PSORIASIS VULGARIS
Psoriasis vulgaris merupakan bentuk yang paling umum dari psoriasis. Plak merah,
berskuama dan terdistribusi simetris yang terdapat pada bagian ekstensor ekstremitas,
siku, lutut, kulit kepala, bokong, dan genitalia. Beberapa lesi kecil dapat menyatu dan
terlihat seperti peta (psoriasis geografika), dan dapat menyebar ke lateral dan menjadi
sirsinar ( psoriasis gyrata). 1
ETIOPATOGENESIS 2
Faktor genetik
o Jika orang tua tidak menderita psoriasis risiko psoriasis 12%
o Jika salah seorang dari orang tua menderita psoriasis risiko
mencapai 3439%
o Berdasarkan awitan penyakit dikenal dua tipe :
Psoriasis tipe I dengan awitan dini (bersifat familial)
Psoriasis tipe II dengan awitan lambat (bersifat nonfamilial).
Faktor imunologik
Defek genetik pada psoriasis dapat diekspresikan pada salah satu dari
tiga jenis sel, yakni limfosit T, sel penyaji antigen (dermal), atau
keratinosit. Keratinosit psoriasis membutuhkan stimuli untuk aktivasinya.
Lesi pada umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang
terutama terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik pada
epidermis. Sedangkan pada lesi baru umumnya lebih banyak didominasi
oleh limfost T CD8. Terjadinya proliferasi epidermis diawali dengan
adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel
langerhans. 1
Psoriasis pertama kali digambarkan sebagai penyakit yang terutama
mempengaruhi proliferasi keratinosit epidermal dan infiltrasi inflamasi kulit
sekunder. Dalam dekade terakhir ini telah menjadi jelas bahwa psoriasis
adalah penyakit kekebalandimediasi inflamasi sistemik terutama
melibatkan sel Th1. Sitokin dari jalur Th1 (interferonγ, interleukin 2,
interleukin 12, dan TNFα) mendominasi di plak psoriasis. Hal ini diterima
secara luas bahwa stimulus tidak diketahui mengaktifkan kulit dendritik
antigensel penyajian. Antigenpresenting sel diaktifkan mengaktifkan
sel T helper rekrutmen dan aktivasi dari jenis sel lain seperti selsel
endotel dan neutrofil, dan produksi kemokin dan faktor pertumbuhan
proliferasi keratinosit. Interleukin17 mempromosikan peradangan dengan
menginduksi ekspresi chemoattractants yang ditemukan pada lesi psoriasis.
Th17 sel juga mengeluarkan interleukin 22, yang terlibat dalam diferensiasi
keratinosit dan menyebabkan proliferasi keratinosit.6,7
Berbagai factor pencetus
Ada beberapa pencetus diantaranya stress psikis, infeksi fokal, trauma
(fenomena kobner), endokrin, gangguan metabolic, obat juga alcohol daan
merokok.1
Patogenesis psoriasis
DIAGNOSIS
Tempat predileksi
: kulit kepala, bagian perbatasan antara kulit kepala dengan
muka, ekstremitas bagian ekstensor terutama siku dan lutut,
dan daerah lumbosacral.
Kelainan kulit
:
Bercakbercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama kasar, berlapislapis,
berwarna putih seperti mika serta transparan diatasnya, ukurannya umumnya
berbentuk plak
Fenomena tetesan lilin (Auspitz) skuama yang berubah warnanya menjadi
putih pada goresan
Fenomena Auspitz serum atau darah berbintikbintik yang disebabkan
papilomatosis
Koebner phenomenon (isomorphic reaction) lesi yang muncul setelah induksi
traumatik pada kulit yang tidak terdapat lesi,biasanya terjadi 7 – 14 hari setelah
perlukaan.
TATALAKSANA 3 :
Sistemik
o Metroteksat
: 30 mg terbagi dalam 3 dosis, diminum dalam
interval 12 jam
o
Ciclosporin
: 2,5 – 3 mg/kgBB/ hari dibagi dalam 2 dosis
o
o
o
perbaikan terlihat setelah 4 – 6 minggu
Retinoid
: 0,3 – 0,5 mg/ kgBB
Dimetil fumarat
: 720 mg/ hari
Adalimumab
: 80 mg subkutan (inisiasi), lalu 1 minggu kemudian
40 mg subkutan / minggu
o
Etanercept
:
Initial dose (012 minggu) 2 x 25 mg / minggu atau 2 x 50
mg / minggu
Maintenance dose :
Jika PASI score 75 atau minimal 50 setelah 12 minggu
o
Infliximab
2 x 25 mg/ minggu
Jika PASI score tidak tercapai 2 x 50 mg / minggu
: 5 mg /kgBB diberikan pada minggu 0 , 2 , 6,
kemudian selama 8 minggu
o
o
Alefacept
Efalizumab
: 15 mg IM / minggu selama 12 minggu
: initial dose 0,7 mg/ kgBB, maintenance 1 mg/kgBB
DAFTAR PUSTAKA
1. Fitzpatrick T, Wolff K. Fitzpatrick's dermatology in general medicine.
New York [u.a.]: McGrawHill; 2008.
2. Djuanda A.Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam : Djuanda A, Hamzah M,
Aisah S. [ed.], Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta :
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 25, hal : 18995
3. Mahajan R, Handa S. Pathophysiology of psoriasis. Indian J Dermatol
Venereol Leprol [serial online] 2013 [cited 2015 Sep 6];79, Suppl S1:19.
Available from: http://www.ijdvl.com/text.asp?2013/79/7/1/115505