Snake Bite

Published on February 2017 | Categories: Documents | Downloads: 49 | Comments: 0 | Views: 485
of 34
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content

Komposisi bisa ular
Bisa ular mengandung 20 macam senyawa, umumnya berupa protein termasuk enzim dan
toksin polipeptida. Senyawa – senyawa dalam bisa berikut ini memiliki efek klinis
diantaranya adalah:
Enzim Prokoagulan (Viperidae) merangsang pembekuan darah akan tetapi darah menjadi
tidak mampu menggumpal. Bisa seperti yang terdapat pada ular Bandotan Puspo
mengandung beberapa senyawa prokoagulan yang berbeda, masing – masing akan
mengaktifkan proses pembentukan aliran koagulan yang berbeda. Proses ini akan
menghasilkan pembentukan benang fibrin pada aliran darah. Hal ini kemudian akan
direspon oleh sistem fibrinolitik. Lebih kurang dalam 30 menit setelah gigitan konsentrasi
faktor koagulasi darah akan menurun drastis (”consumption coagulopathy“), sehingga
darah tidak dapat menggumpal.
Haemorrhagin (zinc metalloproteinase) yang akan merusak lapisan endothelial pada
pembuluh darah menyebabkan haemorrhage sistemik spontan.
Sitolitik atau toksin nekrotik – terdiri atas toksin enzim polipeptida pencernaan hidrolase
(enzim proteolitik dan phospholipase A) dan faktor – faktor lain yang akan meningkatkan
permeabilitas membran sehingga mengakibatkan pembengkakan lokal. Toksin ini juga
akan merusak membran sel dan jaringan.
Haemolitik dan miolitik phospholipase A2 – enzim ini akan merusak membran sel,
endothelium, otot skeletal, saraf dan sel darah merah.
Neurotoksin pre-sinaptik (Elapidae dan beberapa Viperidae) – berupa senyawa
phospholipase A2 yang merusak ujung saraf yang melepaskan transmiter asetilkolin
dengan berikatan dengan neurotrasmiter tersebut.
Neurotoksin post-sinaptik (Elapidae) - polipeptida ini bersaing dengan asetilkolin dalam
perannya sebagai reseptor pada percabangan neuromuskular dan mengakibatkan efek
kelumpuhan.
Gejala Patukan, Pertolongan Pertama dan Pengobatan
Secara umum ada dua jenis bisa ular yakni neurotoxin dan haemotoxin. Neurotoxin
umum terdapat pada bisa ular anggota familia Elapidae, sedangkan haemotoxin terdapat
pada bisa ular anggota familia Viperidae. Pada prinsipnya bisa ular memiliki mekanisme
yang sama dalam mematikan mangsa atau musuhnya yakni menghancurkan dan
menghentikan proses metabolisme sel. Metabolisme sel sendiri sangat bergantung
terhadap suplai oksigen. Hakekatnya bisa ular menghentikan suplai O2,sehingga
metabolisme sel menjadi kacau. Prinsip ini berlaku pada semua jenis bisa ular. Korban
akibat patukan ular kobra (familia Elapidae) akan mati karena mengalami kelumpuhan
pada saraf pernafasannya, sedangkan korban patukan ular truno bamban akan mati akbat

