai Indeks Random (RI).......................................................................... 27
7. Model Matriks SWOT ................................................................................ 36
8. Kriteria Kematangan TBS, Persyaratan Mutu dan Komposisi Panen
yang Ideal .................................................................................................... 41
9. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu CPO................................ 67
10. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu CPO................................................. 67
11. Hasil analisis Planning Matriks untuk Atribut CPO PKS Rambutan,
PT. Perkebunan Nusantara III .................................................................... 69
12. Hasil Analisis Matriks Technical Proses CPO .......................................... 69
13. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu CPO
PKS Rambutan ........................................................................................... 71
14. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical
Correlations CPO ...................................................................................... 71
15. Hasil Analisis Technical Matrix CPO......................................................... 73
16. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu Minyak Goreng ............. 75
17. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu Minyak Goreng .............................. 75
18. Hasil Analisis Planning Matriks atribut Minyak Goreng Cap Sendok,
PT. Astra Agro Lestari, Tbk ....................................................................... 77
19. Hasil Analisis Matriks Technical Response Minyak Goreng .................... 77
20. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu Minyak Goreng
Cap Sendok ................................................................................................ 79
21. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical
Correlations Minyak Goreng .................................................................... 80
22. Hasil Analisis Technical Matrix Minyak Goreng ...................................... 81
23. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS
Rambutan dan PMG Cap Sendok .............................................................. 83
24. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Wakil Manajemen
Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ................................................. 85
25. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen
Pemasok Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok .................................. 87
26. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen
SDM dan Infrastruktur ............................................................................... 87
27. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen
Operasi Bagian QA/QC Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok .......... 90
28. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen
Operasi Bagian Penelitian dan Pengembangan (Research and Development)
di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok .................................................. 91
29. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada PPIC di
PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ...................................................... 91

x
Halaman
30. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Bidang
Produksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok ................................... 92
31. Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen
Operasi Bagian Penggudangan di PKS Rambutan dan PMG Cap
Sendok ........................................................................................................ 93
32. Penilaian Penerapan SMKP HACCP ......................................................... 95
33. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PKS Rambutan .................................. 123
34. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PKS Rambutan ............................... 125
35. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation
(EFE) PKS Rambutan ................................................................................ 126
36. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PMG Cap Sendok .............................. 130
37. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PMG Cap Sendok ........................... 131
38. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation
(EFE) PMG Cap Sendok ............................................................................ 133

































xi
DAFTAR GAMBAR


Halaman
1. Pendekatan Terintegrasi Dalam Pengendalian Keamanan
Mikrobiologis dan Mutu Pangan .......................................................... 10
2. Proses Pengolahan TBS menjadi CPO ...................................................... 18
3. Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Goreng .................................... 19
4. Diagram Alir Penelitian.............................................................................. 22
5. Rumah Mutu Perusahaan X ....................................................................... 30
6. House Of Quality PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III .......... 74
7. House Of Quality PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk........... 82
8. Posisi Matriks IFE dan EFE PKS Rambutan, PT. Perkebunan
Nusantara III .............................................................................................. 127
9. Matriks SWOT PKS Rambutan ................................................................. 129
10. Posisi Matriks IFE dan EFE PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro
Lestari, Tbk ................................................................................................ 134
11. Matriks SWOT PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk ............ 136






























xii
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Pohon Industri Kelapa Sawit ...................................................................... 145
2. Struktur Organisasi PKS Rambutan ........................................................... 147
3. Diagram Alir Proses Produksi CPO di PKS Rambutan ............................. 148
4. Struktur Organisasi PMG Cap Sendok, PT.Astra Agro Lestari,Tbk .......... 149
5. Diagram Alir Proses Bleaching Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok ........ 150
6. Diagram Alir Proses Deodorisasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok ..... 151
7. Diagram Alir Proses Fraksinasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok ....... 152
8. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap
Atribut Crude Palm Oil (CPO) .................................................................. 153
9. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap
Atribut Minyak Goreng Cap Sendok .......................................................... 154
10. Bagan Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III ....................................... 155
11. Standar Mutu CPO dan Kernel di PKS Rambutan ..................................... 156
12. Standar Mutu Minyak Goreng Cap Sendok ............................................... 157
13. Contoh Laporan Kinerja dan Penilikan PKS Rambutan ............................ 158
14. Contoh J adwal Perawatan Mesin dan Instalasi PKS Rambutan ................. 159
15. Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan,
PT. Perkebunan Nusantara III .................................................................... 160
16. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di
PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III ......................................... 166
17. Lembar Kerja Control Measures di PKS Rambutan, PT. Perkebunan
Nusantara III ............................................................................................... 168
18. Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok,
PT. Astra Agro Lestari, Tbk........................................................................ 170
19. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di
PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk......................................... 174
20. Lembar Kerja Control Measures di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro
Lestari, Tbk ................................................................................................ 176













xiii
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Saat ini, dunia memasuki era globalisasi yang berdampak terhadap sistem
perdagangan internasional yang bebas dan lebih terbuka. Keadaan ini memberi
peluang sekaligus tantangan bagi semua negara produsen. Sistem perdagangan
bebas memungkinkan produk yang dihasilkan suatu negara dapat masuk ke negara
lain, sehingga merupakan tantangan bagi semua negara agar produknya dapat
memasuki pasar internasional. Di sisi lain, persaingan ketat antar negara diikuti
oleh persaingan antar industri dalam menghasilkan produk yang bermutu.
Era perdagangan bebas ditandai dengan adanya kesepakatan World Trade
Organization (WTO) yang mengharuskan setiap negara anggotanya termasuk
Indonesia bersaing dengan negara lain dalam merebut peluang pasar yang
semakin terbuka lebar, diantaranya produk pangan. Dengan demikian, industri
pangan harus mampu meningkatkan daya saingnya melalui peningkatan unsur-
unsur daya saing, seperti mutu, efisiensi, produktivitas, layanan, harga dan
informasi yang didukung oleh teknologi dan sumber daya manusia (SDM) yang
baik. Untuk meningkatkan daya saing dan daya penerimaan di pasar global,
industri pangan harus menghasilkan produk yang tidak hanya enak dan bergizi,
tetapi juga aman untuk dikonsumsi.
Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, mutu
pangan adalah nilai yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan pangan,
kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan makanan, makanan dan
minuman. Berdasarkan pengertian tersebut, mutu pangan tidak hanya mengenai
kandungan gizi, tetapi mencakup keamanan pangan dan kesesuaian dengan
standar perdagangan yang berlaku.
Masalah mutu dan keamanan pangan terjadi di berbagai negara dunia.
Menurut laporan komisi Eropa yang dikutip dari www.europa.eu.int/comm/food/
fs/sfp/ras_index_en (18 Desember 2003), sepanjang tahun 2002 ditemukan
sebanyak 1528 kasus kontaminasi di Eropa, yang terdiri dari cemaran kimia, fisik,
mikroorganisme, residu pestisida, residu obat hewan, label, kemasan, radiasi dan
tindakan adulterasi. Negara yang mendapat peringatan dari Eropa mengenai kasus
1
kontaminasi diatas adalah RRC (147 kasus), Thailand (143 kasus), Turki (141
kasus), dan Brasil (102 kasus). Indonesia sendiri berada pada urutan ke-13 dengan
39 kasus (Hermawan, 2005).
Masalah keamanan pangan telah menyebabkan masalah sosial dan ekonomi
dalam sistem kesehatan. Sebagai ilustrasi, di Amerika Serikat kerugian akibat
penyakit melalui makanan mencapai 37,1 miliar dolar Amerika per tahun, yang
mencakup biaya kesehatan dan kehilangan produktivitas. Pada tahun 1991, Peru
mengalami kerugian akibat kontaminasi produk perikanan sebesar 700 juta dolar
Amerika. Oleh karena itu, untuk industri pangan diberlakukan standar mutu untuk
memenuhi keinginan pasar dan konsumen melalui penerapan Sistem Manajemen
Mutu (SMM) dengan pendekatan ISO 9000 dan Sistem Manajemen Keamanan
Pangan dengan pendekatan sistem Hazard Analysis Critical Control Point
(HACCP).
Minyak Goreng merupakan salah satu hasil industri pengolahan pangan
yang sangat potensial, karena dikonsumsi masyarakat Indonesia setiap hari. CPO
(Crude Palm Oil) yang menjadi bahan baku minyak goreng juga memiliki potensi
yang sangat besar dikarenakan produk hilir yang dihasilkannya cukup banyak,
antara lain sabun, mentega, bahan-bahan pembersih, minyak makan, pakan ternak,
dan lain-lain. Cakupan pemasaran CPO dan konsumen minyak goreng sangat luas,
karena CPO yang dihasilkan juga diekspor ke negara lain seperti kawasan Eropa
yaitu Belanda, Spanyol, J erman, Italia; kawasan Asia yaitu India, Pakistan, RRC,
Bangladesh; dan kawasan Amerika. Oleh karena itu, aspek mutu dan keamanan
pangan perlu diperhatikan. Adanya beberapa penyimpangan mutu CPO yang
terjadi, seperti kasus CPO yang tercampur solar di Belawan, ditemukannya
senyawa asing seperti pasir, tanah, dioxin, sudan red, dan lain-lain mengakibatkan
adanya penambahan standar yang diterapkan oleh negara-negara pengimpor CPO
seperti standar lingkungan, keamanan pangan, dan ketentuan-ketentuan
perdagangan. Salah satu contohnya adalah European Food Safety Legislation
yang menekankan tentang “food safety control in the palm oil chain”, yang
mengharuskan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) mengupayakan sistem jaminan
keamanan pangan sehingga CPO yang dihasilkan diterima oleh negara-negara
tujuan ekspor (Hiel, 2005). Selain itu, adanya penetapan ketentuan Notification
2
No. 120/2003-Customs oleh India yang membatasi bilangan asam menjadi 2 dan
kandungan betacarotene pada CPO sebesar 500-2.500 mg per kilogram
mengakibatkan Indonesia harus lebih memperhatikan mutu yang dikandung oleh
CPO yang akan diekspor. Menurut MPOB (2005), saat ini banyak isu tentang
keamanan pangan produk minyak sawit diantaranya sebagai berikut : (1)
kandungan agrochemical pada bahan baku CPO yang mencemari produk akhir
untuk pangan, (2) ketelusuran yang jelas mengenai bahan kimia yang digunakan
selama penanaman dan pemeliharaan kelapa sawit : jenis, frekuensi, dan dosis, (3)
kontaminasi mikroorganisme selama proses di Pabrik kelapa sawit (PKS), (4)
kontaminasi mineral oil pada CPO, (5) kandungan arsenic dalam Palm Kernel
Expeller Cake, dan (6) adanya kandungan logam berat, Polyaromatic hidrocarbon
(PAH), dan dioxins.
Indonesia mengungguli Malaysia dalam mengekspor CPO ke India, namun
pada kenyataannya para pembeli India seperti Pakistan dan beberapa negara Eropa
menghargai CPO Indonesia lebih rendah dari CPO Malaysia. Penyebabnya antara
lain: (1) kurang memadainya infrastruktur pelabuhan Indonesia yang
mengakibatkan India harus dibebani ongkos tambahan karena kapal harus
menunggu dua sampai tiga hari, bahkan enam hari. Keterbatasan tersebut
mengakibatkan semakin tingginya biaya demorage (waktu tunggu), (2) promosi
CPO Indonesia kurang memadai, sehingga sejumlah pembeli di India kurang
diyakini terhadap mutu CPO Indonesia. Selain itu, CPO Indonesia terjerat isu
bahwa dalam proses pemurnian CPO, banyak bahan kimia yang digunakan
sehingga para importir membeli CPO Indonesia lebih murah dibandingkan
Malaysia.
Titik-titik kritis pada pengolahan pangan perlu diketahui untuk memberikan
jaminan keamanan pangan yang memadai, karena pengawasan pangan yang hanya
mengandalkan uji pada produk akhir tidak akan mampu memberikan jaminan
keamanan terhadap keamanan produk pangan yang beredar di pasaran, oleh
karena itu HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) sebagai satu-satunya
sistem jaminan mutu dengan basis keamanan pangan yang menjadi acuan bagi
industri pangan di seluruh dunia perlu diterapkan.

3
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat suatu formula
strategi pengendalian mutu berdasarkan Sistem Manajemen Mutu (SMM)
dan Sistem Manajemen Keamanan Pangan (SMKP) yang diharapkan dapat
meningkatkan dan menjamin mutu produk CPO dan minyak goreng yang
aman dan sesuai dengan keinginan dan harapan konsumen.

RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di industri CPO (Crude Palm Oil) di Pabrik
Kelapa Sawit (PKS) Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III dan industri
minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari,
Tbk. Sumatera Utara. Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini tidak membandingan kedua industri, tetapi merupakan
rangkaian dari produk hulu ke produk hilir.
2. Menganalisa faktor-faktor mutu CPO dan minyak goreng yang
diinginkan konsumen.
3. Menganalisa dan menilai sejauh mana penerapan sistem manajemen
mutu (SMM) di industri pengolahan CPO di PKS Rambutan, PT.
Perkebunan Nusantara III dan industri minyak goreng di Pabrik Minyak
Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk.
4. Menganalisa dan menilai sejauh mana penerapan sistem manajemen
keamanan pangan (SMKP) di industri pengolahan CPO di PKS
Rambutan, PT. Perkebuann. Nusantara III dan industri minyak goreng di
Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk.
5. Menentukan dan menilai faktor-faktor internal dan eksternal yang
berpengaruh terhadap peningkatan mutu CPO di PKS Rambutan, PT.
Perkebunan Nusantara III dan minyak goreng di Pabrik Minyak Goreng Cap
Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk.
6. Membuat formulasi strategi pengendalian mutu guna peningkatan mutu
produk CPO dan Minyak Goreng.


4
KEGUNAAN PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Sebagai alat bantu dalam pengambilan kebijakan mutu bagi industri CPO di
PT. Perkebunan Nusantara III dan Industri minyak goreng di PT. Astra Agro
Lestari, Tbk.
2. Sebagai alat bantu bagi pemerintah daerah dan instansi terkait untuk
menetapkan sistem jaminan mutu dan keamanan mutu CPO dan minyak
goreng.
3. Memberikan kontribusi pemikiran dalam pengendalian mutu dan kebijakan
perusahaan mengenai Sistem Manajemen Mutu (SMM), Sistem
Manajemen Keamanan Pangan (SMKP), dan strategi pengendalian mutu
bagi produk CPO dan minyak goreng.

















5
TINJAUAN PUSTAKA

MUTU PANGAN
Arti mutu secara umum berbeda-beda tergantung dari rangkaian kata
atau kalimat dimana istilah mutu digunakan. Mutu merupakan karakteristik
secara total dari produk atau jasa yang dihasilkan produsen yang berhubungan
dengan konsumen. Deming (1969) menyatakan bahwa mutu seharusnya
mengarah pada kebutuhan konsumen pada saat ini maupun yang akan datang.
Mutu pangan sebagai salah satu unsur daya saing sangat terkait dengan
penerimaan konsumen yang memiliki keinginan dan tuntutan yang terus
bergerak. Perkembangan mutu pangan tidak terlepas dari perkembangan era
mutu. Era mutu dimulai dari kegiatan inspeksi produk kemudian berkembang
menjadi pengawasan mutu pada tahun 1920-an yang menekankan pada
pengukuran. Arah perkembangan mutu pada tahun 1960-an kemudian bergerak
kepada kegiatan pengendalian mutu dengan pendekatan statistika (statistical
process control atau statistical quality control). Pada tahun 1980-an mutu
berorientasi ke jaminan mutu (Quality Assurance/QA), sehingga akhirnya pada
tahun 1990-an manajemen mutu mengarah kepada manajemen mutu total
(TQM).
Mutu saat ini, tidak lagi hanya didasarkan pada karakteristik-
karakteristik fungsional yang konvensional, tetapi telah berkembang juga
karakteristik-karakteristik atau atribut-atribut mutu baru seperti karakteristik
psikologis (sifat-sifat sensori dan luxury), shelf life, kepraktisan/kemudahan
(makanan siap santap) dan cepat saji (fast food). Karakteristik keamanan
pangan (food safety) dan pengaruhnya terhadap kesehatan konsumen menjadi
penting atau sebagai kekuatan daya saing, apalagi untuk tujuan ekspor. Dalam
pengembangannya, pertimbangan utama dalam pembuatan standar mutu yang
dilakukan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC) lebih mengarah kepada
upaya untuk memenuhi kesehatan konsumen (Wirakartakusumah dan
Kadarisman, 1995). Menurut Baadilla (1996), sesuai dengan tuntutan
konsumen produk pangan harus memenuhi persyaratan mutu yang meliputi
lima aspek dengan urutan prioritasnya sebagai berikut : (1) aspek keamanan,
6
(2) aspek citarasa, (3) aspek nutrisi, (4) aspek estetika dan bisnis, serta (5)
aspek halal.
Pendekatan mutu perusahaan adalah mengembangkan dan menerapkan
mutu melalui sistem yang mencakup struktur organisasi, tanggung jawab,
prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan pada penerapan
manajemen mutu. Sistem mutu yang diterapkan dalam semua rantai produk
dimulai dari pembelian dan desain, procurement dan produksi sampai distribusi
dan penjualan. Standar khusus dalam sistem mutu, diantaranya ISO 9000 yang
merupakan standar manajemen mutu dan jaminan mutu. Dalam mencapai
keberhasilan bisnis jangka panjang digunakan pendekatan yang berdasarkan
pada partisipasi semua anggota dalam organisasi, yaitu TQM melalui
komitmen dan partisipasi yang besar dari semua kekuatan kerja untuk
mendapatkan kepuasan konsumen yang lebih baik (J ouve, 2000).

SISTEM MANAJEMEN MUTU
ISO 9001: 2000
ISO 9000 dikeluarkan oleh International Standarization For
Organization (ISO) yang berpusat di Genewa, Swiss. ISO 9000 merupakan
seri standar internasional untuk sistem mutu yang menspesifikasikan
persyaratan-persyaratan dan rekomendasi untuk desain dan penilaian dari
suatu sistem manajemen, dengan tujuan menjamin bahwa pemasok
(perusahaan) menyerahkan atau memproduksi barang dan atau jasa sesuai
persyaratan yang ditetapkan. Standar internasional seri ISO 9000 diterbitkan
dalam enam dokumen terpisah dengan nama ISO 8402, ISO 9000, ISO 9001,
ISO 9002, ISO 9003 dan ISO 9004 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996).
Seri ISO 9000 direvisi setiap enam tahun sekali dan pada tahun 2000
dilakukan revisi ISO 9000 (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996; Gaspersz, 2001).
Menurut Badan Standarisasi Nasional (2000) dalam revisi ISO tersebut
terdapat empat standar utama, di bawah ini :
ISO 9000 : Sistem manajemen mutu-konsep dan peristilahan
ISO 9001 : Sistem manajemen mutu-persyaratan
ISO 9004 : Sistem manajemen mutu-panduan
ISO 10011 : Panduan pengauditan sistem mutu.
7
Standar ISO 9001, ISO 9002 dan ISO 9003 yang berlaku dilebur menjadi
standar tunggal ISO 9001, sehingga dalam ISO 9000 revisi 2000 (ISO 9001 :
2000) hanya ada satu standar yang berisi persyaratan, yaitu ISO 9001. Standar
diatas menyarankan adopsi pendekatan proses saat mengembangkan,
mengimplementasikan dan memperbaiki keefektifan sistem manajemen mutu,
dalam rangka meningkatkan kepuasan pelanggan sesuai dengan persyaratan
(BSN, 2000).
Manfaat penerapan ISO 9001 : 2000 menurut Gaspersz (2001) adalah:
(1) meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan melalui jaminan mutu
yang terorganisasi dan sistematik, (2) meningkatkan citra perusahaan serta
daya saing dalam memasuki pasar global, (3) menghemat biaya dan
mengurangi duplikasi audit sistem mutu oleh pelanggan karena dilaksanakan
secara berkala, (4) membuka pasar baru karena nama perusahaan terdaftar
pada lembaga registrasi terpercaya, (5) meningkatkan mutu dan produktivitas
kerja manajemen melalui kerjasama dan komunikasi yang lebih baik, sistem
pengendalian yang konsisten serta pengurangan dan pencegahan pemborosan,
(6) meningkatkan kesadaran mutu perusahaan, dan (7) perubahan kultur kerja
karyawan menjadi kultur mutu.
Suatu organisasi untuk berfungsi efektif harus mengetahui dan
mengelola sejumlah kegiatan yang saling berhubungan. Suatu kegiatan yang
menggunakan sumber daya dan dikelola untuk memungkinkan transformasi
masukan menjadi luaran, dapat dianggap sebagai suatu proses. Seringkali
luaran suatu proses merupakan masukan bagi kegiatan berikutnya (BSN,
2000).
Menurut Gaspersz (2001), tahap-tahap penerapan SMM adalah (1)
komitmen dari manajemen puncak, (2) membentuk panitia pengarah atau
koordinator ISO, (3) mempelajari persyaratan SMM ISO 9001:2000, (4)
melakukan pelatihan terhadap semua anggota organisasi, (5) memulai peninjauan
ulang manajemen, (6) identifikasi kebijakan mutu, prosedur-prosedur yang
dibutuhkan dalam dokumen tertulis, (7) implementasi SMM, (8) memulai audit
sistem manajemen mutu dan (9) memilih register/lembaga sertifikasi mutu yang
terpercaya.
8
SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN
Keamanan Pangan
Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan,
keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah
pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan. Menurut Fardiaz
(1996), terdapat empat masalah utama dalam sistem keamanan pangan
Indonesia, sebagai berikut :
1. Masih banyak ditemukan produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan
kesehatan dalam peredarannya.
2. Masih banyak kasus penyakit dan keracunan melalui makanan, yang
sebagian besar belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya.
3. Masih banyak ditemukan sarana produksi dan distribusi pangan yang tidak
memenuhi persyaratan, terutama industri kecil atau industri rumah tangga
dan penjual makanan jajanan.
4. Rendahnya pengetahuan dan kepedulian konsumen terhadap keamanan
pangan.

Sesuai dengan Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen, konsumen berhak untuk mendapatkan keamanan dan keselamatan
dari produk yang digunakan. Oleh karena itu, produsen wajib untuk menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau yang diperdagangkan
sesuai dengan standar mutu yang berlaku.
Berbagai perangkat diperlukan dalam membangun pendekatan
terstruktur dan terintegrasi dalam menghasilkan produk pangan yang aman dan
bermutu tinggi. Pendekatan terintegrasi dalam pengendalian keamanan
mikrobiologis dan mutu pangan dapat dilihat pada Gambar 1.
9

Gambar 1. Pendekatan terintegrasi dalam pengendalian keamanan
mikrobiologis dan mutu pangan (ILSI dalam J ouve, 2000)


Dalam pendekatan tersebut, dokumen Good Manufacturing Practice
(GMP) yang berisi tentang cara-cara memproduksi makanan yang baik dan
syarat-syarat higienis yang menjelaskan kondisi dasar dalam kegiatan produksi
pangan higienis yang mencakup penggunaan peralatan pengolahan pangan
higienis, jadwal perawatan dan pembersihan peralatan dan fasilitas, serta
pelatihan dan kesehatan karyawan. Sistem HACCP merupakan pendekatan
terstruktur terhadap manajemen bahaya yang bertujuan untuk menjaga
keamanan produk dari bahaya biologis, kimia dan fisik yang dapat terjadi pada
produksi, distribusi dan penjualan pangan, serta mengendalikannya pada
tingkat yang aman (J ouve, 2000).
Menurut WHO (2000) penyakit melalui makanan yang terjadi dapat
disebabkan oleh konsumsi makanan seperti susu mentah, daging, unggas
mentah dan makanan yang tidak diolah dengan cepat, beberapa makanan laut
dan air minum. Beberapa penyebab terjadinya masalah kesehatan adalah
infeksi oleh Escherichia coli seperti E. coli 0157: H7, Listeria monocytogenes,
dan Vibrio cholera. Selain itu, ada beberapa penyebab masalah keamanan
pangan yang lain, yaitu toksin alami pangan (misalnya, mikotoksin, biotoksin
laut, glikosida sianogenik), agen yang tidak biasa (seperti freon), persistent
organic pollutants (POPs) dan bahan metal.
10
Dalam CPO yang merupakan bahan baku produk pangan,
dikhawatirkan terkandung beberapa bahan-bahan berbahaya yang tidak
dikehendaki, antara lain dioxin, PAH (polyaromatic hidrocarbon), logam
berat, pestisida, dan lain-lain (http://www.fediol.be, 2006). Hiel (2005) juga
pernah mengungkapkan bahwa ada beberapa kandungan bahan yang
dikhawatirkan terkontaminasi dalam CPO, dan ini dikarenakan oleh
penanganan bahan yang kurang baik mulai dari penanaman, pemanenan dan
transportasi buah, proses pengolahan, transportasi CPO, hingga tangki timbun
penyimpanan di pelabuhan.
Dalam hal ini, bahaya didefinisikan oleh National Advisory Committee
on Microbiologicul Criteria for Foods (NACMCF) sebagai bahan biologi, kimia
atau fisik yang dapat menyebabkan resiko kesehatan bagi konsumen.
Berdasarkan definisi tersebut, bahaya dapat dibagi menjadi tiga kelompok,
yaitu bahaya biologi, bahaya kimia dan bahaya fisik (Pierson dan Corlett,
1992). Melalui sistem HACCP, bahaya-bahaya tersebut dapat dicegah melalui
pengendalian titik-titik kritis di setiap tahapan proses produksi.

Good Manufacturing Practice (GMP) dan
Sanitation Standard Operating Procedure (SSOP)
Menurut Adams dan Moss (1995), GMP didefinisikan sebagai suatu
proses dalam industri pangan, dimana konsistensi produk akhir dari kualitas
keamanan mikrobiologi dimonitor dengan uji laboratorium atau saat proses
berlangsung. Di Indonesia, tuntutan kepada produsen pangan untuk
menghasilkan produk pangan yang bermutu, aman dikonsumsi dan memenuhi
keinginan konsumen lokal maupun global sudah menjadi perhatian pemerintah
melalui SK Menteri Kesehatan RI No. 23/MENKES/SK/I/1978 mengenai
pedoman cara berproduksi yang baik untuk makanan.
Tujuan dari penerapan GMP di industri pangan adalah untuk
menghasilkan produk bermutu sesuai dengan tuntutan konsumen. Menurut
J ouve (2000) dokumen GMP dan peraturan higiene lainnya terdiri dari
deskripsi dan definisi syarat-syarat kondisi higienis. Penerapan GMP,
pengendalian higiene dan uji mikrobial telah dilakukan oleh produsen,
pengolah dan pengatur kebijakan pangan, namun untuk memperkuat tujuannya
11
perlu diterapkan ketentuan lain seperti HACCP, penerapan konsep jaminan
mutu dan manajemen mutu.
Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP) adalah program
prasyarat yang dianjurkan oleh FDA dalam penerapan HACCP. Prosedur
tersebut merupakan alat bantu dalam penerapan GMP dan mempunyai
karakteristik yang umum pada sistem HACCP. Prosedur SSOP berisi tentang
perencanaan tertulis untuk menjalankan GMP, syarat agar penerapan GMP
dapat dimonitor dan adanya tindakan koreksi jika terjadi keluhan, verifikasi
dan dokumentasi (FDA, 1995).
SSOP menurut FDA (1995) terdiri dari delapan aspek kunci, yaitu: (1)
keamanan air untuk proses produksi, (2) kondisi kebersihan permukaan yang
kontak dengan bahan pangan termasuk peralatan, sarung tangan dan seragam
produksi, (3) pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter, (4)
penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet, (5)
perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang
kontak dengan bahan pangan seperti pestisida, pelumas, minyak dan bahan
pembersih, (6) pelabelan dan penyimpanan, (7) kontrol kesehatan pekerja, dan
(8) pencegahan hama penyakit.

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
Sistem HACCP adalah suatu sistem yang mengidentifikasi bahaya
spesifik yang mungkin timbul pada mata rantai produksi makanan dan
tindakan pencegahan untuk mengendalikan bahaya tersebut, dengan tujuan
menjamin keamanan makanan. Sistem HACCP merupakan pendekatan
sistematik untuk mengidentifikasi, menilai dan mengontrol bahaya, terutama
digunakan oleh produsen pangan dalam menghasilkan produk sehat dan aman
(J ouve, 2000).
Dasar konsep HACCP pertama kali dikembangkan pada tahun 1959 oleh
perusahaan Pillsbury yang bekerjasama dengan The National Aeronautics
and Space (NASA), the Natick Laboratories of the U.S Army and The
U.S. Air Space Laboratory Project Group untuk menghasilkan pangan
yang tidak terkontaminasi oleh bakteri patogen yang dapat menyebabkan sakit
12
pada astronot. Pemecahan dari masalah tersebut adalah melalui sistem
pencegahan terhadap pengawasan pada bahan mentah, proses, lingkungan,
karyawan, penyimpanan dan distribusi, sehingga dapat dihasilkan produk
dengan jaminan keamanan yang tinggi (Pierson and Corlett, 1992).
HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai produksi makanan,
mulai dari proses pertama sampai produk akhir. Menurut Fardiaz (1996) tujuan
HACCP terdiri dari tujuan umum dan khusus. Tujuan umum pelaksanaan
HACCP adalah meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah
atau mengurangi kasus keracunan dan penyakit melalui makanan. Tujuan
khususnya adalah sebagai berikut :
1. Mengevaluasi cara memproduksi makanan untuk mengetahui bahaya
yang mungkin timbul dari makanan.
2. Mempelajari cara memproduksi makanan dengan memberikan
perhatian khusus terhadap tahap-tahap proses yang dianggap kritis.
3. Memantau dan mengevaluasi cara-cara penanganan dan pengolahan
makanan, serta penerapan sanitasi dalam memproduksi makanan.
4. Meningkatkan inspeksi mandiri terhadap industri pangan oleh operator
dan karyawan.

Penerapan HACCP sebagai alat manajemen pada industri pangan
memberikan keuntungan, diantaranya mengefektifkan biaya yang digunakan
untuk memproduksi makanan yang aman, mencegah atau mengurangi
terjadinya masalah keamanan pangan, meningkatkan kepercayaan konsumen
terhadap produk dan menjaga kelangsungan usaha (Tompkin, 1994). Menurut
Fardiaz (1996) kegunaan HACCP terhadap industri pangan diantaranya,
mencegah penarikan produk, mencegah penutupan pabrik, meningkatkan jaminan
keamanan produk, mencegah kehilangan pembeli atau pasar, meningkatkan
kepercayaan konsumen, dan mencegah pemborosan biaya atau kerugian yang
mungkin timbul akibat masalah keamanan produk.
Tujuh prinsip dalam HACCP adalah (1) melakukan identifikasi bahaya
dan penetapan resiko, (2) penetapan Critical Control Point (CCP), (3) penetapan
batas kritis/limit kritis, (4) pemantauan CCP, (5) tindakan koreksi terhadap
13
penyimpangan, (6) verifikasi dan (7) dokumentasi (J ouve, 2000; Moy, et al.,
1994; Pierson dan Corlett, 1992).
Menurut J ouve (2000) dan Fardiaz (1996) terdapat 12 langkah yang dapat
dilakukan dalam HACCP, yaitu sebagai berikut (1) membentuk tim HACCP, (2)
mendeskripsikan produk, (3) mengidentifikasi pengguna yang dituju, (4) membuat
diagram alir, (5) verifikasi diagram alir di tempat, (6) mendaftar semua bahaya
potensial, melakukan analisis bahaya, menentukan tindakan pengendalian, (7)
menentukan CCP, (8) menetapkan batas kritis untuk setiap CCP, (9) menetapkan
sistem pemantauan untuk setiap CCP, (10) menetapkan tindakan koreksi untuk
penyimpangan yang mungkin terjadi, (11) menetapkan prosedur verifikasi, serta
(12) menetapkan penyimpanan catatan dan dokumentasi.
Menurut Basiron dan Chan (2005), kemungkinan bahaya yang memiliki
dampak terhadap keamanan pangan minyak sawit dapat dilihat dalam tiga area,
sebagai berikut :
(1) Udara, air, tanah, bahan baku dan bahan-bahan lain yang dimasukkan pada
saat pra-panen.
(2) Aktivitas dari sistem mempunyai dampak terhadap lingkungan, dimana
menghasilkan polusi air dan udara yang kemungkinan dapat menjadi sumber
zat pencemar yang masuk kembali ke sistem melalui suatu titik yang berbeda.
(3) Apabila ada tindakan untuk meningkatkan suatu manfaat dalam beberapa
bagian dari sistem, kemungkinan akan meningkatkan resiko kesehatan
manusia dalam bagian yang lain. Karenanya, keseluruhan sistem harus
dipertimbangkan ketika mempelajari dampak/resiko keamanan pangan dari
tindakan yang akan dilakukan.

CRUDE PALM OIL (CPO)
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) memiliki siklus produksi
ekonomis 25 tahun. Pada tiga tahun pertama disebut sebagai kelapa sawit muda
karena belum menghasilkan buah. Kelapa sawit mulai berbuah pada usia 30-36
bulan dan pada usia tujuh sampai lima belas tahun disebut sebagai periode matang
(the mature periode), dimana pada periode tersebut produksi Tandan Buah Segar
(TBS) mencapai puncaknya.
14
Semua komponen buah sawit dapat dimanfaatkan. Pelepah dan batang sawit
bisa dijadikan pulp dan kertas, pakan ternak serta furniture. Tandan kosong dapat
dimaanfaatkan sebagai pupuk kompos, pulp dan kertas, karbon, dan rayon.
Cangkang inti sawit dapat digunakan sebagai bahan bakar dan karbon, sedangkan
ampas inti sawit bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Serat mesokarp dapat
diolah menjadi medium density fibre-board dan bahan bakar. CPO dan PKO dapat
diolah menjadi produk pangan dan non pangan. Produk pangan antara lain minyak
goreng, margarin, shortening, emulsifier, minyak makan merah, susu kental
manis, vanaspati, confectioneries, es krim, dan yoghurt. Sedangkan produk non
pangan antara lain biodiesel, pelumas, lilin, senyawa ester, kosmetik, farmasi, dan
lain-lain (PPKS, 2006). Pohon industri kelapa sawit dapat dilihat pada
Lampiran 1.
CPO merupakan hasil dari unit pengolahan paling hulu dalam industri
pengolahan kelapa sawit, dimana prosesnya juga merupakan titik kritis dalam alur
hidup ekonomi buah kelapa sawit khususnya dan industri kelapa sawit umumnya.
Sifat yang krusial tersebut disebabkan oleh beberapa faktor penting berikut :
a. Sifat buah sawit yang segera mengalami kerusakan/penurunan mutu dan
rendemen bila tidak segera diolah.
b. CPO merupakan bahan antara industri olahan kelapa sawit dimana mutunya
menentukan dayagunanya untuk diolah menjadi produk akhir industri dan
konsumen rumah tangga seperti olein, stearin, minyak goreng, dan lain-lain.

Seiring dengan peningkatan luas lahan kelapa sawit perkebunan rakyat dan
swasta maka pangsa produksi CPO juga mengalami pergeseran. Pada tahun 1994
produksi minyak sawit adalah 2,8 juta ton, pada tahun 1999 produksi telah
mencapai 6 juta ton, dan tahun 2006 mencapai 15,1 juta ton. Produksi tersebut
dihasilkan oleh perkebunan rakyat, perkebunan negara dan perkebunan besar
swasta. Data produksi dan Ekspor CPO dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.







15
Tabel 1. Produksi dan Ekspor CPO tahun 1994 – 2006 (juta Ton)
Tahun Produksi Ekspor
1994 2,8 1,3
1995 3,5 1,7
1996 3,7 3,0
1997 5,4 1,5
1998 5,4 3,3
1999 6,0 4,1
2000 6,6 4,1
2001 7,9 5,0
2002 9,7 6,3
2003 10,0 6,4
2004 10,3 8,7
2005 13,5 10,4
2006 15,1 13,2
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2004

Peningkatan permintaan minyak sawit yang selama ini terjadi selain
disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan per kapita, juga
karena keunggulan komparatif minyak sawit tersebut dibandingkan jenis minyak
nabati lainnya seperti dijabarkan di bawah ini (PT. Bank Rakyat Indonesia dan
LMAA-IPB, 2001) :
1. Potensi produksi minyak kelapa sawit/ha tanaman sebesar 7-25 kali lebih
besar dibandingkan sumber minyak nabati lainnya, sehingga biaya
produksinya akan lebih murah dibandingkan minyak nabati lainnya.
2. Harga minyak sawit jauh lebih murah dibandingkan dengan jenis minyak
nabati lainnya.
3. Industri hilir yang berbahan baku minyak sawit sangat banyak dan
beragam baik untuk keperluan pangan maupun non pangan. Pemanfaatan
minyak sawit untuk oleokimia dan biodiesel dimasa mendatang akan
sangat menjanjikan, karena potensinya yang sangat besar.
4. Di dunia keteknikan, minyak sawit digunakan sebagai minyak pelumas
yang filmis (merata tanpa bolong), sehingga banyak diaplikasikan di
industri logam sebagai rolling oil.
5. Perkebunan kelapa sawit lebih menghutan sehingga dapat melestarikan
lingkungan dan pemanfaatan lahan yang optimal.
16
6. Kandungan asam lemak dalam minyak sawit sangat berimbang antara
asam lemak jenuh dan asam yang berikatan rangkap, sehingga kurang
membahayakan terhadap kesehatan manusia.
7. Kandungan vitamin A dan E yang cukup besar dalam minyak sawit yang
sangat bermanfaat dalam dunia kesehatan.

Selain hal tersebut di atas, Direktorat J enderal Perkebunan (2007)
mengatakan bahwa dari segi daya saing, minyak kelapa sawit memiliki kelebihan
dibandingkan minyak nabati lain, diantaranya : (1) produktivitas per hektar relatif
lebih tinggi dibandingkan minyak nabati lainnya, (2) merupakan tanaman tahunan
yang cukup handal terhadap berbagai perubahan agroklimat, dan (3) dari segi
aspek gizi, minyak kelapa sawit tidak terbukti sebagai penyebab meningkatnya
kadar kolesterol dalam tubuh, bahkan mengandung beta karoten sebagai Pro-
Vitamin A.
Keunggulan komparatif minyak sawit terhadap sumber nabati lain
menyebabkan pangsa minyak sawit makin hari makin meningkat. Dengan
berkembangnya industri yang menggunakan bahan baku minyak sawit, maka
kebutuhan tersebut terus meningkat. Beberapa industri yang menggunakan
minyak sawit adalah industri minyak goreng (34,2 % dari input), industri sabun
dan bahan-bahan pembersih (16,2 %), industri minyak makan (5,9 %), industri
mentega (1 %), industri pakan ternak (0,6 %) dan industri lainnya (3,7 – 8,7 %)
(PT. Bank Rakyat Indonesia dan LMAA-IPB, 2001).
Keunggulan komparatif minyak sawit di atas, sayangnya tidak diimbangi
dengan mutu minyak sawit yang baik. Menurut Setiadi Djohar, dkk (2003),
rendahnya mutu CPO disebabkan oleh bahan baku yang tidak baik. Banyaknya
buah restan yang diolah sangat mempengaruhi mutu CPO yang dihasilkan. Faktor
penyebab buah restan adalah faktor manusia (human error), alat dan fasilitas
pengangkutan yang tidak memadai, serta metode pengangkutan dan lingkungan
yang kurang mendukung. Di lain pihak, menurut Siahaan dan Erningpraja (2006),
parameter mutu yang paling menentukan pada rantai produksi kebun, proses
panen hingga pengangkutan ke PKS adalah asam lemak bebas dan DOBI (untuk
mutu); serta logam berat, residu pestisida dan hidrokarbon (untuk keamanan
17
pangan). Proses pengolahan TBS menjadi CPO secara umum dapat dilihat pada
Gambar 2, sedangkan Standar Mutu Minyak Sawit dapat dilihat pada Tabel 2.

















ABU INCINERATOR LAND APPLICATION

STERILISASI
THRESHER
TANDAN KOSONG
MATERIAL P[ASSING TO DIGESTER

CAIRAN MINYAK
FIBRE
12-16%
BIJ I
11 %
21 %
50 –65 %
DIGESTER
9-10%
PRESSING
40 %
23 %
MINYAK
6%
NOS SLUDGE
5-7%
CANGKANG
KERNEL
12 -15%
MINYAK
6-8%
BUANGAN
LIMBAH
4-6%
BOILER
92-94%
AIR CONDENSAT
Gambar 2. Proses Pengolahan TBS menjadi CPO (Naibaho, 2006)


Tabel 2. Standar Mutu Minyak Sawit/CPO Berdasarkan SNI 01-2901-2006
No Kriteria uji Satuan Persyaratan mutu
1.
2.
3.

4.
Warna
Kadar air dan kotoran
Asam lemak bebas
(sebagai asam palmitat)

Bilangan Yodium
-
%, fraksi massa
%, fraksi massa

g Yodium / 100 g
J ingga kemerah-merahan
0,5 maks
0,5 maks

50-55
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2006


MINYAK GORENG SAWIT
Menurut Surat Keputusan Direktur J enderal Pengawasan Obat dan
Makanan Nomor : 02240/B/SK/VII/91 tentang ”Pedoman Persyaratan Mutu serta
Label dan Periklanan Makanan”, yang dimaksud dengan minyak goreng (cooking
oil) adalah minyak yang diperoleh dari atau dengan cara memurnikan minyak
nabati, dengan tujuan untuk menghilangkan bahan-bahan logam, bau, asam lemak
18
bebas, dan zat-zat warna. Secara umum komponen utama yang sangat
menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya, karena asam lemak akan
menentukan sifat kimia maupun stabilitas minyak.
Salah satu bahan baku penghasil minyak goreng adalah CPO (Crude Palm
Oil). Disamping bahan baku utama, dalam proses pengolahan minyak goreng juga
dibutuhkan bahan pembantu, baik bahan kimia maupun bahan pengemas. Proses
produksi minyak goreng berbahan baku CPO pada dasarnya melalui dua tahap
yaitu proses rafinasi dan fraksinasi, yang mana keduanya merupakan satu
kesatuan proses. Rafinasi atau proses pemurnian adalah proses yang ditujukan
untuk menghilangkan zat-zat yang tidak dikehendaki yang ada di dalam CPO,
sehingga minyak menjadi bebas dari bau, FFA (Free Fatty Acid) yang rendah,
warna yang normal, dan residu lainnya, sedangkan fraksinasi adalah proses
pemisahan antara fraksi-fraksi yang ada dalam minyak goreng. Dalam proses
fraksinasi tersebut terjadi pemisahan stearin dan olein. Standar mutu minyak
goreng dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 01-3741-2002
No Indikator Satuan Syarat
1.
2.

3.

4.