kerusakan pada sel – sel darah merahnya. Bisa neurotoxin akan merusak saraf – saraf
pada pusat pernafasan sehingga hewan/manusia yang terpatuk tidak dapat mengambil
oksigen untuk metabolisme selnya. Dalam bisa ular neurotxin juga terdapat jenis bisa
cardiotoxin, terutama pada jenis ular kobra. Jenis toksin ini akan menyerang jantung
sehingga tidak dapat lagi menyebarkan oksigen (melalui darah) ke seluruh tubuh.
Gejala gigitan ular berbisa dapat dibagi menjadi dua macam yakni, gejala ringan dan
gejala berat. Gejala ringan adalah rasa pening, mual, muntah dan perasaan tidak enak.
Pembengkakan 1 – 2 jam (neurotoxin) atau 30 menit – 1 jam (haemotoxin) setelah gigitan
pada bagian yang tergigit. Kelemanyuh (necrosis) terjadi umumnya pada gigitan ular
berbisa neurotoxin. Gejala –gejala ini diakibatkan reaksi tubuh terhadap antigen bisa ular.
Gejala berat pada tiap jenis bisa berbeda – beda. Gejala berat akibat gigitan ular Familia
Elapidae (kobra, welang, weling, dsb) berupa rasa kantuk yang hebat tanpa menguap,
demam, menurunnya kesadaran, nafas terengah – engah, sulit menggerakkan anggota
badan, sulit menelan, bicara kurang jelas, anak mata membesar, dan kelopak mata
menutup. Luka gigitan tidak begitu sakit, tapi sangat cepat membunuh. Gejala berat
akibat gigitan ular anggota Familia Viperidae (Truno bamban, Bandotan puspo, Ular Edor
dsb) berupa membesarnya luka patukan karena luka dalam akibat kerja senyawa bisa,
perasaan demam, rasa haus yang hebat, pendarahan pada gusi dan pembuluh darah di
daerah bekas luka patukan. Ludah dari paru – paru (sputum) mengandung darah. Timbul
bercak-bercak darah di seluruh tubuh, dapat disertai batuk darah, kencing darah, dsb.
Luka gigitan terasa nyeri dan bengkak. Pembekuan darah terhambat, banyak berkeringat
dan detak jantung melemah.

Gambar 16. Gejala - gejala akibat gigitan ular berbisa.

Prinsip Pertolongan Pertama pada korban gigitan ular adalah, meringankan sakit,
menenangkan pasien dan berusaha agar bisa ular tidak terlalu cepat menyebar ke seluruh
tubuh sebelum dibawa ke rumah sakit. Pada beberapa tahun yang lalu penggunaan
torniket dianjurkan. Seiring berkembangannya ilmu pengetahuan kini dikembangkan
metode penanganan yang lebih baik yakni metode pembalut dengan penyangga. Idealnya
digunakan pembalut dari kain tebal, akan tetapi jika tidak ada dapat juga digunakan
sobekan pakaian atau baju yang disobek menyerupai pembalut. Metode ini
dikembangkan setelah dipahami bahwa bisa menyebar melalui pembuluh limfa dari
korban. Diharapkan dengan membalut bagian yang tergigit maka produksi getah bening
dapat berkurang sehingga menghambat penyebaran bisa sebelum korban mendapat
ditangani secara lebih baik di rumah sakit.

Gambar 17. Bekas gigitan ular. Sebelah kiri adalah bekas gigitan ular berbisa pada
umumnya. Gambar sebelah kanan adalah bekas gigitan ular tidak berbisa.
Adapun langkah – langkah penanganannya adalah sebagai berikut:
a) Jika terpatuk, langsung gunakan pembalut atau bahan lain yang serupa dan bebatkan
dengan kencang. Bebatkan seluas mungkin daerah yang dipatuk. Usahakan menggunakan
penyangga atau kain penggantung. Kurangi aktifitas atau gerakan korban untuk
mencegah penyebaran bisa. Selalu posisikan daerah yang terpatuk lebih rendah dari
jantung.
b) Jangan pernah memperlebar luka bekas gigitan karena dapat menyebabkan infeksi dan
trauma pada korban. Juga jangan pernah menghisap darah dari bekas luka patukan. Selain
beresiko jika ada luka pada mulut penolong, juga tidak terlalu efektif dalam mengurangi
jumlah bisa yang masuk.
c) Penting untuk meyakinkan korban bahwa kemungkinan selamatnya tinggi karena telah
banyak antivenom (baik monovalent maupun polivalent) di rumah sakit – rumah sakit.
d) Jangan pernah izinkan pasien untuk meminum alkohol.
e) Segera bawa ke rumah sakit atau puskesmas terdekat. Informasikan kepada dokter
mengenai penyakit yang diderita pasien seperti asma dan alergi pada obat – obatan
tertentu, atau pemberian antivenom sebelumnya. Ini penting agar dokter dapat
memperkirakan kemungkinan adanya reaksi dari pemberian antivenom selanjutnya.
f) Kenali jenis ular yang mematuk. Apabila anda ragu dan agar lebih amannya maka
bunuhlah ular yang mematuk agar hasil identifikasi lebih positif. Hal ini penting untuk
menentukan pemberian antivenom yang monovalent, sehingga efeknya lebih tepat dan
cepat. Jika tidak pun tidak apa – apa, sebab ada antivenom polyvalent yang dapat
menetralisir bisa dari berbagai jenis ular.