5.
6.
7.
8.
Kandungan air
Bilangan peroksida

Kandungan Asam lemak bebas
(asam pelarut)
Kandungan logam berbahaya
(Pb, Cu, Mg)
Kandungan minyak pelikan
Bau / aroma
Warna
Rasa
%
mg oksigen /
100 oksigen
%

-

-
-
-
-
0.3 % maks
1.0 % maks

0.3 % maks

negatif

negatif
normal
normal
normal
Sumber : Badan Standarisasi Nasional, 2002

Menurut Timms (2003), untuk menghasilkan refined oils dengan mutu yang
baik, ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu sebagai berikut : (1) CPO yang
digunakan memiliki mutu yang tinggi, dimana memiliki FFA sebesar 2.5 – 5.0 %,
(2) proses refinery dilakukan dengan kondisi yang terkontrol baik dan menjaga
kandungan tocol sebagai antioksidan alami yang dikandung minyak, dan (3)
minyak disimpan pada tangki penyimpanan yang terbuat dari stainless steel atau
19
baja dengan lapisan epoksi untuk menjaga minyak dari proses oksidasi yang
disebabkan oleh besi.
Adapun proses pengolahan CPO menjadi minyak goreng secara garis
besarnya dibagi dalam dua tahapan, yaitu tahap pemurnian (refinery) dan tahap
pemisahan (fractionation). Tahap pemurnian terdiri dari penghilangan gum
(degumming), pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorization).
Tahap pemisahan terdiri dari proses pengkristalan (crystallization) dan pemisahan
fraksi. Urutan proses minyak goreng secara singkat dapat dilihat pada Gambar 3.


CPO

Proses degumming

Proses bleaching




NPO
Proses Filtrasi




RBDPO (Rifined Bleached Deodorized Palm Oil)
Proses deodorisasi

Proses Fraksinasi

Proses penyaringan
RBD Olein
RBD Stearin


Gambar 3. Diagram Alir Proses Pengolahan Minyak Goreng (Amang, 1996)







20
METODOLOGI PENELITIAN

KERANGKA PEMIKIRAN KONSEPTUAL
Persaingan produk yang semakin terbuka merupakan tantangan bagi
industri, khususnya industri pangan untuk memenuhi harapan dan tuntutan
konsumen akan produk pangan yang tidak hanya bermutu namun aman untuk
dikonsumsi. Oleh karena itu, setiap perusahaan melakukan berbagai upaya agar
produk yang dihasilkan diterima oleh konsumen dan juga dapat mengungguli
produk yang dihasilkan oleh perusahaan lain. Salah satu upaya yang dilakukan
adalah mengidentifikasi faktor-faktor mutu menurut konsumen dengan cara
mengetahui keinginan dan persepsi konsumen terhadap produk yang bermutu.
Upaya lain yang dilakukan adalah mengimplementasikan sistem mutu dan
keamanan produk yang tersertifikasi seperti ISO 9001:2000 dan HACCP.
Industri yang telah menerapkan sistem manajemen mutu standar
internasional ISO 9001, dinilai telah menempatkan mutu sebagai syarat mutlak
bukan hanya pada produk yang dihasilkannya tetapi juga sistem yang digunakan
untuk menghasilkan produk tersebut. Penerapan HACCP memberikan jaminan
bahwa produk yang dihasilkan telah mengedepankan persyaratan keamanan
produk dalam semua rantai pengolahan pangan hingga produk tersebut dipasarkan
kepada konsumen. Kedua sistem tersebut memiliki unsur-unsur yang harus
diterapkan dengan baik dan diikuti dengan kegiatan perbaikan terus-menerus
untuk menjamin efektifitas sistem yang diterapkan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan penilaian penerapan SMM dan SMKP melalui pengamatan langsung di
industri untuk mengetahui kondisi obyektif sistem dalam menghasilkan produk
yang bermutu, aman dan memiliki daya saing dengan produk sejenisnya.
Penilaian penerapan SMM dan SMKP dilakukan dengan menilai kesesuaian
sistem yang diterapkan di perusahaan dibandingkan dengan persyaratan ISO
9001:2000 dan HACCP.
Sebuah perusahaan memiliki daya saing yang kuat jika perusahaan tersebut
dapat mendengarkan keinginan dan harapan konsumen. Berdasarkan keinginan
dan harapan konsumen, perusahaan dapat melihat dengan jelas bahwa lingkungan
internal perusahaan dapat menjadi suatu kekuatan untuk memenuhi keinginan
21
tersebut, tapi dapat juga menjadi suatu kelemahan. Selain itu, lingkungan
eksternal perusahaan juga akan mempengaruhi kegiatan perusahaan dalam
memenuhi keinginan konsumennya.
Penilaian lingkungan internal dan eksternal perusahaan dapat digunakan
untuk menentukan posisi perusahaan saat ini. Hal ini sangat penting dilakukan
mengingat banyaknya perusahaan yang berada dalam industri sejenis sehingga
sebelum bertindak, perusahaan harus mengetahui posisinya. Dari posisi
perusahaan saat ini diformulasikan strategi pengendalian mutu bagi industri CPO
dan minyak goreng. Adapun diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4
di bawah ini.
Mulai







Penilaian
penerapan SMM
dan SMKP CPO
di PTP. N III
Identifikasi Faktor mutu
CPO (survei konsumen)
AHP
dan
QFD
Analisis Self
Assessment
Penilaian penerapan
SMM dan SMKP
Minyak Goreng di
PTP.AAL,Tbk
Identifikasi faktor mutu minyak
goreng (survei konsumen)



Penentuan Faktor
internal dan eksternal
Penentuan Faktor
internal dan eksternal


Penilaian faktor
lingkungan
Penilaian faktor
lingkungan
AHP



Analisis
Matriks IE
Penentuan posisi
perusahaan
Penentuan posisi
perusahaan


Analisis
Matriks SWOT
Perumusan
alternatif strategi
Perumusan
alternatif strategi


Rekomendasi
Strategi
Rekomendasi
Strategi
Selesai




Gambar 4. Diagram Alir Penelitian
22
Dasar pemilihan industri CPO dan minyak goreng sebagai obyek penelitian
adalah dikarenakan saat ini cakupan pemasaran CPO dan konsumen minyak
goreng sangat luas karena diekspor ke negara-negara seperti kawasan Eropa yaitu
Belanda, Spanyol, J erman, Italia; kawasan Asia yaitu India, Pakistan, RRC,
Bangladesh; dan kawasan Amerika, oleh karena itu aspek mutu dan keamanan
pangan perlu diperhatikan. Adanya beberapa penyimpangan mutu CPO yang
terjadi di Indonesia mengakibatkan adanya penambahan standar yang diterapkan
oleh negara-negara pengimpor CPO seperti standar lingkungan, keamanan
pangan, dan ketentuan-ketentuan perdagangan lainnya.

TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan selama lima bulan, mulai bulan Agustus 2006
sampai J anuari 2007 di industri CPO dan minyak goreng yang ada di Sumatera
Utara, yaitu di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara
III dan Pabrik Minyak Goreng (PMG) Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk.
Survei konsumen CPO dilakukan di industri minyak goreng yang menggunakan
CPO sebagai bahan bakunya, sedangkan survei konsumen minyak goreng
dilakukan di beberapa supermarket dan swalayan yang menjual minyak goreng
merek Cap Sendok.

TATA CARA PENGUMPULAN DATA
Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut :
1. Pengumpulan data primer, yaitu dengan mengadakan wawancara dengan
responden konsumen dan para pakar yang memiliki pengetahuan tentang
industri CPO dan industri minyak goreng serta mengadakan pengamatan
langsung di lapangan pada industri CPO dan minyak goreng.
2. Pengumpulan data sekunder, yaitu dengan penelusuran buku-buku, hasil-hasil
penelitian, majalah, jurnal dan sumber-sumber lain yang berhubungan. Selain
itu, data juga diperoleh dari PPKS (Pusat Penelitian Kelapa Sawit), PT.
Perkebunan Nusantara III dan PT Astra Agro Lestari, Tbk yang ada di
Sumatera Utara.

23
Responden yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Responden konsumen
Responden konsumen digunakan untuk menilai faktor mutu yang diinginkan
konsumen minyak goreng. Responden terdiri dari para wanita dan ibu rumah
tangga yang membeli dan mengggunakan minyak goreng Cap Sendok. J umlah
responden konsumen tersebut adalah 30 orang.
2. Responden pakar
Responden pakar digunakan untuk menentukan atribut mutu CPO,
menentukan permasalahan pada SMM dan SMKP, dan menentukan faktor
lingkungan internal dan eksternal perusahaan. Responden pakar berasal dari
PT. Perkebunan Nusantara III, PT Astra Agro Lestari. Tbk, Dinas Perkebunan
Sumatera Utara, Lembaga Sertifikasi Mutu, dan Pusat Penelitian Kelapa
Sawit. Daftar nama pakar dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini.
Tabel 4. Daftar Nama Pakar
Topik Nama Jabatan Instansi
1. Prof. Dr. Ponten M.
Naibaho
1. Tenaga ahli

2. Staf Pengajar


3. Tenaga ahli
1. PT Sucofindo, Unit
Agribisnis
2. Universitas Sumatera
Utara & Universitas
Nommensen
3. Dinas Perkebunan
SUMUT
2. Dr. A. Razak Purba,
MS
Ketua Kelompok Peneliti
Pemuliaan dan Kepala
Satuan Usaha Strategis
PPKS


3. Dr. Ir. Donald
Siahaan
1. Ketua Kelompok
Peneliti, Divisi
Pengolahan Hasil dan
Mutu
2. Tenaga ahli klaster
industri kelapa sawit
1. PPKS



2. Dinas Perindustrian &
Perdagangan SUMUT
4. Sabarida Silalahi, S.Si Kepala Laboratorium
Pangan dan Mutu
PPKS
5. Ir. M. Syarif
Lambaga, M.Si
Manajer Divisi HACCP Lembaga Sertifikasi Mutu,
PT. Mutu Agung Lestari
6. Ir. Rediman Silalahi Manajer Unit Bisnis PKS
Rambutan
PTP. Nusantara III
7. Ir. Wagino Masinis Kepala
PKS Rambutan
PTP. Nusantara III







CPO
8. Ir. Suyono Kepala Laboratorium,
PKS Rambutan
PTP. Nusantara III
1. Ir. Pudjianto General Manajer /Kepala
Divisi
PT. Astra Agro Lestari, Tbk
2. Ir. Darwin Hasibuan Deputi Manajer Pabrik PT. Astra Agro Lestari, Tbk
3. Makmur Effendi Asisten Quality Assurance PT. Astra Agro Lestari, Tbk


Minyak
Goreng
4. Ir. Irwanto Asisten SHE PT. Astra Agro Lestari, Tbk
24
ANALISIS DATA
Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar
serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang
berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Metode Pembobotan AHP
Metode pembobotan untuk analisis data pada survei konsumen dan strategi
pengendalian mutu menggunakan pembobotan pairwise comparison AHP. AHP
(Analytical Hierarchy Process) merupakan salah satu teknik yang dapat
digunakan dalam pengambilan suatu keputusan. Metoda AHP dikembangkan
oleh Thomas L. Saaty (1993), yang ditujukan untuk memodelkan problema-
problema tidak terstruktur, baik untuk bidang ekonomi, sosial maupun
manajemen. Proses Hierarki Analitik ini merupakan suatu model yang luwes
yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk
membangun gagasan-gagasan dan mendefenisikan persoalan dengan cara
membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang
diinginkan darinya.
Menurut Saaty (1993), terdapat tiga prinsip dasar Proses Hierarki Analitik,
yaitu sebagai berikut :
a. Menggambarkan dan menguraikan secara hierarkis (menyusun secara
hierarki) persoalan-persoalan menjadi unsur-unsur yang terpisah-pisah.
b. Pembedaan prioritas dan sintesis, yang kita sebut dengan penetapan
prioritas, yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut tingkat relatif
kepentingannya.
c. Konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan
secara logis dan diperingkatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria
yang logis.

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pembobotan pairwise comparison
adalah sebagai berikut :
1. Penilaian kriteria dan alternatif
Kriteria dan alternatif dinilai melalui perbandingan berpasangan.
Menurut Saaty (1993), untuk berbagai persoalan skala 1 sampai 9 adalah
25
skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat
kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 5 .

Tabel 5. Nilai dan defenisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty
Identitas
Kepentingan
Defenisi Nilai
1 Kedua elemen sama penting
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting (kebalikannya bernilai
1/3)
5 Elemen yang satu essensial atau sangat penting (kebalikannya
bernilai 1/5)
7 Satu elemen jelas lebih penting (kebalikannya bernilai 1/7)
9 Satu elemen mutlak lebih penting (kebalikannya bernilai 1/9)
2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan
(kebalikannya 1/2, 1/4, 1/6, 1/8)
Sumber : Saaty, 1993

2. Penentuan Prioritas
Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan
berpasangan (pairwise comparison). Nilai-nilai perbandingan relatif
kemudian diolah untuk menentukan peringkat relatif dari seluruh alternatif.
Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif dapat dibandingkan
dengan judgement yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan
prioritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan memanipulasi matriks atau
melalui penyelesaian persamaan matematik.
3. Konsistensi Logis
Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara
konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Untuk menentukan bobot
atau prioritas dengan jalan menentukan nilai eigen (eigenvector) yang dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut :
a. Penyelesaian dengan manipulasi matriks
Prosedur untuk mendapatkan nilai eigen adalah :
1) Kuadratkan matriks tersebut.
2) Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi.
3) Hentikan proses ini bila perbedaan antara jumlah dari dua
perhitungan berturut-turut lebih kecil dari suatu nilai batas tertentu.
b. Penyelesaian dengan persamaan matriks
Langkah-langkah untuk menentukan besarnya bobot adalah :
26
1) Langkah 1 :
Wi / Wj = aij (i, j =1,2,...,n)
Wi =bobot input dalam baris
Wj =bobot input dalam lajur
2) Langkah 2 :
Wi = aij Wj (i, j =1,2,...,n)
Untuk kasus-kasus umum mempunyai bentuk :

=
=
n
i j
j ij i
w a
n
w
1
(i, j =1,2,...,n)
Wi =rataan dari a
i1
w1,...,a
in
w
n
3) Langkah 3 :
Bila perkiraan a
ij
baik akan cenderung untuk dekat dengan nisbah
w
i
/w
j
. J ika n juga berubah maka n diubah menjadi
maks
λ sehingga
diperoleh :

=
=
n
j
j ij
maks
i
w a w
1
1
λ
(i, j =1,2,...,n)
Perhitungan Consistency Ratio (CR)
RI
CI
CR =
) 1 (
) (


=
n
n p
CI
Dimana : CI = konsistensi indeks
RI = indeks random yang didapat dari tabel Oarkridge
P = nilai rata-rata consistency vector
N = banyaknya alternatif atau kriteria

Tabel 6. Nilai Indeks Random (RI)
Ukuran
Matriks
Indeks Random
(RI)
Ukuran
Matriks
Indeks Matriks
(MI)
1
2
3
4
5
6
7
8
0,00
0,00
0,58
0,90
1,12
1,24
1,32
1,41
9
10
11
12
13
14
15
1,45
1,49
1,51
1,48
1,56
1,57
1,59
Sumber : Oarkridge Laboratory dalam Marimin (2004)
27
Penggabungan Pendapat Responden
Pada dasarnya, AHP dapat digunakan untuk mengolah data dari satu
responden ahli. Namun demikian dalam aplikasinya penilaian criteria dan
alternatif dilakukan oleh beberapa ahli multidisipliner. Konsekwensinya
pendapat beberapa ahli tersebut perlu dicek konsistensinya satu per satu.
Pendapat yang konsistensi tersebut digabungkan dengan menggunakan rata-rata
geometrik (Marimin, 2004).
n
i
n
G
x X π =
____

Dimana : X
G
= rata-rata geometrik
n = jumlah responden
x
i
= penilaian oleh responden ke-i

Metode Quality Function Deployment (QFD)
Quality Function Deployment (QFD) merupakan metode perencanaan dan
pengembangan produk secara terstruktur yang memungkinkan perusahaan
mendefenisikan secara jelas kebutuhan dan harapan pelanggan dan mengevaluasi
kemampuan produk atau jasa secara sistematik untuk memenuhi kebutuhan dan
harapan pelanggan tersebut. QFD juga merupakan suatu praktek untuk perbaikan
proses yang memungkinkan perusahaan memenuhi harapan pelanggan.
Menurut Sullivan (1986), manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan
Quality Function Deployment (QFD) adalah sebagai berikut :
a. Customer-focused, yaitu mendapatkan input dan umpan balik dari pelanggan
mengenai kebutuhan dan harapan pelanggan. Hal ini penting karena
performansi suatu perusahaan tidak akan terlepas dari pelanggan apalagi bila
para pesaing juga melakukan hal yang sama.
b. Time-efficient, yaitu mengurangi waktu pengembangan produk. Dengan
menerapkan QFD maka program pengembangan produk akan difokuskan pada
kebutuhan dan harapan pelanggan.
c. Time-oriented, yaitu menggunakan pendekatan yang berorientasi pada
kelompok. Semua keputusan didasarkan pada consensus dan keterlibatan
semua orang dalam diskusi dan pengambilan keputusan dengan teknik
brainstorming.
28
d. Documentation-oriented, yaitu menggunakan data dan dokumentasi yang
berisi semua proses dan seluruh kebutuhan dan harapan pelanggan. Data dan
dokumentasi ini digunakan sebagai informasi mengenai kebutuhan dan
harapan pelanggan yang selalu diperbaiki dari waktu ke waktu.

Survei konsumen dianalisis menggunakan metode Quality Function
Deployment (QFD) yang diaplikasikan dengan Matriks House of Quality (HOQ).
Matriks House of Quality (HOQ) digunakan untuk melihat harapan dan keinginan
konsumen terhadap produk CPO dan minyak goreng serta keterkaitannya dengan
aktivitas proses. Rumah Mutu Perusahaan X (House of Quality) dapat dilihat pada
Gambar 5.






















29


E.
Technical
Correlations




T
i
n
g
k
a
t

k
e
p
e
n
t
i
n
g
a
n

(
B
o
b
o
t

k
o
n
v
e
r
s
i
)

P
e
r
u
s
a
h
a
a
n

X

T
a
r
g
e
t

R
a
s
i
o

p
e
r
b
a
i
k
a
n

B
o
b
o
t

P
e
r
s
e
n
t
a
s
e

b
o
b
o
t


















H
a
r
a
p
a
n

K
o
n
s
u
m
e
n



Perusahaan X
Prioritas Teknis

Target Teknis

C.
Technical Response
(Tanggapan atas
karakteristik proses)
B.
Planning Matrix
(Riset pasar &
rencana strategik)
A.
Customer Needs
and Benefits
(Harapan Pelanggan)
D.
Relationship
(Tanggapan atas
kebutuhan pelanggan)
F.
Technical Matrix
(Prioritas tanggapan
teknis, dan target teknis)

Gambar 5. Ilustrasi Rumah Mutu Perusahaan X

Tahapan pembuatan Rumah Mutu (House of Quality) untuk industri CPO
dan minyak goreng adalah sebagai berikut :
A. Customer Needs and Benefits (harapan pelanggan)
Tahap ini merupakan tahap untuk mendefenisikan harapan konsumen dan
mengukur atribut-atribut mutu produk yang menjadi prioritas dengan cara
pembobotan. Data untuk tahap ini diperoleh dari kuesioner dan wawancara
30
langsung kepada konsumen, serta berdasarkan studi literatur. Penilaian
kuisioner menggunakan skala 5 (Likert). Data yang diperoleh kemudian
dihitung dengan cara :
(N1 x 1) +(N2 x 2) +(N3 x 3) +(N4 x 4) +(N5 x 5)
Ket : N1 = J umlah responden dengan jawaban “sangat tidak puas”
N2 = J umlah responden dengan jawaban “tidak puas”
N3 = J umlah responden dengan jawaban “cukup puas”
N4 = J umlah responden dengan jawaban “puas”
N5 = J umlah responden dengan jawaban “sangat puas”

Langkah-langkah yang ditempuh untuk mendapatkan tingkat kepuasan
konsumen adalah sebagai berikut :
1) Mencari nilai indeks maksimum (NI maks) dan nilai indeks minimum (NI
min) kemudian menghitung range (NI maks – NI min).

Nilai indeks maksimum = Total nilai maksimum
Bobot jawaban tertinggi

Nilai indeks minimum = Total nilai minimum
Bobot jawaban terendah

Range = Nilai indeks maksimum – Nilai indeks minimum

2) Membuat interval kelas, yaitu : menentukan selang tingkat kepuasan dari
atribut mutu produk yang dinilai. Disini terlebih dahulu dihitung panjang
interval kelas.

Panjang interval kelas = Range
J umlah interval kelas

B. Planning Matrix (Riset pasar dan rencana strategik)
Planning matrix merupakan informasi mengenai tiga hal, yaitu : (1) data
pasar secara kuantitatif yang menunjukkan tingkat kepuasan pelanggan
terhadap produk yang dihasilkan perusahaan, (2) penggunaan rencana
31
strategik (target yang diharapkan perusahaan), serta (3) seberapa besar
perbaikan yang perlu dilakukan perusahaan terhadap mutu produknya.
Penilaian masih menggunakan skala likert menurut data sekunder yang
diperoleh dari perusahaan. Nilai yang diperoleh pada tahap ini dihitung
berdasarkan rumus sebagai berikut :

Rasio perbaikan = target nilai / skor evaluasi
Bobot = rasio perbaikan x tingkat kepentingan atribut
%bobot = bobot/total bobot x 100%



C. Technical Response (Tanggapan atas karakteristik proses)
Technical Response merupakan tahap untuk menentukan aktivitas proses
yang terkait dengan spesifikasi dan harapan konsumen. Penentuan aktivitas
proses dilakukan oleh para pakar dengan teknik brainstorming dan studi
literatur.
D. Relationship (Tanggapan atas kebutuhan pelanggan)
Relationship merupakan pertimbangan tentang hubungan yang kuat atau
lemah antara kebutuhan dan harapan pelanggan terhadap technical response
(karakteristik proses). Tujuan dari membangun hubungan keterkaitan adalah
untuk menunjukkan karakteristik proses yang memiliki hubungan paling
berarti dengan atribut mutu produk, sehingga pada saat matriks sudah selesai
dan analisa dilakukan dapat ditentukan karakteristik proses mana yang harus
mendapat perhatian utama.
Hubungan antara harapan konsumen dan karakteristik proses dapat
dinyatakan dengan menggunakan lambang-lambang, yaitu sebagai berikut :
=10 = melambangkan hubungan kuat

= 5 = melambangkan hubungan sedang

= 1 = melambangkan hubungan lemah

E. Technical Correlations
Technical Correlations merupakan informasi mengenai hubungan antara
elemen-elemen technical response (karakteristik proses). Beberapa
karakteristik proses memiliki proses keterkaitan antara satu dengan lainnya.
Pemberian tindakan pada karakteristik proses dapat mengakibatkan perubahan
32
pada karakteristik proses yang terkait lainnya, baik perubahan searah (positif)
maupun perubahan berlawanan arah (negatif).
Hubungan keterkaitan antara elemen-elemen technical response
(karakteristik proses) dinotasikan dengan lambang sebagai berikut :
1) Hubungan kuat positif (++)
Hubungan kuat positif merupakan hubungan searah yang kuat, dimana bila
salah satu karakteristik proses memiliki ketergantungan terhadap proses
yang lain (proses sebelumnya sangat menentukan mutu produk yang
dihasilkan untuk proses selanjutnya).
2) Hubungan positif (+)
Hubungan positif merupakan hubungan searah namun ketergantungannya
tidaklah sekuat hubungan pada poin 1, dimana proses sebelumnya
memiliki pengaruh sedang dalam penentuan mutu untuk proses
selanjutnya.
3) Hubungan negatif (-)
Hubungan negatif merupakan hubungan tidak searah, yaitu apabila proses
yang satu tidak terlalu mempengaruhi mutu produk untuk proses
selanjutnya.
4) Hubungan kuat negatif (--)
Hubungan kuat negatif merupakan hubungan tidak searah yang kuat,
dimana proses yang satu tidak memiliki hubungan ketergantungan dalam
penentuan mutu produk yang dihasilkan.

Korelasi ini perlu diperhatikan karena dengan adanya hubungan korelasi
ini dapat diketahui usaha yang bisa dilakukan untuk memperbaiki suatu
karakteristik proses dalam rangka meningkatkan kepuasan konsumen dan
pengaruhnya terhadap karakteristik proses yang lain.
F. Technical Matrix (Prioritas tanggapan teknis dan target teknis)
Technical Matrix berisi informasi mengenai tingkat kepentingan
tanggapan teknis berdasarkan kebutuhan dan harapan pelanggan, serta nilai
relatif dari karakteristik proses yang menjadi target performansi teknis yang
harus dicapai perusahaan.

33

Nilai tingkat kepentingan karakteristik proses ke-Y =
(Bobot konversi tiap atribut x karakteristik proses ke-Y)


Nilai relatif karakteristik proses ke-Y = Tingkat kepentingan proses
J umlah total nilai kepentingan

Metode Self Assessment
Data yang diperoleh dari kuesioner di perusahaan mengenai penilaian ISO
9001 dan SMKP akan dianalisis menggunakan metode modifikasi self assessment
(J ohnson, 1993) dengan tujuan untuk menilai sejauh mana penerapan SMM ISO
9001 dan SMKP yang telah diterapkan oleh industri. Tahapan penilaian dari
metode modifikasi self assessment adalah sebagai berikut :
a. J awaban dari setiap pertanyaan dinilai berdasarkan isian kuesioner. Setiap
jawaban mempunyai jangkauan penilaian 0 (untuk jawaban tidak) dan 1
(untuk jawaban ya). Bila pertanyaan ditanyakan berulang pada bagian yang
berbeda, maka nilainya adalah 0,5.
b. Setiap unsur mempunyai nilai maksimum yang merupakan nilai maksimum
unsur jika setiap elemen diterapkan.
c. Nilai setiap unsur yang diterapkan dibandingkan dengan nilai maksimum
setiap unsur.
d. Dilakukan interpretasi terhadap nilai penerapan yang diperoleh perusahaan,
yaitu sebagai berikut :
Nilai penerapan <50 % nilai maksimum = tidak dipenuhi
Nilai penerapan =50 % nilai maksimum = dipenuhi sebagian
Nilai penerapan >50 % nilai maksimum = dipenuhi.

Interpretasi penilaian penerapan SMM ISO 9001 dan SMKP yang telah
diperoleh kemudian dianalisa.

Metode Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika
yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities),
34
namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan
ancaman (Threats).
Proses penyusunan perencanaan strategis melalui tiga tahap analisis
(Rangkuti, 2000), yaitu sebagai berikut :
a. Tahap Pengumpulan Data
Tahap ini pada dasarnya tidak hanya berupa pengumpulan data, tapi
juga pengklasifikasian dan pra-analisis data. Pada tahap ini, data yang
diperoleh dapat dibagi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Data
eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan, seperti :
analisis pasar, analisis kompetitor, analisis komunitas, analisis pemerintah,
analisis pemasok, dan sebagainya, sedangkan data internal diperoleh dari
dalam perusahaan itu sendiri, seperti : laporan keuangan, laporan sumber
daya manusia, laporan kegiatan operasional, laporan kegiatan pemasaran,
dan sebagainya.
Data yang diperoleh dimodelkan ke dalam matriks, yang terdiri atas
matriks faktor strategi eksternal (Matriks EFE) dan matriks faktor strategi
internal (Matriks IFE). Matriks IFE (Internal Factor Evaluation)
digunakan untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan
dengan kekuatan dan kelemahan yang dianggap penting, sedangkan matriks
EFE (Eksternal Factor Evaluation) digunakan untuk mengevaluasi faktor-
faktor eksternal yang berkaitan dengan peluang dan ancaman bagi
perusahaan.
Kedua matriks tersebut kemudian akan digabungkan ke dalam satu
matriks yang disebut matriks IE (internal-eksternal). Tujuan matriks ini
adalah untuk memperoleh data strategi yang lebih detail (Rangkuti, 2000).
b. Tahap Analisis
Setelah data yang diperlukan diperoleh, selanjutnya akan dilakukan
tahap analisis data. Tahap analisis ini menggunakan model Matriks SWOT,
dimana matriks ini dapat menggambarkan secara jelas bagaimana peluang
dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan
kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Model Matriks SWOT dapat
dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.
35
Menurut David (2002), matriks TOWS (Threats-Opportunities-
Weakness-Strengths) atau yang lebih dikenal dengan matriks SWOT
merupakan alat pencocokan yang penting, yang membantu manajer untuk
mengembangkan empat tipe strategi, dimana matriks ini dapat
mengembangkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman eksternal
yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya. Keempat strategi tersebut adalah sebagai
berikut :
1) Strategi S-O, strategi ini menggunakan kekuatan internal perusahaan
untuk meraih peluang-peluang yang ada di luar perusahaan.
2) Strategi W-O, strategi ini bertujuan untuk memperkecil kelemahan-
kelemahan internal perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang
eksternal.
3) Strategi S-T, strategi ini berusaha untuk menghindari atau mengurangi
dampak dari ancaman-ancaman eksternal dengan menggunakan
kekuatan yang dimilikinya.
4) Strategi W-T, strategi ini merupakan suatu cara untuk bertahan dengan
mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman.

c. Tahap Pengambilan Keputusan
Setelah dilakukan tahap pengumpulan data dan dianalisa maka akan
diperoleh suatu kesimpulan yang berupa alternatif pengambilan keputusan
sebagai alat strategi bagi perusahaan.

Tabel 7. Model Matriks SWOT
Faktor Internal

Faktor Eksternal
STRENGHTS
(Kekuatan)
1
WEAKNESSES
(Kelemahan)
2

OPPORTUNITIES
(Peluang)
3

SO
Gunakan kekuatan untuk
mengambil manfaat dari
peluang yang ada
WO
Mengatasi kelemahan
dengan mengambil
manfaat dari peluang
yang ada

THREATS
(Ancaman)
4

ST
Gunakan kekuatan untuk
menangkis ancaman
WT
Mengatasi ancaman dan
memperbaiki kelemahan
Sumber : David, 2002
36
37
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PKS RAMBUTAN, PT.PERKEBUNAN NUSANTARA III (Persero)
Sejarah Perusahaan
PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) merupakan salah satu dari 14
badan usaha milik negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang usaha
perkebunan, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan. Pembentukan
perusahaan ini mempunyai lintasan sejarah yang diawali dengan proses
pengambil-alihan perusahaan untuk perkebunan Belanda pada tahun 1958 oleh
pemerintah RI yang dikenal sebagai proses “Nasionalisasi” perusahaan
perkebunan asing menjadi perusahaan perseroan negara (PPN). Embrio yang
turun membentuk perusahaan berasal dari NU Rubber Culture Maatchappij
Amsterdam (RCMA) dan NU Culture Kij’de Oeskut (CMO) yang merupakan
perusahaan perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia sejak zaman
kolonial pada masa pemerintahan Hindia Belanda.
Langkah awal perusahaan dimulai pada tahun 1958 dengan nama
perusahaan perkebunan negara baru cabang SUMUT (PPN Baru). Setelah
mengalami beberapa kali perubahan, bentuk/status badan hukum sejalan dengan
undang-undang (UU) dan Peraturan Pemerintah (PP) yang ada. Pada tahun 1968
PPN tersebut di re-organisasikan menjadi beberapa kesatuan perusahaan negara
perkebunan (PNP) yang selanjutnya pada tahun 1974 bentuk hukumnya dialihkan
menjadi PT. Perkebunan (Persero).
Dalam rangka menunjukkan efektifitas dan efisiensi terhadap kegiatan
usaha BUMN, pemerintah telah mencanangkan program re-strukturisasi BUMN,
subsektor perkebunan melalui penggabungan usaha berdasarkan wilayah
eksploitasi dan perampingan struktur organisasi. Diawali dengan langkah
penggabungan manajemen pada tahun 1994, 3 (tiga) BUMN perkebunan yang
terdiri dari PT. Perkebunan III (Persero), PT. Perkebunan IV (Persero) dan PT.
Perkebunan V (Persero) disatukan pengelompokannya oleh Direksi PT.
Perkebunan Nusantara III (Persero). Selanjutnya melalui peraturan pemerintah
No. 8 tahun 1996, tanggal 14 Februari 1996 ketiga perusahaan tersebut yang
wilayah kerjanya berada di propinsi Sumatera Utara digabungkan menjadi satu
38
perusahaan dengan nama “PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)” yang
berkedudukan di Medan, Sumatera Utara.
Perusahaan bergerak di bidang usaha perkebunan dengan komoditas utama
(core bisnis) kelapa sawit dan karet. Perusahaan memiliki lahan perkebunan yang
didukung dengan pabrik pengolahan untuk masing-masing komoditas tersebut.
Selain itu perusahan juga memiliki fasilitas pengolahan industri hilir karet. Lahan
perkebunan perusahan tersebut di Propinsi Sumatera Utara seluas 144.580 Ha
dalam pengolahan perusahaan, sedangkan bahan baku untuk pabrik kelapa sawit
dan pabrik karet berasal dari kebun sendiri, kebun plasma maupun pihak lain.
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) Rambutan merupakan salah satu pabrik kelapa sawit
PT. Perkebunan Nusantara III (Persero).

Letak Pabrik
PKS Rambutan merupakan salah satu dari 11 PKS yang dimiliki PT.
Perkebunan Nusantara III (Persero). Pabrik kelapa sawit (PKS) Rambutan
dibangun tahun 1983 yang berlokasi di Desa Paya Bagas Kecamatan Rambutan,
Kotamadya Tebing Tinggi, Propinsi Sumatera Utara dengan kapasitas olah 30
ton/jam. Sumber bahan baku (TBS) berasal dari kebun seinduk dan kebun pihak
ketiga terutama Perkebunan Inti Rakyat (PIR) yang berada di daerah Serdang
Bedagai/Deli Serdang sekitarnya.

Struktur Organisasi Perusahaan
Untuk mendukung kelancaran pengoperasian, PKS Rambutan mempunyai
tenaga kerja/karyawan sebanyak 227 orang dengan perincian karyawan pimpinan
delapan orang, karyawan pengolahan 84 orang, karyawan laboratorium/sortasi 33
orang, karyawan bengkel 38 orang, karyawan dinas sipil 15 orang, karyawan
administrasi 17 orang, karyawan bagian umum/hansip 24 orang, dan karyawan
bagian produksi delapan orang. Adapun struktur organisasi dapat dilihat pada
Lampiran 3.



39
Produk dan Bahan Baku
PKS Rambutan merupakan pabrik yang mengolah kelapa sawit menjadi
CPO (crude palm oil) atau minyak sawit kasar. Sumber TBS (Tandan Buah
Segar) sebagai sumber bahan baku yang masuk ke PKS Rambutan adalah berasal
dari kebun seinduk dan pihak ketiga. Sumber TBS dari kebun seinduk berasal dari
delapan kebun kelapa sawit, yaitu : Kebun Rambutan, Kebun Tanah Raja, Kebun
Gunung Pamela, Kebun Gunung Monako, Kebun Sarang Gitting, Kebun Silau
Dunia, Kebun Sei Putih, dan Kebun Gunung Para, sedangkan dari pihak ketiga
berasal dari PIR dan Pembelian TBS pihak ketiga.
Buah yang berasal dari kebun seinduk merupakan TBS, namun dari pihak
ketiga hanya berupa brondolan saja. Dari perkiraan keseluruhan, buah yang
berasal dari pihak ketiga hanya berkisar 5-10 % dari total bahan baku yang
dibutuhkan PKS.

Proses Produksi CPO
PKS Rambutan mengolah tandan buah segar (TBS) menjadi crude palm
oil (CPO) dan kernel. Untuk mengolah TBS menjadi crude palm oil (CPO) dan
kernel, PKS Rambutan memiliki 10 stasiun kerja yang saling terkait, yaitu :
Stasiun Penerimaan TBS dan Pengiriman Produksi, Stasiun Loading Ramp,
Stasiun Rebusan, Stasiun Thresing, Stasiun Pressing, Stasiun Klarifikasi, Stasiun
Kernel, Stasiun Water Treatment, Stasiun Water Plant, Stasiun Fat-fit dan
Effluent. Kapasitas pabrik disesuaikan dengan kapasitas alat pengempaan, yaitu 30
ton/jam. Diagram alir proses produksi CPO di PKS Rambutan dapat dilihat pada
Lampiran 4.
1. Stasiun Penerimaan TBS
Pada stasiun ini, dilakukan proses penerimaan TBS, yang bertujuan untuk
memperoleh catatan waktu dan jumlah produk yang masuk dan dibongkar di
loading ramp sesuai dengan kapasitas olah dan tidak dibenarkan membongkar
TBS di pohon. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan terdiri atas alat angkut
TBS, timbangan dan loading ramp. Prosedur kerja di stasiun penerimaan TBS
adalah sebagai berikut :
40
a. Penerimaan TBS harus disertai dengan surat pengantar buah yang
berisikan : asal TBS, tahun tanam, jumlah tandan, tanggal panen, jam
berangkat dan ditandatangani oleh pengirim.
b. Penerimaan TBS disesuaikan dengan waktu olah dan kapasitas pabrik.
c. Alat angkut TBS terlebih dahulu ditimbang, dicatat tanggal, jam tiba, dan
hasil timbangan (bruto).
d. TBS dibongkar di loading ramp.
e. Alat angkut TBS ditimbang kosong (tarra), sehingga diketahui berat netto.
Berat netto adalah berat bruto dikurangi berat tarra.
f. Penimbangan dan pencatatan hasil penimbangan diserahkan kepada
pemasok yang bersangkutan (sesuai dengan formulir yang berlaku).
g. Hasil penimbangan TBS dibukukan dalam buku produksi.
2. Stasiun Loading Ramp
Loading ramp adalah tempat penampungan sementara dan pemindahan
tandan buah ke dalam rebusan (sterilizer). Tandan buah ditaruh pada tiap-tiap
sekat (bays) dan diatur dengan pintu-pintu lain dengan isian sesuai kapasitas.
Pengisian bays tidak boleh terlalu penuh karena dapat mengakibatkan hal-hal
berikut :
1. Pintu dan penahan buah membengkok.
2. Tandan dan buah brondol dapat jatuh ke bawah
3. Dapat menyulitkan penurunan tandan buah ke dalam lori.

Hal tersebut diatas dapat mengakibatkan kerugian produksi, yaitu kenaikan
losis dan kenaikan ALB. Loading ramp PKS Rambutan berjumlah satu unit
(12 bays) dengan kapasitas loading ramp sebesar 144 ton.
Pada stasiun ini terjadi proses sortasi, yaitu pemilihan TBS yang sesuai
dengan kriteria yang diinginkan PKS. Tujuan sortasi adalah untuk menjamin
bahan baku TBS kelapa sawit yang diterima di pabrik sesuai kriteria yang
sudah ditentukan. Peralatan dan bahan yang dibutuhkan antara lain gancu,
sekop, timbangan, buku sortasi, dan surat pengantar buah.



Formatted: Bullets and
Numbering
Formatted: Bullets and
Numbering
41
Tabel 8. Kriteria kematangan TBS, persyaratan mutu dan komposisi panen yang
ideal (Instruksi Kerja Bagian Sortasi PKS Rambutan PTP. N III, 2005)
Fraksi Kematangan Buah luar membrondol Komposisi
panen ideal
Fraksi 00
Fraksi 0
Fraksi 1
Fraksi 2 dan 3
Fraksi 4 dan 5
Sangat mentah
Mentah
Kurang matang
Matang
Lewat matang
Tidak ada
0 – 12,5 %
12,50 – 25 %
25 % - 75 %
75 % - 100 % dan buah
dalam ikut membrondol
Tidak boleh ada
Tidak boleh ada
Maksimal 20 %
Maksimal 68 %
Maksimal 12 %



Brondolan = %
2
5 4
% 7
Fraksi Fraksi +
+
Catatan : 7% adalah brondolan dari Fraksi 0,1,2 dan 3. Apabila persentase
brondolan kurang dari perhitungan maka setiap penurunan/
kekurangan brondolan 1% maka rendemen turun sebesar 0,5 %.

Prosedur pelaksanaan sortasi adalah sebagai berikut :
1. Buah yang disortasi hanyalah buah segar (TBS) yang diserahkan pada hari
yang sama ke pabrik.
2. Truk yang mengangkut TBS yang akan disortasi dipilih secara acak
(random) dari setiap afdeling oleh asisten laboratorium dan secara
insidentil ditetapkan manajer.
3. Buah yang disortasi adalah 5-10 % dari produksi atau minimal 1 truk dari
setiap afdeling. Buah pihak ketiga (plasma, pembelian, dan titip olah)
disortasi seluruhnya.
4. Hasil dari sortasi berlaku umum untuk semua produksi TBS afdeling
bersangkutan pada hari yang sama.
3. Stasiun Perebusan (Sterilizer)
Dari loading ramp, TBS dimasukkan ke dalam lori rebusan, kemudian lori
dimasukkan ke dalam rebusan (sterilizer) untuk direbus dengan tujuan berikut
ini :
- Memudahkan brondolan lepas dari tandan
- Melunakkan buah sehingga mudah diaduk
- Menonaktifkan enzim-enzim yang merusak mutu minyak
Formatted: Bullets and
Numbering
42
- Menggumpalkan zat putih telur dalam buah agar pemurnian minyak
mudah dilakukan.
- Melunakkan inti dari cangkang.

Perebusan dilaksanakan dengan kondisi operasi sebagai berikut :
- Tekanan uap 2.8 sampai dengan 3.0 kg/cm
2
.
- Waktu merebus 80-90 menit (siklus perebusan)
- Sistem merebus 3 puncak, puncak pertama dengan tekanan 1 kg/cm
2
,
puncak kedua sampai 2 kg/cm
2
dan puncak ketiga 2.8-3 kg/cm
2
.
- Pada puncak ketiga, waktunya 35-45 menit, dimana lamanya tergantung
pada kondisi buah (buah segar 45 menit, buah menginap 35 menit).

Tujuan cara merebus sistem tiga puncak adalah sebagai berikut :
- Tahap pertama adalah pembuangan udara dan penguapan air dari tandan
buah (air kondensat).
- Tahap kedua, untuk pematangan dan melunakan daging buah.

Cara ini dilakukan untuk memperoleh hasil rebusan buah yang sempurna,
mengingat kerapatan brondolan dalam tandan buah semakin padat atau solid.
Untuk mencapai kematangan perebusan brondolan bagian dalam diperlukan
panas yang cukup. Pembuangan air kondensat dan udara pada puncak pertama
dan kedua harus benar-benar sampai habis. Perebusan yang kurang sempurna
akan mengakibatkan brondolan sukar lepas dari tandan, kehilangan brondolan
di janjang kosong naik, buah yang kurang matang memerlukan perebusan
ulang, pengepresan lebih sulit, inti kurang lekang dari cangkangnya,
kehilangan minyak dalam air kondensat tinggi, serta kehilangan minyak dalam
janjang kosong naik.
4. Stasiun Penebahan (Thresing) dan Pengadukan (Digester)
Setelah direbus tandan buah dimasukkan kedalam alat penebah (thresher).
Tujuannya untuk melepaskan brondolan dari janjangan. Proses perontokan
berlangsung akibat terbantingnya berulang-ulang tandan buah di dalam alat
penebah, yang berputar dengan kecepatan ±23 rpm.
43
Dalam penggunaan alat penebah, hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai
berikut :
- Sewaktu diputar, tandan buah dalam alat penebah harus dapat mencapai
ketinggian yang maksimal sebelum jatuh.
- Pengaturan buah yang masuk ke dalam alat penebah disamakan dengan
kapasitas alat, sehingga tidak terjadi kelebihan kapasitas.

Hal yang menyebabkan hasil penebahan kurang sempurna antara lain :
- Tandan buah dari lapangan mentah
- Tandan buah kurang masak dalam perebusan
- Susunan brondolan dalam tandan sangat rapat dan padat sehingga uap
tidak dapat mencapai bagian dalam tandan.
- Pengeluaran udara kurang sempurna.

Setelah terjadi penebahan di alat penebah (thresher), selanjutnya
brondolan dimasukkan ke dalam alat pengadukan (digester). Brondolan yang
telah rontok pada proses penebahan, selanjutnya dimasukkan kedalam alat
pengaduk/digester. Di dalam alat pengaduk, brondolan diremas/dilumat
dengan pisau pengaduk yang diputar sambil dipanaskan. Proses pengadukan
berlangsung akibat adanya gesekan antara pisau brondolan dan adanya
tekanan gaya berat dari brondolan yang terisi penuh dalam alat pengaduk.
Tujuan dari proses pengadukan adalah mendapatkan massa adukan yang
homogen agar mudah diproses dalam pengepresan. Pengadukan dilaksanakan
dalam kondisi sebagai berikut :
- Ketel adukan selalu dalam keadaaan penuh.
- Suhu 90–95
o
C.
- Waktu pengadukan ±½ jam.
J ika kondisi ini tidak terpenuhi, massa adukan akan sulit dikempa/dipress, dan
akibatnya kehilangan minyak dalam ampas semakin tinggi.
5. Stasiun Pengempaan (Pressing)
Setelah terjadi pengadukan di digester, brondolan tersebut dimasukkan ke
dalam alat pengempaan. Tujuan pengempaan adalah semaksimal mungkin
memisahkan minyak yang ada dari massa adukan pada tingkat tekanan
44
tertentu. Minyak kasar yang diperoleh dialirkan ke stasiun klarifikasi untuk
dijernihkan atau dimurnikan, sedangkan ampas diteruskan ke depericarper.
Pengempaan dilakukan pada kondisi sebagai berikut :
- Suhu massa yang diproses 90–95
o
C
- Tekanan pengempaan 35–40 bar (tergantung pada jenis kempa)
- Penambahan air panas dengan suhu 95
o
C sebanyak 12–20% terhadap
berat TBS. Penambahan air panas harus dapat memenuhi ketentuan cairan
yang diinginkan pada proses pemurnian di klarifikasi, yakni di countinous
settling tank (CST).

Hal yang dapat menyebabkan pengepresan kurang sempurna adalah buah
kurang matang, pengadukan tidak sempurna, dan screw press sudah aus.
Akibat dari ketidaksempurnaan pengepresan dapat menimbulkan kehilangan
minyak pada ampas naik, kehilangan minyak pada biji naik, dan inti pecah
naik.
6. Stasiun Pemurnian Minyak (Klarifikasi)
Minyak kasar yang keluar dari alat pengempaan dialirkan ke stasiun
klarifikasi melalui sand trap tank, yang berfungsi sebagai penangkap pasir dan
vibro separator untuk menyaring benda-benda kasar dari cairan. Crude oil
dipompakan ke VCT (Vertical Clarifier Tank) untuk memisahkan sebagian
minyak dari sludge dengan perbedaan bobot jenis dengan suhu 90–95
o
C.
Minyak yang berada di bagian atas dialirkan ke oil tank, selanjutnya ke oil
purifier untuk memisahkan sisa air yang masih ada dan kemudian dipompakan
ke tangki timbun. Dari VCT, cairan sludge dialirkan ke dalam tangki sludge
dengan suhu harus tetap dipertahankan 90–95
o
C. Selanjutnya cairan sludge
dialirkan ke sludge separator melalui pre-cleaner dan strainer. Pre-cleaner
berfungsi menghilangkan panas dari cairan, sedangkan strainer berfungsi
menghilangkan serat-serat halus (NOS/non oil solid). Sludge separator
dioperasikan dengan kondisi suhu cairan sludge 90–95
o
C dan cairan yang
diolah sesuai dengan kapasitas alat.
Hal-hal yang menyebabkan sludge separator tidak bekerja dengan
sempurna adalah sebagai berikut :
- Suhu cairan rendah, dibawah 90
o
C.
45
- Brush stasioner sudah rusak atau tidak berfungsi dengan baik
- Alat dalam keadaan kotor atau aus.

Akibat hal tersebut kehilangan minyak dalam sludge akan naik. Cairan
sludge selanjutnya akan dialirkan ke dalam bak fat pit. Tujuannya adalah
untuk mengutip kembali sisa minyak yang masih ada dalam sludge. Setelah
itu, cairan sludge dibuang ke dalam pond untuk diproses sebelum dibuang.
Sludge yang berada di bagian bawah akan dialirkan ke sludge tank untuk
diolah ke sludge separator atau decanter. Pada penggunaan sludge separator,
sludge tersebut harus melalui brush strainer dan sand cyclone untuk
memisahkan serabut dan pasir.
Selanjutnya sludge tersebut diproses di sludge separator untuk
memisahkan minyak dari drab. Minyak yang diperoleh dipompakan kembali
ke VCT, drab dialirkan ke fat pit. Dari fat pit dialirkan ke deoling pond dan
minyak yang diperoleh dikembalikan ke recovery tank.
J ika menggunakan decanter, vibro separator yang dipakai adalah single
deck ukuran 20 mesh. Minyak kasar dari vibro separator ditampung dalam
bak minyak kasar (crude oil) kemudian dialirkan ke decanter. Kegunaan
decanter adalah memisahkan serat-serat halus (non oil solid) yang terkandung
dalam minyak kasar. Serat halus berasal dari serat atau ampas dari buah
mentah yang terputus-putus pada waktu pengepresan. Dengan berkurangnya
serat halus, cairan minyak tidak akan kental sehingga proses pemisahan di
dalam VCT akan lebih sempurna. Pengoperasian decanter dilaksanakan
dengan kondisi suhu minyak kasar 90–95
o
C dan putaran motor penggerak
1500 rpm dan scroll 250 rpm. Keuntungan menggunakan decanter ialah
pengenceran dapat dikurangi menjadi 60% dan pendangkalan kolam limbah
tidak akan terjadi.
Di dalam VCT (Vertical Clarifier Tank), lumpur kotor (sludge) dipisahkan
dari minyak. Prinsip pemisahan berlangsung didasarkan pada perbedaan bobot
jenis. Minyak yang berat jenis lebih ringan akan naik, sedangkan cairan
lumpur akan turun. Dalam pemisahan ini, kekeruhan cairan (viskositas) dan
suhu cairan sangat memegang peranan penting, oleh karena itu pengenceran
46
dan pemanasan merupakan faktor penentu keberhasilan pemisahan atau
pemurnian di klarifikasi.
Pemisahan di dalam VCT memerlukan kondisi sebagai berikut :
- Suhu cairan dalam VCT harus antara 90–95
o
C.
- Untuk menghindari terbawanya kotoran dalam minyak, ketebalan lapisan
minyak di permukaan tangki VCT diatur ±60 cm VCT vertikal dan ±40
cm VCT horizontal.
- Pemanasan dilakukan dengan sistem coil pipa pemanas.

J ika pemisahan VCT berjalan dengan sempurna, minyak yang keluar dari
VCT ke tangki minyak (oil tank) memiliki kadar kotoran 0,3–0,4 %, kadar air
0,6–0,8 %, dan cairan sludge menjadi minyak 10–12 %. Selanjutnya minyak
dialirkan ke dalam oil purifier. Di dalam alat tersebut, kotoran dan air
dipisahkan dari minyak sehingga kadar kotoran menjadi 0,1–0,2 % dan kadar
air ±0,4 %.
Untuk meminimalkan air yang masih ada, minyak dialirkan ke dalam
vacum drier dengan tekanan vakum 650.701 mmHg. Minyak akan keluar
dengan kadar air 0,1–0,2%. Minyak yang keluar dari vacum drier ini sudah
memenuhi standar mutu. Keberhasilan proses pemurnian minyak sangat
ditentukan oleh proses pemisahan di VCT dan berfungsinya alat vacum drier.
Minyak yang keluar dari vacum drier dialirkan ke balance tank dan
selanjutnya dipompakan ke tangki timbun.
7. Stasiun Kernel
Melalui Cake Breaker Conveyor (CBC), ampas dialirkan ke ketel melalui
blower untuk dipakai sebagai bahan bakar dan biji dialirkan ke depericarper.
Bila persentase inti pecah tinggi, maka kehilangan inti pada ampas akan
dihisap oleh blower.
Pengolahan biji Tenera
Biji yang telah pecah di masukkan ke dalam pneumatic separator, abu dan
cangkang dihisap ke hopper cangkang, crack mixture yang belum terpisah
masuk kedalam sistem pemisah inti basah (hydrocyclone atau claybath). Alat
ini bekerja dengan sistem perbedaan biji. Inti dimasukkan ke dalam silo inti
47
untuk di keringkan, cangkang di masukkan ke hopper cangkang untuk bahan
bakar ketel uap. Pengeringan inti dalam silo dilaksanakan sebagai berikut :
- Pemanasan di lakukan dengan sistem tiga tingkat, dengan suhu atas
80
o
C, tengah 70
o
C dan bawah 60
o
C.
- Waktu pengeringan ±24 jam.

Inti sawit kering dibersihkan dengan blower, kemudian yang telah kering
ditimbang selanjutnya dikirim ke gudang inti. Mutu inti akan baik jika proses
pengolahan biji mulai dari perebusan buah sampai pengeringan dan
penghisapan kotoran dilaksanakan dengan baik. Biji yang sudah dipoles keluar
dari polishing drum melalui timba biji atau destoner dimasukkan ke dalam
hopper. Di hopper diumpan ke dalam ripple mill untuk dipecah. Pemecahan
dalam ripple mill adalah dengan cara menjepit biji diantara rotor ban dan
dinding yang bergerigi.

Pengolahan Biji Dura
Biji yang sudah dipoles keluar dari polishing drum melalui timba biji atau
destoner dimasukkan ke dalam silo biji. Dari silo biji melalui shaling grate
diumpan ke dalam unit grading drum untuk pemisahan fraksi sampah, kecil,
sedang, dan besar. Fraksi kecil, sedang, dan besar dimasukkan ke dalam
cracker untuk pemecahan. Pemecahan dalam nut cracker adalah berdasarkan
lemparan biji ke dalam dinding cracker ripple mill, yakni dengan cara
menjepit biji diantara rotor ban dan dinding yang bergerigi.
Biji yang telah pecah dimasukkan ke dalam pneumatic separator, abu dan
cangkang dihisap ke hopper cangkang, cracker mixture yang belum terpisah
masuk ke dalam inti basah hydrocyclone atau claybath. Alat ini bekerja
dengan sistem perbedaan bobot jenis. Inti dimasukkan ke silo inti untuk
dikeringkan, cangkang dimasukkan ke hopper cangkang untuk bahan bakar
ketel uap. Pengeringan inti dalam silo dilaksanakan sebagai berikut :
- Pemanasan dilakukan dengan sistem tiga tingkat, dengan suhu atas
80
o
C, tengah 70
o
C dan bawah 60
o
C.
- Waktu pengeringan ±24 jam.
Inti sawit kering dibersihkan dengan blower, kemudian yang telah kering
ditimbang selanjutnya dikirim ke gudang inti. Mutu inti akan baik jika proses
48
pengolahan biji mulai dari perebusan buah sampai pengeringan dan
penghisapan kotoran dilaksanakan dengan baik.
8. Stasiun Water Treatment (Stasiun Pemurnian Air)
PKS Rambutan memanfaatkan air dari sungai Padang yang berjarak ±1
km dari PKS Rambutan untuk memasok kebutuhan air. Air tersebut
diperlukan untuk proses perebusan, pembangkit tenaga listrik, proses
pembersihan, dan untuk perumahan. Air yang berasal dari sungai biasanya
mengandung zat-zat padat yang harus dibersihkan terlebih dahulu. Perlakuan
yang dilakukan pada air sungai sebelum dipergunakan terdiri dari sedimentasi,
flokulasi, koagulasi, dan filtrasi. Proses pengolahan air terdiri dari hal-hal
sebagai berikut :
1. Pengolahan air domestik
Pengolahan air untuk kebutuhan domestik, baik yang bersumber dari air
permukaan atau air bawah tanah dilaksanakan dengan tahapan:
pengendapan, penyaringan, koagulasi dan flokulasi, desinfektan (proses
klorinasi atau penambahan kaporit), penghilangan bau dengan
menggunakan karbon aktif.
2. Pengolahan air ketel uap
Pengolahan air untuk kebutuhan ketel uap, baik bersumber dari air
permukaan atau air bawah tanah dilakukan dengan tahapan :
a. Proses fisika (sedimentasi dan penyaringan)
b. Proses kimiawi, dengan penggunaan bahan kimia untuk air umpan
ketel dan untuk air ketel.
3. Proses penjernihan air dilakukan sebagai berikut :
a. Proses koagulasi dilakukan pada clarifier tank dengan menginjeksikan
bahan kimia soda ash, tawas dan flokulan, dimana pembubuhan soda
ash digunakan untuk mengatur pH yang sesuai.
b. Hasil penjernihan dari clarifier tank ditampung pada bak pengendapan.
c. Air dari bak pengendapan, melalui sand filter dipompakan ke water
tower.
4. Proses demineralisasi
a. Proses demisi bertujuan untuk :
Formatted: Bullets and
Numbering
Formatted: Bullets and
Numbering
49
- menurunkan kesadahan air dengan menggunakan cation exch.
- Menurunkan silica dengan menggunakan anion exch.
Air yang sudah melalui proses demisi ditampung dalam feed tank yang
nantinya digunakan sebagai air umpan ketel.
Cat :
Regenerasi cation unit dilakukan bila kadar kesadahan telah
mencapai 2 ppm.
regenerasi anion unit dilakukan bila kadar silica telah mencapai
5 ppm.
b. Suhu air yang keluar dari feed tank minimum 70
o
C.
5. Untuk menghilangkan O
2
terlarut (dissolved O
2
), air umpan dari feed tank
dipompakan ke deaerator untuk dipanasi hingga suhu 95–100
o
C.
6. Penggunaan bahan kimia (internal treatment)
Air dari daerator dipompakan ke ketel uap dengan terlebih dahulu
diinjeksikan bahan kimia internal yang bertujuan untuk menghindari
terjadinya korosi pada ketel uap.
Bahan kimia internal treatment :
- oxigen scavanger
- scale inhibitor
- pH alkalinity (pH Boster)
- sludge conditioner / disposant.
7. Untuk pengawasan mutu air, dilakukan pengambilan contoh sesuai
kebutuhan dan dianalisis di laboratorium, hasilnya digunakan untuk
perbaikan atas penyimpangan.
8. Bahan kimia yang digunakan untuk eksternal dan internal treatment harus
diikuti dengan pemeriksaan bulanan oleh pemasok bahan kimia guna
memastikan bahwa pemakaian bahan kimia tepat dosis sehingga mutu air
boiler sesuai dengan standar. Pemasok harus memiliki teknisi yang ahli
untuk memberikan rekomendasi untuk perbaikan dan penyempurnaan
pengolahan air umpan boiler.
Hasil pemeriksaan dan rekomendasi oleh teknisi ahli tersebut harus
dilaksanakan setiap bulan, sesuai hasil kunjungan yang bersangkutan ke
Formatted: Bullets and
Numbering
Formatted: Bullets and
Numbering
50
pabrik terkait dan dibuat dalam laporan tertulis untuk diserahkan kepada
direktur produksi, bagian teknologi, distrik, manajer, dan pabrik yang
bersangkutan.
9. Stasiun Pembangkit Tenaga Listrik (Power Plant)
Stasiun ini berfungsi sebagai penggerak peralatan pabrik, penerangan
pabrik dan kantor serta perumahan. PKS Rambutan memiliki 2 (dua) unit
Turbin Generator dan 2 (dua) unit Diesel Generator. Untuk menampung steam
dari turbin terdapat 1 (satu) unit BPV (Back Pressure Vessel), yang berfungsi
untuk mendistribusikan uap ke stasiun-stasiun yang memerlukan uap.
10. Stasiun Boiler (Pembangkit Tenaga Uap)
Sumber uap di PKS Rambutan adalah Boiler. Uap tersebut digunakan
untuk pembangkit tenaga listrik dan pemanasan. Boiler tersebut menggunakan
bahan bakar fibre dan shell yang dihasilkan oleh stasiun Depericarper dan
Kernel Recovery.
Boiler berfungsi untuk menghasilkan steam dari pipa-pipa air, dimana di
dalam boiler pipa-pipa air tersebut dipanaskan dengan mengalirkan udara
panas dari hasil pembakaran di Refactory sehingga dibutuhkan untuk proses
pembakaran. Udara dari boiler dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut :
a. Udara primer : udara dipasok dari bawah rangka bakar (grate).
b. Udara sekunder : udara dipasok melalui lorong masuk bahan bakar.

Secara teori, sejumlah bahan bakar memerlukan udara agar pembakaran
total tercapai. Udara lebih sebaiknya dihindarkan karena ini akan
mendinginkan tungku masak dan operasi boiler jadi tidak efisien. Ada
beberapa cara untuk menentukan apakah jumlah udara yang dipasok sudah
mencukupi atau berlebihan, yaitu dengan cara berikut :
a. Oksigen lebih
O
2
meter dapat ditempatkan pada Exhouse Ducting agar dapat mengukur
oksigen didalam emisi gas asap, dimana angka 2–3 % menunjukkan udara
cukup untuk proses pembakaran yang baik. Lebih dari angka diatas berarti
terlalu banyak udara lebih dan udara ekstra ini akan dapat mendinginkan
tungku.

Formatted: Bullets and
Numbering
51
b. Karbondioksida
Alat pengukur CO
2
dapat juga digunakan, dan ditempatkan di Ducting
Exhouse, dimana angka 12–14 % memperlihatkan pembakaran baik.
Kurang dari 12 % berarti pembakaran tidak sempurna, dan diatas 14 %
menunjukkan udara berlebihan.
c. Emisi Cerobong
Metode ini umumnya digunakan di PKS dengan kondisi sebagai berikut :
1. Bila warna asap yang keluar dari chimny berwarna coklat muda,
maka pembakaran baik.
2. Bila warna asap hitam dan pekat, maka hal ini menunjukkan terlalu
banyak bahan bakar digunakan atau udara kurang.
3. Bila asap berwarna putih atau tidak terlihat pada saat boiler
beroperasi menunjukkan udara berlebihan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dari boiler adalah pengisian
bahan bakar, distribusi bahan bakar, jumlah dan tingginya, desain rangka
bakar dan kebersihannya, udara primer, udara sekunder, draft Balance, dan
draft adjustment. Di PKS Rambutan memiliki 2 (dua) unit Boiler merek
TAKUMA dengan jenis WATER TUBE berkapasitas 20 ton uap/jam.
11. Stasiun Limbah (Effluent Treatment)
a. Persyaratan Limbah
Limbah yang dihasilkan PKS berupa limbah padat dan limbah cair.
Limbah padat berupa cangkang dan serat yang dipergunakan sebagai bahan
bakar boiler. Tandan kosong dimanfaatkan kembali sebagai Mulsa (pupuk
bagi tanaman). Limbah cair yang dihasilkan harus mengikuti standar yang
telah ditetapkan dan tidak dapat dibuang secara langsung ke sungai karena
akan mencemari lingkungan.
Limbah di PKS Rambutan diolah dengan sistem Land Application, yaitu
dialirkan ke afdeling-afdeling untuk dimanfaatkan menjadi pupuk tanaman
kelapa sawit. Untuk limbah yang dicairkan memiliki standar mutu sebagai
berikut : BOD <100 mg/liter, PH >6, minyak dan lemak <600 mg/liter.
Sumber-sumber limbah cair di PKS Rambutan adalah berasal dari stasiun
perebusan sekitar 10% dari TBS olah, stasiun klarifikasi sekitar 40% dari TBS
Formatted: Bullets and
Numbering
52
olah, stasiun kernel sekitar 10% dari TBS olah, dan lain-lain sekitar 10%.
Total keseluruhan limbah cair adalah sekitar 70% dari TBS olah.
Parameter yang menjadi salah satu indikator kontrol untuk pembuangan
limbah adalah angka Biological Oxygen Demand (BOD), angka BOD berarti
angka yang menunjukkan kebutuhan Oxygen. BOD biasanya diukur dalam
periode lima hari. J ika limbah cair yang mengandung BOD tinggi dibuang ke
sungai maka oksigen yang ada di sungai akan terhisap oleh material organik
tersebut, hingga mahluk hidup lainnya di sungai tersebut tidak kebagian
oksigen. Fungsi dari Effluent treatment adalah untuk menetralisir parameter
limbah yang masih terkandung dalam cairan limbah sebelum dibuang ke
perairan umum (sungai).
b. Sistem Pengendalian
Sistem pengendalian limbah yang digunakan pada Effluent treatment
adalah dengan menggunakan beberapa kolam, yaitu kolam untuk
menghilangkan minyak, kolam untuk proses asidifikasi, kolam anaerobik,
kolam aerobik, dan kolam terakhir. Pada kolam penghilang minyak, tujuannya
adalah untuk menghilangkan minyak yang masih terkandung dalam limbah
cair dengan mengurangi unsur-unsur yang mengurangi angka BOD. Proses
Asidifikasi tujuannya untuk mengurangi suhu dan menaikkan pH, hingga
dihasilkan cairan yang lebih stabil untuk mengalir ke tahap berikutnya.
Pada kolam Fase aerobik, limbah yang tidak adanya oksigen
menggunakan bakteri untuk mengubah limbah menjadi unsur yang tidak
merusak lingkungan. Limbah yang mengandung unsur organik digunakan
sebagai makanan bakteri untuk mengubahnya menjadi bahan yang tidak
berbahaya bagi lingkungan. Pada fase aerobik menghasilkan pengurangan
BOD secara signifikan dan PH yang dihasilkan mendekati 7.
Yang mempengaruhi kinerja effluent treatment adalah sebagai berikut :
1. Pengendalian suhu dengan menggunakan cooling toner dan re-sirkulasi
dan pH.
2. Kedalaman kolam (kapasitas).
3. Sistem distribusi, kondisi pompa, kualitas dan kuantitas umpan.
4. J umlah dan kondisi bakteri.
53
PT. ASTRA AGRO LESTARI, Tbk
Sejarah Perusahaan
PT. Astra Agro Lestari Tbk (biasa disebut PT. AAL) adalah salah satu
perusahaan agribisnis terbesar di Indonesia yang bisnis intinya (core business)
bergerak dalam bidang perkebunan dan pengolahan kelapa sawit. PT. AAL
merupakan salah satu anak perusahaan PT. Astra Internasional Tbk. (Astra
International Group) yang termasuk dalam Divisi Astra Resources untuk industri
yang berbasis agribisnis perkebunan dan perkayuan.
Astra Internasional itu sendiri merupakan salah satu konglomerasi terbesar
di Indonesia yang pada awal kegiatan operasionalnya bergerak dalam bidang
usaha perdagangan umum terutama hasil bumi. Kemudian Astra Internasional
melakukan perluasan usaha ke bidang distribusi kendaraan dan alat-alat berat serta
komponen kendaraan bermotor, di samping melakukan penyertaan saham baik
secara langsung maupun tidak langsung pada anak-anak perusahaan dan juga
kepada perusahaan yang mempunyai hubungan afiliasi yang bergerak dalam
berbagai usaha antara lain kendaraan bermotor, jasa keuangan, industri,
perkebunan serta usaha-usaha lainnya.
PT. Astra Agro Lestari Tbk. semula didirikan dengan nama PT. Suryaraya
Cakrawala sesuai Akte Pendirian No. 12 tanggal 3 Oktober 1988, kemudian pada
tahun 1989 berubah nama menjadi PT. Astra Agro Niaga berdasarkan Akte
Perubahan No. 9 tanggal 4 Agustus 1989. Akte Pendirian perusahaan dan
perubahannya telah disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam
SK No. C2-10099.HT.01.01.TH.89 tanggal 31 Oktober 1989 dan diumumkan
dalam Lembaran Berita Negara Republik Indonesia No. 101 Tambahan No. 3626
tanggal 19 Desember 1989. Pada tanggal 30 Juni 1997, perusahaan melakukan
penggabungan usaha dengan PT. Suryaraya Bahtera salah satu pemegang saham
terbesar. Sehubungan dengan penggabungan usaha tersebut, nama perusahaan
diubah menjadi PT. Astra Agro Lestari Tbk. (PT. AAL).
PT. AAL yang bergerak dalam bidang perkebunan melaksanakan kegiatan
usaha mulai dari penanaman, panen, pengolahan dan perdagangan hasil
produksinya dilaksanakan oleh Perseroan sendiri maupun dioperasikan melalui 42
anak perusahaan dengan berbagai nama perusahaan yang masuk di dalam
54
beberapa Direktorat yang terbagi di beberapa Divisi Bisnis PT. AAL seluruh
Indonesia, yang terdiri dari 30 perusahaan yang bergerak dalam bidang kakao,
lima perusahaan dalam perkebunan teh, serta satu perusahaan dalam bidang
pengolahan bahan baku CPO menjadi minyak goreng yang pabriknya berada di
Tanjung Morawa Medan.

Lokasi Pabrik
Pabrik Refining and Fractionation, PT. Astra Agro Lestari, Tbk berada di
jalur trans Medan – Siantar, tepatnya di kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten
Deli Serdang, Sumatera Utara. Lokasi pabrik sekitar 300 meter dari persimpangan
jalan trans Siantar – Medan. Lokasi pabrik tersebut sangat strategis karena terletak
di daerah yang dekat dengan jalan utama sehingga memudahkan sarana
transportasi.

Struktur Organisasi Perusahaan
Pada struktur organisasi perusahaan yang ditunjukkan di Lampiran 5, Divisi
Refinery berada di bawah naungan direktorat Downstream Industries (DSI)
dimana Divisi Refinery ini menangani pengolahan serta penjualan dan pemasaran
turunan minyak kelapa sawit (CPO). Sebagai divisi dalam PT. AAL yang
memproduksi minyak goreng dengan merek dagang Cap Sendok. Divisi Refinery
yang dipimpin oleh seorang General Manager mempunyai tiga departemen yang
masing-masing dipimpin oleh seorang manajer yang menjabat sebagai kepala
departemen (Department Head), yaitu departemen pabrik, departemen
administrasi dan departemen marketing/pemasaran. Masing-masing manajer
dalam menjalankan tugasnya, dibantu oleh beberapa asisten manajer untuk
melaksanakan tugas-tugas operasionalnya.
Antar departemen pabrik, pemasaran serta administrasi mempunyai
keterkaitan satu sama lain, seperti misalnya departemen pemasaran bekerja sama
dengan departemen pabrik dalam merencanakan jumlah produksi yang harus
dilakukan berdasarkan informasi pasar yang diperoleh departemen marketing.
Departemen administrasi bekerja sama dengan departemen pabrik dan departemen
55
marketing dalam mengelola anggaran biaya produksi dan biaya pemasaran. Bagan
struktur organisasi ini dapat dilihat pada Lampiran 5.
Kepala Divisi Refinery bertugas untuk mengkoordinasikan seluruh manajer
untuk mencapai tujuan perusahaan, menetapkan sasarn yang cukup luas serta
kebijakan untuk mencapainya, memahami kendala yang terjadi dan merumuskan
kembali kebijakan yang harus ditetapkan, serta memastikan strategi berjalan baik
sehingga visi dan misi terwujud sesuai dengan rencana.
Adapun tugas-tugas dari masing-masing departemen yang dibawahi oleh
Divisi Refinery dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Departemen Pabrik (Factory)
Departemen pabrik dipimpin oleh seorang Manajer Pabrik (Factory
Manager). yang dibantu oleh Deputy Manager. Manajer Pabrik membawahi
langsung QAA (Quality Assurance Assistance), Asisten PPIC (Product
Planning and Inventory Control) dan Asisten SHE (Safety Health and
Environment), sedangkan Deputi Manajer Pabrik membawahi langsung
asisten permesinan (Maintenance Asistance), Kepala Proses dan Kepala
Packing.
2. Departemen Administrasi
Departemen Administrasi dipimpin oleh seorang Manajer Administrasi
dan membawahi langsung empat sub bagian, yaitu : Logistic, Finance &
Accounting, HRGA dan Gudang. Tiap-tiap bagian dipimpin oleh Kepala
Bagian, dimana bagian Logistic membawahi Procurement dan Expedisi.
Bagian Finance & Accounting membawahi bagian Finance dan Accounting.
Bagian Human Resources and General Affair (HRGA) membawahi personalia
umum. Bagian kepala gudang membawahi gudang pabrik dan gudang
packing.
Bagian Logistic adalah bagian yang mengelola unit kerja procurement
dan expedisi yang bertugas untuk mengelola persediaan dan persiapan untuk
produksi pabrik serta packing yang menyangkut kepada pemesanan bahan
baku, bahan penunjang, bahan bakar, material consumable dan spare part
mesin pabrik dengan pihak pemasok. Unit kerja gudang mengatur persediaan
barang, stock barang jadi, stock bahan baku serta lain-lain barang yang
56
tersimpan sebagai stock gudang dan bagian expedisi memonitor kelancaran
pengiriman produk dan penerimaan bahan baku.
Bagian personalia bertanggung jawab terhadap seluruh karyawan pada
waktu bertugas di perusahaan, mengatur perekrutan, menempatkan tenaga
kerja dan pengembangan karier. Sedangkan bagian finance dan accounting
bertugas dalam hal keuangan untuk mengatur dan memonitor biaya produksi
maupun biaya pemasaran, mengeluarkan pembayaran, mengelola semua arus
keuangan perusahaan serta membuat laporan keuangan.
3. Departemen Pemasaran (Marketing)
Departemen marketing/pemasaran dipimpin oleh seorang manajer
pemasaran yang membawahi dua regional sales manager dan marketing and
sales support, membuat perencanaan atau target penjualan, dan meneteapkan
strategi pemasaran seperti melakukan promosi, menembus pasar baru yang
tepat sesuai dengan kebijakan perusahaan. Saat ini kepala divisi refinery juga
merangkap sebagai manajer pemasaran.
Pemasaran minyak goreng Cap Sendok saat ini baru mencapai wilayah
Sumatera dan J awa, sehingga Regional sales manager tersebut masing-masing
bertanggung jawab atas pemasaran dan penjualan untuk daerah Sumatera dan
daerah J awa. Selanjutnya masing-masing regional sales manager untuk J awa
membawahi supervisor area J akarta dan Lampung, supervisor Jawa Barat dan
supervisor J awa Timur. Keseluruhan supervisor tersebut memiliki tugas untuk
mencapai target yang ditentukan manajemen seperti target distribusi, volume
penjualan, memonitor saluran distribusi, mengetahui persediaan barang di
tiap-tiap area, serta memenuhi permintaan distributor. Selain itu supervisor
area harus mampu mengetahui situasi dan kondisi yang terjadi di pasar dengan
menganalisa kendala ataupun peluang yang ada, sebagai wakil manajemen
atau perusahaan principle dalam menjaga hubungan dengan pihak distributor
dan pedagang perantara lainnya.
Pada bagian marketing and sales support membawahi bagian sales
promotion and costumer service, administrasi computer data centre, serta
marketing research. Bagian sales promotion and customer service membuat
perencanaan dan menjalankan kegiatan promosi penjualan minyak goreng Cap
57
Sendok serta layanan pra jual maupun purna jual pada pelanggannya. Bagian
administrasi komputer dan pusat data bertugas untuk mengumpulkan data
guna keperluan pemasaran dan penjualan produknya yang didukung oleh
sistem informasi yang dimiliki perusahaan, sedangkan bagian market research
melakukan survey atau riset berdasarkan tujuan pemasaran yang ingin dicapai.

Produk dan Bahan Baku
Pabrik Refining and Fractionation, PT. Astra Agro Lestari, Tbk
merupakan pabrik pengolahan CPO menjadi minyak goreng yang terdiri dari
minyak goreng curah (bulking) dan minyak goreng dengan merek Cap Sendok dan
Palmeco. Minyak goreng curah dan Cap Sendok dipasarkan di dalam negeri dan
minyak goreng Palmeco dipasarkan di luar negeri (ekspor). Untuk minyak goreng
Cap Sendok, dipasarkan ke toko-toko, swalayan dan supermarket, sedangkan yang
curah dipasarkan ke warung, grosir dan pasar tradisional.
Bahan baku CPO diperoleh dari pabrik sendiri, yang berasal dari Aceh dan
sebagian berasal dari PKS swasta. Untuk minyak goreng Cap Sendok dan
Palmeco, seratus persen CPO berasal dari pabrik sendiri, sedangkan untuk curah,
CPO berasal dari pabrik sendiri dan dari pabrik swasta.

Proses Produksi Minyak Goreng Cap Sendok
Proses pengolahan minyak goreng Cap Sendok di PT. Astra Agro Lestari,
Tbk terdiri dari dua tahapan proses, yaitu proses refining dan proses fractionation.
Pada dasarnya, proses refining ada dua jenis yaitu Chemical refining dan physical
refining. Pada chemical refining digunakan bahan kimia penolong, namun biaya
operasinya sangat mahal, sedangkan physical refining lebih murah dan lebih
mudah pelaksanaannya. PT. Astra Agro Lestari, Tbk menggunakan physical
refining yang terdiri dari beberapa tahapan proses di bawah ini :
1. Pretreatment section,
2. Degumming section,
3. Bleaching section, dan
4. Deodorization section.
58
Hasil dari proses pemurnian (refining) diperoleh minyak RBDPO (Refined
Bleached Deodorized Palm Oil) dan PFAD (Palm Fatty Acid Destillate). Proses
Fractionation menggunakan Dry fractionation yang terdiri dari tiga tahapan
proses sebagai berikut :
1. Tahap persiapan dan pengkondisian minyak (Preparation tank)
2. Tahap pembentukan kristal (Crystalizer tank)
3. Tahap filtrasi (Filter press)
Kapasitas pabrik ini dalam mengolah minyak goreng Cap Sendok adalah 200
ton/hari. Diagram alir proses produksi minyak goreng Cap Sendok dapat dilihat
pada Lampiran 4.
A. Physical Refining
1. Pretreatment section
Pretreatment section adalah proses pendahuluan yang dilakukan terhadap
CPO (Crude Palm Oil) sebagai bahan baku, dimana CPO ini terlebih dahulu
diuji di laboratorium sesuai persyaratan yang telah ditentukan. CPO yang
datang dari PKS dicurahkan ke dalam loading dan akan mengalami
pemanasan pendahuluan sebelum ditransfer ke dalam tangki timbun (storage
tank) bahan baku. Media pemanas yang digunakan adalah steam yang
mengalir di dalam pipa (coil) yang terdapat di dasar loading. Pada storage
tank, CPO dipanaskan hingga suhu 50–60
o
C (maksimal) dengan tujuan agar
CPO tidak membeku sehingga memudahkan pengaliran CPO.
CPO dari storage tank ditransfer ke intermediate tank dengan
menggunakan pompa. Dalam intermediate tank, CPO dipanaskan kembali
hingga mencapai suhu 60–70
o
C. Selanjutnya, CPO dipompakan ke pemanas
(heat exchanger), namun sebelumnya disaring terlebih dahulu di bucket
stryner filter. Heat exchanger digunakan untuk memanaskan CPO pada saat
start-up pabrik dan saat RBDPO sudah dihasilkan.
Setelah CPO yang dipanaskan mencapai suhu 80–90
o
C, kemudian
dipompakan ke tangki pengering (dryer vessel). Tangki ini bekerja pada
tekanan vakum, dimana berfungsi sebagai pengering dengan menguapkan
kandungan air pada CPO dengan cara sprayer pada ruang hampa tersebut.

59
2. Degumming section
CPO dari dryer tank dialirkan dengan pompa menuju ke tangki
pengolahan (degumming tank), dimana sebelumnya CPO dicampur dengan
phosporic acid (H
3
PO
4
) untuk memudahkan pelepasan getah yang dikandung
CPO. Tangki degumming dilengkapi dengan pengaduk (mixer static) yang
berfungsi untuk menghomogenkan larutan minyak. Pada proses degumming
ditambahkan bleaching earth (BE) yang bertujuan untuk mengeluarkan heavy
metal dan kotoran lainnya hasil hidrasi. Dengan demikian, pada tangki ini
sudah tercampur H
3
PO
4
dan BE. Dari degumming tank, minyak dipompakan
menuju bleaching tank.
3. Bleaching section
CPO yang keluar dari degumming tank dialirkan menuju bleacher tank.
Bleacher tank ini juga dilengkapi dengan pengaduk yang fungsinya untuk
menghomogenkan larutan minyak CPO dengan BE. Bleacher tank ini
beroperasi pada tekanan vakum 50-60 mBar. Fungsi dari bleacher tank adalah
untuk memucatkan warna dari CPO, dimana BE akan mengikat karoten yang
terdapat pada CPO.
Hasil minyak BPO dari bleacher tank kemudian dialirkan atau
dipompakan menuju ke niagara filter untuk menjernihkan minyak. Spent
earth yang sudah dipisahkan akan dibuang melalui bottom niagara filter
dengan cara mem-blowing terlebih dahulu dengan menggunakan uap yang
bertekanan maksimum 3 Bar. Apabila minyak BPO tersebut keruh maka akan
disirkulasikan kembali ke bleacher tank lalu kembali ke niagara filter hingga
minyak BPO benar-benar jernih. Tekanan pada niagara filter tidak bisa lebih
dari 1,4 Bar agar penyaringan minyak dapat berjalan dengan lancar dan
niagara filter tidak padat dengan spent earth sehingga tidak merusak filter
card yang terdapat pada niagara filter tersebut.
Minyak BPO yang sudah jernih kemudian dipompakan menuju
intermediate tank BPO. Dari intermediate tank ini BPO dialirkan menuju
polishing filter dengan menggunakan pompa. Polishing filter ini
menggunakan filter bag yang mempunyai dua jenis ukuran, yaitu ukuran 40 µ
dan 10 µ. Filter bag ukuran 40 µ ini digunakan untuk menyaring BPO yang
60
berasal dari intermediate tank, sedangkan ukuran 10µ digunakan untuk
menyaring minyak RBDPO yang berasal dari cooler. Polishing filter untuk
BPO dan RPO masing-masing ada empat buah, dimana ada dua buah ukuran
panjang dan dua buah ukuran pendek. Kemudian minyak BPO yang sudah
disaring akan dipompakan ke Deaerator/Deodorization section untuk diolah
lebih lanjut sehingga menghasilkan RPO.
4. Deodorization section
Setelah CPO mendapat perlakuan penghilangan air (dryer), mengikat
gum (degumming) dan pemucatan (bleaching), maka CPO disebut dengan
Bleaching Palm Oil (BPO). BPO ini diproses lagi untuk menghasilkan
RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm Oil) atau sering juga disebut
dengan RPO (Refined Palm Oil).
Pada proses deodorisasi, yang digunakan adalah proses physical refining
untuk memisahkan free fatty acid (FFA), zat warna berupa pigmen, air, heavy
metal, dan bahan lain yang dapat menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak.
Tahapan proses deodorisasi adalah sebagai berikut :
Deaerator
BPO yang berasal dari polishing filter dipompa menuju deaerator.
Deaerator berfungsi menghilangkan kembali kadar air dan gas yang masih
ada dalam minyak sebagai penyebab oksidasi. Didalam deaerator
terbentuk kondisi sedemikian rupa sehingga air menguap dan dihisap oleh
sistem vakum yang dihasilkan oleh steam jet injector. Pada kondisi
tersebut, minyak belum dapat menguap sehingga tidak mudah terhisap.
Dengan terbentuknya kondisi vakum, tekanan uap larutan BPO akan turun
sehingga suhu uap air dan gas-gas akan kecil. Dengan suhu 100–110
o
C
sudah cukup untuk menghilangkan uap air dan gas-gas.
BPO masuk deaerator dengan cara spray yang menggunakan nozzle
sehingga akan memudahkan air dan gas untuk menguap. Uap air beserta
gas akan lewat melalui pipa vakum menuju ke direct lalu dibuang ke Hot
Well. Agar kondensat ini dapat dipakai kembali maka dipompakan ke
Barometric Cooling Tower untuk didinginkan. BPO yang dihasilkan
61
dialirkan menuju spiral Heat Exchanger untuk dinaikkan suhunya dengan
menggunakan media pemanas yang bersuhu sekitar 265
o
C.
Heat Exchanger
Didalam heat exchanger terdapat pemanas yang berbentuk spiral
tersebut dari bahan stainless steel. Secara kontinu terjadi perpindahan
panas RPO bersuhu 265
o
C ke BPO bersuhu 110
o
C. BPO yang keluar dari
heat exchanger bersuhu sekitar 210ºC. Pada spiral-spiral ini dapat terjadi
penyumbatan-penyumbatan oleh karena pemakaian yang sudah lama
sehingga mengakibatkan flow rate BPO yang masuk ke akan berkurang
dan akan menurunkan kapasitas. Untuk mengatasi ini jika pabrik sedang
tidak beroperasi, spiral heat exchanger dibersihkan (disirkulasikan)
dengan caustic soda untuk membersihkan kotoran yang melekat pada
dinding spiral.
Presstriper
BPO yang telah dipanaskan di heat exchanger bersuhu 270–275ºC
dan telah jernih dialirkan ke presstriper. Fungsi presstriper adalah untuk
memisahkan FFA sebesar mungkin dengan penguapan. Pada kolom ini
minyak diberi stripping steam yang berfungsi untuk membentuk
gelembung-gelembung uap sehingga FFA cenderung menguap.
Scrubber
Fungsi scrubber adalah menampung gas FFA dengan proses
pendinginan. Minyak yang mengandung FFA cair di scrubber dipanaskan
dengan suhu 70–80ºC sebagai umpan secara sprayer, menyebabkan
terjadinya peristiwa kondensasi karena kondisi vakum terhisap masuk ke
stripper untuk mendapatkan perlakuan final seperti di presstripper.
Stripper
Fungsi Stripper adalah untuk memisahkan FA terakhir kalinya
sehingga diperoleh RPO murni yang bebas FA dan bau sehingga siap
untuk diproses ke dry fractionation.
Fatty Acid Kondensor
Pipa vakum berfungsi untuk mendapatkan/menampung gas fatty acid
atau liquid fatty acid sehingga gas akan terkondensasi menjadi liqiud.
62
Heat Exchanger (Cooler RPO)
RPO memiliki suhu yang cukup tinggi sehingga perlu pendinginan
sebelum masuk ke storage tank di polishing filter. Fungsi Heat Exchanger
adalah untuk pendinginan RPO dengan air dingin sehingga diperoleh suhu
RPO yang layak untuk disimpan (suhu condition storage) yaitu sekitar
50ºC. Air pendingin berasal dari chilling tower, dimana air yang masuk
memiliki suhu 30–33ºC.
Polishing Filter CPO
Fungsi polishing filter adalah untuk mendapatkan RPO bersih dan
bebas dari kotoran. Prinsip polishing filter dilengkapi dengan filter bag,
dimana ukuran lubang-lubang pada filter bagian adalah 10 µ. RPO masuk
melalui top polishing filter kemudian mengalir ke bawah melalui filter bag
sehingga kotoran RPO yang lebih besar dari 10 µ akan tertinggal di filter
bag ini. Filter bag ini perlu dicuci dan diganti dengan yang baru pada
interval waktu tertentu. RPO yang bebas kotoran mengalir ke tangki
timbun (storage tank) dengan suhu RPO sekitar 70–80ºC.
Cooler Free Fatty Acid
Fatty Acid sebelum diumpankan terlebih dahulu didinginkan dengan
suhu 60–70ºC.
B. Dry Fractionation
Pada PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk menggunakan sistem
fraksionasi tanpa pelarut (dry fractionation). Pada fraksionasi ini, minyak RBDPO
produk refining plant yang masih mengandung dua fraksi (olein dan stearin)
dipisahkan berdasarkan sifat fisiknya. Fraksi minyak yang tidak jenuh
(unsaturated) mempunyai titik cair relatif lebih tinggi (stearin).
Tahap Persiapan dan Pengkondisian Minyak (Preparation tank)
RBDPO dari refinery plant dipompakan ke tangki sebelum
diumpankan ke tangki crystalizer. Pada tangki ini RBDPO diatur dengan
suhu sekitar 80ºC dan diaduk merata dengan sebuah agigator. Tangki ini
dilengkapi dengan pengatur suhu dan pengatur tekanan untuk mengatur
kecepatan steam yang diperlukan untuk menggerakkan agigator. Tangki
ini juga berguna untuk dosing minyak yang akan diumpankan ke
63
crystalizer tank. Tangki ini dilengkapi dengan level indikator yang
berguna untuk menunjukkan volume RBDPO.
Tahap pembentukan kristal (Crystalizer tank)
RBDPO yang akan difraksionasi dipompakan ke crystalizer tank
tergantung pada berapa banyak yang diinginkan. Crystalizer ada enam
buah, lima buah mempunyai spesifikasi yang sama yakni dan masing-
masing mempunyai muatan 24 ton sedangkan satu buah mempunyai
muatan 50 ton. Keenam tangki bekerja secara bergantian (tidak sekaligus,
tetapi bertahap) sesuai dengan waktu pengisian. Beroperasi secara batch
dan diharapkan dapat mengimbangi kapasitas refining plant.
Dengan pendinginan perlahan-lahan yang bergantung kepada cooling
start (suhu awal) dari setiap tangkinya sehingga fraksi stearin akan
mengkristal sedangkan fraksi olein masih dalam fase cair. Air pendingin
masuk melalui coil yang bersentuhan langsung dengan minyak di dalam
tangki, air cooling tower akan digantikan dengan air chiller pada suhu
minyak 48ºC. Agar minyak tercampur merata setiap crystalizer dilengkapi
dengan sebuah pengaduk (agitator) yang digerakkan oleh elektromotor.
Sistem pendinginan bertahap pada crystalizer di PT. Astra Agro
Lestari, Tbk dikendalikan secara otomatis, dan laju aliran air pendingin
diatur oleh suhu control valve (TCV). Penggantian air pendingin (cooling
water dan chiller) diatur oleh pneumatic valve atau control valve. Dengan
dua media pendingin cooling water dan chiller, minyak mengalami
penurunan suhu yaitu cooling water menurunkan suhu minyak dari suhu
awal (60-70ºC) menjadi suhu 24,5 ºC dengan cara bertahap. Langkah
pendinginan ini disebut dengan cooling step.
Tahap filtrasi (Filter press)
Tahan filtrasi berfungsi untuk memisahkan fraksi stearin yang telah
mengkristal dengan olein yang masih dalam fase cair. PMG Cap Sendok,
PT. Astra Agro Lestari, Tbk memiliki dua buah filter press, sebagai
berikut :
- Filter Press 01 (bekerja secara manual)
- Filter Press 02 (bekerja secara automatic)
64
Pemisahan stearin dengan olein dalam filter press memiliki beberapa
tahapan proses dibawah ini :
a. Filtrasi
Pada tahap ini, RPO yang sudah didinginkan di crystalizer hingga suhu
mencapai 24,5ºC akan dipisahkan fraksi padat (stearin) dan fraksi cair
(olein) dengan menggunakan filter press yang bertekanan 1,6 Bar
(max). Fraksi padat akan melekat di plate dan fraksi cair akan mengalir
ke storage tank. Tahap ini membutuhkan waktu sekitar 25-30 menit.
b. Sequeezing
Tahap ini dimaksudkan untuk memadatkan stearin yang ada di filter
cloth dengan air kompressor 3 bar (max) yang masuk ke membran
karet. Tahap ini membutuhkan waktu selama 25 menit.
c. Suspension Blowing
Tahap ini dimaksudkan untuk mengosongkan minyak yang tinggal
dalam pipa-pipa yang belum tertekan. Waktu suspension blowing kira-
kira 5 menit.
d. Cake Discharge
Tahap ini dimaksudkan untuk membuang fraksi stearin yang telah
dipadatkan ke dalam melting tank stearin yang terletak di bawah filter
press dan selanjutnya dipompakan ke storage tank. Waktu yang
diperlukan untuk cake discharge kira-kira 5 menit.