Gambar 18. Pemasangan balutan berpenyangga pada korban gigitan ular harus dilakukan
dengan balutan yang lembut. Tetap posisikan bagian tubuh yang tergigit lebih rendah dari
jantung.

Gambar 19. Penggunaan alat penyedot bisa pada bekas gigitan ular efektif digunakan
dalam jangka waktu 5 menit setelah gigitan.
Kuantitas bisa dalam gigitan ular
Sangat bervariasi, tergantung jenis dan ukuran dari tiap individu ular, mekanisme
efisiensi pada gigitan, apakah satu atau dua taring bisa yang menusuk kulit dan apakah
terjadi serangan yang berulang. Ular mampu mengontrol apakah bisa akan dikeluarkan
atau tidak pada patukannya. Jumlah gigitan tidak berkorelasi positif dengan dengan
banyaknya bisa ular yang dikeluarkan sehingga dapat mengakibatkan efek klinis. Dari
observasi, sekitar 50% dari gigitan ular edor dan ular Bandotan Puspo, 30% dari gigitan
ular kobra dan 5-10% gigitan ular viper sisik gergaji tidak mengakibatkan efek klinis atau
tanda – tanda keracunan bisa ular. Ular tidak akan sembarangan menggunakan cadangan
bisa mereka. Umumnya mereka menjadi kurang berbahaya setelah memangsa
mangsanya. Meskipun ular berukuran besar umumnya akan mengeluarkan bisa dengan
kuantitas lebi besar dari ular yang lebih kecil dari spesies yang sama, bisa ular muda
seperti jenis viper dapat mengandung komponen “bisa” berbahaya (terutama yang
mempengaruhi haemostasis) dalam jumlah yang lebih besar.
Gigitan oleh ular kecil tidak boleh diabaikan. Tangani secara serius seperti penanganan
pada gigitan ular dewasa.
Seberapa umumkah kasus gigitan ular?
Sulit untuk menjawab pertanyaan diatas karena banyak sekali kasus gigitan ular yang
tidak tercatat. Salah satu alasannya adalah masyarakat lebih memilih untuk mendapatkan
pengobatan secara tradisonal dibanding perawatan di rumah sakit.
Penting sekali untuk melakukan pencatatan terpadu terhadap kasus gigitan ular yang
terjadi di daerah anda agar dapat melakukan tindakan – tindakan pencegahan yang tepat.
Di Bangladesh survei pada 1988-9 terhadap 10% penduduk menunjukkan sedikitnya
terjadi 764 kasus gigitan ular dengan 168 kasus fatal dalam satu tahun. Gigitan Kobra
merupakan kasus tertinggi dengan 34% dari total kasus gigigtan dan 40% diantaranya
mengakibatkan kematian. Di India tiap tahunnya diperkirakan terdapat 200.000 kasus dan
15-20.000 diantaranya mengakibatkan kematian. Perkiraan lain menyatakan bahwa dari
980 juta populasi penduduk India, 35.000 – 50.000 orang meninggal akibat gigitan ular
tiap tahunnya. Tingginya kasus gigitan ular ternyata tidak diimbangi oleh data statistik
nasional yang memadai. Kasus tercatat diantaranya adalah kasus tahun 1981, dimana
ribuan orang mati di wilayah Maharashtra. Di distrik Burdwan, West Bengal 29.489
orang tergigit dalam satu tahun dengan 1.301 kasus kematian.
Kasus gigitan ular juga belum tercatat dengan baik di seluruh wilayah kepulauan
Indonesia. Kasus gigitan dan kematian akibat ular dilaporkan dari beberapa pulau seperti
pulau Komodo. Kurang dari 20 kasus kematian akibat gigitan ular dilaporkan setiap

tahunnya. Kawamura dan kawan – kawan (1972) melakukan penelitian di beberapa
wilayah kepulauan di Indonesia seperti Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, dan
Timor. Mereka menemukan bahwa terjadi total 354 kasus gigitan ular dimana sebagian
besar terjadi di area persawahan atau ladang (35%). Gigitan umumnya terjadi pada siang
hari (58%). Bagian yang tergigit umumnya adalah bagian kaki (84%). Kasus gigitan
terbesar diakibatkan oleh jenis ular Truno Bamban (50%) dimana 2,4% diantaranya fatal,
sedangkan ular edor menempati peringkat kedua dengan 33% kasus gigitan dengan 3,5%
kasus berakibat fatal. Patukan ular lain seperti kobra, bandotan puspo, dan ular laut
adalah 13,6%. Sedangkan untuk jenis ular welang dan weling tidak tercatat.
Bagaimana gigitan ular dapat terjadi?
Di Asia Tenggara, kasus gigitan ular banyak terjadi pada petani (padi, karet, dan kopi),
nelayan dan mereka yang sering menangani ular. Kebanyakan dari kasus gigitan ular
tersebut terjadi akibat ular – ular tidak sengaja terinjak atau merasa terancam saat
manusia mendekat.
Gigitan Ular: banyak terjadi pada petani (padi, karet dan kopi), pemburu, pawang ular,
nelayan dan petani ikan
Beberapa jenis ular berbisa tinggi seperti ular tanah atau ular edor (Calloselasma
rhodostoma) dan ular Truno Bamban (Trimeresurus albolabris) mempunyai kamuflase
yang baik sehingga seringkali tidak terlihat dan sulit dibedakan dengan lingkungan
sekitarnya. Ular welang dan weling aktif di malam hari sehingga nampak jinak di siang
hari. Kasus kematian akibat gigitan ular ini menunjukkan kecerobohan dan tindakan
kurang berhati - hati dapat menimbulkan akibat yang fatal. Kasus lain terjadi saat ular
masuk ke dalam rumah untuk mencari mangsa dan tidak sengaja tertindih oleh manusia
yang sedang tidur. Tidak semua kasus gigitan terjadi di wilayah pedesaan. Beberapa
kasus terjadi di wilayah perkotaan dimana sebelumnya sudah menjadi wilayah
penyebaran dari jenis ular tersebut.

Gambar 20. Gigitan ular sering kali terjadi karena ketidakhati - hatian kita saat
beraktivitas disekitar habitat ular.
Bagaimana cara menghindari gigitan ular?
Kasus gigitan ular merupakan hal yang kasuistik dan sangat sulit untuk dihindari.
Bagaimanapun juga, kami memberikan beberapa saran yang dapat diterapkan untuk
menurunkan resiko tergigit ular.
Belajarlah untuk mengenali perilaku jenis – jenis ular terutama yang ada di sekitar anda,
dimana umumnya mereka ditemukan, cuaca atau waktu – waktu tertentu dimana ular

sering muncul. Ular umumnya keluar setelah hujan, saat banjir, saat masa panen, dan
pada malam hari.
Pakailah sepatu bot dan celana panjang, terutama saat berjalan di semak semak, di hutan
atau pada malam hari. Gunakan senter sebagai alat bantu.