Selain ketiga tahap diatas, untuk menunjang proses produksi di PMG
Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk dilengkapi dengan alat-alat
bantu fraksionasi sebagai berikut :
a. Hot Water Tank
Tangki ini digunakan untuk pencairan stearin hasil filtrasi dan untuk
memanaskan minyak dalam crystalizer tank yang tidak memenuhi
standar untuk diproses di filter press. Minyak tersebut dipanaskan
kembali oleh air yang berasal dari hot water tank agar dapat diproses
ulang.


65
b. Washing Tank
Washing tank digunakan untuk menampung olein panas bekas
pencucian filter press. Untuk mencuci filter press, olein pencuci
dipanaskan terlebih dahulu pada tangki ini. J ika hasil fraksionasi di
kristalisasi jelek, olein keruh akan diover ke dalam tangki ini sebelum
diproses ulang.
c. Olein Intermediate Tank
Hasil olein filter press dialirkan terlebih dahulu ke olein intermediate
tank sebelum dipompakan ke storage. Tujuannya adalah untuk
menguji mutu olein di laboratorium. J ika pemeriksaan di laboratorium
menyatakan mutu olein baik dan sesuai standar yang ditetapkan, maka
olein dipompakan ke storage tank. J ika olein mutunya buruk atau tidak
sesuai dengan standar yang ditetapkan, maka olein harus diproses
ulang.
d. Melting Tank Stearin
Cake stearin yang keras dicairkan terlebih dahulu di dalam melting
tank stearin dengan coil pemanas yang dialiri steam, kemudian
dipompakan ke storage tank stearin.
e. Cooling Tower
Cooling tower yang digunakan pada bagian fraksionasi ada dua jenis,
sebagai berikut :
- Cooling Tower Liang Chi
Digunakan untuk memenuhi kebutuhan air pendingin. Air pendingin
yang dihasilkan dari cooling tower Liang Chi digunakan untuk
mendinginkan RPO. Proses pendinginan air pendingin bekas ini
disebut proses humidifikasi, dimana air pendingin bekas akan
dipompakan ke atas cooling tower lalu akan turun ke bawah melalui
packing-packing, dan untuk mempercepat pendinginan digunakan
kipas angin (blower).
- Cooling Tower Dry Fractionation
Air pendingin dari cooling tower dry fractionation digunakan untuk
mendinginkan crystallizer tank yang berisi RPO hingga mencapai
66
suhu 35 ºC selama kira-kira tiga jam dan juga untuk mendinginkan
air yang akan dipompakan ke chiller dengan menggunakan
refrigerant. Cooling tower dry fractionation ini dilengkapi dengan
blower yang fungsinya menarik panas dari air yang didinginkan. Air
yang jatuh ke cooling tower dry fractionation tersebut akan turun
melalui packing yang terdapat pada cooling tower tersebut.
ANALISIS QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) UNTUK
MENGETAHUI KEINGINAN DAN HARAPAN KONSUMEN

KONSUMEN CPO
A. Customer Needs and Benefits (Harapan Pelanggan)
Survei pendahuluan dilakukan dengan wawancara langsung kepada
konsumen CPO (industrial buyers), yaitu industri minyak goreng untuk
mengetahui atribut-atribut mutu. Ini disebut juga dengan elemen Voice of
Consumer (VOC) yang menjadi pertimbangan konsumen dalam membeli
suatu produk. Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen dan pakar
diperoleh delapan jenis atribut penentu mutu CPO yang menjadi prioritas
konsumen dalam memilih CPO sebagai bahan baku minyak goreng, antara
lain FFA, kadar kotoran, kadar air, PV, IV, DOBI, warna, dan karoten. Tabel 9
menunjukkan hasil analisis kepentingan antar atribut mutu CPO berdasarkan
kombinasi pendapat pakar dan Tabel 10 menunjukkan hasil analisis prioritas
atribut mutu CPO.

Tabel 9. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu CPO
Atribut FFA
Kadar
Air
Kadar
Kotoran PV IV DOBI Warna Karoten
FFA 1,644 1,644 2,667 2,667 4,076 4,359 6,544
Kadar air 0,922 2,220 2,459 3,322 3,680 6,118
Kadar
kotoran 2,352 2,459 3,323 3,817 6,544
PV 1,246 2,551 3,322 5,348
IV 2,047 2,766 4,828
DOBI 2,221 4,076
Warna 3,758
Karoten


Tabel 10. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu CPO
No Atribut Bobot Rangking
1 FFA 0.255 1
2 Kadar kotoran 0.199 2
3 Kadar air 0.191 3
4 PV 0.117 4
5 IV 0.101 5
6 DOBI 0.066 6
7 Warna 0.049 7
8 Karoten 0.024 8

67
Berdasarkan metode pairwise comparison dari AHP yang dianalisa
menggunakan Program Expert Choice 2000, maka didapat bobot masing-
masing tingkat kepentingan atribut mutu CPO yaitu : kadar FFA (0.255),
kadar kotoran (0.199), kadar air (0.191), Peroxide value (0.117), Iod value
(0.101), DOBI (0.066), warna (0.049), dan karoten (0.024). Nilai Incon
(Konsistensi Indeks) merupakan nilai ukuran dari seberapa besar
kemungkinan ketidakkonsistenan kita dalam menetapkan prioritas untuk
elemen-elemen yang ada. Konsistensi sampai kadar tertentu dalam
menetapkan prioritas untuk elemen-elemen perlu untuk memperoleh hasil-
hasil yang sahih/akurat dalam dunia nyata. Nilai Konsistensi Indeks harus 10
persen atau kurang. Ketidakkonsistenan yang lebih besar menunjukkan
kekurangan informasi atau kekurangpahaman sehingga hasilnya menjadi
tidak akurat (Saaty, 1993). Nilai Incon yang diperoleh adalah lebih kecil dari
0,1 yaitu sebesar 0,03. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketidakkonsistenan
gabungan pendapat konsumen pakar rendah, sehingga pendapat tersebut
dipandang konsisten. Dari hasil analisis kepentingan antar atribut diatas,
diketahui bahwa kadar FFA merupakan atribut yang menjadi prioritas pertama
bagi konsumen dalam memilih CPO. Hal itu kemudian diikuti oleh atribut
kadar kotoran, kadar air, PV, IV, DOBI, warna, dan karoten.
B. Planning Matrix (Riset Pasar dan Rencana Strategik)
Tahap ini merupakan tahap untuk mengkaji riset pasar berdasarkan
penilaian konsumen mengenai sasaran perusahaan untuk memperbaiki dan
meningkatkan mutu produk yang dihasilkan perusahaan. Dari hasil analisis
riset pasar, diketahui bahwa rasio perbaikan yang diharapkan konsumen untuk
keseluruhan atribut mutu CPO sudah memenuhi target sasaran yaitu 1.00.
Dengan rasio perbaikan tersebut maka PKS Rambutan sudah memenuhi target
pasar, dan yang harus dilakukan adalah mempertahankan mutu CPO yang
sudah ada. Hasil dari analisis riset pasar dan sasaran yang harus dicapai PKS
Rambutan dapat dilihat pada Tabel 11.



68
Tabel 11. Hasil Analisis Planning Matriks Untuk Atribut CPO PKS
Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III
Atribut

Target
Nilai
Skor
Evaluasi
Tingkat
Kepentingan
Rasio
Perbaikan
FFA 4 4 8 1.00
Kadar kotoran 4 4 7 1.00
Kadar air 4 4 6 1.00
PV 4 4 5 1.00
IV 4 4 4 1.00
DOBI 4 4 3 1.00
Warna 4 4 2 1.00
Karoten 4 4 1 1.00

C. Technical Response (Tanggapan atas karakteristik proses)
Tahap ini merupakan tahap untuk menentukan jenis aktivitas proses yang
terkait dengan spesifikasi dan harapan konsumen. Penentuan aktivitas proses
dilakukan oleh para pakar dengan teknik brainstorming dan studi literatur.
Hasil dari analisis tanggapan atas karakteristik proses dapat dilihat pada Tabel
12.
Tabel 12. Hasil Analisis Matriks Technical Proses CPO
Karakteristik Proses Produksi
N
o



Atribut



Tingkat
Kepentingan



P
e
n
e
r
i
m
a
a
n

T
B
S

S
o
r
t
a
s
i

T
B
S

P
e
n
y
i
m
p
a
n
a
n

B
u
a
h

P
e
r
e
b
u
s
a
n

(
S
t
e
r
i
l
i
s
a
s
i
)

P
e
n
e
b
a
h
a
n

P
e
n
g
a
d
u
k
a
n

P
e
n
g
e
m
p
a
a
n

(
P
e
n
g
e
p
r
e
s
s
a
n
)

P
e
m
u
r
n
i
a
n

(
K
l
a
r
i
f
i
k
a
s
i
)

P
e
n
y
i
m
p
a
n
a
n

C
P
O

D
i
s
t
r
i
b
u
s
i

(
T
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i
)

1 FFA 8 0 10 10 10 1 10 5 5 5 5
2
Kadar
kotoran
7 0 10 10 5 5 1 10 10 1 5
3 Kadar air 6 0 10 10 10 0 10 10 10 1 5
4 PV 5 0 10 10 10 0 5 5 10 5 5
5 IV 4 0 10 5 10 0 1 5 5 1 1
6 DOBI 3 0 10 10 10 0 5 5 10 5 5
7 Warna 2 0 10 10 10 0 5 5 5 5 5
8 Karoten 1 0 10 10 10 0 5 5 5 5 5

Nilai 10 melambangkan hubungan kuat antara atribut dengan karakteristik
proses produksi, dimana proses tersebut berpengaruh kuat terhadap
peningkatan atau penurunan nilai atribut produk. Nilai 5 melambangkan
hubungan sedang, nilai 1 melambangkan hubungan lemah, dan nilai 0
melambangkan tidak adanya hubungan antara proses tersebut dengan
peningkatan dan penurunan nilai atribut.
69
Aktivitas proses yang berpengaruh kuat terhadap kadar FFA adalah sortasi
TBS, penyimpanan buah, perebusan, dan pengadukan, sedangkan proses
pengempaan, pemurnian, penyimpanan CPO, dan distribusi berpengaruh
sedang. Disamping itu proses penebahan berpengaruh lemah terhadap kadar
FFA. Kadar kotoran dipengaruhi kuat oleh proses sortasi TBS, penyimpanan
buah, proses pengempaan, dan pemurnian, sedangkan perebusan, penebahan
dan distribusi berpengaruh sedang. Proses pengadukan dan penyimpanan CPO
memiliki pengaruh yang lemah. Kadar air dipengaruhi kuat oleh proses sortasi
TBS, penyimpanan buah, perebusan, pengadukan, pengempaan, dan
pemurnian. Proses distribusi CPO memiliki pengaruh yang sedang terhadap
kadar air, sedangkan penyimpanan CPO memiliki pengaruh yang lemah.
Peroxide Value (PV) dipengaruhi kuat oleh proses sortasi, penyimpanan
buah, perebusan, dan pemurnian, sedangkan proses pengadukan, pengempaan,
penyimpanan CPO dan distribusi CPO memiliki pengaruh yang sedang
terhadap PV. Iod Value (IV) dipengaruhi kuat oleh sortasi dan perebusan,
sedangkan penyimpanan buah, pengempaan, dan pemurnian memiliki
pengaruh sedang, serta pengadukan, penyimpanan CPO dan distribusi
berpengaruh lemah. DOBI dipengaruhi kuat oleh sortasi, penyimpanan buah,
perebusan dan pemurnian, sedangkan proses pengadukan, pengempaan,
penyimpanan CPO dan distribusi memiliki pengaruh yang sedang. Parameter
warna dan kandungan karoten sama-sama dipengaruhi kuat oleh proses
sortasi, penyimpanan buah, dan perebusan, sedangkan pengadukan,
pengempaan, pemurnian, penyimpanan CPO serta distribusi memiliki
pengaruh yang sedang.
D. Relationship (Tanggapan Atas Kebutuhan Pelanggan)
Tahap ini merupakan tahap untuk membandingkan tingkat kepuasan
konsumen terhadap atribut-atribut mutu produk CPO yang dihasilkan oleh
PKS Rambutan. Dari hasil analisis diatas, diketahui bahwa seluruh atribut
mutu CPO, yaitu FFA, kadar kotoran, kadar air, kadar PV, kadar IV, DOBI,
warna dan kandungan karoten yang dihasilkan PKS Rambutan memuaskan
bagi konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa mutu CPO PKS Rambutan
diterima oleh konsumen dan target yang ditentukan oleh PKS Rambutan sudah
70
tercapai. Tabel 13 menunjukkan hasil analisis kepuasan konsumen terhadap
atribut mutu CPO yang dihasilkan PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara
III dan perhitungan analisis ini dapat dilihat pada Lampiran 7.

Tabel 13. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu CPO
PKS Rambutan
Atribut

Sangat
tidak puas
Tidak
puas
Cukup
puas
Puas

Sangat
puas
Jumlah

Total
nilai
Nilai
indeks
Tingkat
kepuasan
FFA 0 0 2 2 2 6 24 4.80 4
Kadar
kotoran 0 0 1 3 2 6 25 5.00 4
Kadar air 0 0 2 2 2 6 24 4.80 4
PV 0 1 2 2 1 6 21 4.20 4
IV 0 0 3 3 0 6 21 4.20 4
DOBI 0 1 2 2 1 6 21 4.20 4
Warna 0 0 1 4 1 6 24 4.80 4
Karoten 0 1 2 2 1 6 21 4.20 4

E. Technical Correlations
Analisis Technical Correlations diperlukan untuk mengetahui hubungan
keterkaitan antar karakteristik proses yang satu dengan proses lainnya. Suatu
perubahan pada salah satu proses dapat mengakibatkan perubahan pada proses
lainnya. Hasil analisis untuk technical correlations ini dapat dilihat pada
Tabel 14.

Tabel 14. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk
Technical Correlations CPO


No.


Aktivitas Proses



P
e
n
e
r
i
m
a
a
n

B
u
a
h

S
o
r
t
a
s
i

T
B
S

P
e
n
y
i
m
p
a
n
a
n

B
u
a
h

P
e
r
e
b
u
s
a
n

(
S
t
e
r
i
l
i
s
a
s
i
)

P
e
n
e
b
a
h
a
n

P
e
n
g
a
d
u
k
a
n

P
e
n
g
e
m
p
a
a
n

(
P
e
n
g
e
p
r
e
s
s
a
n
)

P
e
m
u
r
n
i
a
n

(
K
l
a
r
i
f
i
k
a
s
i
)

P
e
n
y
i
m
p
a
n
a
n


C
P
O

D
i
s
t
r
i
b
u
s
i

(
T
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i
)

1 Penerimaan Buah + ++
2 Sortasi TBS + ++ + + ++ + +
3 Penyimpanan Buah ++ + + + + +
4 Perebusan (Sterilisasi) ++ ++ ++ ++ +
5 Penebahan + +
6 Pengadukan ++ + -
7 Pengempaan (Pengepressan) ++ -
8 Pemurnian (Klarifikasi) ++ -
9 Penyimpanan -
10 Distribusi / Transportasi
71
Dari hasil analisa data diketahui bahwa proses penerimaan TBS memiliki
hubungan kuat positif terhadap proses penerimaan buah, dan memiliki
hubungan positif terhadap proses sortasi TBS. Proses sortasi TBS memiliki
hubungan kuat positif terhadap proses perebusan dan pengempaan; memiliki
hubungan positif dengan proses penyimpanan buah, proses penebahan,
pengadukan, pemurnian dan penyimpanan CPO. Proses penyimpanan buah
memiliki hubungan kuat positif terhadap proses perebusan; memiliki
hubungan kuat dengan proses penebahan, pengadukan, pengempaan,
pemurnian dan penyimpanan CPO. Proses perebusan memiliki hubungan kuat
positif terhadap proses penebahan, pengadukan, pengempaan dan pemurnian,
serta memiliki hubungan positif dengan proses penyimpanan CPO. Proses
penebahan memiliki hubungan positif terhadap proses pengadukan dan
pengempaan. Proses pengadukan memiliki hubungan kuat positif terhadap
proses pengempaan, memiliki hubungan positif terhadap proses pemurnian,
dan memiliki hubungan negatif dengan proses penyimpanan CPO. Proses
pengempaan memiliki hubungan kuat positif terhadap proses pemurnian dan
memiliki hubungan negatif dengan penyimpanan CPO. Proses pemurnian
memiliki hubungan kuat positif terhadap proses penyimpanan CPO dan
memiliki hubungan negatif dengan proses distribusi. Proses penyimpanan
CPO memiliki hubungan negatif dengan proses distribusi.
F. Technical Matrix (Prioritas Tanggapan Teknis dan Target Teknis)
Technical Matrix berisi informasi mengenai tingkat kepentingan
tanggapan teknis berdasarkan kebutuhan dan harapan pelanggan, serta nilai
relatif dari karakteristik proses yang menjadi target performansi teknis yang
harus dicapai perusahaan. Dari hasil analisa perhitungan data, didapat bahwa
aktivitas proses yang paling menentukan mutu CPO yang akan digunakan
sebagai bahan baku minyak goreng adalah proses sortasi TBS (0,175) dan
penyimpanan buah (0,165) merupakan proses yang paling utama perlu
mendapat perhatian, diikuti oleh proses perebusan (0,143), pemurnian (0.139),
pengempaan (0,119), pengadukan (0,104), distribusi CPO (0,078),
penyimpanan CPO (0,054), serta penebahan (0,023). Hasil analisis hubungan
keterkaitan antar proses produksi dapat dilihat pada Tabel 15.
72
Tabel 15. Hasil Analisis Technical Matrix CPO
Karakteristik Proses Produksi
No



Atribut



T
i
n
g
k
a
t


K
e
p
e
n
t
i
n
g
a
n

P
e
n
e
r
i
m
a
a
n

T
B
S

S
o
r
t
a
s
i

T
B
S

P
e
n
y
i
m
p
a
n
a
n

B
u
a
h

P
e
r
e
b
u
s
a
n

(
S
t
e
r
i
l
i
s
a
s
i
)

P
e
n
e
b
a
h
a
n

P
e
n
g
a
d
u
k
a

P
e
n
g
e
m
p
a
a
n

(
P
e
n
g
e
p
r
e
s
s
a
n
)

P
e
m
u
r
n
i
a
n

(
K
l
a
r
i
f
i
k
a
s
i
)

P
e
n
y
i
m
p
a
n
a
n

C
P
O

D
i
s
t
r
i
b
u
s
i

(
T
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i
)



T
O
T
A
L

1 FFA 8 0 10 10 10 1 10 5 5 5 5
2
Kadar
kotoran
7 0 10 10 5 5 1 10 10 1 5
3
Kadar air
6 0 10 10 10 0 10 10 10 1 5
4 PV 5 0 10 10 10 0 5 5 10 5 5
5 IV 4 0 10 5 10 0 1 5 5 1 1
6 DOBI 3 0 10 10 10 0 5 5 10 5 5
7 Warna 2 0 10 10 10 0 5 5 5 5 5
8 Karoten 1 0 10 10 10 0 5 5 5 5 5
Nilai Tingkat
Kepentingan
0 360 340 295 48 215 245 285 112


160
2.060
Nilai Relatif 0 0,175 0,165 0,143 0,023 0,104 0,119 0,139 0,054 0,078 1,000
Rangking 10 1 2 3 9 6 5 4 8 7

Proses pelaksanaan Quality Function Deployment (QFD) adalah dengan
menyusun satu atau lebih matriks yang disebut dengan rumah kualitas (House Of
Quality). Matriks tersebut menjelaskan hal-hal yang menjadi kebutuhan dan
keinginan konsumen dan cara untuk memenuhinya. Rumah kualitas juga
menggambarkan hubungan antara keinginan konsumen dengan aktivitas
perusahaan serta mengevaluasi kemampuan perusahaan. Analisa yang dilakukan
terhadap rumah kualitas menghasilkan tiga hal yang harus dilakukan oleh
perusahaan yaitu memperbaiki, mempertahankan dan meningkatkan mutu CPO.
Konsep rumah kualitas PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III, Tebing
Tinggi dapat dilihat pada Gambar 6.









73



+

+ +

+
+
++ +

++ +

-
++
+
++
++
+
+
++
+
++

-- -- ++ + +

- ++ ++ ++
+ +





B
O
B
O
T

K
O
N
V
E
R
S
I

P
e
n
e
r
i
m
a
a
n

T
B
S

S
o
r
t
a
s
i

T
B
S

P
e
n
y
i
m
p
a
n
a
n

T
B
S

P
e
r
e
b
u
s
a
n

(
S
t
e
r
i
l
i
s
a
s
i
)

P
e
n
e
b
a
h
a
n

P
e
n
g
a
d
u
k
a
n

P
e
n
g
e
m
p
a
a
n

(
P
e
n
g
e
p
r
e
s
s
a
n
)

P
e
m
u
r
n
i
a
n

(
K
l
a
r
i
f
i
k
a
s
i
)

P
e
n
y
i
m
p
a
n
a
n

C
P
O

D
i
s
t
r
i
b
u
s
i

(
T
r
a
n
s
p
o
r
t
a
s
i
)

P
K
S

R
a
m
b
u
t
a
n
,
P
T
P
.
N

I
I
I

T
a
r
g
e
t

d
a
n

R
a
s
i
o

FFA 8

4 4;1.00
Kadar kotoran 7

4 4;1.00
Kadar air 6



4 4;1.00
PV 5



4 4;1.00
IV 4



4 4;1.00
DOBI 3



4 4;1.00
Warna 2



4 4;1.00
H
A
R
A
P
A
N



P
E
L
A
N
G
G
A
N

Carotene 1



4 4;1.00
PKS Rambutan, PTP. N III 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3
Nilai Tingkat Kepentingan
0 360 340 295 48 215 245 285 112

160
Nilai Relatif 0 0,175 0,165 0,143 0,023 0,104 0,119 0,139 0,054

0,078

Keterangan :
: kuat
: sedang
: lemah
++ : hubungan kuat positif
+ : hubungan positif
-- : hubungan kuat negatif
- : hubungan negatif


Gambar 6. House Of Quality PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III

74
KONSUMEN MINYAK GORENG

A. Customer Needs and Benefits (Harapan Pelanggan)
Survei pendahuluan dilakukan dengan wawancara langsung kepada
konsumen minyak goreng Cap Sendok, yaitu orang yang membeli langsung
minyak goreng Cap Sendok untuk mengetahui atribut-atribut mutu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen dan pakar, maka diperoleh
sepuluh jenis atribut penentu mutu minyak goreng yang menjadi prioritas
konsumen dalam memilih minyak goreng untuk dikonsumsi, yaitu keamanan
pangan, kehalalan, nilai gizi, warna, label, kemasan, harga, aroma, kekentalan,
dan merek. Tabel 16 menunjukkan hasil analisis prioritas atribut mutu minyak
goreng berdasarkan kombinasi pakar dan Tabel 17 menunjukkan hasil analisis
prioritas atribut mutu minyak goreng.

Tabel 16. Hasil Analisis Kepentingan Antar Atribut Mutu Minyak Goreng
Atribut Warna Harga
Nilai
gizi Kemasan Merek Label Kehalalan Kekentalan Aroma
Keamanan
produk
Warna 2,667 0,338 0,802 3,322 1,551 0,305 1,933 1,933 0,155
Harga 0,316 1,245 1,551 0,802 0,245 1 1 0,229
Nilai gizi 3 4,139 2,408 1,379 3,271 3,680 1
Kemasan 2,220 0,740 0,338 0,922 1 0,245
Merek 0,581 0,305 0,902 0,467 0,177
Label 0,581 1,401 1,291 0,221
Kehalalan 3,758 4,317 0,870
Kekentalan 0,922 0,160
Aroma 0,196
Keamanan
produk


Tabel 17. Hasil Analisis Prioritas Atribut Mutu Minyak Goreng
No Atribut Bobot Rangking
1 Keamanan pangan 0.257 1
2 Kehalalan 0.183 2
3 Nilai gizi 0.173 3
4 Warna 0.080 4
5 Label 0.066 5
6 Kemasan 0.058 6
7 Harga 0.050 7
8 Aroma 0.050 8
9 Kekentalan 0.046 9
9 Merek 0.035 10

75
Hasil dari analisis perhitungan data menggunakan pairwise comparison,
memberikan rangking pembobotan dari masing-masing atribut sebagai
berikut : keamanan pangan (0.257), kehalalan (0.183), nilai gizi (0.173),
warna (0.080), label (0.066), kemasan (0.058), harga (0.050), aroma (0.050),
kekentalan (0.046), dan merek (0.035). Di lain pihak, nilai Incon (Konsistensi
Indeks) merupakan nilai ukuran dari seberapa besar kemungkinan
ketidakkonsistenan kita dalam menetapkan prioritas untuk elemen-elemen
yang ada. Konsistensi sampai kadar tertentu dalam menetapkan prioritas untuk
elemen-elemen perlu untuk memperoleh hasil-hasil yang sahih/akurat dalam
dunia nyata. Nilai Konsistensi Indeks harus 10 persen atau kurang.
Ketidakkonsistenan yang lebih besar menunjukkan kekurangan informasi
atau kekurangpahaman sehingga hasilnya menjadi tidak akurat (Saaty, 1993).
Nilai Incon yang diperoleh adalah lebih kecil dari 0,1 yaitu sebesar 0,02. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ketidakkonsistenan gabungan pendapat
konsumen pakar rendah, sehingga pendapat tersebut dipandang konsisten.
Dari hasil analisis kepentingan antar atribut diatas, diketahui bahwa faktor
keamanan pangan merupakan faktor utama bagi konsumen dalam membeli
minyak goreng, diikuti oleh faktor kehalalan, nilai gizi, warna, label, kemasan,
harga, aroma, kekentalan, dan merek.
B. Planning Matrix (Riset Pasar dan Rencana Strategik)
Dari hasil analisis data untuk riset pasar dalam upaya memperbaiki mutu,
diketahui bahwa faktor pelabelan memiliki rasio perbaikan sebesar 2.00,
sedangkan faktor keamanan pangan, kemasan, dan merek memiliki rasio
perbaikan sebesar 1.333. Dengan rasio perbaikan tersebut maka PMG Cap
Sendok perlu memperbaiki mutu minyak goreng dengan atribut pelabelan
sebesar 1 %; diikuti oleh atribut keamanan pangan sebesar 0.333 %; kemasan
sebesar 0.333 %, dan merek sebesar 0.333 %. Hasil dari analisis sasaran proyek
dapat dilihat pada Tabel 18.







76
Tabel 18. Hasil Analisis Planning Matriks Atribut Minyak Goreng Cap Sendok,
PT. Astra Agro Lestari, Tbk
Atribut

Target
Nilai Skor Evaluasi
Tingkat
Kepentingan
Rasio
Perbaikan
Keamanan pangan 4 3 10 1.333
Kehalalan 5 5 9 1.000
Nilai gizi 4 4 8 1.000
Warna 4 4 7 1.000
Label 4 2 6 2.000
Kemasan 4 3 5 1.333
Harga 4 4 4 1.000
Aroma 4 4 3 1.000
Kekentalan 4 4 2 1.000
Merek 4 3 1 1.333

C. Technical Response (Tanggapan Atas Karakteristik Proses)
Tahap ini merupakan tahap untuk menentukan jenis aktivitas proses yang
terkait dengan spesifikasi dan harapan konsumen. Penentuan aktivitas proses
dilakukan oleh para pakar dengan teknik brainstorming dan studi literatur.
Hasil dari analisis tanggapan atas karakteristik proses dapat dilihat pada
Tabel 19.
Tabel 19. Hasil Analisis Matriks Technical Response Minyak Goreng
Karakteristik Proses Produksi
No



Atribut



Tingkat
Kepentingan



P
e
n
e
r
i
m
a
a
n

b
a
h
a
n

b
a
k
u

P
e
n
a
n
g
a
n
a
n

b
a
h
a
n

b
a
k
u

D
e
g
u
m
m
i
n
g

B
l
e
a
c
h
i
n
g

D
e
o
d
o
r
i
s
a
s
i

K
r
i
s
t
a
l
i
s
a
s
i

P
e
n
y
a
r
i
n
g
a
n

P
e
n
g
e
m
a
s
a
n

P
e
n
y
i
m
p
a
n
a
n

D
i
s
t
r
i
b
u
s
i

1 Keamanan pangan 10 10 10 10 10 10 5 5 10 5 1
2 Kehalalan 9 10 0 1 1 1 0 0 1 0 0
3 Nilai gizi 8 10 5 5 5 10 5 5 1 1 1
4 Warna 7 10 5 5 10 5 1 1 1 1 1
5 Label 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Kemasan 5 0 0 0 0 0 0 0 5 5 5
7 Harga 4 10 5 5 10 10 10 10 0 1 1
8 Aroma 3 1 0 0 0 10 0 0 1 1 0
9 Kekentalan 2 0 1 0 0 0 5 5 0 0 0
10 Merek 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Dari hasil perhitungan data diketahui bahwa, aktivitas proses yang
berpengaruh kuat terhadap atribut keamanan pangan adalah penanganan bahan
baku, degumming, bleaching, deodorisasi, pengemasan, penyimpanan, dan
distribusi; sedangkan proses kristalisasi dan penyaringan memiliki pengaruh
77
yang sedang. Kehalalan dipengaruhi kuat oleh proses penerimaan bahan baku,
dan dipengaruhi sedang oleh proses pengemasan. Nilai gizi dipengaruhi kuat
oleh penerimaan bahan baku dan deodorisasi; dipengaruhi sedang oleh proses
penanganan bahan baku, pengemasan, dan penyimpanan; serta dipengaruhi
lemah oleh degumming dan distribusi. Atribut warna dipengaruhi kuat oleh
proses penerimaan bahan baku, degumming, bleaching, dan deodorisasi;
dipengaruhi sedang oleh proses penanganan bahan baku dan distribusi; serta
dipengaruhi lemah oleh proses pengemasan dan penyimpanan. Atribut label
tidak dipengaruhi oleh proses apapun.
Atribut kemasan dipengaruhi secara sedang oleh proses pengemasan,
penyimpanan, dan distribusi. Atribut harga dipengaruhi secara kuat oleh
proses penanganan bahan baku, bleaching, dan deodorisasi; dipengaruhi
secara sedang oleh proses degumming, kristalisasi, dan penyaringan; serta
dipengaruhi secara lemah oleh proses penanganan bahan baku, penyimpanan
dan distribusi. Atribut aroma dipengaruhi secara kuat oleh proses deodorisasi;
dipengaruhi secara sedang oleh proses penyimpanan; dan dipengaruhi secara
lemah oleh proses penerimaan bahan baku dan pengemasan. Atribut
kekentalan dipengaruhi secara kuat oleh proses kristalisasi; dipengaruhi secara
sedang oleh proses deodorisasi, penyaringan, dan penyimpanan; serta
dipengaruhi secara lemah oleh proses penanganan bahan baku dan distribusi.
Atribut merek tidak dipengaruhi oleh proses apapun.
D. Relationship (Tanggapan Atas Kebutuhan Pelanggan)
Tahap ini merupakan tahap untuk membandingkan tingkat kepuasan
konsumen terhadap atribut-atribut mutu produk minyak goreng yang
dihasilkan oleh PMG Cap Sendok. Dari hasil analisa, diketahui bahwa
konsumen minyak goreng Cap Sendok merasa tidak puas akan label yang ada
pada kemasan. Walaupun demikian, konsumen merasa cukup puas dengan
faktor keamanan pangan, kemasan, dan merek. Faktor nilai gizi, warna, harga,
aroma, dan kekentalan memuaskan konsumen, sedangkan faktor kehalalan
sangat memuaskan konsumen. Hal ini merupakan bahan pertimbangan bagi
PMG Cap Sendok untuk memperbaiki mutu minyak goreng yang dihasilkan
terutama atribut label, merek, kemasan, serta keamanan pangan. Tabel 20
78
menunjukkan hasil analisis kepuasan konsumen terhadap atribut mutu CPO
yang dihasilkan PMG Cap Sendok dan perhitungan analisis ini dapat dilihat
pada Lampiran 8.

Tabel 20. Hasil Analisis Relationship Terhadap Atribut Mutu Minyak Goreng
Cap Sendok
Atribut

Sangat
tidak
puas
Tidak
puas
Cukup
puas
Puas

Sangat
puas
Jumlah

Total
nilai
Nilai
indeks
Tingkat
kepuasan
Keamanan
pangan 4 6 9 8 3 30 90 18.00 3
Kehalalan 0 0 3 16 11 30 128 25.60 5
Nilai gizi 0 0 8 17 5 30 117 23.40 4
Warna 0 2 11 15 2 30 107 21.40 4
Label 7 6 10 7 0 30 77 15.40 2
Kemasan 1 4 21 4 0 30 88 17.60 3
Harga 0 3 7 12 8 30 115 23.00 4
Aroma 0 2 5 23 0 30 111 22.20 4
Kekentalan 0 1 14 15 0 30 104 20.80 4
Merek 3 5 15 6 1 30 87 17.40 3


E. Technical Correlations
Analisis Technical Correlations diperlukan untuk mengetahui hubungan
keterkaitan antar karakteristik proses yang satu dengan proses lainnya. Suatu
perubahan pada salah satu proses dapat mengakibatkan perubahan pada proses
lainnya. Dari hasil analisa data diketahui bahwa proses penerimaan bahan
baku memiliki hubungan kuat positif terhadap proses penanganan bahan baku,
proses degumming, bleaching, dan deodorisasi, serta memiliki hubungan yang
negatif terhadap proses kristalisasi, penyaringan, dan penyimpanan. Proses
penanganan bahan baku tidak memiliki hubungan kuat positif terhadap proses
apapun, namun memiliki hubungan yang positif terhadap proses degumming,
bleaching, dan deodorisasi, serta memiliki hubungan negatif terhadap proses
kristalisasi, penyaringan, dan penyimpanan.
Proses degumming memiliki hubungan kuat positif terhadap proses
bleaching dan deodorisasi; memiliki hubungan yang positif terhadap proses
penyimpanan; serta memiliki hubungan negatif terhadap proses kristalisasi
dan penyaringan. Proses bleaching memiliki hubungan kuat positif terhadap
proses deodorisasi; memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan;
serta memiliki hubungan negatif terhadap proses kristalisasi dan penyaringan.
79
Proses deodorisasi memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan,
serta memiliki hubungan negatif terhadap proses kristalisasi dan penyaringan
Proses kristalisasi memiliki hubungan kuat positif terhadap proses
penyaringan, serta memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan,
dan memiliki hubungan negatif terhadap proses pengemasan. Proses
penyaringan memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan minyak
goreng, dan memiliki hubungan negatif terhadap proses pengemasan. Proses
pengemasan memiliki hubungan positif terhadap proses penyimpanan dan
distribusi minyak goreng, sedangkan proses penyimpanan memiliki hubungan
positif dengan distribusi minyak goreng. Hasil analisis untuk technical
correlations tersebut dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Hasil Analisis Karakteristik Proses Produksi Untuk Technical
Correlations Minyak Goreng


No
.


Aktivitas Proses



P
e
n
e
r
i
m
a
a
n

b
a
h
a
n

b
a
k
u

P
e
n
a
n
g
a
n
a
n

b
a
h
a
n

b
a
k
u

D
e
g
u
m
m
i
n
g

B
l
e
a
c
h
i
n
g

D
e
o
d
o
r
i
s
a
s
i

K
r
i
s
t
a
l
i
s
a
s
i

P
e
n
y
a
r
i
n
g
a
n

P
e
n
g
e
m
a
s
a
n

P
e
n
y
i
m
p
a
n
a
n

D
i
s
t
r
i
b
u
s
i

1 Penerimaan bahan baku ++ ++ ++ ++ - - -
2 Penanganan bahan baku + + + - - -
3 Degumming ++ ++ - - +
4 Bleaching ++ - - +
5 Deodorisasi - - +
6 Kristalisasi ++ - +
7 Penyaringan - +
8 Pengemasan + +
9 Penyimpanan +
10 Distribusi

F. Technical Matrix (Prioritas Tanggapan Teknis Dan Target Teknis)
Technical Matrix berisi informasi mengenai tingkat kepentingan
tanggapan teknis berdasarkan kebutuhan dan harapan pelanggan, serta nilai
relatif dari karakteristik proses yang menjadi target performansi teknis yang
harus dicapai perusahaan. Dari hasil analisa perhitungan data, didapat bahwa
aktivitas proses yang paling menentukan mutu minyak goreng adalah proses
penerimaan bahan baku CPO (0.202). Hal itu kemudian diikuti oleh proses
80
deodorisasi (0.155), bleaching (0.137), degumming (0.108), penanganan
bahan baku (0.104), kristalisasi (0.078), penyaringan (0.078), pengemasan
(0.069), penyimpanan (0.041), dan distribusi (0.028). Hasil analisis hubungan
keterkaitan antar proses produksi dapat dilihat pada Tabel 22.

Tabel 22. Hasil Analisis Technical Matrix Minyak Goreng
Karakteristik Proses Produksi
No



Atribut



T
i
n
g
k
a
t


K
e
p
e
n
-
t
i
n
g
a
n

P
e
n
e
r
i
m
a
a
n

b
a
h
a
n

b
a
k
u

P
e
n
a
n
g
a
n
a
n

b
a
h
a
n

b
a
k
u

D
e
g
u
m
m
i
n
g

B
l
e
a
c
h
i
n
g

D
e
o
d
o
r
i
s
a
s
i

K
r
i
s
t
a
l
i
s
a
s
i

P
e
n
y
a
r
i
n
g
a
n

P
e
n
g
e
m
a
s
a
n

P
e
n
y
i
m
p
a
n
a
n

D
i
s
t
r
i
b
u
s
i

Total



1
Keamanan
pangan 10 10 10 10 10 10 5 5 10 5 1
2 Kehalalan 9 10 0 1 1 1 0 0 1 0 0
3 Nilai gizi 8 10 5 5 5 10 5 5 1 1 1
4 Warna 7 10 5 5 10 5 1 1 1 1 1
5 Label 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6 Kemasan 5 0 0 0 0 0 0 0 1 1 5
7 Harga 4 10 5 5 10 10 10 10 0 1 1
8 Aroma 3 1 0 0 0 10 0 0 1 1 0
9 Kekentalan 2 0 1 0 0 0 5 5 0 0 0
10 Merek 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Nilai Tingkat Kepentingan 383 197 204 259 294 147 147 132 77




54 1.894
Nilai Relatif 0,202 0,104 0,108 0,137 0,155 0,078 0,078 0,069 0,041



0,028 1,000
Rangking 1 5 4 3 2 6 6 7 8



9

Proses pelaksanaan Quality Function Deployment (QFD) adalah dengan
menyusun satu atau lebih matriks yang disebut dengan rumah kualitas (House
Of Quality). Matriks diatas menjelaskan hal-hal yang menjadi kebutuhan dan
keinginan konsumen dan cara untuk memenuhinya. Rumah kualitas juga
menggambarkan hubungan antara keinginan konsumen dengan aktivitas
perusahaan serta mengevaluasi kemampuan perusahaan. Analisis yang
dilakukan terhadap rumah kualitas menghasilkan tiga hal yang harus
dilakukan oleh perusahaan yaitu memperbaiki, mempertahankan dan
meningkatkan mutu. Konsep rumah kualitas untuk PMG Cap Sendok, PT.
Astra Agro Lestari, Tbk dapat dilihat pada Gambar 7.