Gambar 21. Bagian tubuh seperti kaki dan tangan yang tidak terlindungi mudah menjadi
sasaran gigitan ular.
Jika bertemu dengan ular hindarilah sebisa mungkin. Bersikaplah bijaksana dan berhati –
hati. Jauhkan diri anda dan anak – anak dari area yang diketahui menjadi (atau mungkin
digunakan) lokasi bersarang ular. Hindari untuk tidur di atas tanah saat berada di alam
jika memungkinkan.
Bersihkan rumah dari tumpukan material, sampah dedaunan, sarang rayap, serta hal lain
yang dapat menarik ular untuk datang.
Periksalah secara rutin rumah anda dan hindari bagian rumah yang dapat dijadikan
tempat bersembunyi ular
Untuk mencegah gigigtan ular laut, sebaiknya hindarimemegang ular laut secara
langsung. Bagian kepala dan ekor sering kali sulit untuk dibedakan. Berhati – hatilah saat
berenang di laut dan di daerah sekitarnya. Ular laut bukan jenis yang agresif tetapi tetap
saja membahayakan.
Disadur dari The Clinical Management of Snake Bites in the South East Asian Region
Informasi Obat
Serum Anti Bisa Ular (Polivalen) Kuda (1) [ Index Informasi Obat ]
Deskripsi
- Nama & Struktur Kimia
:
Serum anti bisa ular polivalen (kuda)
- Sifat Fisikokimia
:
- Keterangan :
Serum polivalen yang berasal dari plasma kuda yang dikebalkan
terhadap bisa ular yang memiliki efek neurotoksik (ular jenis Naja sputatrix - ular kobra,
Bungarus fasciatus - ular belang) dan hemotoksik (ular Ankystrodon rhodostoma - ular
tanah) yang keban
Golongan/Kelas Terapi
Obat Yang mempengaruhi Sistem Imun
Nama Dagang

Indikasi
Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa
Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian
Pemilihan anti bisa ular tergantung dari spesies ular yang menggigit. Dosis yang
tepat sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk
peredaran darah korban dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum. Dosis
pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam garam faali dapat diberikan
sebagai infus dengan kecepatan 40 - 80 tetes per menit, kemudian diulang setiap 6 jam.
Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum
dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai maksimum (80 - 100 ml). Anti serum yang
tidak diencerkan dapat diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat
perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anak-anak sama atau lebih besar daripada dosis
untuk dewasa.
Farmakologi
Stabilitas Penyimpanan
Disimpan pada suhu 2 - 8°C dalam lemari es, jangan dalam freezer. Daluarsa = 2
tahun.
Kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi absolut pada terapi anti bisa ular untuk envenoming
sistemik yang nyata; terapi diperlukan dan biasanya digunakan untuk menyelamatkan
jiwa.
Efek Samping
1. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau
dalam waktu beberapa jam sesudah suntikan.
2. Serum sickness; dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan berupa demam, gatalgatal, eksantema, sesak napas dan gejala alergi lainnya.
3. Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara
intravena.

4. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum
dalam jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.
Interaksi
- Dengan Obat Lain : Belum ada interaksi signifikan yang dilaporkan.
- Dengan Makanan : Pengaruh
- Terhadap Kehamilan : Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular pada
kehamilan. Keuntungan penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi kemungkian risiko
penggunaan serum anti bisa ular.
- Terhadap Ibu Menyusui : Tidak ada data. Keuntungan pengunaan terhadap ibu
melebihi kemungkinan risiko pada bayi.
- Terhadap Anak-anak : Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap
envenoming yang parah karena massa tubuh yang lebih kecil dan kemungkinan aktivitas
fisik yang lebih besar. Anak-anak membutuhkan dosis yang sama dengan dewasa, dan
tidak boleh diberikan dosis anak berdasarkan berat badan (pediatric weight-adjusted
dose);disebabkan hal ini dapat menimbulkan perkiraan dosis yang lebih rendah. Jumlah
serum anti bisa ular yang diperlukan tergantung dari jumlah bisa ular yang perlu
dinetralisasi bukan berat badan pasien
- Terhadap Hasil Laboratorium : Parameter Monitoring
Monitor efek dari serum anti bisa ular baik secara klinis maupun laboratorium.
Monitor efek samping setelah administrasi serum anti bisa ular. Monitoring yang
diperlukan dapat berbeda tergantung dari jenis ular yang menggigit. Bila ragu-ragu
mengenai jenis ular yang menggigit, monitor coagulopathy, flaccid paralysis, myolysis
dan fungsi ginjal.
Bentuk Sediaan