81


-
-

-
+










B
O
B
O
T

K
O
N
V
E
R
S
I

P
e
n
e
r
i
m
a
a
n

b
a
h
a
n

b
a
k
u

P
e
n
a
n
g
a
n
a
n

b
a
h
a
n

b
a
k
u

D
e
g
u
m
m
i
n
g

B
l
e
a
c
h
i
n
g

D
e
o
d
o
r
i
s
a
s
i

K
r
i
s
t
a
l
i
s
a
s
i

P
e
n
y
a
r
i
n
a
g
n

P
e
n
g
e
m
a
s
a
n

P
e
n
y
i
m
p
a
n
a
n

D
i
s
t
r
i
b
u
s
i

P
T
.

A
A
L
,

T
b
k

T
a
r
g
e
t

R
a
s
i
o

Keamanan pangan

10

3 4 1.33
Kehalalan 9





5 5 1.00
Nilai gizi 8

4 4 1.00
Warna 7

4 4 1.00
Labelling 6 2 4 2.00
Kemasan 5

3 4 1.33
Harga 4



4 4 1.00
Aroma 3





4 4 1.00
Kekentalan 2



4 4 1.00
H
A
R
A
P
A
N


K
O
N
S
U
M
E
N

Merek 1 3 4 1.33
PT. AAL, Tbk 5 4 3 4 3 3 3 2 4 3
Nilai Tingkat Kepentingan 383 197 204 259 294 147 147 132 77


54
Nilai Relatif 0,202 0,104 0,108 0,137 0,155 0,078 0,078 0,069 0,041


0,028
++
+
+
+ +
-
-
++
++
-
-
-
- -
+
+
+
-
+ +
++
++
++
++
-
+
++
- -


Keterangan :
: kuat
: sedang
: lemah
++ : hubungan kuat positif
+ : hubungan positif
-- : hubungan kuat negatif
- : hubungan negatif

Gambar 7. House Of Quality PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk
82
PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN MUTU
(SMM) ISO 9001 : 2000

MANAJEMEN UMUM
Manajemen umum adalah manajemen puncak yang terdiri dari direksi dan
wakil manajemen/Quality Management Representative (QMR). Direksi memiliki
tanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan menjalankan roda perusahaan.
QMR adalah wakil manajemen yang menjalankan kebijakan manajemen mutu dan
bertanggung jawab terhadap penerapan Sistem Manajemen Mutu (SMM). Adanya
dukungan dan komitmen manajemen adalah hal yang penting dalam penerapan
SMM ISO 9001:2000. Tanpa dukungan manajemen puncak, penerapan SMM
sangat sulit dan tidak mungkin dilaksanakan.
a. Direksi
Penilaian penerapan unsur-unsur ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS
Rambutan diketahui berdasarkan dokumen ISO dan wawancara dengan
Manajer dan Masinis Kepala (Maskep) di PKS Rambutan, sedangkan untuk
PMG Cap Sendok diketahui berdasarkan wawancara dengan Factory Manager
dan Deputy Manager. Tabel 23 merupakan hasil penilaian penerapan SMM
ISO 9001:2000 oleh Direksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.

Tabel 23. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Direksi di
PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok
Penerapan
Unsur-Unsur ISO
PKS
Rambutan
PMG Cap
Sendok
4.0. Persyaratan Sistem Manajemen Mutu
4.1. Persyaratan umum √ √
4.2. Persyaratan Dokumentasi
4.2.1. Umum √ √
4.2.2. Pedoman Manual Mutu √ X
4.2.3. Pengendalian Dokumen √ √
4.2.4. Pengendalian Rekaman √ √
5.0. Tanggung jawab manajemen
5.1. Komitmen manajemen √ X
5.2. Fokus pada pelanggan √ √
5.3. Kebijakan mutu √ √
5.4. Perencanaan √ √
5.5. Tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi √ X
5.6. Tinjauan manajemen √ √
Keterangan : √ = dipenuhi
X = dipenuhi sebagian
- = tidak dipenuhi
83
1) PKS Rambutan
PKS Rambutan, yang merupakan bagian dari PT. Perkebunan
Nusantara III, memiliki Manajemen Puncak yang terdiri dari Direktur
Utama yang dibantu oleh Direktur Produksi, Direktur Keuangan, Direktur
SDM dan Umum, serta Direktur Pemasaran. Di lain pihak, wakil
manajemen dikenal dengan Corporate Management Representative
(CMR). Bagan organisasi diatas dapat dilihat pada Lampiran 9.
Dalam pelaksanaannya, terdapat dua unsur ISO yang terkait dengan
direksi, yaitu persyaratan sistem manajemen umum dan tanggung jawab
manajemen. Melalui salah seorang wakil manajemen yang ditunjuk oleh
direksi, SMM dikembangkan, dikoordinasi, dan dikelola sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan oleh SMM ISO 9001:2000.
Tanggung jawab tertinggi unit implementasi kebijakan mutu dan
pencapaian sasaran mutu terletak pada direktur utama yang dibantu oleh
Direktur Produksi, Direktur Keuangan, Direktur SDM dan Umum, serta
Direktur Pemasaran. Manajemen puncak dibantu oleh kepala bagian
mengawasi Distrik Manajer (DM) dan Manajer unit kerja.
2) PMG Cap Sendok
Secara umum, unsur SMM ISO 9001 : 2000 yang berkaitan dengan
direksi telah dipenuhi oleh PMG Cap Sendok namun pada unsur Pedoman
Manual Mutu, komitmen manajemen serta tanggung jawab, wewenang,
dan komunikasi belum sepenuhnya terorganisasi dengan baik. PMG Cap
Sendok memiliki komitmen dan kebijakan mutu yang sudah berfokus
kepada pelanggan/konsumen, namun komitmen ini tidak termasuk
komitmen untuk menjalankan SMM ISO 9001 : 2000. Berdasarkan
analisis tersebut, dukungan manajemen puncak masih rendah sehingga
tanggung jawab, wewenang dan komunikasi yang dimiliki belum
terlaksanakan dengan baik.
b. Wakil Manajemen
Wakil menajemen disebut dengan QMR (Quality Management
Representative) yang merupakan perwakilan Direksi dalam menjalankan
kebijakan manajemen mutu dan bertanggung jawab terhadap penerapan
84
Sistem Manajemen Mutu (SMM). Tabel 24 merupakan hasil penilaian
penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh wakil Manajemen di PKS Rambutan
dan PMG Cap Sendok.

Tabel 24. Hasil Penilaian Penerapan SMM ISO 9001:2000 oleh Wakil
Manajemen Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok
Penerapan
Unsur-Unsur ISO
PKS
Rambutan
PMG Cap
Sendok
4.0. Persyaratan Sistem Manajemen Mutu
4.1. Persyaratan umum √ √
4.2. Persyaratan dokumentasi √ X
5.0. Tanggung jawab manajemen
5.1. Komitmen manajemen √ X
5.2. Fokus kepada pelanggan √ √
5.3. Kebijakan mutu √ √
5.4. Perencanaan √ √
5.5. Tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi √ X
5.6. Tinjauan manajemen √ √
8.0. Pengukuran, analisis dan peningkatan
8.1. Umum √ √
8.2. Pengukuran dan pemantauan
8.2.1. Kepuasan pelanggan √ √
8.2.2. Audit internal √ X
8.2.3. Pengukuran & pemantauan proses √ √
8.2.4. Pengukuran & pemantauan produk √ √
8.3. Pengendalian produk yg tidak sesuai √ √
8.4. Analisis data √ √
8.5. Perbaikan √ √
Keterangan : √ = dipenuhi
X = dipenuhi sebagian
- = tidak dipenuhi

1) PKS Rambutan
Manajemen puncak PKS Rambutan menunjuk salah seorang wakil
manajemen untuk menjadi CMR dalam melaksanakan SMM. Persyaratan
penerapan SMM yang disyaratkan untuk CMR telah dipenuhi sesuai
dengan yang ditetapkan oleh ISO. Unsur SMM persyaratan umum dan
persyaratan dokumen telah dipenuhi oleh CMR. Bersama-sama dengan
Direksi, CMR menetapkan, mendokumentasikan, melaksanakan,
memelihara dan secara terus-menerus melakukan peningkatan SMM.
Pelaksanaan SMM ini didasarkan oleh interaksi proses yang berbentuk
business process mapping dan aliran proses pengolahan seluruh kegiatan,
sumber daya dan personil yang dimiliki dapat dikelola dengan baik untuk
mencapai tujuan SMM.
85
Dokumen-dokumen yang menjadi persyaratan penting dalam
penerapan SMM ISO 9001 : 2000 ditetapkan dan dikelola oleh CMR.
Dokumen tersebut mencakup pernyataan terdokumentasi kebijakan dan
tujuan mutu, manual mutu, prosedur, dokumen untuk mengendalikan
proses (instruksi kerja dan form kerja) dan catatan mutu.
2) PMG Cap Sendok
PMG Cap Sendok belum menerapkan SMM ISO 9001:2000,
sehingga tidak ada wakil manajemen dalam sistem ISO 9001:2000 yang
menjalankan kebijakan mutu dan bertanggungjawab terhadap penerapan
sistem manajemen mutu, namun dalam manajemen pabrik minyak goreng
ini memiliki wakil manajer yaitu Deputi Factory Manager yang
bertanggung jawab terhadap proses produksi dan mutu produk.

MANAJEMEN PEMASOK
Menurut Sutrisno dan Utomo (2001), manajemen pemasok terkait dengan
unsur pembelian pada SMM ISO 9001 : 2000 yang terdiri dari proses pembelian,
informasi pembelian dan verifikasi produk yang dibeli. Dalam proses pembelian,
organisasi harus melakukan penetapan kriteria pemilihan pemasok, melakukan
seleksi pemasok dan evaluasi pemasok. Organisasi juga harus melakukan
dokumentasi prosedur pembelian sehingga evaluasi pemasok dan peninjauan
ulang dapat dilakukan secara berkelanjutan. Tabel 23 menunjukkan hasil penilaian
penerapan unsur-unsur ISO 9001:2000 pada manajemen pemasok di PKS
Rambutan dan PMG Cap Sendok.
1) PKS Rambutan
Di PKS Rambutan, pemasok TBS 95-98 % adalah berasal dari kebun
milik PT. Perkebunan Nusantara III sendiri dan 2-5 % berasal dari luar, oleh
karena itu manajemen pemasok sangat baik pelaksanaannya. Informasi
pembelian yang terdiri dari proses pembelian, informasi dan verifikasi produk
yang dibeli sudah terurai dan terdokumentasi dengan baik.
2) PMG Cap Sendok
Manajemen pemasok di PMG Cap Sendok cukup baik, dimana untuk
bahan baku minyak goreng Cap Sendok 100 % berasal dari PKS sendiri. Hal
86
ini menjadikan manajemen bisa terkontrol dengan baik dan mutu bahan baku
bisa sesuai yang diharapkan. Informasi pembelian yang terdiri dari proses
pembelian, informasi dan verifikasi produk yang dibeli sudah terurai dan
terdokumentasi dengan baik.

Tabel 25. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada
Manajemen Pemasok Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok
Unsur-Unsur ISO PKS
Rambutan
PMG Cap
Sendok
7.4. Pembelian
7.4.1. Proses pembelian √ √
7.4.2. Informasi pembelian √ √
7.4.3. Verifikasi produk yang dibeli √ √
Keterangan : √ = dipenuhi
X = dipenuhi sebagian
- = tidak dipenuhi

MANAJEMEN SDM DAN INFRASTRUKTUR
SDM dan Infrastruktur adalah penunjang penerapan SMM ISO 9001:2000.
Tersedianya kedua unsur pendukung tersebut akan mendukung dan meningkatkan
efektifitas pelaksanaan SMM. Tabel 26 menunjukkan hasil penilaian penerapan
unsur-unsur ISO pada manajemen SDM dan infrastruktur.
Tabel 26. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada
Manajemen SDM dan Infrastruktur
Unsur-Unsur ISO PKS
Rambutan
PMG Cap
Sendok
a. Sumber Daya Manusia
6.2. Sumber daya manusia √ X
6.4. Lingkungan kerja √ √
b. Infrastruktur dan Teknik
6.3. Infrastruktur √ X
7.5. Produksi dan Penyediaan sumber daya √ √
7.5.1. Pengendalian produksi dan penyediaan jasa √ √
8.5. Perbaikan √ √
Keterangan : √ = dipenuhi
X = dipenuhi sebagian
- = tidak dipenuhi

a. Sumber Daya Manusia
SDM adalah personalia yang bertanggungjawab dalam melaksanakan
SMM yang memiliki kompetensi, yaitu pendidikan, pelatihan, kemampuan
87
dan pengalaman. Dalam lingkup SMM yang terkait dengan SMM adalah
unsur SDM yang meliputi kompetensi, kesadaran dan pelatihan serta
pemeliharaan lingkungan kerja yang mendukung pelaksanaan dan
keberhasilan SMM.
1) PKS Rambutan
Di PKS Rambutan, terdapat 218 orang karyawan yang mempunyai
kualifikasi pendidikan sesuai bagian-bagiannya. Pelatihan-pelatihan sudah
diberikan kepada karyawan sesuai bidang masing-masing, khususnya
pelatihan ISO 9000. Menurut dua belas orang dari lima belas orang
karyawan, pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pekerjaan mereka
sering mereka terima, baik berupa in house training, pusat maupun dari
luar perusahaan.
2) PMG Cap Sendok
PMG Cap Sendok memiliki 152 orang karyawan, dimana masing-
masing karyawan menempati bagian pekerjaannya sesuai kualifikasi
pendidikan yang mereka punyai. Pelatihan-pelatihan sudah mereka
dapatkan, namun masih berupa in house training dan belum merupakan
pelatihan ISO 9000 secara khusus.
b. Infrastruktur dan Teknik
Infrastruktur mencakup bangunan, ruang kerja, dan fasilitas yang sesuai,
peralatan proses dan pelayanan pendukung seperti transportasi dan
komunikasi. Dalam penerapan SMM ISO 9001:2000, unsur-unsur yang terkait
dengan bagian teknik adalah infrastruktur, pengendalian produksi dan
pelayanan dan perbaikan. Organisasi harus menetapkan, menyediakan,
memelihara dan melakukan perbaikan infrastruktur untuk mencapai
kesesuaian terhadap persyaratan produk.
1) PKS Rambutan
PKS Rambutan memiliki infrastruktur yang cukup lengkap namun
belum terpelihara dengan baik. Beberapa infrastruktur seperti kamar mandi
(toilet) dan sarana air bersih untuk sanitasi karyawan kurang mendukung
dan kurang terpelihara, sedangkan infrastruktur lainnya, seperti bangunan,
88
ruang kerja, peralatan proses, pelayanan transportasi dan komunikasi
sudah memadai.
2) PMG Cap Sendok
PMG Cap Sendok saat ini sedang membangun sistem GMP (Good
Manufacturing Practice) sehingga saat ini infrastruktur yang dimiliki
sedang mengalami perbaikan secara menyeluruh. Secara umum,
infrastruktur yang dimiliki sudah mendukung dalam proses produksi.
Beberapa infrastruktur sedang dalam penyempurnaan, misalnya gudang,
ruang pengemasan, dan fasilitas sanitasi.

MANAJEMEN OPERASIONAL
Manajemen operasional terdiri dari bagian Quality Assurance (QA)
/Quality Control (QC), penelitian dan pengembangan/Research and development
(litbang/R&D), Production Planning and Inventory Control (PPIC), produksi
serta penggudangan bahan mentah dan produk jadi.
a. Quality Assurance (QA)/ Quality Control (QC)
QA atau jaminan mutu adalah istilah yang menyatakan keseluruhan
kegiatan yang terencana dan resmi yang memberikan kepercayaan bahwa
keluaran akan memenuhi tingkat mutu yang diinginkan, sedangkan QC atau
pengendalian mutu adalah keseluruhan kegiatan dan teknik dalam proses
untuk menciptakan karakteristik mutu tertentu. Kegiatan di atas mencakup
pemantauan, mengurangi kemungkinan perubahan atau perbedaan dan
penghilangan sebab-sebab yang diketahui (Hadiwiardjo dan Wibisono, 1996).
Unsur SMM ISO 9001:2000 yang terkait dengan QA/QC adalah
manajemen sumber daya (infrastruktur dan lingkungan kerja), realisasi produk
(perencanaan realisasi produk, desain dan pengembangan, proses pembelian,
produksi dan penyediaan jasa, serta pengendalian sarana pemantauan dan
pengukuran) dan pemantauan, analisa dan perbaikan (pemantauan dan
pengukuran proses, pemantauan dan pengukuran produk, pengendalian produk
yang tidak sesuai, analisis data dan perbaikan). Tabel 27 menunjukkan hasil
penilaian penerapan unsur-unsur ISO 9001:2000 pada manajemen operasi
bagian QA/QC di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.

89
Tabel 27. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada
Manajemen Operasi Bagian QA/QC Di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok
Unsur-Unsur ISO PKS
Rambutan
PMG Cap
Sendok
6.3. Infrastruktur √ X
6.4. Lingkungan kerja √ √
7.1. Perencanaan realisasi produk √ √
7.3. Desain dan pengembangan √ X
7.4. Pembelian
7.4.1. Proses pembelian √ √
7.5. Produksi dan penyediaan jasa √ √
7.6. Pengendalian sarana pengukuran dan
pemantauan
√ √
8.2. Pengukuran dan pemantauan
8.2.3. Pengukuran & pemantauan proses √ √
8.2.4. Pengukuran & pemantauan produk √ √
8.3. Pengendalian produk yg tidak sesuai √ √
8.4. Analisis data √ √
8.5. Perbaikan √ √
Keterangan : √ = dipenuhi
X = dipenuhi sebagian
- = tidak dipenuhi

1) PKS Rambutan
PKS Rambutan memiliki infrastruktur QA/QC yang cukup lengkap
sesuai dengan analisis kebutuhan yang diperlukan. Unsur-unsur lain
mengenai QA/QC tersebut juga sudah terpenuhi dan terstandarisasi dengan
baik.
2) PMG Cap Sendok
PMG Cap Sendok saat ini sedang membangun sistem GMP (Good
Manufacturing Practice) sehingga saat ini infrastruktur yang dimiliki
sedang mengalami perbaikan secara menyeluruh. Ruang laboratorium
merupakan ruang yang perlu mendapat renovasi dan penambahan
peralatan laboratorium sehingga proses analisis mutu lebih baik lagi.
Unsur-unsur QA/QC lain sudah terpenuhi dan terdokumentasi dengan
baik.
b. Penelitian dan Pengembangan (Research and Development)
Unsur yang terkait dengan penelitian dan pengembangan adalah
perencanaan realisasi produk, proses yang berkaitan dengan pelanggan desain
dan pengembangan serta analisa data. Tabel 28 menunjukkan hasil penilaian
90
penerapan unsur-unsur ISO pada manajemen operasi bagian penelitian dan
pengembangan (research and development) di PKS Rambutan dan PMG Cap
Sendok.

Tabel 28. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada
Manajemen Operasi Bagian Penelitian dan Pengembangan (Research and
Development) di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok
Unsur-Unsur ISO PKS
Rambutan
PMG Cap
Sendok
7.1. Perencanaan realisasi produk √ √
7.2. Proses yang terkait dengan pelanggan √ √
7.3. Desain dan pengembangan √ X
8.4. Analisis data √ √
Keterangan : √ = dipenuhi
X = dipenuhi sebagian
- = tidak dipenuhi

1) PKS Rambutan
R&D di PKS Rambutan memiliki keterbatasan secara skala pabrik,
namun prosedur R&D ini tercakup lengkap berdasarkan skala pusat PTP.
Nusantara III mulai dari unsur perencanaan realisasi produk, proses yang
terkait dengan pelanggan, desain dan pengembangan, serta analisis data.
2) PMG Cap Sendok
R&D di PMG Cap Sendok belum berjalan dengan maksimal. Desain
dan pengembangan merupakan unsur yang belum mampu untuk
direalisasikan penuh oleh perusahaan. Hal ini berkaitan dengan belum
adanya bagian R&D secara khusus di perusahaan ini.
c. Production Planning and Inventory Control (PPIC)
Unsur yang terkait dengan PPIC adalah perencanaan realisasi produk,
proses yang berkaitan dengan pelanggan dan pengendalian produksi dan
penyediaan jasa. Tabel 29 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur
ISO pada PPIC di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.

Tabel 29. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada PPIC
di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok
Unsur-Unsur ISO PKS
Rambutan
PMG Cap
Sendok
7.1. Perencanaan realisasi produk √ √
7.2. Proses yang terkait dengan pelanggan √ √
7.5.1. Ketentuan pengendalian produksi dan
pelayanan
√ √
91
Keterangan : √ = dipenuhi
X = dipenuhi sebagian
- = tidak dipenuhi

1) PKS Rambutan
Unsur-unsur yang terkait dengan PPIC di PKS Rambutan secara
keseluruhan sudah terpenuhi dan berjalan dengan baik sesuai dokumen
yang sudah terstandarisasi dengan baik.
2) PMG Cap Sendok
PPIC di PMG Cap Sendok sudah memenuhi unsur-unsur ISO, yaitu
perencanaan realisasi produk, proses yang terkait dengan pelanggan, dan
ketentuan pengendalian produksi dan pelayanan. Keseluruhan unsur-unsur
di atas sudah berjalan dengan baik.
d. Produksi
Pengendalian produksi dan penyediaan jasa diidentifikasi dan mampu
telusur, pemeliharaan/penjagaan/pengawetan produk, pemantauan dan
pengukuran produk, dan pengendalian produk yang tidak sesuai. Tabel 30
menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur ISO pada bidang
produksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.

Tabel 30. Hasil Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada
Bidang Produksi di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok
Unsur-Unsur ISO PKS
Rambutan
PMG Cap
Sendok
7.5.1. Pengendalian produksi dan penyediaan jasa √ √
7.5.3. Identifikasi dan mampu telusur √ √
7.5.5. Penjagaan/pemeliharaan produk/pengawetan
produk
√ √
8.2.4. Pengukuran & pemantauan produk √ √
8.3. Pengendalian produk yg tidak sesuai √ √
Keterangan : √ = dipenuhi
X = dipenuhi sebagian
- = tidak dipenuhi

1) PKS Rambutan
Unsur-unsur yang terkait dengan produksi sudah berjalan dengan
baik. Kesemuanya berjalan sesuai dengan dokumen prosedur yang
terstandarisasi.

92
2) PMG Cap Sendok
Seperti halnya PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga sudah
memenuhi keseluruhan unsur-unsur ISO 9001:2000 yang terkait dengan
produksi. Prosedur mengenai unsur-unsur ini juga sudah terdokumentasi
dengan baik.
e. Penggudangan
Penggudangan dilakukan untuk bahan baku/bahan mentah dan produk
akhir. Unsur yang terkait dengan penggudangan bahan mentah adalah
infrastruktur serta produksi dan penyediaan jasa. Penggudangan produk akhir
adalah infrastruktur, pengendalian produksi dan penyediaan jasa,
pemeliharaan/penjagaan/pengawetan produk dan pengendalian produk yang
tidak sesuai. Tabel 31 menunjukkan hasil penilaian penerapan unsur-unsur
ISO pada manajemen operasi bagian penggudangan di PKS Rambutan dan
PMG Cap Sendok.

Tabel 31. Penilaian Penerapan Unsur-Unsur ISO 9001:2000 Pada Manajemen
Operasi Bagian Penggudangan di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok
Unsur-Unsur ISO PKS
Rambutan
PMG Cap
Sendok
Penggudangan Bahan Mentah
6.3. Infrastruktur √ √
7.5. Produksi dan Penyediaan jasa √ √
Penggudangan Produk Akhir
6.3. Infrastruktur √ √
7.5.1. Pengendalian Produksi dan Penyediaan jasa √ √
7.5.5. Penjagaan/pemeliharaan produk/pengawetan
produk
√ √
8.3. Pengendalian produk yang tidak sesuai √ √
Keterangan : √ = dipenuhi
X = dipenuhi sebagian
- = tidak dipenuhi

1) PKS Rambutan
Mengenai unsur-unsur ISO yang terkait dengan pross penggudangan,
PKS Rambutan sudah memenuhi keseluruhan unsur-unsur ISO tersebut.
Hanya yang perlu mendapat perhatian adalah proses pemeliharaan dan
perawatan gudang saja.

93
2) PMG Cap Sendok
PMG Cap Sendok sudah memenuhi keseluruhan unsur-unsur ISO
yang terkait dengan proses penggudangan, hanya tinggal proses
pemeliharaan yang perlu mendapat perhatian, contohnya kebersihan dan
penerangan di dalam gudang bahan penolong (Bleaching earth dan
Phosporic acid) yang belum memadai. Selain hal tersebut, keberadaan
hama (seperti serangga, tikus, dan lain-lain) perlu mendapat perhatian
dalam hal pencegahan.

94
PENILAIAN SISTEM MANAJEMEN KEAMANAN PANGAN
(SMKP) HACCP


Penilaian penerapan SMKP HACCP industri pengolahan kelapa sawit dan
minyak goreng menggunakan beberapa peubah penelitian, yaitu kebijakan mutu,
organisasi, persyaratan dasar operasi, persyaratan dasar produk, penerapan prinsip
HACCP dan penanganan konsumen. Hasil penilaian penerapan sistem keamanan
pangan HACCP dapat dilihat pada Tabel 32.

Tabel 32. Penilaian Penerapan SMKP HACCP
Unsur-unsur HACCP PKS
Rambutan
PMG Cap
Sendok
1. Kebijakan mutu X √
2. Organisasi
2.1. Tim HACCP - √
2.2. Struktur organisasi - √
2.3. Bidang kegiatan √ √
2.4. Personil dan pelatihan X X
3. Deskripsi produk :
Nama produk, komposisi, cara penyiapan dan
penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluarsa,
cara penyimpanan, sasaran konsumen, cara
distribusi, dll






4. Persyaratan Dasar
4.1. GMP X X
4.2. SSOP X X
5. Bagan Alir Proses √ √
6. Prinsip HACCP
5.1. Analisa bahaya X √
5.2. Penetapan CCP (jumlah CCP) X √
5.3. Penetapan batas kritis (metode, dan
penetapannya)
√ √
5.4. Penetapan sistem monitoring √ √
5.5. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan √ √
5.6. Penetapan verifikasi √ √
5.7. Catatan dan dokumentasi √ √
7. Sistem Penyimpanan Catatan √ √
8. Prosedur Verifikasi √ √
9. Prosedur Pengaduan konsumen √ √
10. Prosedur recall √ √
11. Perubahan Dokumen/Revisi/Amandemen √ √
Keterangan : √ = dipenuhi
X = dipenuhi sebagian
- = tidak dipenuhi
95
KEBIJAKAN MUTU
Kebijakan mutu adalah suatu pernyataan dari manajemen puncak yang
menunjukkan komitmennya untuk menetapkan, menerapkan dan memelihara
sistem HACCP dalam rangka mencapai tingkat mutu dan keamanan yang tinggi
dari produk yang dihasilkan oleh perusahaan (SNI, 1999). Penisella et al. (1999)
mengungkapkan hasil survei yang dilakukan 127 perusahaan makanan yang sudah
menerapkan HACCP di Inggris, bahwa beberapa alasan dukungan manajemen
pada penerapan HACCP, yaitu untuk meningkatkan keamanan produk yang
dihasilkan (50%), memenuhi tekanan konsumen (37,5%), memenuhi persyaratan
hukum (31,3%), mengikuti tren yang berkembang (15,6%), dan 3,1% lainnya
karena membaca jurnal/buku.
Corlett (1998) menyatakan bahwa dukungan manajemen adalah hal yang
sangat penting dalam penerapan HACCP. Terdapat beberapa faktor yang dapat
mendorong manajemen untuk memberikan dukungan dan komitmennya dalam
menerapkan HACCP, seperti dijelaskan di bawah ini :
a. Ditemukannya bahaya pada produk, pada batas yang tidak dapat diterima
yang mengindikasikan bahwa sistem keamanan pangan yang dijalankan
tidak efektif, adanya produk return, dan keluhan dari konsumen yang
menyebabkan kerugian dan hilangnya pasar.
b. Adanya desakan dari konsumen agar perusahaan menerapkan HACCP.
c. Peraturan yang mensyaratkan perusahaan mengembangkan dan menerapkan
HACCP, terutama produk daging dan perikanan.
d. Produk yang dihasilkan akan dipasarkan di luar negeri dan memerlukan
persyaratan HACCP.

Penerapan HACCP memerlukan waktu, kesiapan infrastruktur dan faktor
pendukung seperti GMP dan SSOP, yang keseluruhannya merupakan bagian dari
dukungan penuh manajemen puncak untuk menerapkan SMKP. Menurut Mayes
(1994), penerapan HACCP bukan pekerjaan semalam karena meliputi evaluasi
teknis secara rinci terhadap proses dan produk serta membutuhkan dukungan dan
komitmen manajemen disamping pengalaman untuk menganalisis bahaya dan
mengembangkan prosedur pengendalian dan pemantauan.

96
a) PKS Rambutan
PKS Rambutan memiliki kebijakan mutu yang hanya memenuhi sebagian
dari yang dipersyaratkan oleh HACCP. Kebijakan mutu yang ditetapkan oleh
PKS Rambutan belum menyatakan secara spesifik tentang kebijakan terhadap
keamanan produk yang dihasilkan bagi konsumen. Selain itu, kebijakan yang
ditetapkan manajemen puncak belum sepenuhnya diikuti dengan penyediaan
faktor-faktor pendukung penerapan HACCP seperti GMP dan SSOP.
b) PMG Cap Sendok
PMG Cap Sendok memiliki kebijakan mutu yang telah memenuhi materi
yang dipersyaratkan oleh HACCP. Aspek keamanan pangan sudah tercantum
dalam kebijakan mutunya.

ORGANISASI
Dalam SMKP HACCP, manajemen harus menetapkan uraian tentang
sistem tanggung jawab, wewenang, fungsi, struktur organisasi dan personil yang
bertanggung jawab terhadap mutu dan keamanan produk. Dalam hal ini,
manajemen membentuk suatu tim HACCP yang terdiri dari beberapa personil
yang memiliki latar belakang berbagai disiplin ilmu untuk menjamin bahwa
pengetahuan dan keahlian spesifik tertentu tersedia untuk pengembangan program
HACCP efektif. Dalam organisasinya tercakup pembentukan tim HACCP,
struktur organisasi, bidang kegiatan, serta personalia dan pelatihan.
a) PKS Rambutan
Manajemen puncak PKS Rambutan telah menetapkan uraian tentang
sistem tanggung jawab, wewenang dan fungsi setiap personil di dalam struktur
organisasi dan deskripsi kerja, namun belum memenuhi persyaratan organisasi
yang diinginkan oleh HACCP secara keseluruhan karena perusahaan ini tidak
memiliki tim HACCP. Pelatihan-pelatihan bagi karyawan telah dilakukan
namun belum merupakan pelatihan mengenai sistem HACCP.
b) PMG Cap Sendok
Sistem tanggung jawab, wewenang dan fungsi setiap personalia di dalam
struktur organisasi dan deskripsi kerja di PMG Cap Sendok telah terurai
dengan baik. Tim HACCP, struktur organisasi, bidang kegiatan, serta
97
personalia untuk sistem HACCP sudah terbentuk, namun untuk pelatihannya
masih belum terlaksana sepenuhnya kepada semua pekerja.

DESKRIPSI PRODUK
Dalam penerapan HACCP, perusahaan harus menetapkan deskripsi produk
dan rencana penggunaan produk. Deskripsi produk berisi penjelasan dan
spesifikasi produk akhir yang mencakup nama produk/nama dagang, komposisi
produk, cara penyiapan dan penyajian, tipe pengemasan, masa kadaluarsa, cara
penyimpanan, sasaran konsumen, cara distribusi, dan lain-lain.
a) PKS Rambutan
PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) memproduksi
CPO tanpa merek dan tanpa kemasan karena dijual langsung ke konsumen
yaitu industrial buyer dengan memakai truk tangki CPO, sedangkan CPO
yang akan diekspor ditimbun pada tangki timbun bersama di Belawan melalui
Kereta Api. Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit dari pemasok disortasi
sehingga mutu TBS sesuai dengan standar fraksi kriteria matang TBS yaitu
fraksi 1 sampai 5 dan brondolan. TBS tersebut kemudian direbus, dipress,
dilakukan pemurnian, lalu disimpan pada tangki timbun untuk menghasilkan
Crude Palm Oil (CPO). Sedangkan proses pengolahan kernel dimulai setelah
tahap pengempaan, dimana ampas pressan berupa biji TBS dan serabut.
Selanjutnya, biji dan serabut dipisah, lalu biji dipecah, dikeringkan, diperam,
kemudian ditimbun di gudang penimbunan.
CPO merupakan produk yang tidak langsung dikonsumsi manusia, tapi
merupakan bahan baku dalam pembuatan olein, stearin, glycerin, sabun, dan
sebagainya, oleh karena itu perlu adanya pengolahan lebih lanjut baru bisa
dikonsumsi manusia. Kernel juga merupakan produk yang tidak dapat
langsung dikonsumsi manusia, tetapi merupakan bahan baku dalam
pembuatan minyak inti sawit, sehingga perlu adanya pengolahan lebih lanjut
untuk dapat dikonsumsi manusia.
CPO tidak dikemas dalam bahan pengemas, tapi disimpan dalam storage
tank pada suhu 50-60
o
C. Kernel tidak boleh terkena air atau bebas dari
kelembaban O
2
. Sasaran pengguna/konsumen CPO dan kernel adalah industri-
98
industri oleopangan, oleokimia, farmasi, yang menggunakan CPO sebagai
bahan bakunya. CPO dijual secara ekspor dan lokal, dimana ekspor melalui
Kantor Penjualan Bersama (KPB), sedangkan kernel hanya dijual di lokal saja.
b) PMG Cap Sendok
PT. Astra Agro Lestari, Tbk memproduksi minyak goreng (olein) dengan
merek Cap Sendok, Palmeco dan minyak goreng curah (bulking). Minyak
goreng Cap Sendok dan Palmeco sebenarnya memiliki proses produksi dan
standar mutu yang sama. Yang membedakan keduanya adalah tujuan
pemasarannya. Minyak goreng Cap Sendok dipasarkan di dalam negeri,
sedangkan merek Palmeco dipasarkan ke luar negeri (ekspor).
Minyak goreng Cap Sendok diproses dari minyak kelapa sawit murni
(CPO) dengan standar produk yang ingin dicapai adalah iodine value (60,00
meq min), cloud point (7,0
o
C maks), stability (9–15 jam), FFA (0,06–0,08
%), dan visual (bening dan tidak ada benda asing). Minyak goreng Cap
Sendok dikemas dalam kemasan primer dan sekunder, dimana kemasan
primer berupa botol plastik jenis PET dan kemasan sekunder berupa kardus
serta disimpan pada suhu ruangan. Minyak goreng yang dikemas tersebut
didistribusikan menggunakan container barang ke toko dan supermarket.

PERSYARATAN DASAR
Persyaratan dasar (Prerequisite) adalah suatu persyaratan teknis yang harus
dimiliki dan dipenuhi oleh suatu perusahaan yang akan memulai proses produksi
dan menerapkan HACCP. Persyaratan ini berupa peraturan teknis proses produksi
dan penerapan HACCP, dan dalam operasionalisasinya diwujudkan dalam standar
prosedur operasi (SPO) atau dalam bentuk dokumentasi lainnya. Persyaratan dasar
tersebut adalah sistem sanitasi/ sanitation standard operating procedures (SSOP)
dan diterapkannya cara-cara berproduksi yang baik atau GMP (Good
Manufacturing Practice).