Vial 5 ml, Tiap ml Sediaan Dapat Menetralisasi :
10-15 LD50 Bisa Ular Tanah (Ankystrodon Rhodostoma)
25-50 LD50 Bisa Ular Belang (Bungarus Fasciatus)
25-50 LD50 Bisa ular kobra (Naja Sputatrix), dan mengandung fenol 0.25% v/v
Peringatan
Karena tidak ada netralisasi-silang (cross-neutralization) serum antibisa ular ini
tidak berkhasiat terhadap gigitan ular yang terdapat di Indonesia bagian Timur (misalnya
jenis-jenis Acanthopis antarticus, Xyuranus scuttelatus, Pseudechis papuanus dll) dan
terhadap gigitan ular laut (Enhydrina cysta).
Kasus Temuan Dalam Keadaan Khusus
Informasi Pasien
Informasikan pada pasien mengenai kemungkinan efek samping yang tertunda,
terutama serum sickness (demam, rash, arthralgias).Tindakan pertama pada gigitan ular:
1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk
menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.
2. Insisi atau eksisi luka tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi
beberapa menit sebelumnya. Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa atau
dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman justru seing merusak jaringan dibawah
kulit dan akan meninggalkan luka parut yang cukup besar.
3. Anggota badan yang digigit secepatnya diikat untuk menghambat penyebaran
racun.
4. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara
memasang bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun.
5. Bila mungkin anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu.
6. Penderita dilarang untuk bergerak dan apabila perlu dapat diberikan analgetika
atau sedativa.
7. Penderita secepatnya harus dibawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat
untuk menerima perawatan selanjutnya.

Mekanisme Aksi
Monitoring Penggunaan Obat
Daftar Pustaka
Vademecum Bio Farma; 2002
Australia Medicines Handbook; 2004
Serum Anti Bisa Ular (Polivalen) Kuda (1)
GIGITAN ULAR & SABU (Serum Anti Bisa Ular)

PENDAHULUAN
Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai cara yang
menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan gangguan kesehatan,
penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan
kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat
menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa
tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah gigitan ular berbisa yang sering terjadi di
daerah tropis dan subtropis. Mengingat masih sering terjadi keracunan akibat gigitan ular
maka untuk dapat menambah pengetahuan masyarakat kami menyampaikan informasi
mengenai bahaya dan pertolongan terhadap gigitan ular berbisa.
Ular merupakan jenis hewan melata yang banyak terdapat di Indonesia. Spesies ular
dapat dibedakan atas ular berbisa dan ular tidak berbisa. Ular berbisa memiliki sepasang
taring pada bagian rahang atas. Pada taring tersebut terdapat saluran bisa untuk
menginjeksikan bisa ke dalam tubuh mangsanya secara subkutan atau intramuskular.
Bisa adalah suatu zat atau substansi yang berfungsi untuk melumpuhkan mangsa dan
sekaligus juga berperan pada sistem pertahanan diri. Bisa tersebut merupakan ludah yang
termodifikasi, yang dihasilkan oleh kelenjar khusus. Kelenjar yang mengeluarkan bisa
merupakan suatu modifikasi kelenjar ludah parotid yang terletak di setiap bagian bawah
sisi kepala di belakang mata. Bisa ular tidak hanya terdiri atas satu substansi tunggal,
tetapi merupakan campuran kompleks, terutama protein, yang memiliki aktivitas
enzimatik.