99
Good Manufacturing Practice (GMP)
Sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI No 23/MEN/SK/I/1978 mengenai
pedoman cara berproduksi yang baik untuk makanan, pedoman ini mencakup
lokasi, bangunan, fasilitas sanitasi, alat produksi, bahan, proses pengolahan,
produk akhir, laboratorium, personil, kemasan, label dan penyimpanan. Berikut
ini dijelaskan penerapan GMP di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.
PKS Rambutan sebagai bagian dari PT. Perkebunan Nusantara III,
walaupun sudah memiliki sertifikat Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2000 dan
Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14000 namun belum memenuhi sebagian
persyaratan GMP sebagai persyaratan dasar HACCP. Prinsip-prinsip GMP belum
dilaksanakan sesuai dengan standar yang seharusnya. Kegiatan sanitasi
dilaksanakan sesuai dengan pengalaman yang biasa dilakukan.
PMG Cap Sendok belum memiliki sertifikat sistem manajemen mutu ISO
9001:2000 dan sistem manajemen lingkungan ISO 14000. Demikian pula halnya
untuk sistem manajemen keamanan pangan HACCP, walaupun sebagian besar
unsur-unsurnya telah dipenuhi dan dilaksanakan, namun belum memiliki
sertifikasi HACCP. Sebagaimana halnya dengan PKS Rambutan, prinsip-prinsip
GMP sebagai prasyarat sistem HACCP di PMG Cap Sendok masih belum
sepenuhnya sesuai dengan standar yang ada.
1) Lokasi
a) PKS Rambutan
Lokasi PKS Rambutan, berada di jalur trans Medan - Siantar yang
sangat strategis, karena berada tidak jauh dari jalan raya. PKS berada di
kawasan areal perkebunan kelapa sawit yang jauh dari sumber pencemaran
seperti areal persawahan, pembuangan sampah, dan perumahan penduduk.
Lokasi bangunan juga dilengkapi oleh sarana penunjang seperti, sarana
penyediaan air bersih dan sarana pembuangan limbah yang dikelola
dengan baik oleh perusahaan sendiri.
b) PMG Cap Sendok
PMG Cap Sendok berada di jalur trans Medan – Siantar yang tidak
jauh dari jalan raya. Lokasi pabrik tidak sesuai dengan standar GMP,
dimana pabrik ini berada di daerah perumahan padat penduduk dan
100
disekitar jalan masuk pabrik banyak terdapat sampah-sampah yang berasal
dari pembuangan limbah rumah tangga. Jalan masuk menuju pabrik sudah
rusak, dimana banyak jalan yang berlubang sehingga tergenang air pada
saat hujan dan saat hari panas banyak debu dan terlihat kotor. Disamping
pabrik minyak goreng terdapat pabrik pengolahan kopi menjadi minuman
kopi instan, dimana sangat jelas terlihat bahwa arah pembuangan asap
pembakarannya mengarah ke pabrik minyak goreng. Dampaknya sangat
tidak baik karena dikhawatirkan PAH (polyaromatic hydrocarbon) yang
dari pembakaran pabrik kopi menjadi kontaminan untuk pabrik minyak
goreng.
Di dalam pabrik minyak goreng Cap Sendok sendiri terdapat
pekarangan yang tidak terpelihara dengan baik. Selain itu terdapat rumah-
rumah kecil yang sudah tidak layak huni yang menjadikannya terlihat
kotor.
2) Bangunan
Bangunan merupakan salah satu faktor penting dalam menjalankan suatu
kegiatan industri terutama industri pengolahan pangan. Unsur-unsur yang
perlu diperhatikan dalam bangunan adalah tata ruang, lantai, atap dan langit-
langit, pintu, jendela, penerangan, dan ventilasi atau pengatur suhu.
a) PKS Rambutan
Tata ruang bangunan terdiri dari ruangan produksi dan ruang kantor
yang terpisah sehingga tidak mengganggu proses produksi CPO dan tidak
mengakibatkan pencemaran CPO. Susunan ruangan proses produksi diatur
sesuai dengan urutan proses produksi sehingga tidak menimbulkan lalu
lintas kerja yang simpang-siur dan tidak mengakibatkan pencemaran
terhadap CPO. Ruangan proses pengolahan dan ruang pelengkap (gudang,
laboratorium, bengkel, dan lain-lain) terletak terpisah, hal ini menjaga
kontaminasi bahan dan peralatan lain. Luas masing-masing ruang
pengolahan, ruang pelengkap dan kantor sesuai dengan jenis, kapasitas
produksi, serta jumlah karyawan yang bekerja.
Lantai yang dipersyaratkan dalam GMP berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan RI No : 23/Men.Kes/SK/I/1978 harus rapat air, tahan
101
terhadap air, garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan rata
dan halus tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan serta memiliki
kelandaian yang cukup ke arah saluran pembuangan air. Kondisi lantai di
unit pengolahan tidak sepenuhnya sesuai dengan persyaratan GMP
menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No : 23/Men.Kes/SK/I/1978.
Lantai di unit pengolahan rapat air, tahan terhadap air, garam, basa, asam,
dan bahan kimia lainnya, permukaan tidak rata, tidak halus dan tidak licin
namun mudah dibersihkan sesuai standar kebersihan PKS serta memiliki
kelandaian yang cukup kearah saluran pembuangan air.
Bangunan unit pengolahan tidak memiliki dinding karena merupakan
bangunan semi terbuka, dimana atasnya memiliki atap dan disetiap sisi
samping tidak memiliki dinding. Hal tersebut dimaksudkan agar ruangan
unit pengolahan memiliki penerangan dan udara yang cukup sehingga para
pekerja nyaman untuk bekerja. Dinding kamar mandi merupakan bagian
yang perlu mendapat perhatian untuk segera diperbaiki karena sudah
mengelupas dan terlihat sangat kotor.
Atap di unit pengolahan terbuat dari seng yang tahan terhadap air,
namun ada beberapa bagian seng yang terlihat bocor sehingga
memungkinkan air untuk masuk ke ruangan unit pengolahan. Untuk
bangunan pelengkap, kamar mandi merupakan bagian yang perlu untuk
mendapat renovasi, baik bagian dinding, lantai, atap dan langit-langit,
pintu serta ventilasi, mengingat kamar mandi sudah banyak bagian-
bagiannya yang rusak.
Bangunan yang digunakan sebagai pabrik dan kantor di PKS
Rambutan sesuai dengan persyaratan teknik dan higienis, dimana
bangunan mudah dibersihkan, mudah dilaksanakan tindakan sanitasi dan
mudah dipelihara. Perawatan dan pemeliharaan untuk bangunan juga
tertuang dalam prosedur dan instruksi kerja.
b) PMG Cap Sendok
Lokasi pabrik minyak goreng di PMG Cap Sendok memiliki
bangunan dengan ruangan pokok dan ruangan pelengkap yang masing-
masing terpisah letaknya. Ruangan pelengkap merupakan ruangan
102
pengolahan mulai dari bahan baku hingga produk akhir, sedangkan ruang
pelengkap merupakan ruangan lain yang mendukung proses pengolahan
seperti kantor, bengkel, gudang, toilet, laboratorium, dan lain-lain.
Tata letak susunan ruangan unit pengolahan dan ruang pelengkap
diatur sedemikian rupa dan berdasarkan urutan proses produksi sehingga
tidak menimbulkan lalu lintas kerja yang simpang-siur dan tidak
mengakibatkan kontaminasi silang (cross contaminant). Luas masing-
masing ruang pengolahan, ruang pelengkap dan kantor sesuai dengan
jenis, kapasitas produksi, serta jumlah karyawan yang bekerja. Hanya pada
ruangan bengkel, pekerja merasa ruangan tersebut terlalu sempit sehingga
sering kali para pekerja memperbaiki peralatan hingga keluar batas
ruangan bengkel, padahal itu merupakan jalan yang sering dilalui oleh
pekerja lainnya.
Lantai pada ruangan unit pengolahan rapat air, tahan terhadap air,
garam, basa, asam, dan bahan kimia lainnya, permukaan rata dan halus,
tetapi tidak licin dan mudah dibersihkan dan memiliki kelandaian yang
cukup kearah saluran pembuangan air, demikian juga halnya dengan
ruangan pelengkap.
Dinding pada ruangan pengolahan terdiri dari tiga bagian yang
bersusun keatas, dimana bagian pertama terbuat dari beton dengan tinggi
lebih dari 20 cm diatas permukaan lantai yang rapat air. Susunan kedua
dan ketiga terbuat dari seng yang semi tertutup karena ada celah terbuka
antara dinding susunan pertama dengan kedua dan ketiga.
Atap bangunan unit pengolahan terbuat dari seng yang tahan terhadap
air dan mudah diperbaiki ataupun diganti bila terjadi kerusakan atau
kebocoran. Tinggi dari lantai lebih dari 3 meter sesuai persyaratan GMP.
Pintu di bagian unit pengolahan merupakan pintu yang terbuat dari bahan
tahan lama, permukaan tidak rata, tidak halus, berwarna terang dan mudah
dibersihkan, dapat ditutup dengan baik, serta membuka keluar. Bangunan
unit pengolahan tidak memiliki jendela karena bangunan tersebut
merupakan bangunan semi tertutup.
103
Untuk penerangan, bangunan unit pengolahan termasuk bangunan
yang kurang penerangan karena di beberapa sudut ruangan pengolahan
terlihat agak gelap. Indikator ini ditunjukkan dengan agak sulitnya
membedakan jenis warna di beberapa ruang dalam stasiun pengolahan.
3) Fasilitas sanitasi
a) PKS Rambutan
Fasilitas sanitasi terdiri dari sarana penyediaan air, sarana
pembuangan (sisa dan limbah), sarana toilet, dan sarana cuci tangan. PKS
Rambutan belum mengelola fasilitas sanitasi dengan baik. Penyediaan
sarana cuci tangan dan sabun belum terdapat di lingkungan proses
pengolahan. Kamar mandi (toilet) juga sangat tidak memadai, dimana bak
air sudah pecah-pecah, berjamur dan berlumut. Air yang tersedia juga
tidak memadai untuk membersihkan anggota tubuh sebelum dan sesudah
bekerja. Hal ini merupakan persoalan yang menjadi keluhan karyawan
karena ketidaknyamanan bagi karyawan untuk membersihkan diri di
kamar mandi.
b) PMG Cap Sendok
Di PMG Cap Sendok fasilitas sanitasi sudah dikelola dengan cukup
baik. Sarana penyediaan air, sarana pembuangan (sisa dan limbah), sarana
toilet, dan sarana cuci tangan sudah tersedia dengan SOP yang tertera di
masing-masing tempat. Jumlah karyawan dengan fasilitas sanitasi yang
ada telah sesuai sehingga karyawan tidak perlu mengantri dalam
menggunakan fasilitas tersebut. Di dalam ruang ganti pakaian terdapat
loker untuk menyimpan barang-barang karyawan dan tempat untuk
menyimpan pakaian ganti.
4) Peralatan produksi
a) PKS Rambutan
Peralatan yang dipergunakan di PKS Rambutan sudah memadai,
dimana peralatan yang digunakan dalam keadaan baik dan mencukupi
untuk proses pengolahan. Peralatan produksi sudah sesuai dengan
persyaratan teknik yaitu sesuai dengan jenis produksi. Standar prosedur
untuk pembersihan dan perawatan peralatan secara berkala juga sudah
104
tersedia dan tertuang dalam prosedur dan instruksi kerja yang
terdokumentasi dan terstandarisasi.
b) PMG Cap Sendok
Di PMG Cap Sendok, peralatan yang digunakan sudah sesuai dengan
jenis produksi yang jumlahnya juga mencukupi. Kendala pada peralatan
adalah usianya yang sudah tua sehingga kinerja mesin dan peralatannya
menjadi berkurang. Prosedur kerja dan pemeliharaan mesin dan peralatan
tersebut sudah terdokumentasi dengan baik.
5) Bahan
a) PKS Rambutan
Bahan baku dan bahan pelengkap telah mengalami proses
pemeriksaan oleh pihak laboratorium dan sortasi. Bahan baku yang berupa
TBS telah disortasi dan dianalisa mutunya sehingga yang diterima sesuai
dengan kriteria kematangan TBS, persyaratan mutu dan komposisi panen
yang sudah ditetapkan perusahaan yang terdokumentasi dan
terstandarisasi.
b) PMG Cap Sendok
Bahan baku dan bahan penolong yang digunakan telah memenuhi
standar mutu dan persyaratan yang ditetapkan oleh manajemen karena
telah terlebih dahulu mengalami pemeriksaan secara fisika dan kimia.
Bahan-bahan tersebut juga harus memiliki CoA (Certificate of Analysis)
dan sertifikat halal dari pemasok sehingga bahan baku dan bahan penolong
benar-benar terjamin dengan baik.
6) Proses Pengolahan
a) PKS Rambutan
Proses pengolahan dilaksanakan sesuai standar prosedur yang
didokumentasikan dalam instruksi kerja (IK) bagian teknologi dan IK
bagian teknik. Pada IK bagian teknologi ini, instruksi kerja proses
pengolahan terdiri dari Penerimaan TBS di Pabrik Kelapa Sawit, Sortasi
TBS Kelapa Sawit, Analisa TBS, Pengolahan Kelapa Sawit, Pengendalian
Proses dan Mutu Produksi PKS, Serah Terima Jaga Pabrik, Analisa
Kehilangan Minyak dan Inti Sawit, Standar Mutu Minyak Sawit dan Inti
105
Sawit, Penyimpanan Produksi, Pengolahan Air Kebutuhan Pabrik, dan
Pembelian dan Pengolahan TBS Kelapa Sawit Pihak Ketiga. Pada IK
bagian teknik instruksi kerja yang terkait dengan proses pengolahan terdiri
dari Perencanaan dan Pelaksanaan kegiatan teknik, pengawasan
pengendalian pekerjaan, kapasitas pabrik, penertiban inventaris, evaluasi
kinerja peralatan pabrik, pemakaian kWh dan BBM, pemeliharaan mesin
dan instalasi PKS, instalasi listrik, menjalankan dan memberhentikan
mesin PKS, pengoperasian / inspeksi / pengawetan ketel uap,
pengoperasian turbin uap dan genset, tera ulang timbangan, pengoperasian
dan pemeliharaan alat angkut, road grader, traktor, excavator, trailer,
mesin-mesin, gergaji, dan kalibrasi.
Masing-masing tahapan proses pengolahan memiliki formula dasar
yang menyebutkan jenis bahan yang digunakan, baik bahan baku dan
bahan penolong serta persyaratan mutunya. Untuk setiap satuan
pengolahan memiliki instruksi kerja tertulis yang menyebutkan jumlah
bahan dan alat yang digunakan, tahap-tahap rincian kerja, langkah-langkah
yang perlu diperhatikan selama pengolahan dengan mengingat faktor suhu,
kelembaban, tekanan, dan lain-lain, sehingga tidak mengakibatkan
kerusakan dan pencemaran pada produk akhir, alat pelindung diri, hal-hal
emergency yang perlu diperhatikan selama pengolahan, serta hal lain yang
dianggap perlu. Setiap proses pengolahan selalu dipantau dan diperiksa
oleh petugas pengolahan di bagian produksi, dimana hasil pemantauan
didokumentasikan dalam laporan kerja manual book.
b) PMG Cap Sendok
Seperti halnya di PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga memiliki
instruksi kerja yang menguraikan tahap-tahap rincian kerja, langkah-
langkah yang perlu diperhatikan selama pengolahan dengan mengingat
faktor suhu, kelembaban, tekanan, dan lain-lain, sehingga tidak
mengakibatkan kerusakan dan pencemaran pada produk akhir, alat
pelindung diri, hal-hal emergency yang perlu diperhatikan selama
pengolahan, serta hal lain yang dianggap perlu. Instruksi kerja yang ada di
106
PMG Cap Sendok ini belum sepenuhnya lengkap seperti pada PKS
Rambutan yang sudah terdokumentasi dan tersertifikasi dengan baik.
7) Produk akhir
a) PKS Rambutan
PKS Rambutan menetapkan standar mutu produk akhir CPO yang
dihasilkan, dan standar mutu untuk produk CPO dan kernel dapat dilihat
pada lampiran 10. Standar mutu ini terdokumentasi pada prosedur mutu
dan IK (instruksi kerja) yang sudah terstandarisasi.
CPO dan kernel yang akan dipasarkan terlebih dahulu dilakukan
pengujian fisik dan kimia di laboratorium internal dan eksternal sehingga
produk CPO yang akan dipasarkan diketahui mutunya. Pengujian mutu di
laboratorium internal terdiri dari kadar air, kadar kotoran dan FFA,
sedangkan jika diperlukan analisa parameter mutu yang lain seperti DOBI,
PV, IV, dan lain-lain maka pengujiannya dilakukan di laboratorium
eksternal atau lembaga pemeriksa mutu di luar laboratorium PKS
Rambutan.
b) PMG Cap Sendok
Produk akhir yang berupa minyak goreng merek Cap Sendok
memiliki persyaratan mutu yang ditetapkan perusahaan, yang sesuai
dengan standar mutu minyak goreng di Indonesia (SNI). Produk akhir dan
produk samping yang dihasilkan, sebelum didistribusikan ke masyarakat
terlebih dahulu mengalami pemeriksaan baik fisik, kimia maupun
mikrobiologi, sehingga aman untuk dikonsumsi. Standar mutu minyak
goreng cap Sendok yang dihasilkan PMG Cap Sendok dapat dilihat pada
Lampiran 11.
8) Laboratorium
a) PKS Rambutan
PKS Rambutan memiliki laboratorium yang terdiri dari tiga ruangan,
masing-masing adalah ruang inventaris laboratorium, ruang analisis
minyak dan ruang analisis limbah dan air. Laboratoriumnya sudah
memadai untuk skala PKS. Analisa yang dilakukan di laboratorium ini
terdiri dari analisa kadar air, kadar kotoran, FFA (baik TBS maupun CPO),
107
lossis minyak sawit, lossis inti (kernel), analisa mutu air umpan boiler, dan
analisa limbah. Hasil analisa tersebut didokumentasikan dalam log book
laporan kinerja analisa mutu. Adapun contoh laporan kinerja analisa mutu
dapat dilihat pada lampiran 12.
b) PMG Cap Sendok
Laboratorium yang dimiliki oleh PMG Cap Sendok merupakan
bagian yang dirasakan kurang oleh pihak manajemen sendiri, mengingat
ruangan laboratorium yang cukup sempit dan fasilitas yang kurang
lengkap dalam mendukung analisis hasil produk. Analisis mutu yang
dilakukan adalah analisis mutu bahan baku CPO, bahan penolong, dan
produk akhir. Menurut Asisten QA, analisis mutu yang lebih spesifik dan
beragam lebih banyak dilakukan di luar laboratorium sendiri dengan
pengeluaran dana yang cukup besar, seperti di PPKS.
9) Higiene Karyawan
a) PKS Rambutan
Seluruh personil yang berhubungan langsung dengan produksi CPO
dan kernel ataupun karyawan yang bekerja di pabrik seharusnya
mengenakan pakaian kerja yang telah ditetapkan perusahaan seperti baju,
sarung tangan, tutup kepala, penutup mulut, penutup telinga, dan sepatu
kerja. Tetapi di PKS Rambutan, permasalahan yang masih dan sering
ditemukan adalah ketidakkonsistenan dalam menggunakan APD (alat
pelindung diri) yang ada. Pada standar prosedur operasi (SOP), hal
tersebut penting untuk digunakan, tetapi masih banyak karyawan yang
lalai untuk menggunakannya. Berdasarkan hasil wawancara dengan para
pekerja, perlengkapan peralatan tersebut disediakan oleh perusahaan,
tetapi pekerja malas menggunakannya. Ini merupakan ketidaktegasan
pihak manajemen untuk mengawasi karyawannya dalam mematuhi
peraturan yang sudah dibuat padahal peraturan tersebut sudah
terstandarisasi dalam SMK3 (Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja).
Kebiasaan karyawan yang buruk terutama pada unit sortasi juga
sangat berpengaruh pada kualitas CPO, seperti merokok, mengupil dan
108
lain-lain. Sepatu yang tidak higienis karena dipakai diluar produksi juga
dapat membawa kontaminan dari luar, contohnya debu. Pekerja yang
dalam keadaan sakit tidak diperkenankan masuk kerja, apalagi kondisi
dengan penyakit yang menular. Check up kesehatan pekerja pada bagian
pengolahan dilakukan minimal dua kali setahun.
b) PMG Cap Sendok
Karyawan yang berhubungan langsung dengan proses pengolahan
memiliki pakaian seragam yang khusus untuk karyawan bagian
pengolahan. Beberapa karyawan yang memang wajib mengenakan sarung
tangan, masker, penutup kepala, dan pelindung lainnya, mengenakannya
disaat bekerja. Khusus bagian pengemasan, karyawan harus mencuci
tangan sebelum dan sesudah bekerja, dan memakai pakaian khusus saat
masuk ke ruang pengemasan.
Mengenai kesehatan karyawan, pihak perusahaan tidak
memperbolehkan karyawan yang sedang sakit untuk bekerja, namun tidak
ada check up khusus secara berkala dari pihak perusahaan untuk karyawan.
Pihak manajemen melarang karyawan untuk melakukan kebiasaan yang
buruk saat bekerja, seperti merokok, mengupil, mengunyah makanan dan
minuman saat bekerja, dan lain-lain yang dapat menyebabkan kontaminasi
terhadap produk.
10) Wadah dan Pembungkus
a) PKS Rambutan
PKS Rambutan memproduksi crude palm oil, yang tidak dikemas
melainkan dipasarkan dalam bentuk cair dalam drum dan tangki yang
khusus untuk CPO.
b) PMG Cap Sendok
Minyak goreng Cap Sendok dikemas dengan botol dan jerigen.
Wadah/kemasan ini dibuat dari bahan jenis PET yang tidak melepaskan
bagian atau unsur yang dapat mengganggu kesehatan atau mempengaruhi
mutu produk, dapat mempertahankan mutu isinya terhadap pengaruh dari
luar, tahan terhadap perlakuan selama pengolahan, pengangkutan, dan
109
peredaran, serta telah dibersihkan dan dilakukan tindakan sanitasi sebelum
dikemas.
11) Label
a) PKS Rambutan
CPO tidak dikemas dengan wadah, sehingga tidak memiliki label
pada kemasannya.
b) PMG Cap Sendok
Label pada kemasan minyak goreng Cap Sendok terdiri atas nama
merek, komposisi, volume isi (netto), saran penyajian, tanggal kadaluarsa,
kode produksi, informasi nilai gizi, sertifikat halal, kode MD, dan nama
perusahaan yang memproduksi. Label kemasan sudah sesuai dengan yang
disyaratkan oleh Menteri Kesehatan tentang pelabelan.
12) Penyimpanan
a) PKS Rambutan
Penyimpanan menggunakan sistem FIFO (First In First Out), artinya
setiap bahan baku, bahan penolong dan produk akhir yang masuk terlebih
dahulu akan digunakan dan didistribusikan terlebih dahulu. Tangki dan
gudang penyimpanan dipelihara kebersihannya sesuai standar prosedur
dan instruksi kerja yang terstandarisasi.
Bahan baku berupa TBS disimpan di loading ramp, dimana loading
ramp ini dijaga kebersihannya dari tanah, pasir, sampah-sampah kebun
setiap saat selama jam kerja. Bahan penolong lain, seperti Asam sulfat
(H
2
SO
4
), Aluminium sulfat, NaOH, NALCO 724, NALCO 8173 PULV,
NALCO 7203, NALCO 2811 PULV, NALCO 214, dan lain-lain disimpan
di gudang penyimpanan masing-masing tempat secara terpisah. Bahan
yang berkaitan dengan analisis laboratorium disimpan di ruang
laboratorium tempat penyimpanan. CPO sebagai produk akhir disimpan di
storage tank dengan suhu yang harus dijaga antara 50
o
C–60
o
C.
b) PMG Cap Sendok
Bahan baku disimpan dalam storage tank yang khusus untuk CPO
dan bahan penolong lainnya disimpan di masing-masing gudang yang
terpisah. Seperti halnya di PKS Rambutan, PMG Cap Sendok juga
110
menetapkan sistem penyimpanan secara FIFO (First In First Out), artinya
setiap bahan baku, bahan penolong dan produk akhir yang masuk terlebih
dahulu akan digunakan terlebih dahulu. Masing-masing bahan yang akan
disimpan dan digunakan memiliki catatan yang berisi nama bahan, tanggal
penerimaan, asal, jumlah penerimaan, tanggal pengeluaran, jumlah
pengeluaran, sisa akhir, tanggal pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan.
13) Pemeliharaan
a) PKS Rambutan
Kegiatan pemeliharaan di pabrik yang terdiri dari sarana pengolahan,
sarana kantor dan lain-lain sudah dilakukan dengan baik. Prosedur
pemeliharaan ini terangkum jelas dalam standar prosedur yang tertuang
dalam instruksi kerja (IK). Instruksi kerja yang berkaitan dengan
pemeliharaan adalah kebersihan pabrik, pemeliharaan PKS yang terdiri
dari pemeliharaan/perawatan mesin & instalasi PKS,
pemeliharaan/perawatan instalasi listrik, pengawetan ketel uap dan bejana
uap, pemeliharaan peralatan PKS serta alat angkut bahan baku dan produk.
Limbah ataupun buangan yang bersifat padat, cair, dan gas sudah
dikelola dengan baik sehingga tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan. Yang perlu mendapat perhatian dalam pemeliharaan adalah,
tidak adanya prosedur operasi untuk pencegahan masuknya serangga,
binatang pengerat, unggas dan binatang lain ke dalam bangunan serta
pembasmian jasad renik, serangga dan binatang pengerat dengan
menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida.
Kebersihan lingkungan di proses pengolahan juga perlu mendapat
perhatian. Pada loading ramp terlihat kotor, dimana masih banyak terdapat
tanah dan pasir yang cukup tebal pada lantainya. Di stasiun perebusan juga
masih kotor, dimana berserakan tumpahan brondolan, sisa minyak dan air
kondensat dari lori, tanah dan pasir. Pada stasiun penebahan, salah satu
alat digester bocor yang mengakibatkan tumpahan minyak yang tercecer di
lantai stasiun penebahan. Pada stasiun pengolahan kernel, terlihat
berserakan dan berterbangan serat-serat halus mesocarp sehingga
111
mengotori lantai dan mengganggu kesehatan karyawan karena dapat
terhirup dan terkena mata.
b) PMG Cap Sendok
Bangunan dan bagian-bagiannya dipelihara secara teratur dan
berkala, hingga selalu dalam keadaan bersih dan berfungsi dengan baik.
Alat dan perlengkapan yang dipergunakan dibersihkan dan dilakukan
tindak sanitasi secara teratur sehingga tidak menimbulkan pencemaran
terhadap produk akhir. Alat pengangkutan dan alat pemindahan barang
dalam bangunan unit produksi selalu bersih dan tidak merusak barang
yang diangkut atau dipindahkan baik bahan baku, bahan tambahan, bahan
penolong, serta produk akhir. Alat pengangkutan untuk mengedarkan
produk akhir selalu bersih dan dapat melindungi produk baik fisik maupun
mutunya sampai ke tempat tujuan.
Limbah padat dan limbah cair dikelola dengan baik sebelum dibuang.
Hal yang belum terangkum jelas dalam prosedur operasi untuk
pemeliharaan ini adalah prosedur dalam pencegahan masuknya serangga,
binatang pengerat, unggas dan binatang lain ke dalam bangunan serta
pembasmian mikroorganisme, serangga dan binatang pengerat dengan
menggunakan desinfektan, insektisida, atau rodentisida.

Sanitation Standard Operating Procedures (SSOP)
Menurut Corlett (1998), SSOP adalah prosedur tertulis yang harus
digunakan oleh produsen pangan dalam melaksanakan produksi dan sanitasi di
pabrik. Ada delapan bagian dalam SSOP yang terdiri dari 1) keamanan air untuk
proses produksi, 2) kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan
pangan, 3) pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter, 4)
penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet, 5)
perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahaya yang kontak
dengan bahan pangan 6) pelabelan dan penyimpangan, 7) kontrol kesehatan
pekerja, dan 8) pencegahan hama penyakit. Berikut ini diuraikan penerapan SSOP
di PKS Rambutan dan PMG Cap Sendok.


112
1) Keamanan air untuk proses produksi
a) PKS Rambutan
Air yang digunakan oleh PKS Rambutan berasal dari air sungai
Padang yang berjarak ± 1 km dari PKS Rambutan. Air sungai ini
kemudian diolah dengan proses sedimentasi, flokulasi, koagulasi dan
filtrasi sehingga aman dan sesuai dengan syarat mutu yang dipergunakan
untuk pengolahan. Selain air dari sungai padang, sumber air yang
digunakan di PKS Rambutan adalah air dari sumur bor. Syarat mutu untuk
air yang digunakan pada pengolahan terdokumentasi dan terstandarisasi
dengan baik.
b) PMG Cap Sendok
Air yang digunakan oleh PMG Cap Sendok adalah air yang berasal
dari PDAM dan sumur bor. Syarat mutu untuk air pengolahan adalah
syarat air minum yang digunakan.
2) Kondisi kebersihan permukaan yang kontak dengan bahan pangan
a) PKS Rambutan
Peralatan yang dipergunakan untuk proses produksi memiliki proses
pembersihan dan perawatan yang terdokumentasi dan terjadwal dengan
baik, terutama peralatan yang kontak langsung dengan bahan. Contoh
jadwal perawatan mesin dan instalasi PKS dapat dilihat pada Lampiran 13.
Meskipun demikian, pada salah satu alat digester mengalami kebocoran
sehingga minyak tercecer keluar mengotori lantai. Hal ini perlu mendapat
penanganan secepatnya, untuk segera memperbaiki alat tersebut.
b) PMG Cap Sendok
Peralatan yang digunakan di PMG Cap Sendok termasuk sarung
tangan dan seragam produksi didesain dan terbuat dari bahan yang mudah
dibersihkan, tidak toksik dan tidak mudah terkikis. Pembersihan
peralatan–peralatan memiliki prosedur yang dilakukan sebelum dan
sesudah peralatan dipergunakan. Sarung tangan dan seragam yang
dikenakan pada waktu bekerja terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah
terkelupas, bersih dan dibersihkan setiap hari setelah selesai produksi.

113
3) Pencegahan kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter
a) PKS Rambutan
Kontaminasi silang dari obyek yang tidak saniter sangat
memungkinkan terjadi di PKS Rambutan, karena para pekerja yang
berhubungan langsung dengan proses produksi tidak melakukan
pencegahan sanitasi yang baik. Hal tersebut dikarenakan para pekerja tidak
mencuci tangan terlebih dahulu sebelum memulai aktivitas, tidak berganti
pakaian sebelum bekerja, tidak memakai sarung tangan, topi maupun APD
(alat pelindung diri) lainnya, terutama pada unit sortasi dan pengempaan.
Menurut Soekarto (1990), bagian tubuh pekerja industri pengolahan
pangan yang sangat mudah mengotori/mencemari produk adalah tangan,
kepala terutama bagian muka dan rambut, serta kaki. Oleh karenanya,
bagian-bagian tubuh tersebut perlu mendapat sarana untuk pencegahan
kontaminasi seperti sarung tangan, sepatu khusus, penutup kepala dan
mulut. Pekerja dibagian produksi terutama berhubungan langsung dengan
makanan diwajibkan mengenakan penutup rambut, sarung tangan, dan
masker. Pekerja tidak diperkenankan mengenakan perhiasan (cincin,
arloji), tidak diijinkan makan dan minum serta merokok selama berada di
ruang produksi (Manley,1991).
Untuk mengatasi permasalahan di atas adalah dengan cara
menerapkan peraturan yang tegas dengan disertai pengawasan yang lebih
ketat tentang penggunaan seragam kerja pada saat bekerja, serta
meningkatkan pengetahuan pekerja tentang sanitasi (higiene) yang dapat
ditempuh melalui pendidikan, penyuluhan serta pelatihan pekerja yang
berhubungan dengan praktek sanitasi dan higiene yang baik. Menurut
Winarno (1994), pimpinan perusahaan harus memberikan pendidikan
untuk karyawan tentang higiene perorangan dan pengolahan makanan agar
karyawan mengetahui tindakan yang diperlukan untuk mencegah
terjadinya kontaminasi makanan. Pendidikan harus dilaksanakan, bukan
hanya sampai pada taraf kognitif (tahu), tetapi sampai pada perubahan
pola tingkah laku (attitude). Untuk sampai pada tahap ini, pendidikan
harus dilaksanakan secara rutin, berkala, dan diawasi terus-menerus
114
(Winarno, 2002). Komitmen manajemen untuk mengawasi para pekerja
masih kurang, karena tidak ada penegasan terhadap karyawan yang tidak
menggunakan APD pada saat bekerja.
b) PMG Cap Sendok
Pencegahan kontaminasi dari objek yang tidak saniter, terdiri dari
material kemasan, makanan, dari permukaan yang kontak dengan bahan
pangan seperti peralatan, sarung tangan, seragam produksi dan
kontaminasi silang dari bahan baku. Tangan pekerja, sarung tangan,
seragam produksi, peralatan dan perlengkapan yang kontak dengan bahan
pangan harus dalam keadaan bersih dan tidak boleh digunakan jika terkena
cemaran atau kotoran. Tangan pekerja, sarung tangan dan seragam
produksi, khususnya di unit pengemasan sangat memiliki peluang yang
besar terjadinya kontaminasi dikarenakan metode pengemasan yang masih
manual, yang dilakukan oleh tangan pekerja langsung.
4) Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas sanitasi, cuci tangan dan toilet
a) PKS Rambutan
Perusahaan menyediakan tiga buah toilet untuk pekerja di proses
pengolahan. Jumlah ini tidak sebanding dengan jumlah pekerja yang ada.
Selain itu, kebersihan toiletnya juga tidak mendukung dimana lantainya
retak-retak, berlumut dan menghitam. Seharusnya toilet sudah tidak layak
untuk dipergunakan. Sebaiknya perusahaan memperbaiki dan merenovasi
toilet serta menambah sedikitnya dua buah toilet lagi. Selain itu, sebaiknya
dibuat sarana tempat mencuci tangan dengan air yang mengalir dan sabun
yang selalu tersedia. Fasilitas lain yang seharusnya juga tersedia adalah
tempat penyimpanan pakaian (loker) dan tempat penggantian pakaian.
b) PMG Cap Sendok
Lokasi fasilitas sanitasi dan cuci tangan harus mudah dijangkau oleh
pekerja dan dekat dengan area pengolahan. Di area pengemasan sebaiknya
memiliki fasilitas hand cleaning dan pengering tangan, mengingat
pengemasan masih mengandalkan tangan manusia. Fasilitas toilet sudah
cukup tersedia dan dilengkapi dengan tempat penggantian pakaian dan
loker untuk menyimpan pakaian ganti dan barang-barang milik pekerja.
115
5) Perlindungan bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahaya yang
kontak dengan bahan pangan
a) PKS Rambutan
Manajemen menetapkan standar penanganan bahan berupa prosedur
tertulis yang digunakan di PKS Rambutan untuk menghindari kerusakan,
salah penanganan atau kontaminasi antar bahan atau dengan sumber
cemaran lainnya. bahan baku, bahan penolong, dan produk akhir ditangani
sesuai dengan prosedur tertulis tersebut. TBS yang masuk selalu diperiksa
agar mutunya sesuai dengan standar mutu yang diinginkan perusahaan.
Selanjutnya TBS ini diletakkan di loading ramp sebelum diolah. Bahan-
bahan penolong lainnya disimpan terpisah untuk menghindari
kontaminasi.
b) PMG Cap Sendok
Bahan pangan, kemasan untuk produk akhir dan bahan yang kontak
dengan bahan pangan sudah terlindungi dari cemaran kimia, fisik dan
biologis, tetesan, aliran air dan debu/kotoran yang jatuh ke bahan pangan.
Masing-masing bahan dan kemasan disimpan terpisah untuk menghindari
kontaminasi. Para pekerja juga diharuskan untuk mencuci tangan sebelum
dan sesudah mempergunakan atau berhubungan dengan bahan-bahan.
6) Pelabelan dan penyimpanan
a) PKS Rambutan
Pihak manajemen menetapkan prosedur penyimpanan yang
terdokumentasi dengan baik. Untuk menjamin kebersihan loading ramp
sebagai tempat penyimpanan TBS, gudang untuk bahan penolong, dan
storage tank untuk penyimpanan CPO, maka selalu dibersihkan sesuai
jadwal yang tertulis pada prosedur yang terdokumentasi.
PKS Rambutan menggunakan sistem FIFO untuk setiap bahan yang
digunakan, dimana bahan yang lebih dahulu masuk akan juga lebih dahulu
digunakan. Pelabelan dilakukan untuk setiap bahan yang masuk agar tidak
terjadi kontaminasi silang antar bahan dan kekeliruan pada saat akan
mempergunakannya.

116
b) PMG Cap Sendok
Sama halnya dengan PKS Rambutan, PMG Cap Sendok sudah
melakukan proses penyimpanan dengan baik, dimana bahan baku, bahan
penolong, produk akhir, bahan pengemas disimpan terpisah dan
menggunakan sistem FIFO sehingga bahan yang masuk terlebih dahulu
akan keluar terlebih dahulu. Untuk mengetahui bahan yang masuk terlebih
dahulu, dilakukan sistem pelabelan sehingga bahan-bahan tersebut mudah
terdeteksi. Selain itu, susunannya dibuat teratur sesuai jadwal masuknya
bahan tersebut.
7) Kontrol kesehatan pekerja
a) PKS Rambutan
PKS Rambutan melakukan general check up kesehatan pekerja secara
berkala. General check up dilakukan minimal dua kali setahun. Kegiatan
tersebut dilakukan bekerjasama dengan rumah sakit milik PT. Perkebunan
Nusantara III.
b) PMG Cap Sendok
Di PMG Cap Sendok, general check-up belum ditangani oleh pihak
perusahaan sendiri. Pekerja yang dalam kondisi sakit, luka yang dapat
menjadi sumber kontaminasi pada proses pengolahan, kemasan dan
produk akhir tidak diperbolehkan masuk sampai kondisinya normal.
General check-up sangat diperlukan untuk mengetahui kesehatan pekerja.
8) Pencegahan hama penyakit
a) PKS Rambutan
Ruang produksi, gudang dan ruang lain di PKS Rambutan
kemungkinan belum bebas dari hama pabrik seperti tikus, serangga, dan
lain-lain. Hal ini dikarenakan belum adanya penerapan standar prosedur
sanitasi untuk pemberantasan hama di lingkungan pabrik.
b) PMG Cap Sendok
Ruang produksi, gudang dan ruang lain harus bebas dari hama pabrik,
seperti tikus, serangga dan lain-lain. Hal ini seharusnya mendapat
perhatian karena di PMG Cap Sendok belum memiliki prosedur
pengendalian hama.
117
BAGAN ALIR PROSES
Bagan alir proses merupakan sebuah diagram yang menggambarkan tahap-
tahap operasional dalam pengerjaan sebuah produk atau produk lainnya dalam
suatu proses pengolahan.
a) PKS Rambutan
Tahap-tahap pengolahan buah sawit menjadi CPO terdiri dari 10 stasiun
unit pengolahan, yaitu : Stasiun Penerimaan TBS dan Pengiriman Produksi,
Stasiun Loading Ramp, Stasiun Rebusan, Stasiun Thresing, Stasiun Pressing,
Stasiun Klarifikasi, Stasiun Kernel, Stasiun Water Treatment, Stasiun Water
Plant, dan Stasiun Fat-fit dan Effluent. Verifikasi diagram alir proses
dilakukan dan hasilnya adalah sesuai dengan diagram alir yang ada di
dokumen perusahaan. Bagan alir proses tersebut dapat dilihat pada
Lampiran 4.
b) PMG Cap Sendok
Proses pengolahan minyak goreng Cap Sendok di PT. Astra Agro Lestari,
Tbk terdiri dari dua tahapan proses, yaitu proses refining dan proses
fractionation. Proses refining yang dilakukan adalah physical refining yang
terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu : Pretreatment section, Degumming
section, Bleaching section, dan Deodorization section. Hasil dari physical
refining akan diperoleh minyak RBDPO (Refined Bleached Deodorized Palm
Oil) dan PFAD (Palm Fatty Acid Destillate). Proses Fractionation
menggunakan Dry fractionation yang terdiri dari tiga tahapan proses, yaitu :
tahap persiapan dan pengkondisian minyak (Preparation tank), tahap
pembentukan kristal (Crystalizer tank), dan tahap filtrasi (Filter press).
Setelah verifikasi terhadap diagram alir dilakukan, ternyata keterangan
pada diagram alir belum lengkap sehingga dilakukan rancangan diagram alir
yang baru dengan keterangan yang lebih lengkap. Verifikasi bagan alir ini
dapat dilihat pada Lampiran 14.

PRINSIP HACCP
Tim HACCP harus menerapkan tujuh prinsip HACCP yang menjadi
persyaratan utama HACCP. Ketujuh prinsip tersebut, yaitu identifikasi bahaya
118
dan penetapan resiko, penetapan titik kendali kritis (Critical control point/CCP),
penetapan batas kritis, pemantauan CCP, tindakan koreksi terhadap
penyimpangan, verifikasi dan dokumentasi.
1. Identifikasi bahaya dan penetapan resiko
Mengidentifikasi bahaya-bahaya potensial yang mungkin timbul yang
berhubungan dengan produksi makanan dan cara-cara pencegahan untuk
mengendalikannya pada setiap tahap mulai dari penerimaan, penanganan
bahan baku, proses produksi, produk akhir hingga distribusi. Menurut Donald
Siahaan dan Luqman Erningpraja (2006), faktor resiko terbesar yang menjadi
sumber kontaminasi dan penurun mutu CPO adalah: residu pestisida dan
logam berat, cemaran pelumas dan minyak hidrolik, benda asing, penggunaan
fat trap atau fat fit, adulterasi karena alat transpor dan bahan pembersih yang
tidak tepat.
a) PKS Rambutan
Berdasarkan analisa bahaya yang diperoleh di PKS Rambutan, maka
di setiap tahapan proses pengolahan buah sawit menjadi CPO memiliki
bahaya potensial, yaitu bahaya fisik dan kimia. Hanya pada proses
penebahan yang tidak ditemukan kemungkinan bahaya potensial. Selain
itu, teridentifikasi juga bahaya yang kemungkinan merupakan kontaminasi
dari pekerja, lingkungan serta mesin dan peralatan. Tabel identifikasi
bahaya, penetapan resiko dan tindakan pencegahan di PKS Rambutan
dapat dilihat pada Lampiran 15.
b) PMG Cap Sendok
Analisa bahaya yang ditemukan di PMG Cap Sendok adalah
kemungkinan bahaya fisik dan kimia, dimana kemungkinan bahaya ini
bisa timbul di hampir semua tahapan kecuali tahap distribusi. Tabel
identifikasi bahaya, penetapan resiko dan tindakan pencegahan di PMG
Cap Sendok dapat dilihat pada Lampiran 18.
2. Penetapan titik kendali kritis (Critical control point/CCP)
Menetapkan titik, prosedur atau tahap operasional yang dapat
dikendalikan untuk menghilangkan atau mengurangi kemungkinan
terjadinya bahaya. Yang dimaksud dengan tahap adalah setiap langkah
119
dalam produksi makanan dan atau pengolahan termasuk bahan mentah,
penanganan, produksi, transportasi, formulasi, pengolahan, penyimpanan
dan lain-lain.
a) PKS Rambutan
Pada proses pengolahan buah sawit menjadi CPO di PKS Rambutan
diidentifikasi beberapa titik kendal kritis (CCP), yaitu pada lingkungan,
peralatan mesin dan alat, tahap penerimaan bahan baku dan sortasi TBS,
proses perebusan, pemurnian, dan distribusi. Tabel penetapan titik kendali
kritis (Critical control point/CCP) dapat dilihat pada Lampiran 16.
b) PMG Cap Sendok
Titik kendali kritis (CCP) pada pengolahan minyak goreng Cap
Sendok ditemukan pada tahap proses penerimaan CPO, penerimaan
bleaching earth (BE), proses deodorisasi, dan pengemasan. Tabel
penetapan titik kendali kritis (Critical control point/CCP) di PMG Cap
Sendok dapat dilihat pada Lampiran 19.
3. Penetapan batas kritis
Menetapkan batas kritis yang harus dipenuhi pada setiap CCP untuk
menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis
dari keseluruhan CCP yang teridentifikasi dapat dilihat pada Lampiran 17
untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG Cap Sendok.
4. Pemantauan / Monitoring CCP
Pemantauan/monitoring CCP dilakukan dengan menetapkan sistem atau
prosedur untuk memantau pengendalian CCP dan batas kritis termasuk
pengamatan, pengukuran, pengujian dan pencatatan secara terjadwal.
Pemantauan/monitoring ini dapat dilihat pada Lembar Kerja Control
Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20 untuk PMG
Cap Sendok.
5. Tindakan koreksi terhadap penyimpangan
Menetapkan tindakan koreksi atau perbaikan yang harus dilakukan jika
hasil pemantauan menunjukkan terjadinya penyimpangan pada CCP dan batas
kritis. Tindakan koreksi ini dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 20 pada
Lembar Kerja Control Measures.
120
6. Catatan dan dokumentasi
Menyusun dokumentasi yang mencakup semua prosedur dan catatan
yang tepat mengenai prinsip dan penerapan HACCP untuk mengarsipkan
HACCP. Catatan dan dokumentasi ini dapat dilihat pada Lembar Kerja
Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran 20
untuk PMG Cap Sendok.
7. Penetapan verifikasi
Menetapkan prosedur pemeriksaan termasuk pengujian dan prosedur
tambahan untuk membuktikan bahwa sistem HACCP telah dilaksanakan dan
bekerja secara efektif. Penetapan verifikasi ini dapat dilihat pada Lembar
Kerja Control Measures di Lampiran 17 untuk PKS Rambutan dan Lampiran
20 untuk PMG Cap Sendok.

PENANGANAN KONSUMEN
Organisasi harus menetapkan prosedur untuk menangani keluhan-keluhan
konsumen terhadap produk yang dihasilkan oleh perusahaan. Selain itu, organisasi
harus menetapkan metode untuk mengidentifikasi, menempatkan dan menarik
kembali produk yang mengalami kerusakan atau menyalahi standar yang telah
ditetapkan.

PROSEDUR RECALL
Untuk menjaga kepuasan pelanggan dan menghindari konsumen dari
mengkonsumsi produk yang tidak aman, maka perusahaan mempunyai kebijakan
untuk melakukan penarikan produk (product recall). Informasi yang menjadi
alasan untuk melakukan penarikan produk terutama adalah keluhan atau komplain
dari pelanggan dan adanya kesalahan bahan baku atau proses produksi.
Produk yang telah ditarik selanjutnya akan dikumpulkan pada tempat yang
terpisah yang telah ditentukan. Informasi dan data penarikan produk akan
didokumentasikan dan ditindaklanjuti. Tindak lanjut yang akan dilakukan dengan
adanya penarikan produk antara lain sebagai berikut :
a) Menyelidiki penyebab masalah dan menyusun tindakan koreksi agar tidak
terulang kembali.
121
b) Penanganan terhadap produk yang ditarik.
c) Penghentian proses produksi sampai diperoleh hasil perbaikan yang
memenuhi persyaratan konsumen.

Pelaksanaan penarikan produk tersebut dilakukan dibawah tanggung jawab
Manajer.

PERUBAHAN/REVISI/AMANDEMEN DOKUMEN
Perusahaan harus menjamin bahwa semua dokumen dan data yang terkait
dengan HACCP Plan telah mempunyai identitas, ditinjau dan disahkan untuk
menjamin kemutahirannya. Setiap perubahan terhadap dokumen harus diperiksa
dan disetujui oleh manajemen atau wakil manajemen yang ditunjuk dan
dilaporkan pada Tim HACCP agar dapat didokumentasikan. Kegiatan
perubahan/revisi/amandemen dokumen ini berada di bawah tanggung jawab
sekretaris Tim HACCP.


122
STRATEGI PENGENDALIAN MUTU


PKS RAMBUTAN, PT. PERKEBUNAN NUSANTARA III (Persero)

Faktor-Faktor Lingkungan Internal
Faktor-faktor lingkungan internal pada industri PKS Rambutan diperoleh
berdasarkan hasil wawancara yang mendalam dengan para pakar dan tinjauan
langsung ke lokasi penelitian. Perusahaan mempunyai kontrol langsung terhadap
faktor-faktor internal dan perusahaan dapat memanfaatkan faktor-faktor internal
yang menjadi kekuatan guna meningkatkan keuntungan serta mengatasi
kelemahan agar tidak merugikan bagi perusahaan. Faktor-faktor tersebut dikaji
dari berbagai aspek internal yang berkaitan erat bagi peningkatan mutu CPO.
Faktor-faktor lingkungan internal tersebut dapat dilihat pada Tabel 33.

Tabel 33. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PKS Rambutan
No Faktor Lingkungan Internal Bobot
A. Kekuatan
1 Ketersediaan bahan baku yang terjamin 0.112
2 Penanganan bahan baku yang baik 0.154
3 Mutu bahan baku yang terjamin 0.229
4 SOP yang baku 0.103
5 Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 0.112
6 Lokasi pabrik yang strategis 0.117
7 Keunggulan kandungan yang dimiliki minyak sawit 0.055
8 Produktivitas tinggi dengan ongkos produksi yang rendah 0.042
9 Dana yang dimiliki perusahaan 0.043
10 Harga jual CPO yang tinggi 0.033
B. Kelemahan
1 Komitmen manajemen yang kurang 0.314
2 Fungsi R&D yang kurang mendukung 0.041
3 Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 0.102
4 Fasilitas dan sistem sanitasi pekerja yang kurang mendukung 0.275
5 J umlah tenaga kerja yang dimiliki 0.081
6 Sanitasi lingkungan yang kurang baik 0.187

Berdasarkan Tabel 33 terlihat bahwa terdapat 16 faktor lingkungan internal,
yang terdiri dari 10 faktor yang menjadi kekuatan dan enam faktor yang menjadi
kelemahan. Kekuatan yang dimiliki perusahaan menjadi faktor yang sangat
menguntungkan bagi aktivitas perusahaan, sedangkan kelemahan yang dimiliki
perusahaan merupakan faktor yang dapat merugikan aktivitas perusahaan jika
tidak ditangani dengan baik. Penilaian faktor lingkungan diatas dilakukan dengan
123
metode pairwise comparison dari AHP. Perhitungan bobot untuk faktor
lingkungan dilakukan dengan bantuan software Expert Choice 2000.
Tiga faktor kekuatan yang memiliki bobot tertinggi secara berurutan adalah
mutu bahan baku yang terjamin (0.229), penanganan bahan baku yang baik
(0.154) dan lokasi pabrik yang strategis (0.117), sedangkan untuk faktor
kelemahan adalah komitmen manajemen yang kurang (0.314), fasilitas dan sistem
sanitasi pekerja yang kurang mendukung (0.275), dan sanitasi lingkungan yang
kurang baik (0.187).

Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal
Faktor-faktor lingkungan eksternal ditelaah dari berbagai aspek eksternal
yang ada, seperti ekonomi, sosial, teknologi, politik, konsumen, pesaing dan
pemasok. Aspek-aspek ini difokuskan kepada upaya pengendalian mutu produk
yang dihasilkan perusahaan. Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi yang
mendalam dengan para pakar dan tinjauan langsung di lokasi penelitian, diperoleh
14 faktor eksternal yang terdiri dari tujuh faktor yang menjadi peluang dan tujuh
faktor yang menjadi ancaman. Peluang merupakan suatu kondisi yang berada di
luar perusahaan yang dapat dimanfaatkan perusahaan dengan sebaik-baiknya
untuk menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi perusahaan, sedangkan ancaman
merupakan suatu kondisi yang berada di luar perusahaan yang harus dihindari
perusahaan karena secara langsung ataupun tidak langsung bisa merugikan
perusahaan. Perusahaan tidak mempunyai kontrol langsung terhadap faktor-faktor
eksternal di atas, sehingga harus dapat memanfaatkan peluang dan menghindari
ancaman yang ada.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh tiga faktor peluang paling utama,
yaitu peningkatan pola hidup sehat (0.240), peningkatan tingkat pendidikan
(0.192) dan kelapa sawit dapat menyerap karbon di udara dalam jumlah besar (0.165).
Dilain pihak, tiga faktor ancaman utama yang mempengaruhi perusahaan dalam
pengendalian mutu adalah kebijakan negara pengimpor dalam penambahan
parameter mutu (DOBI, PAH, dioxin, pestisida, dan lain-lain) (0.274), kebijakan
luar negeri terhadap food safety produk CPO (0.259) dan adanya technical barrier
dari negara lain (0.157). Hasil penilaian peluang dan ancaman oleh masing-
124
masing pakar dilakukan berdasarkan metode pembobotan AHP pairwise
comparison. Keluaran hasil perhitungan pembobotan diolah menggunakan
software Expert Choise 2000. Hasil pembobotan Faktor-faktor lingkungan
Eksternal dapat dilihat pada Tabel 34.
Tabel 34. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PKS Rambutan
No Faktor Lingkungan Eksternal Bobot
A. Peluang
1 Permintaan pasar CPO yang tinggi 0.124
2 Peningkatan tingkat pendidikan konsumen 0.202
3 Peningkatan pola hidup sehat 0.250
4 R & D yang berkembang pesat 0.055
5 Industri hilir yang berkembang 0.043
6 Tersedianya pemasok bahan baku TBS 0.151
7 Kelapa sawit dapat menyerap karbon di udara dalam jumlah besar 0.175
B. Ancaman
1

Kebijakan negara pengimpor dalam penambahan parameter mutu
(DOBI, PAH, dioxin, pestisida, dan lain-lain)
0.274

2 Kebijakan luar negeri terhadap food safety produk CPO 0.259
3 Adanya technical barrier dari negara lain 0.157
4 Adanya substitusi produk yang sejenis 0.053
5 Keberadaan industri yang sejenis 0.056
6 Tindakan adulterasi dari luar 0.098
7

Isu pemanasan global karena pembakaran hutan untuk perkebunan
sawit 0.103



Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan
External Factor Evaluation (EFE)

Matriks IFE dan EFE merupakan alat analisis yang menggunakan faktor-
faktor lingkungan internal dan eksternal yang dimiliki perusahaan untuk
menentukan total nilai posisi internal dan total nilai posisi eksternal. Matriks IE
tersebut dapat menentukan posisi sebuah perusahaan, dimana posisi perusahaan
dapat berada pada salah satu dari sembilan sel yang ada. Kesembilan sel tersebut
dapat dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang
berbeda. Pertama, sel I, II, dan IV disebut strategi tumbuh dan bina. Kedua, sel III,
V dan VII disebut strategi pertahankan dan pelihara. Ketiga, sel VI, VIII, dan IX
disebut strategi panen atau divestasi. Adapun Internal Factor Evaluation (IFE)
dan External Factor Evaluation (EFE) dapat dilihat pada Tabel 35.


125
Tabel 35. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE)
No Faktor Lingkungan Internal Bobot Rating Skor
A. Kekuatan
1 Ketersediaan bahan baku yang terjamin 0,112 4 0,448
2 Penanganan bahan baku yang baik 0,154 4 0,616
3 Mutu bahan baku yang terjamin 0,229 4 0,916
4 SOP yang baku 0,103 4 0,412
5 Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 0,112 4 0,448
6 Lokasi pabrik yang strategis 0,117 4 0,468
7

Keunggulan kandungan yang dimiliki minyak
sawit 0,055 3 0,165
8

Produktivitas tinggi dengan ongkos produksi
yang rendah 0,042 3 0,129
9 Dana yang dimiliki perusahaan 0,043 3 0,129
10 Harga jual CPO yang tinggi 0,033 3 0,099
Total nilai faktor kekuatan 3,830
B. Kelemahan
1 Komitmen manajemen yang kurang 0,314 2 0,628
2 Fungsi R&D yang kurang mendukung 0,041 2 0,082
3 Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 0,102 2 0,204
4

Fasilitas dan sistem sanitasi pekerja yang
kurang mendukung 0,275 1 0,275
5 J umlah tenaga kerja yang dimiliki 0,081 2 0,162
6 Sanitasi lingkungan yang kurang baik 0,187 1 0,187
Total nilai faktor kelemahan 1,538
NILAI POSISI INTERNAL 2,292
C. Peluang
1 Permintaan pasar yang tinggi 0.124 4 0.496
2 Peningkatan tingkat pendidikan konsumen 0.202 4 0.808
3 Peningkatan pola hidup sehat 0.250 4 1.000
4 R & D yang berkembang pesat 0.055 4 0.220
5 Industri hilir yang berkembang 0.043 4 0.172
6 Tersedianya pemasok bahan baku CPO 0.151 4 0.604
7

Kelapa sawit dapat menyerap karbon di udara
dalam jumlah besar 0.175 3 0.525
Total nilai faktor peluang 3,825
D. Ancaman
1


Kebijakan negara pengimpor dalam
penambahan parameter mutu (DOBI, PAH,
dioxin, pestisida, dll)
0,274

1

0,274

2

Kebijakan luar negeri terhadap food safety
produk CPO. 0,259 1 0,259
3 Adanya technical barrier dari negara lain 0,157 2 0,314
4 Adanya substitusi produk yang sejenis 0,053 2 0,106
5 Keberadaan industri yang sejenis 0,056 2 0,112
6 Tindakan adulterasi dari luar 0,098 1 0,196
7

Isu pemanasan global karena pembakaran
hutan untuk perkebunan sawit 0,103 2 0,206
Total nilai faktor ancaman 1,467
NILAI POSISI EKSTERNAL 2,358
126
Berdasarkan Tabel 35 terlihat bahwa total nilai faktor kekuatan yang
diperoleh adalah 3,830 dan total nilai faktor kelemahan adalah 1,538. Hal ini
memperlihatkan bahwa kekuatan internal perusahaan lebih besar dari pada
kelemahan internal perusahaan, sedangkan hasil evaluasi faktor eksternal
memperlihatkan bahwa total nilai peluang yang dapat dimanfaatkan oleh
perusahaan sebesar 3,825 dan total nilai ancaman sebesar 1,467. Hal ini
memperlihatkan bahwa perusahaan memiliki peluang eksternal yang lebih besar
dibandingkan ancaman eksternal yang dihadapinya.
Berdasarkan evaluasi faktor internal dan eksternal dapat diketahui bahwa
posisi perusahaan berada pada sel V, dimana nilai posisi internal (total nilai
kekuatan-kelemahan) adalah 2,292 dan nilai posisi eksternal (total nilai peluang-
ancaman) adalah 2,358. Posisi perusahaan pada sel V menunjukkan strategi
pertahankan dan pelihara, yaitu bahwa perusahaan harus mempertahankan dan
memelihara keadaan perusahaan saat ini, dan penetrasi pasar serta pengembangan
produk adalah strategi yang terbanyak dilakukan pada tipe strategi ini (David,
2002). Posisi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 8.


TOTAL NILAI FAKTOR INTERNAL

Kuat
3.0-4.0
Sedang
2.0-2.99
Lemah
1.0-1.99
4.0 3.0 2.0 1.0

Tinggi
3.0-4.0

I II III

Sedang
2.0-2.99

IV
Posisi Perusahaan
V
VI
T
O
T
A
L

N
I
L
A
I


F
A
K
T
O
R

E
K
S
T
E
R
N
A
L


Lemah
1.0-1.99





3.0



2.0



















1.0
VII VIII IX

Gambar 8. Posisi Matriks IFE dan EFE PKS Rambutan,
PT. Perkebunan Nusantara III


127
Perumusan Alternatif Strategi Pengendalian Mutu
Analisa terhadap lingkungan perusahaan memperlihatkan bahwa
perusahaan dalam menjalankan berbagai aktivitas perusahaan dalam upaya
pengendalian mutu sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan internal dan
eksternal. Faktor lingkungan internal yang paling berpengaruh adalah bahan baku,
produksi dan operasi, serta sumber daya manusia, sedangkan faktor lingkungan
eksternal yang paling berpengaruh adalah konsumen, pemasok, pesaing dan
produk substitusi.
Analisis matriks IFE dan EFE memberikan hasil bahwa posisi PKS
Rambutan berada pada sel V, dimana strategi yang dilakukan adalah strategi
pertahankan dan pelihara, yaitu bahwa perusahaan harus mempertahankan dan
memelihara keadaan perusahaan saat ini, dan penetrasi pasar serta pengembangan
produk adalah strategi yang terbanyak dilakukan pada tipe strategi ini (David,
2002). Posisi perusahaan jika diaplikasikan dalam matriks SWOT adalah strategi
S-O, dimana PKS Rambutan menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang yang ada. J ika posisi perusahaan bergeser, maka
perusahaan harus menyesuaikan strategi yang akan dilaksanakan. Adapun
perumusan alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT dapat dilihat
pada Gambar 9.
Berdasarkan kondisi dan analisis Matriks SWOT, maka alternatif strategi
yang dapat dilaksanakan oleh pihak PKS Rambutan, PT. Perkebunan Nusantara
III dalam mengendalikan mutu produknya saat ini adalah sebagai berikut :
1. Peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP Sortasi dan
SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan baku (S
1-5
& O
2-3,6-7
)
2. Pembangunan sistem sanitasi yang baik/SSOP (S
2-4,7
,O
2-3,6-7
)
3. Peningkatan standar mutu CPO sesuai standar importir dengan
menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI, karoten, hidrokarbon, residu
pestisida (S
2,4-5,8-10
& O
1-2,6
)
4. Peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk dengan
memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi HACCP (S
1-10
& O
2-3,7-8
)
5. Pengembangan diversifikasi produk yang mengekspoitasi keunggulan
dalam mengatasi masalah lingkungan (S
7,9
& O
4-5,7-8
).
128


Internal Factors Analysis
Strategic (IFAS)





Eksternal Factors Analysis
Strategic (EFAS)
KEKUATAN (S)
1. Ketersediaan bahan baku yang terjamin
2. Penanganan bahan baku yang baik
3. Mutu bahan baku yang terjamin
4. SOP yang baku
5. Tenaga kerja terlatih yang dimiliki
6. Lokasi pabrik yang strategis
7. Keunggulan kandungan yang dimiliki minyak sawit
8. Produktivitas tinggi dengan ongkos produksi yang rendah
9. Dana yang dimiliki perusahaan.
10. Harga jual CPO yang tinggi

KELEMAHAN (W)
1. Komitmen manajemen yang kurang
2. Fungsi R&D yang kurang mendukung
3. Fasilitas laboratorium yang kurang
memadai
4. Fasilitas dan sistem sanitasi pekerja
yang kurang mendukung
5. J umlah tenaga kerja yang banyak
6. Sanitasi lingkungan yang kurang baik
PELUANG (O)
1. Permintaan pasar yang tinggi
2. Peningkatan tingkat pendidikan
3. Peningkatan pola hidup sehat
4. R&D yang berkembang pesat.
5. Industri hilir yang berkembang.
6. Tersedianya pemasok bahan baku
7. Kelapa sawit dapat menyerap karbon
di udara dalam jumlah besar.
Strategi S-O :
1. Peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP Sortasi dan SMK3 yang ketat
dalam peningkatan mutu bahan baku (S
1-5
& O
2-3,6-7
)
2. Pembangunan sistem sanitasi yang baik/SSOP (S
2-4,7
,O
2-3,6-7
)
3. Peningkatan standar mutu CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik,
yaitu : DOBI, karoten, hidrokarbon, residu pestisida (S
2,4-5,8-10
& O
1-2,6
)
4. Peningkatan kepercayaan konsumen terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu
melalui sertifikasi HACCP (S
1-10
& O
2-3,7-8
)
5. Pengembangan produk baru/diversifikasi produk yang mengekspoitasi keunggulan dalam
mengatasi masalah lingkungan (Contoh : LA, pemanfaatan tandan kosong, pengurangan emisi
metan dari limbah cair menjadi biogas, dll.). (S
7,9
& O
4-5,7-8
)
Strategi W-O :
1. Penerapan sistem GMP dalam
peningkatan mutu produk (W
1,3-6
&
O
1-3,6
)
2. Pembangunan sistem operasi sanitasi
yang baik / SSOP (S
3,4,6
& O
2,3
)
3. Pengembangan produk / diversifikasi
produk (W
5
& O
4-5,8
)
4. Pengembangan dan pelatihan SDM
terutama terkait dengan sanitasi
pekerja (W
4-5
& O
2-3
)
ANCAMAN (T)
1. Kebijakan negara pengimpor dalam
penambahan parameter mutu (DOBI,
PAH, dioxin, pestisida, dll)
2. Kebijakan luar negeri terhadap food
safety produk CPO.
3. Adanya technical barrier dari negara
lain mengenai nutrisi minyak sawit.
4. Adanya substitusi produk yang sejenis
5. Keberadaan industri yang sejenis
6. Tindakan adulterasi dari luar industri.
7. Isu pemanasan global karena
pembakaran hutan untuk perkebunan
sawit.
Strategi S-T :
1. Peningkatan mutu produk dengan kinerja yang tinggi (S
2-6,8-9
& T
1-3
)
2. Peningkatan pengawasan mutu yang ketat di setiap rantai produksi minyak sawit serta
peningkatan kedisiplinan pelaku transportasi minyak sawit (S
2-9
& T
1-3,6-7
)
3. Pembangunan kepercayaan konsumen dengan sistem jaminan mutu yang tersertifikasi
HACCP (S
1-7
& T
1-3,6-7)
)
4. Pengeksploitasian keunggulan minyak sawit lewat R&D (S
3,6
& T
3
)
5. Pengembangan produk baru/diversifikasi produk (S
1-5,7
& T
3-5
)
6. Penerapan produksi bersih dalam mendapatkan green label (S
4,6
& T
4-5,7
)
7. Peningkatan komitmen dan budaya kerja yang baik dalam menghasilkan minyak sawit lestari
(S
1-10
& O
1-3,7
)
8. Pembangunan good global image CPO melalui kampanye Palm oil saved our planet (S
1,8
&
O
1-3,7
)

Strategi W-T :
1. Penerapan sistem GMP (W
1,3-4,6
& T
1-
2,4
)
2. Penerapan sistem SSOP (W
3-4,6
& T
1-2
)
3. Peningkatan fasilitas laboratorium
analisis yang memadai (W
1-3
& O
1-3
)
4. Penerapan sistem jaminan mutu yang
tersertifikasi HACCP (W
1-6
& T
1-3,5
)
5. Peningkatan komitmen dan budaya
kerja yang baik dalam menghasilkan
minyak sawit lestari (W
1-6
& T
1-7
)

Gambar 9. Matriks SWOT PKS Rambutan
129
PABRIK MINYAK GORENG CAP SENDOK
PT. ASTRA AGRO LESTARI, TBK

Faktor-Faktor Lingkungan Internal
Seperti halnya di PKS Rambutan, faktor-faktor lingkungan internal pada
PMG Cap Sendok diperoleh berdasarkan hasil wawancara yang mendalam dengan
para pakar dan tinjauan langsung ke lokasi penelitian. Faktor-faktor tersebut dikaji
dari berbagai aspek internal yang berkaitan erat bagi peningkatan mutu CPO.
Adapun faktor-faktor lingkungan internal tersebut dapat dilihat pada Tabel 36.
Tabel 36. Faktor-Faktor Lingkungan Internal PMG Cap Sendok
No Faktor Lingkungan Internal Bobot
A. Kekuatan
0.325 1 Mutu bahan baku yang terjamin
0.198 2 Penanganan bahan baku yang baik
0.147 3 SOP yang baku
4 Pemeliharaan mesin dan peralatan 0.100
5 Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 0.120
6 Dukungan keuangan yang kuat 0.057
7 Harga yang bersaing 0.054
B. Kelemahan
0.227 1 Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan
0.151 2 Teknologi proses yang sudah lama
0.174 3 Mesin dan peralatan yang sudah tua
4

Kapasitas produksi dalam memenuhi
permintaan 0.027
5 Fungsi dan fasilitas R & D yang terbatas 0.022
6 Infrastruktur yang kurang mendukung 0.083
7 Lokasi pabrik yang tidak mendukung 0.107
8 Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 0.044
9 Sistem operasi sanitasi yang belum berjalan baik 0.111
10 Sistem pengemasan yang manual 0.054

Berdasarkan Tabel 36 terlihat bahwa terdapat 17 faktor lingkungan internal,
yang terdiri dari tujuh faktor yang menjadi kekuatan dan 10 faktor yang menjadi
kelemahan. Kekuatan yang dimiliki perusahaan menjadi faktor yang sangat
menguntungkan bagi aktivitas perusahaan, sedangkan kelemahan yang dimiliki
perusahaan merupakan faktor yang bisa merugikan aktivitas perusahaan jika tidak
ditangani dengan baik. Penilaian faktor lingkungan tersebut dilakukan dengan
pairwise comparison dari metode AHP. Perhitungan bobot untuk faktor
lingkungan dilakukan dengan bantuan software Expert Choice 2000.
130
Tiga faktor kekuatan yang memiliki bobot tertinggi secara berurutan adalah
mutu bahan baku yang terjamin (0.325), penanganan bahan baku yang baik
(0.198) dan SOP yang baku (0.147), sedangkan untuk faktor kelemahan adalah
Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan (0.227), mesin dan peralatan yang
sudah tua (0.174) dan teknologi proses yang sudah lama (0.151).

Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal
Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi yang mendalam dengan para
pakar dan tinjauan langsung di lokasi penelitian, diperoleh faktor-faktor
lingkungan eksternal sebanyak 10 faktor yang terdiri dari lima faktor yang
menjadi peluang dan lima faktor yang menjadi ancaman. Adapun faktor-faktor
lingkungan eksternal dapat dilihat pada Tabel 37.

Tabel 37. Faktor-Faktor Lingkungan Eksternal PMG Cap Sendok
No Faktor-faktor Lingkungan Eksternal Bobot
A. Peluang
1 Diversifikasi produk dari CPO yang semakin beragam 0.063
2 Peningkatan konsumsi minyak goreng sawit di dunia 0.073
0.385 3 Peningkatan pola hidup sehat
0.153 4 Pola kemitraan yang baik
0.325 5 Hubungan dengan pemasok yang terbina baik
D. Ancaman
0.186 1 Harga bahan baku CPO yang tinggi
2 Keberadaan industri yang sejenis 0.101
0.258 3 Perubahan teknologi proses yang terus berkembang maju
0.379 4 Tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi
5 Adanya substitusi produk yang sejenis 0.077

Berdasarkan Tabel di atas, terlihat bahwa tiga faktor peluang paling utama
adalah peningkatan pola hidup sehat (0.385), hubungan dengan pemasok yang
terbina baik (0.325) dan pola kemitraan yang baik (0.153), sedangkan tiga faktor
ancaman utama yang mempengaruhi perusahaan dalam pengendalian mutu adalah
tuntutan konsumen terhadap mutu yang semakin tinggi (0.379), perubahan
teknologi proses yang semakin berkembang maju (0.258) dan harga bahan baku
CPO yang tinggi (0.186). Hasil penilaian peluang dan ancaman oleh masing-
masing pakar dilakukan dengan pairwise comparison dari metode AHP. Keluaran
hasil perhitungan pembobotan diolah menggunakan software Expert Choise 2000.

131
Analisis Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan
External Factor Evaluation (EFE)

Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation
(EFE) merupakan hasil pemodelan data dari faktor-faktor lingkungan internal dan
eksternal perusahaan. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) digunakan
untuk mengetahui faktor-faktor internal perusahaan berkaitan dengan kekuatan
dan kelemahan yang dianggap penting, sedangkan matriks EFE (Eksternal
Factor Evaluation) digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor eksternal yang
berkaitan dengan peluang dan ancaman bagi perusahaan. Kedua matriks
tersebut kemudian digabungkan ke dalam satu matriks yang disebut matriks IE
(internal eksternal). Tujuan matriks tersebut adalah untuk memperoleh data
strategi yang lebih detail mengenai posisi internal dan eksternal perusahaan.
Berdasarkan hasil analisis Matriks IE diperoleh total nilai faktor kekuatan
sebesar 3,893 dan total nilai faktor kelemahan sebesar 1,448. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa kekuatan internal perusahaan lebih besar dari pada
kelemahan internal perusahaan. Hasil evaluasi faktor eksternal memperlihatkan
bahwa total nilai peluang yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan sebesar 3,070
dan total nilai ancaman sebesar 1,566. Hal tersebut memperlihatkan bahwa
perusahaan memiliki peluang eksternal yang lebih besar dibandingkan ancaman
eksternal yang dihadapinya. Adapun Internal Factor Evaluation (IFE) dan
External Factor Evaluation (EFE) dapat dilihat pada Tabel 38.












132
Tabel 38. Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE)
Faktor Lingkungan Internal Bobot Rating Skor
A. Kekuatan
1 Mutu bahan baku yang sesuai 0,325 4 1,300
2 Penanganan bahan baku yang baik 0,198 4 0,792
3 SOP yang baku 0,147 4 0,588
4 Pemeliharaan mesin dan peralatan 0,100 4 0,400
5 Tenaga kerja terlatih yang dimiliki 0,120 4 0,480
6 Dukungan keuangan yang kuat 0,057 3 0,171
7 Harga yang bersaing 0,054 3 0,162
Total nilai faktor kekuatan 3,893
B. Kelemahan
1 Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan 0,227 2 0,454
2 Teknologi proses yang sudah lama 0,151 1 0,151
3 Mesin dan peralatan yang sudah tua 0,174 1 0,174
4

Kapasitas produksi dalam memenuhi
permintaan 0,027 2 0,054
5 Fungsi dan fasilitas R & D yang terbatas 0,022 1 0,022
6 Infrastruktur yang kurang mendukung 0,083 2 0,166
7 Lokasi pabrik yang tidak mendukung 0,107 1 0,107
8 Fasilitas laboratorium yang kurang memadai 0,044 1 0,044
9

Sistem operasi sanitasi yang belum berjalan
baik 0,111 2 0,222
10 Sistem pengemasan yang manual 0,054 1 0,054
Total nilai faktor kelemahan 1,448
NILAI POSISI INTERNAL 2,445
C. Peluang
1

Diversifikasi produk dari CPO yang semakin
beragam 0,063 3 0,189
2

Peningkatan konsumsi minyak goreng sawit di
dunia 0,073 4 0,292
3 Peningkatan pola hidup sehat 0,385 3 1,155
4 Pola kemitraan yang baik 0,153 3 0,459
5 Hubungan dengan pemasok yang terbina baik 0,325 3 0,975
Total nilai faktor peluang 3,070
D. Ancaman
1 Harga bahan baku CPO yang tinggi 0,186 2 0,372
2 Keberadaan industri yang sejenis 0,101 1 0,101
3

Perubahan teknologi proses yang terus
berkembang maju 0,258 1 0,258
4

Tuntutan konsumen terhadap mutu yang
semakin tinggi 0,379 2 0,758
5 Adanya substitusi produk yang sejenis 0,077 1 0,077
Total nilai faktor ancaman 1,566
NILAI POSISI EKSTERNAL 1,504

Berdasarkan evaluasi faktor internal dan eksternal dapat diketahui bahwa
posisi perusahaan berada pada sel VIII, dimana nilai posisi internal (total nilai
133
kekuatan-kelemahan) adalah 2,445 dan nilai posisi eksternal (total nilai peluang-
ancaman) adalah 1,504. Posisi perusahaan pada sel VIII menunjukkan strategi
panen atau divestasi. Posisi perusahaan dapat dilihat pada Gambar 10.


TOTAL NILAI FAKTOR INTERNAL

Kuat
3.0-4.0
Sedang
2.0-2.99
Lemah
1.0-1.99
4.0 3.0 2.0 1.0

Tinggi
3.0-4.0

I II III

Sedang
2.0-2.99

IV V VI
T
O
T
A
L

N
I
L
A
I


F
A
K
T
O
R

E
K
S
T
E
R
N
A
L


Lemah
1.0-1.99





3.0



2.0



















1.0
VII
Posisi Perusahaan
VIII
IX

Gambar 10. Posisi Matriks IFE dan EFE PMG Cap Sendok,
PT. Astra Agro Lestari, Tbk

Perumusan Alternatif Strategi Pengendalian Mutu
Analisa terhadap lingkungan perusahaan memperlihatkan bahwa faktor
lingkungan internal yang paling berpengaruh adalah bahan baku, produksi dan
operasi, mesin dan alat serta sumber daya manusia, sedangkan faktor lingkungan
eksternal yang paling berpengaruh adalah konsumen, teknologi proses, pemasok,
pesaing dan produk substitusi.
Analisis matriks IFE dan EFE memberikan hasil bahwa posisi PMG Cap
Sendok berada pada sel VIII, dimana posisi perusahaan ini mendukung untuk
melakukan strategi panen atau divestasi. Strategi panen atau divestasi jika
diaplikasikan dalam matriks SWOT adalah strategi S-O, dimana PMG Cap
Sendok menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan
peluang yang ada. J ika posisi perusahaan bergeser, maka perusahaan harus
134
menyesuaikan strategi yang akan dilaksanakan. Adapun perumusan alternatif
strategi dengan menggunakan matriks SWOT dapat dilihat pada Gambar 11.
Berdasarkan kondisi dan analisis Matriks SWOT, maka alternatif strategi
yang dapat dilaksanakan oleh pihak perusahaan dalam mengendalikan mutu
produknya saat ini adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan dan pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM) terutama
terkait dengan sistem HACCP (S
2,3,5,6
& O
2-3
)
2. Pemberian sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan jaminan mutu
kepada konsumen dalam peningkatan kualitas produk (S
1-7
& O
2-5
)
3. Peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin dan peralatan
yang lebih maju (S
3-6
& O
1-4
)
4. Pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor, yaitu
dengan mengadakan aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng
asing dengan cara mem-blending minyak sawit dengan minyak kedelai,
minyak sawit dengan minyak jagung, minyak sawit dengan minyak nabati
lain di negara tujuan ekspor. (S
5-6
& O
1,4
).
135


Internal Factors Analysis
Strategic (IFAS)



Eksternal Factors
Analysis Strategic (EFAS)
KEKUATAN (S)
1. Mutu bahan baku yang sesuai
2. Penanganan bahan baku yang baik
3. SOP yang baku
4. Pemeliharaan mesin dan peralatan yang sudah
tua
5. Tenaga kerja terlatih yang dimiliki
6. Dukungan keuangan yang kuat
7. Harga yang bersaing
KELEMAHAN (W)
1. Ketersediaan bahan baku yang berkelanjutan
2. Teknologi proses yang sudah lama
3. Mesin dan peralatan yang sudah tua
4. Kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan
5. Fungsi dan fasilitas R & D yang terbatas
6. Infrastruktur yang kurang mendukung
7. Lokasi pabrik yang tidak mendukung
8. Fasilitas laboratorium yang kurang memadai
9. Sistem operasi sanitasi yang belum berjalan baik
10. Sistem pengemasan yang manual
PELUANG (O)
1. R&D yang berkembang maju
2. Peningkatan konsumsi minyak goreng
sawit di dunia
3. Peningkatan pola hidup sehat
4. Pola kemitraan yang baik
5. Tersedianya pemasok bahan baku

Strategi S-O :
1. Pengembangan dan pelatihan SDM terutama terkait
dengan sistem HACCP (S
2,3,5,6
& O
2-3
)
2. Sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan
jaminan mutu kepada konsumen dalam peningkatan
kualitas produk (S
1-7
& O
2-5
).
3. Peningkatan teknologi produksi dengan perubahan
mesin dan peralatan yang lebih maju (S
3-6
& O
1-4
).
4. Pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi
ekspor, yaitu dengan mengadakan aliansi strategis
dengan perusahaan minyak goreng asing dengan cara
mem-blending minyak sawit dengan minyak kedelai,
minyak sawit dengan minyak jagung, minyak sawit
dengan minyak nabati lain di negara tujuan ekspor.
(S
5-6
& O
1,4
).
Strategi W-O :
1. Efisiensi dan efektifitas dalam pelaksanaan produksi (W
1-
4
& O
2,5
)
2. Peningkatan teknologi produksi dengan perubahan mesin
dan peralatan yang lebih maju (W
2-5,8,10
& O
1-4
)
3. Pembangunan sistem operasi sanitasi yang baik / SSOP
(W
6-10
& O
3
)
4. Peningkatan kualitas produk dengan cara memproduksi
makanan yang baik / membangun sistem GMP (W
1-10
&
O
1-5
)
5. Pembangunan kemitraan yang lebih baik dengan
pemasok (W
1,4,7
& O
4-5
)
ANCAMAN (T)
1. Harga bahan baku CPO yang tinggi
2. Keberadaan industri yang sejenis
3. Perubahan teknologi proses yang semakin
berkembang maju
4. Tuntutan konsumen terhadap mutu yang
semakin tinggi
5. Adanya substitusi produk yang sejenis
Strategi S-T :
1. Peningkatan kualitas produk dengan kinerja
yang tinggi (S
3,5,7
& T
1-5
)
2. Peningkatan teknologi produksi (S
2-7
& T
2-3
)
3. Pengembangan produk baru/diversifikasi produk
(S
1-5,7
& T
2,3,5
)
4. Pembangunan kepercayaan konsumen dengan
sistem jaminan mutu yang tersertifikasi (S
1-7
&
T
2-5
)
Strategi W-T :
1. Pembangunan kemitraan yang lebih baik dengan
pemasok (W
1,4
& T
1,2,5
)
2. Penerapan sistem GMP (W
2-4, 6-10
& T
2-5
)
3. Penerapan sistem SSOP (W
3,6-10-10
& T
2,4
)
4. Penerapan sistem jaminan mutu yang tersertifikasi (W
2-
4,6-10
& T
2-5
)


Gambar 11. Matriks SWOT PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk
136
KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil analisis kepuasan konsumen, maka PMG Cap Sendok perlu
meningkatkan mutu minyak goreng khususnya pada atribut pelabelan sebesar
1 % dan atribut keamanan pangan, atribut kemasan serta atribut merek yang
masing-masing sebesar 0,33 %.
2. PKS Rambutan telah menerapkan dan mendapat sertifikasi ISO 9001:2000,
namun perlu adanya penerapan sistem HACCP untuk menjamin CPO yang
dihasilkan aman untuk diolah sebagai produk pangan. Oleh karena itu, PKS
Rambutan perlu memperbaiki dan melengkapi beberapa unsur HACCP, yaitu :
Kebijakan mutu, Pembentukan Tim HACCP, Personil dan Pelatihan, GMP,
SSOP, Analisa bahaya potensial, serta Penetapan CCP (jumlah CCP).
3. PMG Cap Sendok belum mendapat sertifikasi ISO 9001:2000 maupun
sertifikasi HACCP, oleh karena itu perlu adanya upaya untuk menerapkan
kedua sistem dengan melengkapi dan memperbaiki unsur-unsur yang
terkandung dalam kedua sistem ini. Unsur yang perlu dilengkapi dan
diperbaiki dalam sistem ISO 9001:2000 adalah komitmen manajemen;
tanggung jawab, wewenang, dan komunikasi; SDM; infrastruktur; serta desain
dan pengembangan. Unsur yang perlu dilengkapi dan diperbaiki dalam
penerapan sistem HACCP adalah Personil dan Pelatihan, GMP, dan SSOP.
4. Alternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh pihak PKS Rambutan, PT.
Perkebunan Nusantara III dalam mengendalikan mutu produknya saat ini
adalah : (1) peningkatan komitmen manajemen dalam pelaksanaan SOP
Sortasi dan SMK3 yang ketat dalam peningkatan mutu bahan baku, (2)
pembangunan sistem sanitasi/SSOP yang baik, (3) peningkatan standar mutu
CPO sesuai standar importir dengan menganalisis mutu spesifik, yaitu : DOBI,
karoten, hidrokarbon, residu pestisida, (4) peningkatan kepercayaan konsumen
terhadap mutu produk dengan memberikan jaminan mutu melalui sertifikasi
HACCP, serta (5) pengembangan produk baru/diversifikasi produk yang
137
mengekspoitasi keunggulan dalam mengatasi masalah lingkungan (Contoh :
Land Application, pemanfaatan tandan kosong, pengurangan emisi metan dari
limbah cair menjadi biogas, dan sebagainya).
5. Aternatif strategi yang dapat dilaksanakan oleh PMG Cap Sendok dalam
mengendalikan mutu produknya saat ini adalah : (1) pengembangan dan
pelatihan SDM terutama terkait dengan sistem HACCP, (2) pemberian
sertifikasi ISO dan HACCP untuk memberikan jaminan mutu kepada
konsumen dalam peningkatan kualitas produk, (3) peningkatan teknologi
produksi dengan perubahan mesin dan peralatan yang lebih maju, serta (4)
pengembangan diversifikasi produk yang berorientasi ekspor, yaitu dengan
mengadakan aliansi strategis dengan perusahaan minyak goreng asing dengan
cara mem-blending minyak sawit dengan minyak kedelai, minyak sawit
dengan minyak jagung, minyak sawit dengan minyak nabati lain di negara
tujuan ekspor.

SARAN
Saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :
1. Perlu adanya penelitian mengenai GAP (Good Agricultural Practice), GHP
(Good Handling Practice), dan GDP (Good Distribution Practice) sebelum
TBS sampai ke PKS mengingat mutu bahan baku TBS sangat menentukan
mutu CPO dan mutu CPO sangat menentukan mutu minyak goreng.
2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penerapan sistem HACCP di
PKS dan PMG yang lain untuk mengetahui titik-titik kritis di setiap tahapan
proses produksi mengingat kebutuhan akan sertifikasi sistem tersebut di masa
mendatang sangat dibutuhkan terutama bagi kegiatan ekspor.


138
DAFTAR PUSTAKA
Adams MR, Moss MO. 1995. Food Microbiology. The Royal Society of
Chemistry. Thomas Graham House. The Science Park. Cambridge.
Amang B. 1996. Ekonomi Minyak Goreng di Indonesia. Bogor: IPB Press.
Baadilla HO. 1996. Persyaratan Mutu Pangan dalam Era Perdagangan Bebas. Di
dalam: Seminar Nasional Pangan dan Gizi. Yogyakarta.
Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia. BPS. J akarta.
Basiron Y, Chan KW. 2005. The Role of Research and Development Strategies in
Food Safety and Good Agricultural, Manufacturing and Distribution
Practices in the Malaysian Palm Oil Industry. J Malaysian Palm Oil Board
(MPOB).
BRI (Persero), LMAA-IPB. 2001. Industry Review Kelapa Sawit. PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero).
BSN. 1992. Standar Mutu Minyak Sawit Berdasarkan SNI 01-2901-1992.
J akarta: Badan Standarisasi Nasional.
BSN. 2000. Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-9001-2001. Sistem Manajemen
Mutu Persyaratan. J akarta: Badan Standarisasi Nasional.
BSN. 2002. Standar Mutu Minyak Goreng Berdasarkan SNI 01-3741-2002.
J akarta: Badan Standarisasi Nasional.
David FR. 2002. Manajemen Strategis : Konsep. Sindoro A, penerjemah; J akarta:
PT Prenhallindo. Terjemahan dari: Concepts of Strategic Management.
Deming WE. 1969. Out of The Crisis. Cambridge University Press. USA.
Direktorat J enderal Perkebunan. 2007. Pedoman Umum : Program Revitalisasi
Perkebunan (Kelapa Sawit, Karet, Kakao). J akarta: Departemen Pertanian.
Djohar S, Tanjung H, Cahyadi ER. 2003. Building a Competitive Advantage on
CPO Through Supplay Chain Management : A Case Study in PT. Eka
Dura Indonesia, AAL Riau. J Manajemen dan Agribisnis 1:20–32.
Fardiaz S. 1996. Evaluasi dan Proyeksi Permasalahan Keamanan Pangan.
Temu Pakar dalam Rangka Studi Kaji Ulang Repelita VI Pangan dan
Identifikasi Repelita VII. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI
dan Pusat Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG) IPB. Bogor.
FDA. 1995. Sanitation, Sanitary Regulation and Voluntary Programs. Di
dalam : G Marriot, Norman (ed). Principles of Food Sanitation, hal
7. Third edition. New York: Chapman and Hall.
139
Gaspersz V. 2001. ISO 9001 : 2000 and Continual Quality Improvement.
J akarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hadiwirdjo BH, Wibisono S. 1996. Memasuki Pasar Internasional dengan ISO
9000 Sistem Manajemen Mutu. J akarta: PT Ghalia.
Hermawan T. 2005. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Point). J akarta: PT. Bumi Aksara.
Hiel R. 2005. Food Safety Control in the Palm Oil Chain. Modul Workshop on
European Food Safety Legislation Relevant for Palm Oil. J akarta: MVO.
http://www.fediol.be. 2006. Risk Analysis of The Chain of Palm Oil and Palm
Kernel Oil Products.
http://www.europa.eu.int/comm/food/ fs/sfp/ras_index_en. 2003. Di dalam:
Hermawan T. Sistem Manajemen HACCP (Hazard Analysis Critical
Control Point). J akarta: PT. Bumi Aksara. 2005.
http//www.dprin.go.id
Hubeis M. 1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui
Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru Besar IPB.
Bogor.
J ouve J L. 2000. Good Manufacturing Practice, HACCP and Quality System.
Di dalam: Hund BM, TC Baird-Paker and GW Gould. The
Microbiological Safety and Quality Control of Food. Volume I.
Maryland: Aspen Publisher, Inc. Gaithersburg.
Kadarisman D, Wirakartakusumah MA. 1995. Standarisasi dan
Perkembangan J aminan Mutu Pangan. B Teknologi dan Industri
Pangan VI(1):74-78. J urusan Teknologi Pangan dan Gizi. Bogor:
Fateta, Institut Pertanian Bogor.
Marimin. 2003.
Moy G, Kaferstein F, Motarjeni Y. 1994. Application of HACCP to Food
Manufacturing : Some Considerations on Harmonization through Training.
J Food Control. 5 (3) : 131-139.
MPOB. 2005. Competitiveness of The Malaysia Oil Palm Industry. Malaysia:
MPOB.
Naibaho P. 2006. Pengolahan Pabrik Kelapa Sawit. Bahan Training Pengolahan
Kelapa Sawit. J akarta: PT SUCOFINDO.
Pierson MD, Corlett DA J r. 1992. HACCP: Principles and Aplications. New
York: Chapman and Hall Publ.
140
PPKS. 2005. Produk Pangan dari Minyak Sawit. Di dalam: Teknologi
Pengolahan Industri Hilir. Medan: Pusat Penelitian Kepala Sawit
(PPKS).
PPKS, 2006. Pengenalan Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Bahan Training
Pengolahan Kelapa Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kepala Sawit
(PPKS).
PTP. N III, 2005. Sortasi TBS Kelapa Sawit. Di dalam: Daftar Instruksi
Kerja Bagian Teknologi. Medan: PT. Perkebunan Nusantara III
(Persero).
Puspitasari D. 2004. Perbaikan dan Evaluasi Penerapan Sistem Manajemen Mutu
pada Industri Pengolahan Tahu [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Rangkuti F. 2000. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. J akarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Saaty TL. 1993. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin (PHA Untuk
Pengambilan Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks). Edisi Bahasa
Indonesia. Cetakan Kedua. J akarta: IPMM dan PT Pustaka Binaman
Pressindo.
Siahaan D, Lalang B. 2004. Teknologi Budidaya dan Pengolahan Kelapa
Sawit. Medan: Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS).
Siahaan D, Lukman E. 2006. Penerapan Good Agriculture Practice dan Good
Manufacture Pratice Dalam Meningkatkan Mutu dan Keamanan Pangan
Minyak Kelapa Sawit. J PPKS.
Sullivan LH. 1986. Quality Function Deployment. Di dalam: Ariani, DW.
Manajemen Kualitas : Pendekatan Sisi Kualitatif. Proyek Peningkatan
Penelitian Pendidikan Tinggi. Direktorat J enderal Pendidikan Tinggi.
Departemen Pendidikan Nasional. 2000.
Timms R. 2003. Delivering Quality and Food Safety to The European Palm Oil
Consumer : Contribution of Palm Oil to the Food Industry. J Britannia
Food Ingredients Ltd.
Tompkin RB. 1994. HACCP in Meat and Poultry Industri. J. Food Control. 5 (3):
153-161.
Utami E. 2004. Pengkajian Pelaksanaan GMP dan Penyusunan Rencana HACCP
di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia, J awa Barat.
Winarno FG. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan.
Bogor: M-Brio Press.
WHO. 2000. Fact Sheet 237 : Food Safety and Foodborne Illness. Geneva,
Switzerland. (www.who.int/fsf).
141
142
Lampiran 1. Pohon Industri Kelapa Sawit (http//www.dprin.go.id)

















































K
E
L
A
P
A

S
A
W
I
T
Minyak
Kelapa
Sawit
Carotene
Tocopherool
Olein
Soap Stock
FFA
Cocoa Butter
Minyak Goreng
Minyak Salad
Margarine
Shortening
Minyak Padat
Sabun
Glyserine
Stearin
Fatty Acid
Lauric Acid
Myristic Acid
Serat
Tandan
Kosong
Bahan
Selulosa
Kertas
Sludge Komponen Pakan Ternak
Esters of Dibasic Acid
Azelaic/Butanol & Octanol
As Esters
Azelai/Glucol Esters
Aleic Acid Dimer/Butanol & Octanol
Esters
Oxigenated Fatty Acid/Ester
Epoxystearic/
Octanol Ester
Epithio Stearic/Mono &
Polyhydric Alkohol Esters
Fatty Acid Amides
Stearamide
Oleamide
Suplated Alcanolamide of Palmitic,
Stearic and Oleic Acids
Fatty Alchohol dll
C
16
& C
18
Alchohols
Suphlated
C
16
& C
18
Alchohols/Esterified with Higer
Saturated Fatty Acids
C
16
, C
18
& C
19
Alchohol
C
16
& C
18

Alchohol/Ethexylation
Palmitic Stearic/Ca, Zn
Metalic Salt
Stearic/Ca/Mg
Stearic/Ai,Mg
Oleic/Zn, Pb
Oleic/Ba
Polyaloxylated
Derivates :
Palmitic/Ethylene
Propylene Oxida
Stearic/Ethylene
Propylene Oxida
Oleic Acid Dimer/
Ethylene Propylene Oxida
Fatty Alkohol (Ester)
Palmitic/Sospropanol
Palmitic/ Octanol Butanol
Stearic/Octanol Butanol
Stearic/Glycol
Oleic/Glycol
Propylene Glycol
Oleic/Methanol Butanol
Oleic/Olycealkohol
Inti Kelapa
Sawit
Minyak Inti Sawit
/PKO
Bungkil
Briket
Arang
Karbon Aktif
Asam
Organik
Tempurung
Arang
Tepung
Tempurung
Bahan
Bakar
Fatty Amines
Primary C16 & C18
Hydroclorides Aceates
C16 & C18/ Ethoxylated
C
16
& C
18
/Guanidin Ethoxylated
Secondary C16 & C 18/
Ethoxylated
Quartenery C16 & C18
143
Lampiran 2. Struktur Organisasi PKS Rambutan



