Efek toksik bisa ular pada saat menggigit mangsanya tergantung pada spesies, ukuran
ular, jenis kelamin, usia, dan efisiensi mekanik gigitan (apakah hanya satu atau kedua
taring menusuk kulit), serta banyaknya serangan yang terjadi. Ular berbisa kebanyakan
termasuk dalam famili Colubridae, tetapi pada umumnya bisa yang dihasilkannya bersifat
lemah. Contoh ular yang termasuk famili ini adalah ular sapi (Zaocys carinatus), ular tali
(Dendrelaphis pictus), ular tikus atau ular jali (Ptyas korros), dan ular serasah
(Sibynophis geminatus).
Ular berbisa kuat yang terdapat di Indonesia biasanya masuk dalam famili Elapidae,
Hydropiidae, atau Viperidae. Elapidae memiliki taring pendek dan tegak permanen.
Beberapa contoh anggota famili ini adalah ular cabai (Maticora intestinalis), ular weling
(Bungarus candidus), ular sendok (Naja sumatrana), dan ular king kobra (Ophiophagus
hannah).
Viperidae memiliki taring panjang yang secara normal dapat dilipat ke bagian rahang
atas, tetapi dapat ditegakkan bila sedang menyerang mangsanya. Ada dua subfamili pada
Viperidae, yaitu Viperinae dan Crotalinae. Crotalinae memiliki organ untuk mendeteksi
mangsa berdarah panas (pit organ), yang terletak di antara lubang hidung dan mata.
Beberapa contoh Viperidae adalah ular bandotan (Vipera russelli), ular tanah
(Calloselasma rhodostoma), dan ular bangkai laut (Trimeresurus albolabris).
Bagaimanakah Gigitan Ular Dapat Terjadi?
Korban gigitan ular terutama adalah petani, pekerja perkebunan, nelayan, pawang ular,
pemburu, dan penangkap ular. Kebanyakan gigitan ular terjadi ketika orang tidak
mengenakan alas kaki atau hanya memakai sandal dan menginjak ular secara tidak
sengaja. Gigitan ular juga dapat terjadi pada penghuni rumah, ketika ular memasuki
rumah untuk mencari mangsa berupa ular lain, cicak, katak, atau tikus.
Bagaimana Mengenali Ular Berbisa?
Tidak ada cara sederhana untuk mengidentifikasi ular berbisa. Beberapa spesies ular tidak
berbisa dapat tampak menyerupai ular berbisa. Namun, beberapa ular berbisa dapat
dikenali melalui ukuran, bentuk, warna, kebiasaan dan suara yang dikeluarkan saat
merasa terancam. Beberapa ciri ular berbisa adalah bentuk kepala segitiga, ukuran gigi
taring kecil, dan pada luka bekas gigitan terdapat bekas taring.
Ciri-ciri ular berbisa:
1. Bentuk kepala segiempat panjang
2. Gigi taring kecil
3. Bekas gigitan: luka halus berbentuk lengkungan
Ciri-ciri ular tidak berbisa:

1. Bentuk kepala segitiga
2. Dua gigi taring besar di rahang atas
3. Bekas gigitan: dua luka gigitan utama akibat gigi taring

Gambar 1. Bekas gigitanan ular. (A) Ular tidak berbisa tanpa bekas taring, (B) Ular
berbisa dengan bekas taring

Sifat Bisa, Gejala, dan Tanda Gigitan Ular
Berdasarkan sifatnya pada tubuh mangsa, bisa ular dapat dibedakan menjadi bisa
hemotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi jantung dan sistem pembuluh darah; bisa
neurotoksik, yaitu bisa yang mempengaruhi sistem saraf dan otak; dan bisa sitotoksik,
yaitu bisa yang hanya bekerja pada lokasi gigitan.
Tidak semua ular berbisa pada waktu menggigit menginjeksikan bisa pada korbannya.
Orang yang digigit ular, meskipun tidak ada bisa yang diinjeksikan ke tubuhnya dapat
menjadi panik, nafas menjadi cepat, tangan dan kaki menjadi kaku, dan kepala menjadi
pening. Gejala dan tanda-tanda gigitan ular akan bervariasi sesuai spesies ular yang
menggigit dan banyaknya bisa yang diinjeksikan pada korban. Gejala dan tanda-tanda
tersebut antara lain adalah tanda gigitan taring (fang marks), nyeri lokal, pendarahan
lokal, memar, pembengkakan kelenjar getah bening, radang, melepuh, infeksi lokal, dan
nekrosis jaringan (terutama akibat gigitan ular dari famili Viperidae).
GEJALA KLINIS :
Secara umum, akan timbul gejala lokal dan gejala sistemik pada semua gigitan ular.
Gejala lokal: edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (kulit kegelapan karena
darah yang terperangkap di jaringan bawah kulit).
Gejala sistemik: hipotensi, otot melemah, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi
(ludah bertambah banyak), muntah, nyeri kepala, pandangan kabur
Gigitan Elapidae
(misal: ular kobra, ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang, ular cabai, coral
snakes, mambas, kraits)
1. Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada
kelopak mata, bengkak di sekitar mulut.
2. Gambaran sakit yang berat, melepuh, dan kulit yang rusak.
3. Setelah digigit ular