MANAJER
ASS.
LABORATORIUM
ASS.
PENGOLAHAN
MASKEP
ASS. TEKNIK
/ D.S / TRAKSI
ASS. TATA
USAHA / UMUM
PAPAM
MANDOR.
LAB /
SORTASI
KRANI
MASKEP
DCC
KRANI
LAB /
SORTASI
/PROD
MANDOR
PENGOL
KRANI
PENGOL
MANDOR.
BENGKEL
UMUM/
LISTRIK/
WORKSHOP
/D.SIPIL
KRANI
TEKNIK
/D.SIPIL
PETUGAS
ADMIN. TU/
PERSONALIA
/KR.GUDANG
DANTON/
WADANTON
SATPAM
/ HANSIP
Operator Pemb.Kr.
MASKEP
Pemb.
DCC
Ptgs. Teknik/Listrik/
Workshop/
D.Sipil/Traksi
Bagian Umum Ptgs. Laboratorium/
Sortasi/Penerimaan TBS
/Pengiriman Produksi
Pelayan
Kantor
Pemb.
Operator
144
Lampiran 3. Diagram Alir Proses Produksi CPO di PKS Rambutan

145
Lampiran 4. Struktur Organisasi PMG Cap Sendok, PT.Astra Agro Lestari,Tbk


146
Lampiran 5. Diagram Alir Proses Bleaching Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok




























To Storage
Static Mixer
Cyclone
Separator
Polishing
Filter
Spent Earth
To Air
A B
G-202
G-202A
Steam
To Steam
Ejector
To
Deaerator
Drier
Degumming
Bleacher
Niagara
Filter
Balance Tank
Bleaching
Earth
H
3
PO
4
CPO
147
Lampiran 6. Diagram Alir Proses Deodorisasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok



water
Termia Oil
CPO
G-201
A B
Water
100
0
C
-1000
mba
260 C
0
Water
265
o
C
0
255
O
C
0
Water
Water
Steam
Water
To Hot Well
To Hot Well
To Hot Well
Steam 5
RBDPO
250
o
C
0
270
o
C
0
BPO
Deaerator
Pre-
Stripper
Scrubber
Deodorizer
Termopac
P. Filter
Condensor
Vacum
System


_PFAD
148
Lampiran 7. Diagram Alir Proses Fraksinasi Pabrik Minyak Goreng Cap Sendok


149
Lampiran 8. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap
Atribut Crude Palm Oil (CPO)

Nilai indeks maksimum adalah :










Nilai indeks maksimum adalah :










Range dari nilai diatas adalah :





Panjang interval kelas adalah :







Berdasarkan perhitungan data tersebut, maka interval kelas yang disusun adalah :




Nilai indeks minimum = Total nilai minimum
Bobot jawaban terendah
= Skala penilaian terendah x jumlah responden konsumen
jumlah interval kelas
= 1 x 6 = 1.2
5
Nilai indeks maksimum = Total nilai maksimum
Bobot jawaban tertinggi
= Skala penilaian tertinggi x jumlah responden konsumen
jumlah interval kelas
= 5 x 6 = 6
5
1.2 – 2.16 = sangat tidak memuaskan
>2.16 – 3.12 = tidak memuaskan
>3.12 – 4.08 = cukup memuaskan
>4.08 – 5.04 = memuaskan
>5.04 – 6 = sangat memuaskan
Panjang interval kelas = Range
J umlah interval kelas
= 4.8 = 0.96
5
Range = Nilai indeks maksimum – Nilai indeks minimum
= 6 – 1.2 = 4.8
150
Lampiran 9. Perhitungan Interval Kelas untuk Analisis Kepuasan Konsumen terhadap
Atribut Minyak Goreng

Nilai indeks maksimum adalah :










Nilai indeks maksimum adalah :










Range dari nilai diatas adalah :





Panjang interval kelas adalah :







Berdasarkan perhitungan data tersebut, maka interval kelas yang disusun adalah :





Nilai indeks minimum = Total nilai minimum
Bobot jawaban terendah
= Skala penilaian terendah x jumlah responden konsumen
jumlah interval kelas
= 1 x 30 = 6
5
Nilai indeks maksimum = Total nilai maksimum
Bobot jawaban tertinggi
= Skala penilaian tertinggi x jumlah responden konsumen
jumlah interval kelas
= 5 x 30 = 30
5
6 – 10.8 = sangat tidak memuaskan
>10.8 – 15.6 = tidak memuaskan
>15.6 – 20.4 = cukup memuaskan
>20.4 – 25.2 = memuaskan
>25.2 – 30 = sangat memuaskan
Panjang interval kelas = Range
J umlah interval kelas
= 24 = 4.8
5
Range = Nilai indeks maksimum – Nilai indeks minimum
= 30 – 6 = 24
151
Lampiran 10. Bagan Organisasi PT. Perkebunan Nusantara III (Persero)



























Dewan Komisaris KOMITE AUDIT
Direktur Utama
Direktur
Produksi
Direktur
Keuangan
Direktur
SDM/Umum
Direktur
Pemasaran
Kabag Sekretaris
Korporat/CMR
Kabag
Tanaman
Kabag
Teknik
Kabag
Pengolahan
Kabag
Pembiayaan
Kabag Kemitraan
& Bina
Lingkungan
Kabag SDM Kabag
Pemasaran
Kabag
Pengadaan
Kabag SPI
Kabag
Teknologi
Informasi (TI)
DM Wil
Labuhan
Batu-I
DM Wil
Labuhan
Batu-II
DM Wil
Labuhan
Batu-III
DM Wil
Asahan
DM Wil
Simalu
ngun
DM Wil
Deli
Serdang-I
DM Wil
Deli
Serdang-II
DM Wil
Tapsel
GM
Rumah
Sakit
GM
PIK
MR
MANAJ ER
MANAJ ER
MANAJ ER
RUPS
152
Lampiran 11. Standar Mutu CPO dan Kernel di PKS Rambutan


CPO :
No Parameter Produksi (%) Eksport (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
ALB
Kadar air
Kadar kotoran
Nilai peroksida (Peroxide value)
Nilai anisida (Aniside value)
Kadar besi
Kadar tembaga
DOBI
Bilangan Iod
Titik cair
3.50
0.15
0.02
-
-
-
-
-
-
-
5
0.15
0.02
5.00
6.00
3.50
0.05
2.5
51
39 - 41



Kernel :
No Parameter Produksi (%) Eksport (%)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
ALB
Kadar air
Kadar kotoran
Inti pecah
Kadar minyak
Berubah warna
Max 1.00
Max 7.00
Max 6.00
Max 15.0
Min 49.0
Max 40
Max 1.00
Max 7.00
Max 6.00
Max 15.0
Min 49.0
Max 40











153
Lampiran 12. Standar Mutu Minyak Goreng Cap Sendok



OLEIN SUPER
- Iodine Value : 60,00 Meq Min
- Cloud Point : 7,0
o
C Max
- Stability : 9 – 15 jam
- FFA : 0,06 – 0,08 %
- Visual : Bening dan Tidak Ada Benda Asing

OLEIN BULK
- Iodine Value : 56,00 Meq Min
- Cloud Point : 10,0
o
C Max
- FFA : 0,1 % Max

SOFT STEARIN
- Iodine Value : 38,0 meq Max
- Melting Point : 46,0
o
C Min

HARD STEARIN
- Iodine Value : 43,0 Meq Max
- Melting Point : 53,0 – 54,0
o
C















154
Lampiran 13. Contoh Laporan Kinerja dan Penilikan PKS Rambutan

155
Lampiran 14. Contoh J adwal Perawatan Mesin dan Instalasi PKS Rambutan


JADWAL PERAWATAN MESIN DAN INSTALASI PKS
Stasiun : Kempa
Peralatan : Hydraulic Power Pack
Type/Mode : Pressure constant
Catatan :


Interval Perawatan
No
Item yang dikerjakan
Harian Mingguan Bulanan Tahunan
Keterangan
1 Bersihkan bagian luar v
2 Periksa oil pada fluid level gauge v Perhatikan batas up/low
3
Periksa mutu minyak hidrolik
v v Penggantian sesuai manual operation
4 Periksa/bersihkan suction strainer v
5 Periksa hydraulic pump v Bila perlu diperbaiki/diganti
6 Periksa/bersihkan counter valve (u-way valve) v
7 Periksa/bersihkan relief valve, check valve, pressure switch v
8 Bersihkan accumulator v v
9 Periksa/bersihkan return filler v
10
Bersihkan compressor piping system
v
11 Periksa seal hydraulic cylinder untuk constant pressure v v Bila perlu diganti
12 Periksa/bersihkan ON/OFF v v
13 Periksa hand control v v
14 Periksa electric control panel v v
15 Penggantian suku cadang disesuaikan life time alat v





156
Lampiran 15. Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

PRINSIP 1
Tahap Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan
1. Lingkungan
(semua tahapan)

Fisik :
Foreign bodies (tikus,
serangga, burung)

Kimia :
-
Mikrobiologi :
-

Lingkungan pabrik yang tidak bersih





M





M





S





SSOP dan melakukan proses pengendalian dan
pemberantasan hama secara teratur dan hati-hati.



2. Peralatan dan
Mesin

Fisik :
-
Kimia :
Kontaminasi logam



Kontaminasi minyak
mineral (pelumas dan
hidrolik)

Mikrobiologi :
-



Bahan dari peralatan yang telah korosi
sehingga memungkinkan untuk
teroksidasi.

Bahan yang digunakan untuk perawatan
alat dan mesin yang menggunakan minyak
mineral non food grade.




M



M




M



M




S



S




Pemeliharaan dan perawatan peralatan/mesin secara
berkala dan peralatan yang digunakan sebaiknya
terbuat dari bahan stainless steel atau epoksi.

Prosedur dikontrol dengan SOP dan sebaiknya
menggunakan minyak mineral yang food grade,
bisa terbuat dari minyak sawit.

3. Karyawan/
Pekerja
Fisik :
Rambut, kuku, mur,
paku, pasir, tanah,
puntung rokok

Kimia :
-
Mikrobiologi :
Kontaminasi penyakit
menular


Kontaminasi pekerja yang tidak
memperhatikan kebersihan pada waktu
bekerja




Pekerja yang sedang sakit

L






L


M






M

TS






TS

Pelatihan pekerja dan perlunya inspeksi pekerja
pada saat bekerja.





Kontrol kesehatan setiap karyawan secara berkala.

157
Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

PRINSIP 1
Tahap Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan
4. Penerimaan bahan
baku dan sortasi
TBS
Fisik :
Tanah, pasir, potongan
daun, serangga, dan
kotoran lain


Buah mentah

Buah restan

Kimia :
Kontaminasi logam (Pb
dan Cd)

ALB tinggi











Residu pestisida


Mikrobiologi :
-

Penanganan pemasok TBS yang tidak
bersih pada saat panen di kebun.



Buah yang terlalu cepat dipanen.

Buah yang menginap di kebun.


Dari tanah yang terbawa pada saat
pemanenan

Buah yang memar/luka pada saat pengisian
buah di tempat pemungutan, penurunan
buah di TPH, pengisian buah ke alat
transpor pembawa buah ke pabrik,
penurunan buah akan membawa lebih
banyak tanah dan kotoran yang membantu
mempercepat kenaikan ALB oleh karena
kontaminasi mikroorganisme, sekaligus
menjadi sumber kontaminasi logam,
diantaranya besi, yang menjadi pro-
oksidan proses hidrolisis minyak.

Penggunaan pestisida dalam
penanggulangan hama tanaman.



M




L

M


L


M











L




M




M

M


H


M











H




S




TS

S


S


S











S




Perlu inspeksi dan pembinaan ke pemasok, dimana
pengutipan TBS dan brondolan tidak diperkenankan
memakai sekop atau sapu.
TPH disemen atau dialasi plastik.

Sortasi dan tolak jika tidak memenuhi kriteria
matang panen.
Pelatihan pemasok mengenai rotasi panen, terutama
pada panen puncak.

Analisis laboratorium dengan memperhatikan
sampling yang dilakukan.

Meminimalisasi kerusakan buah dengan tata cara
panen dan pengangkutan yang baik.
Tidak menerima buah restan, oleh karena itu
perlu inspeksi dan pembinaan ke pemasok,
dimana : buah yang dipanen tidak boleh dibiarkan
menginap di TPH, kondisi jalan menuju pabrik
harus baik terutama pada musim hujan, jumlah
alat angkut harus mencukupi sehingga buah tidak
mengantri terutama pada masa panen puncak.



Analisis laboratorium dan pelatihan ke pemasok
mengenai pemakaian bahan agrokimia.


158
Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

PRINSIP 1
Tahap Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan
5. Penyimpanan
bahan baku di
loading ramp
Fisik :
Tanah, pasir, puntung
rokok






Kimia :
ALB meningkat




Mikrobiologi :
-

Loading ramp yang tidak bersih dan
pekerja yang tidak menjaga kebersihan.







Stagnasi di pabrik sehingga buah
mengantri untuk diolah.

Buah yang menginap dan menumpuk di
loading ramp.

L








L


l


M








M


M


TS








TS


TS


Buah yang telah disortasi sebaiknya langsung
ditaruh dalambays, sehingga tidak perlu ditaruh
di loading ramp.
Brondolan yang jatuh di loading ramp tidak boleh
dikumpulkan dengan skop atau sapu, sehingga
tanah, pasir dan kotoran lain terikut.
Tidak diperkenankan merokok selama bekerja
dan selalu menjaga kebersihan loading ramp.

Penyimpanan buah di loading ramp tidak lebih
dari 2 hari dari masa panen, dan buah yang akan
diolah mengikuti sistem FIFO.
Penanganan buah di loading ramp sesuai dengan
SOP dan minimalisasi kerusakan buah.
6. Perebusan Fisik :
Sterilizer meledak

J atuhnya lori buah pada
saat diangkat ke
thresher.
Gangguan kesehatan
operator hoisting crane.

Kimia :
Penurunan nilai DOBI

Kontaminasi minyak
pelumas



Tekanan uap yang terlalu tinggi.

Alat hoisting crane yang lepas, karena
kondisi yang tidak baik (aus).

Uap panas yang berupa asap yang berasal
dari ketel rebusan.


Waktu perebusan yang lama.

Lori yang menggunakan pelumas non food
grade.



L

L


M



L

M



H

H


M



M

M




S

S


S



TS

S




Alat ini sebaiknya tidak digunakan manual dan
selalu dikontrol suhu dan tekanan yang diberikan.
Perawatan dan pemeriksaan alat harus dilakukan
secara benar dan teratur sesuai prosedur yang ada.

Menempatkan posisi operator agak jauh dari
sterilizer, yakni dekat thesher dan mengontrol
melalui panel.

Kontrol dengan SOP proses sterilisasi.

Menggunakan pelumas food grade yang terbuat dari
minyak sawit dan tidak diperkenankan mengutip
minyak dari bawah lori dalam sterilisasi untuk
dicampur dengan CPO.

159
Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)


PRINSIP 1
Tahap Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan
PAH (Polyaromatic
hydrocarbon)

Mikrobiologi :
Kontaminasi mikroba
Asap hasil pembakaran di pabrik.



Air yang digunakan untuk perebusan.

M



L
M



M
S



TS
Corong asap hasil pembakaran tidak terlalu dekat
dan tidak mengarah ke stasiun klarifikasi dan inti
sawit.

Uji air sebelum digunakan.
7. Penebahan Fisik :
-
Kimia :
-
Mikrobiologi :
-

8. Pengadukan Fisik :
-
Kimia :
Kontaminasi logam


Penurunan nilai DOBI

Mikrobiologi :
-



Pisau pengaduk mengalami korosi oleh
asam.

Pemanasan dan lama pengadukan yang
berlebihan.



L


L





M


M



TS


TS






Pisau pengaduk sebaiknya terbuat dari mangan
silikon.

Kontrol dengan SOP dan menghindari pemberian
uap langsung pada bejana digester.
9. Pengepressan Fisik :
Kadar kotoran
meningkat.

Kimia :
Penurunan nilai DOBI


Mikrobiologi :
Kontaminasi mikroba

Cangkang dari inti sawit yang pecah.



Pemberian steam langsung ke dalam screw
press apabila suhu air dalam hot water tank
tidak tercapai.

Air yang digunakan untuk pengepressan.

L



L



L

M



M



M

TS



TS



TS

Perawatan alat pengempaan dengan SSOP.



Melakukan pengawasan terhadap pemanasan air
dalam hot water tank.


Uji mutu air sebelum digunakan.
160
Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

PRINSIP 1
Tahap Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan
10. Pemurnian Fisik :
Kandungan NOS (non
oil solid) berupa bahan
organik dan non organik
(Fe,Cu)

Kimia :
Kadar air tinggi

Penurunan nilai DOBI
dan PV yang meningkat.



PAH (Polyaromatic
hydrocarbon)

Mikrobiologi :
Kontaminasi mikroba

Bahan yang terbawa dari proses
sebelumnya, baik dari alat yang korosi,
dan buah yang dikempa.



Suhu dan lama pemanasan yang tidak
tercapai.
Proses oksidasi karena pemanasan yang
berlebihan dan waktu yang lama, terdapat
prooksidan (Fe, Cu), dan minyak kontak
dengan udara karena adanya kebocoran.

Adanya alat, pipa dan tangki yang bocor
sehingga memungkinkan kontak dengan
udara yang berasal dari asap pembakaran.

Air yang digunakan untuk pengepressan.

M





L

L




L



L

M





M

M




M



M

S





TS

TS




TS



TS

Proses pemurnian harus segera dilakukan agar tidak
terjadi reaksi hidrolisis dan oksidasi.




Kontrol dengan SOP proses pemurnian minyak.

Kontrol SOP proses pemurnian minyak.
Pengawasan dan perawatan terhadap alat dan
mesin agar dipastikan tidak ada yang bocor.


Perawatan alat, pipa dan tangki secara berkala
sesuai SSOP.


Uji mutu air sebelum digunakan.
11. Penyimpanan Fisik :
-
Kimia :
Kontaminasi logam













Storage tank memiliki bagian-bagian
yang terbuat dari bahan yang dapat
menjadi prooksidan dan suhu yang tidak
efektif.


Proses pembersihan tangki yang
salah/lalai, sehingga ada logam yang
tinggal.
Reaksi hidrolisis yang diakibatkan tangki
penyimpanan tidak bersih dan kering
pada saat pembersihan tangki.



L





L


L





M





M


M





TS





TS


TS




Bahan dasar tangki penyimpan harus terbuat dari
stainless steel atau baja dengan lapisan epoksi
yang inert dan pemakaiannya hkusus untuk CPO.
Bagian-bagian tangki, seperti pipa, kran, koil
pemanas, pompa tidak boleh terbuat dari tembaga.
Tangki memiliki alat sensor suhu automatik.
Pembersihan tangki secara berkala sesuai dengan
SOP perawatan dan pembersihan tangki
penyimpanan.
Perlu pemeriksaan yang teliti sehingga dipastikan
tangki benar-benar bersih dan kering.

161
Lampiran 15. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)


PRINSIP 1
Tahap Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan
Peningkatan kadar ALB
dan nilai PV
Pipa pemanas mengalami kebocoran,
sehingga terjadi reaksi oksidasi karena
minyak kontak dengan udara.
L M TS Pipa pemanas diperiksa bersamaan dengan masa
pencucian tangki timbun dengan melakukan uji
hydrotest.
12. Distribusi dan
transportasi
Fisik :
-
Kimia :
Kontaminasi logam










Peningkatan kadar ALB
dan nilai PV






Tangki transportasi memiliki bagian-
bagian yang terbuat dari bahan yang
dapat menjadi prooksidan dan suhu yang
tidak efektif.



Proses pembersihan tangki yang
salah/lalai, sehingga ada logam yang
tinggal.

Reaksi hidrolisis yang diakibatkan tangki
transportasi tidak bersih dan kering pada
saat pembersihan tangki.

Pipa pemanas mengalami kebocoran,
sehingga terjadi reaksi oksidasi karena
minyak kontak dengan udara.
Proses pemuatan dan CPO dari tangki
timbun ke tangki transportasi yang lalai
sehingga memungkinkan kontak dengan
udara.




L






M



M



L


M





M






M



M



M


M



TS






S



S



TS


S




Bahan dasar tangki transportasi harus terbuat dari
stainless steel atau baja dengan lapisan epoksi
yang inert dan pemakaiannya hkusus untuk CPO.
Bagian-bagian tangki, seperti pipa, kran, koil
pemanas, pompa tidak boleh terbuat dari tembaga.
Tangki memiliki alat sensor suhu automatik.

Pencucian tangki secara berkala sesuai dengan SOP
perawatan dan pembersihan tangki transportasi.


Perlu pemeriksaan yang teliti sebelum
pengangkutan CPO sehingga dipastikan tangki
tansportasi benar-benar bersih dan kering.

Pemeriksaan tangki sebelum pengangkutan CPO.


Kontrol dengan SOP pemuatan CPO untuk
distribusi.



162
Lampiran 16. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

PRINSIP 1
Tahap/Input Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/CP
1. Lingkungan (semua
tahapan)
Fisik :
Foreign bodies (tikus, serangga, burung)

Ya

Ya





CCP
2. Peralatan dan Mesin Kimia :
Kontaminasi logam (Fe, Cu, Zink silikat, mercury)
Kontaminasi minyak mineral (pelumas dan hidrolik)

Ya
Ya

Ya
Ya



CCP
CCP
3. Karyawan/Pekerja Fisik :
Rambut, kuku, mur, paku, pasir, tanah, puntung rokok
Mikrobiologi :
Kontaminasi penyakit menular

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

Ya



Ya



CP

CP
4. Penerimaan bahan
baku dan sortasi TBS
Fisik :
Tanah, pasir, potongan daun, serangga, dan kotoran lain
Buah mentah
Buah restan
Kimia :
Kontaminasi logam (Pb dan Cd)
ALB tinggi
Residu pestisida

Ya
Tidak
Tidak

Ya
Ya
Ya

Tidak
Tidak
Tidak

Ya
Tidak
Ya

Ya




Tidak

Ya




CP
CP
CP

CCP
CP
CCP
5. Penyimpanan bahan
baku di loading ramp
Fisik :
Tanah, pasir, puntung rokok
Kimia :
ALB meningkat

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Ya

Ya

CP

CP
6. Perebusan Fisik :
Sterilizer meledak
J atuhnya lori buah pada saat diangkat ke thresher.
Gangguan kesehatan operator hoisting crane.
Kimia :
Penurunan nilai DOBI
Kontaminasi minyak pelumas

Ya
Ya
Ya

Ya
Ya

Tidak
Tidak
Tidak

Tidak
Tidak

Tidak
Tidak
Tidak

Tidak
Ya






Tidak

CP
CP
CP

CP
CCP

163
Lampiran 16. Lanjutan Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

PRINSIP 1
Tahap/Input Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/CP
Mikrobiologi :
Kontaminasi mikroba

Tidak

Tidak



CP
7. Pengadukan Kimia :
Kontaminasi logam
Penurunan nilai DOBI

Ya
Ya

Tidak
Tidak

Tidak
Tidak




CP
CP
8. Pengepressan Fisik :
Kadar kotoran meningkat.
Kimia :
Penurunan nilai DOBI
Mikrobiologi :
Kontaminasi mikroba

Ya

Ya



Tidak

Tidak



Ya

Tidak



Ya





CP

CP


9. Pemurnian Fisik :
Kandungan NOS (non oil solid) berupa bahan organik dan non organik
(Fe,Cu)
Kimia :
Kadar air tinggi
Penurunan nilai DOBI dan PV yang meningkat.
PAH (Polyaromatic hydrocarbon)
Mikrobiologi :
Kontaminasi mikroba.

Ya


Ya
Ya
Ya

Tidak

Ya


Tidak
Tidak
Ya

Tidak




Tidak
Tidak













CCP


CP
CP
CCP

CP
10. Penyimpanan Kimia :
Kontaminasi logam
Peningkatan kadar ALB dan nilai PV

Tidak
Tidak

Tidak
Tidak






CP
CP
11. Distribusi dan
transportasi
Kimia :
Kontaminasi logam
Peningkatan kadar ALB dan nilai PV

Ya
Ya

Tidak
Tidak

Ya
Ya

Tidak
Tidak

CCP
CCP



164
Lampiran 17. Lembar Kerja Control Measures di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

CCP BATAS KRITIS MONITORING TINDAKAN
KOREKSI
PENCATATAN VERIFIKASI
Prinsip 4 Prinsip 2 Prinsip 3
Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
Prinsip 5 Prinsip 6 Prinsip 7
Lingkungan
Kontaminasi
hama
Pestisida :
DDT =0.05 ppm max
Endosulfan =0.5 ppm max
Aldrin/Dieldrin=0.01 ppm max
Endrin =0.01 ppm max
Heptachlor =0.01 ppm max
Hexachlorobenzene
=0.01 ppm max
Hexachlorocyclohexane :
- Alfa =0.02 ppm max
- Beta =0.01 ppm max
- Gamma =0.02 ppm max
Kebersihan
pabrik dari


Penggunaan
dosis
pestisida



Stasiun
pengolahan


Stasiun
pengolahan

Visual
Dengan
flashlight
Cek laporan
pemakaian
pestisida
Setiap hari



Tiga bulan
sekali
Maskep



Maskep




J ika hama tak
terkendali, stop
operasi dan
lakukan
pemberantasan
hama secara
keseluruhan.
Log monitoring
proses
pembersihan
periodik dan
pembersihan
harian.
Log tindakan
harian.
Evaluasi
laporan
inspeksi dan
tindakan
koreksi.
Evaluasi
laporan
pembersihan
pabrik.

Peralatan
dan Mesin
Kontaminasi
logam
Kontaminasi
minyak
mineral
(pelumas dan
hidrolik)
Logam :
Fe =500 µg/kg max
Cu =50 µg/kg max
As =2 ppm max
Pb =10 ppm
Cd =1 ppm
Ni =200 µg/kg
Merkuri =0.01 ppm
Flourine =150 ppm max
Pelumas =0
Perawatan
mesin dan
peralatan
pengolahan
Penggunaan
dosis
pelumas dan
oli hidrolik.


Stasiun
pengolahan

Stasiun
pengolahan
dan bengkel
teknik
Cek jadwal
perawatan
mesin/alat
Cek laporan
pemakaian
pelumas dan
oli hidrolik.

Uji
laboratorium
Satu kali
seminggu


Satu kali
seminggu



Tiga bulan
sekali
Asisten
Teknik
Asisten
Teknik
Asisten
Laboratorium
Ganti alat jika
sudah korosi.
Perbaiki mesin/
alat yang rusak
Penggunaan
minyak mineral
yang food
grade, bisa
berasal dari
minyak sawit.
Log monitoring
perawatan dan
pembersihan
mesin dan alat
Log hasil uji
laboratorium
Log tindakan
koreksi
Evaluasi
laporan
monitoring dan
tindakan
koreksi
Evaluasi kinerja
mesin dan
peralatan.
Evaluasi hasil
analisis Lab.
Penerimaan
bahan baku
dan sortasi
TBS
Kontaminasi
logam
ALB tinggi
Fraksi TBS =I - V
Logam :
Fe =500 µg/kg max
Cu =50 µg/kg max
As =2 ppm max
Pb =10 ppm
Fraksi TBS
Kadar
kotoran
Kadar air
Di loading
ramp
Di Lab

Visual
Cek laporan
sortasi

Uji
laboratorium
Setiap hari



Setiap buah
datang
Maskep
Asisten
Laboratorium
Tolak jika tidak
memenuhi
persyaratan
Log penerimaan
dan sortasi TBS
Log laporan
analisis mutu
buah.
Log tindakan
koreksi.
Evaluasi hasil
sortasi dan hasil
analisis mutu
Evaluasi
pemasok
Evaluasi
tindakan
koreksi.
165
Lampiran 17. Lanjutan Lembar Kerja Control Measures di PKS Rambutan, PTP. Nusantara III (Persero)

CCP BATAS KRITIS MONITORING TINDAKAN
KOREKSI
PENCATATAN VERIFIKASI
Prinsip 4 Prinsip 2 Prinsip 3
Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
Prinsip 5 Prinsip 6 Prinsip 7

Residu pestisida

Cd =1 ppm
Ni =200 µg/kg
Merkuri =0.01 ppm
Flourine =150 ppm max
Pestisida =sama dengan di
atas

Kadar ALB
Kandungan
pestisida


Di Lab




Uji
laboratorium



Tiga bulan
sekali



Asisten Lab



Perebusan
Kontaminasi
minyak pelumas

Pelumas =0

Pemakaian
dosis pelumas

Di stasiun
perebusan

Cek dosis
pemakaian
Uji
laboratorium

Setiap
minggu
Tiga bulan
sekali

Asisten Teknik
Asisten Lab

Eliminasi buah
yang
terkontaminasi
dan stop
proses operasi.

Log monitoring
proses perebusan
Log harian analisa
mutu di stasiun
perebusan.


Evaluasi laporan
monitoring.
Evaluasi laporan
tindakan koreksi
Evaluasi laporan
perawatan
mesin/alat.
Pemurnian
Kandungan
NOS (non oil
solid) berupa
bahan organik
dan non organik
(Fe,Cu)
PAH
(Polyaromatic
hydrocarbon)

Kadar kotoran =0.02% max

Logam =sama dengan di
atas

PAH (B(a)P) =2 µg/kg
max


Suhu
Kualitas dan
komposisi air
Asap
pembuangan
dari boiler

Stasiun
pemurnian

Stasiun
water
treatment

Stasiun
boiler

Visual


Uji lab



Visual

Dua kali
sehari

Sebelum
digunakan


Setiap hari


Asisten
pengolahan

Asisten Lab



Asisten teknik


Rework atau
adjustment
Eliminasi jika
tidak
memenuhi
persyaratan
mutu


Log monitoring
proses pemurnian
Log laporan
kinerja boiler
Log tindakan
koreksi
Log laporan
analisis mutu.

Evaluasi laporan
monitoring
Evaluasi laporan
tindakan koreksi


Distribusi dan
transportasi
Kontaminasi
logam
Peningkatan
kadar ALB dan
nilai PV
Logam =sama dengan di
atas.
ALB =3.5% max
PV =5.0% max

Suhu awal
pemuatan
Suhu selama
perjalanan
Kebersihan
tangki

Di stasiun
pengiriman
CPO.



Uji lab
sebelum dan
sesudah
pengiriman.


setiap
pengiriman




Asisten Lab





Blending
Eliminasi jika
tidak
memenuhi
persyaratan
mutu

Log monitoring
proses pemuatan
dan pengiriman
Log tindakan
koreksi

Evaluasi laporan
monitoring
Evaluasi laporan
tindakan koreksi

166
Lampiran 18. Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

PRINSIP 1
Tahap Potensial Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan
1. Penerimaan bahan
baku CPO
Fisik :
Kadar kotoran tinggi
Warna

Kimia :
ALB (FFA) tinggi
Kadar air tinggi
Iod Value (IV)
Peroxide value (PV)
DOBI
Residu pestisida
Mikrobiologi :
-

Penanganan pemasok yang tidak baik.



Penanganan pemasok yang tidak baik.




Kontaminasi pestisida di PKS.


L
L


L
L
L
L
M
L

M
L


H
M
M
H
M
H

TS
TS


S
TS
TS
S
S
S

Analisis mutu CPO.
Tidak menerima bahan baku yang tidak sesuai
dengan kriteria mutu yang ditetapkan.

Analisis mutu CPO.
Tidak menerima bahan baku yang tidak sesuai
dengan kriteria mutu yang ditetapkan.


Uji residu pestisida.
2. Penerimaan
Phosporic Acid
(H
3
PO
4
)

Fisik :
-
Kimia :
-
Mikrobiologi :
-

3. Penerimaan
Bleaching earth
Fisik :
-
Kimia :
Dioksin, PB, Cd,
Benzo(a)pyrene
Mikrobiologi :
-



Penanganan pemasok yang tidak baik.



L



H



S



Memasok BE yang fresh (FBE) dan memiliki CoA.
4. Pretreatment bahan
baku
Fisik :
CPO berbentuk padat
Kimia :
-
Mikrobiologi :
-

Suhu rendah pada waktu transfer minyak ke
storage tank CPO.


L






L






US






Pemanasan pendahuluan sebelu transfer ke storage
tank.




167
Lampiran 18. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

PRINSIP 1
Tahap Potensial Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan
5. Degumming Fisik :
kadar kotoran (Fe, Cu)

Warna

Kimia :
PV tinggi

Mikrobiologi :
-

Proses degumming yang tidak berjalan baik.

Proses oksidasi yang terjadi.


Penggunaan Asam phospat (H
3
PO
4
) yang
terlalu banyak.


L

L


L

M

M


H

TS

TS


S

Pengontrolan penggunaan asam phospat dan adanya
SOP yang baku.
Mencegah kebocoran pipa dan pengontrolan suhu.


Pengontrolan penggunaan asam phospat dan adanya
SOP yang baku.

6. Bleaching Fisik :
Warna gelap

Kimia :
Karoten

Mikrobiologi :
-

Proses oksidasi karena suhu terlalu tinggi
dan sisa karoten.yang tidak terikat.

BE yang kurang sehingga banyak karoten
yang tidak terikat.



L


L


M


M


TS


TS



Pengontrolan terhadap suhu yang digunakan


Pengontrolan terhadap BE yang ditambahkan.

7. Deodorisasi Fisik :
Bau tengik (rancidity)

Kadar kotoran

Kimia :
Aldehid, keton, gas-gas
yang larut dalam minyak
dan uap air.
Peroksida


Prooksidan metal

Mikrobiologi :
-

FFA, Monogliserida, dan Digliserida.

Penanganan proses sebelumnya.


Hasil-hasil oksidasi asam lemak.


Minyak panas teroksidasi oleh atmosfir
akibat pemanasan minyak yang terlalu tinggi
temperaturnya.
Penanganan proses sebelumnya

L

M


L


L


M



M

M


M


H


M

TS

S


TS


S


S

SOP Proses Deodorisasi dikontrol.

Kontrol proses sebelumnya dengan SOP.


Bahan baku yang digunakan sebaiknya bermutu tinggi.


Pemanasan minyak dilakukan dengan tekanan rendah


Penambahan asam sitrat dengan komposisi yang sesuai.
168
Lampiran 18. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

PRINSIP 1
Tahap Potensial Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan
8. Kristalisasi Fisik :
Kristal tidak terbentuk atau
ukuran kristal sangat kecil


Cloud point tinggi

Stabilitas minyak rendah

Kimia :
-
Mikrobiologi :
-

Suhu, laju kristalisasi, komposisi gliserida,
laju pendinginan, laju pengadukan dan
waktu kristalisasi.

Suhu dan waktu yang tidak terkontrol baik.

Suhu dan waktu yang tidak terkontrol baik.

L



M

M



M



M

M






TS



S

S






Proses kristalisasi harus diperhatikan dan dikontrol
dengan baik.


Suhu dan temperatur harus dikontrol.

Suhu dan temperatur harus dikontrol.




9. Filtrasi Fisik :
Filter cloth koyak

Kimia :
stearin




Mikrobiologi :
-

Tekanan sequeezing yang terlalu tinggi


• Proses kristalisasi yang tidak sempurna
sehingga kristalisasi stearin lewat saat
disaring oleh penyaring.
• Ukuran filter press yang sudah melebar.

L


L

M


L

TS


TS

Pengontrolan tekanan sequeezing.


Proses kristalisasi perlu diperhatikan dan ukuran filter
press perlu diperhatikan dan apabila perlu diganti,
harus segera diganti.
10. Pengemasan Fisik :
Kontaminasi pekerja

Kimia :
-
Mikrobiologi :
-

Pekerja yang tidak higienis.





H





M





S





SOP dan SSOP






169
Lampiran 18. Lanjutan Tabel Identifikasi Bahaya dan Penetapan Resiko di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

PRINSIP 1
Tahap Potensial Bahaya Sumber Bahaya Risk Sev. Sign. Tindakan Pencegahan
11. Penyimpanan
Minyak goreng
Fisik :
Kristalisasi, kabut
(cloudyness)

Kimia :
-
Mikrobiologi :
-

Suhu penyimpanan dibawah standar
prosedur yang ditetapkan.




L






L






TS







Menjaga suhu penyimpanan secara konstan.



12. Distribusi
minyak goreng
Fisik :
-
Kimia :
-
Mikrobiologi :
-
















170
Lampiran 19. Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

PRINSIP 1
Tahap/Input Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/CP
1. Penerimaan bahan
baku CPO
Fisik :
Kadar kotoran tinggi
Warna

Kimia :
ALB (FFA) tinggi
Kadar air tinggi
Iod Value (IV)
Peroxide value (PV)
DOBI
Residu pestisida

Ya
Ya


Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya

Tidak
Tidak


Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Tidak
Ya

Ya



Ya
Ya
Ya
Ya
Ya


Ya



Ya
Ya
Ya
Ya
Ya


CP
CP


CP
CP
CP
CP
CP
CCP
2. Penerimaan Bleaching
earth
Kimia :
Dioksin, PB, Cd, Benzo(a)pyrene

Ya

Ya





CCP
3. Pretreatment bahan
baku
Fisik :
CPO berbentuk padat

Ya

Tidak

Tidak

CP
4. Degumming Fisik :
kadar kotoran (Fe, Cu)
Warna

Kimia :
Kenaikan PV

Ya
Ya


Ya

Tidak
Tidak


Tidak

Ya
Ya




Ya
Ya




CP
CP


CP
5. Bleaching Fisik :
Warna gelap

Kimia :
Karoten

Ya


Ya

Tidak


Tidak











CP


CP



171
Lampiran 19. Lanjutan Tabel Penetapan Titik Kendali Kritis (Critical control point/CCP) di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

PRINSIP 1
Tahap/Input Bahaya P1 P2 P3 P4 CCP/CP
6. Deodorisasi Fisik :
Bau tengik (rancidity)
Kadar kotoran

Kimia :
ALB
Aldehid, keton, gas-gas yang larut dalam minyak dan uap air.
Peroksida
Prooksidan metal

Ya
Ya


Ya
Ya
Ya
Ya

Tidak
Tidak


Tidak
Tidak
Tidak
Tidak


Ya





Ya


Tidak





Tidak

CP
CCP


CP
CP
CP
CCP
7. Kristalisasi Fisik :
Kristal tidak terbentuk atau ukuran kristal sangat kecil
Cloud point tinggi

Ya
Ya

Tidak
Tidak

Tidak
Tidak




CP
CP
8. Filtrasi Fisik :
Filter cloth koyak

Kimia :
stearin

Ya


Ya

Tidak


Tidak

Tidak


Tidak





CP


CP
9. Pengemasan Fisik :
Kontaminasi pekerja

Ya

Tidak

Ya

Tidak

CCP
10. Penyimpanan minyak
goreng
Fisik :
Kabut (cloudyness)

Tidak

Tidak





CP







172
Lampiran 20. Lembar Kerja Control Measures di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

CCP BATAS KRITIS MONITORING TINDAKAN
KOREKSI
PENCATATAN VERIFIKASI
Prinsip 4 Prinsip 2 Prinsip 3
Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
Prinsip 5 Prinsip 6 Prinsip 7
Penerimaan bahan
baku CPO
Residu pestisida

Pestisida :
DDT =0.05 ppm max
Endosulfan =0.5 ppm max
Aldrin/Dieldrin=0.01 ppm max
Endrin =0.01 ppm max
Heptachlor =0.01 ppm max
Hexachlorobenzene
=0.01 ppm max
Hexachlorocyclohexane :
- Alfa =0.02 ppm max
- Beta =0.01 ppm max
- Gamma =0.02 ppm max


Kandungan
pestisida
pada CPO


Di bagian
penerimaaan
CPO dan di
Laboratorium


CoA
Pemasok
Uji
laboratorium



Setiap
penerimaan
CPO



Asisten
QA




Tolak jika
tidak
memenuhi
persyaratan
mutu bahan
baku.


Log monitoring
penerimaan CPO
Log tindakan
koreksi
Log analisis mutu
bahan baku CPO


Evaluasi laporan
monitoring.
Evaluasi
tindakan koreksi
Evaluasi laporan
analisis mutu
bahan baku.
Penerimaan
Bleaching earth
Dioksin, PB, Cd,
Benzo(a) pyrene

Dioksin =<1 pg WHO -
PCCD/F-TEQ/g
Pb = <10 mg/kg
Cd = <0,4 mg/kg
Benzo(a) pyrene
=<1µg/kg

Mutu BE

Di Lab dan
gudang
penyimpanan
BE

CoA
Uji
laboratorium

Setiap
memasok
BE

Asisten
QA

Tolak jika
tidak
memenuhi
persyaratan

Log monitoring
penerimaan BE.
Log tindakan
koreksi
Log analisis mutu
BE.

Evaluasi laporan
monitoring.
Evaluasi laporan
tindakan koreksi
Evaluasi laporan
analisis mutu.
Deodorisasi
Kadar kotoran
Prooksidan metal

Bahan yang mudah menguap
pada 105
o
C =0.2% m/m
Pengotor tidak larut
=0.05% m/m
Kandungan sabun
=0.005% m/m
Nilai asam =0.6 mg/kg
Nilai peroksida =10
miliekulivalen dari oksigen
aktif/kg minyak.

Suhu
Tekanan
vakum
Caustic
soda pada
saat
pembersih-
an alat.

Di ruang
pengolahan
bagian
deodorisasi.

Visual
Uji mutu
hasil
deodorisasi

Setiap hari
Setiap bulan
untuk uji
laboratorium

Asisten
QA
Kepala
Proses

Rework jika
memungkinkan
Stop proses
dan eliminasi
produk yang
tidak sesuai

Log monitoring
proses deodorisasi
Log tindakan
koreksi
Log laporan
pembersihan dan
perawatan
mesin/alat.

Evaluasi laporan
monitoring.
Evaluasi laporan
tindakan koreksi
Evaluasi laporan
analisis mutu.
173
Lampiran 20. Lanjutan Lembar Kerja Control Measures di PMG Cap Sendok, PT. Astra Agro Lestari, Tbk

CCP BATAS KRITIS MONITORING TINDAKAN
KOREKSI
PENCATATAN VERIFIKASI
Prinsip 4 Prinsip 2 Prinsip 3
Apa Dimana Bagaimana Kapan Siapa
Prinsip 5 Prinsip 6 Prinsip 7

Fe =1.5 mg/kg max
Cu =0.1 mg/kg max
As =0.1 mg/kg max
Pb =0.1 mg/kg max

Pengemasan
Kontaminasi pekerja

TPC =1000/g max
Salmonella = absent in 25 g
Yeasts = 10/g max
Moulda = 10/g max
Enterobacteriaceae =10/g max
E. Coli =absent /g

Kebersihan
karyawan
Gejala
penyakit
pada
karyawan.

Ruang
pengemasan

Visual
General
check up
berkala


Setiap hari
sebelum
masuk
ruangan
Enam
bulan
sekali

Kepala
Packing



Kepala
Packing


J ika ada yang
sakit, maka
dipulangkan
untuk istirahat
hingga sembuh
J ika parah,
maka diantar ke
rumah sakit.

Log monitoring
sanitasi dan
kesehatan pekerja.
Log laporan
tindakan koreksi
Log laporan
analisis mutu.

Evaluasi laporan
monitoring
sanitasi pekerja.
Evaluasi laporan
tindakan koreksi







Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close