a. 15 menit: muncul gejala sistemik.
b. 10 jam: paralisis urat-urat di wajah, bibir, lidah, tenggorokan, sehingga sukar bicara,
susah menelan, otot lemas, kelopak mata menurun, sakit kepala, kulit dingin, muntah,
pandangan kabur, mati rasa di sekitar mulut.
Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
Gigitan Viperidae/Crotalidae
(ular: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo):
1. Gejala lokal timbul dalam 15 menit, atau setelah beberapa jam berupa bengkak di
dekat gigitan yang menyebar ke seluruh anggota badan.
2. Gejala sistemik muncul setelah 5 menit atau setelah beberapa jam.
3. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakan di atas siku dan lutut dalam waktu 2
jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
Gigitan Hydropiidae
(misalnya: ular laut):
1. Segera timbul sakit kepala, lidah terasa tebal, berkeringat, dan muntah.
2. Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh,
dilatasi pupil, spasme otot rahang, paralisis otot, mioglobulinuria yang ditandai dengan
urin warna coklat gelap (ini penting untuk diagnosis), ginjal rusak, henti jantung.
Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae
(misalnya: ular tanah, ular hijau, ular bandotan puspo)
1. Gejala lokal: ditemukan tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis, nyeri di daerah
gigitan, semua ini indikasi perlunya pemberian polivalen crotalidae antivenin.
2. Anemia, hipotensi, trombositopeni.
Rasa nyeri pada gigitan ular mungkin ditimbulkan dari amin biogenik, seperti histamin
dan 5-hidroksitriptamin, yang ditemukan pada Viperidae.
Sindrom kompartemen merupakan salah satu gejala khusus gigitan ular berbisa, yaitu
terjadi edem (pembengkakan) pada tungkai ditandai dengan 5P: pain (nyeri), pallor
(muka pucat), paresthesia (mati rasa), paralysis (kelumpuhan otot), pulselesness
(denyutan).
Penatalaksanaan Keracunan Akibat Gigitan Ular
Langkah-langkah yang harus diikuti pada penatalaksanaan gigitan ular adalah:
1. Pertolongan pertama, harus dilaksanakan secepatnya setelah terjadi gigitan ular

sebelum korban dibawa ke rumah sakit. Hal ini dapat dilakukan oleh korban sendiri atau
orang lain yang ada di tempat kejadian. Tujuan pertolongan pertama adalah untuk
menghambat penyerapan bisa, mempertahankan hidup korban dan menghindari
komplikasi sebelum mendapatkan perawatan medis di rumah sakit serta mengawasi
gejala dini yang membahayakan. Kemudian segera bawa korban ke tempat perawatan
medis.
Metode pertolongan yang dilakukan adalah menenangkan korban yang cemas;
imobilisasi (membuat tidak bergerak) bagian tubuh yang tergigit dengan cara mengikat
atau menyangga dengan kayu agar tidak terjadi kontraksi otot, karena pergerakan atau
kontraksi otot dapat meningkatkan penyerapan bisa ke dalam aliran darah dan getah
bening; pertimbangkan pressure-immobilisation pada gigitan Elapidae; hindari gangguan
terhadap luka gigitan karena dapat meningkatkan penyerapan bisa dan menimbulkan
pendarahan lokal.
2. Korban harus segera dibawa ke rumah sakit secepatnya, dengan cara yang aman dan
senyaman mungkin. Hindari pergerakan atau kontraksi otot untuk mencegah peningkatan
penyerapan bisa.
3. Pengobatan gigitan ular Pada umumnya terjadi salah pengertian mengenai pengelolaan
gigitan ular. Metode penggunaan torniket (diikat dengan keras sehingga menghambat
peredaran darah), insisi (pengirisan dengan alat tajam), pengisapan tempat gigitan,
pendinginan daerah yang digigit, pemberian antihistamin dan kortikosteroid harus
dihindari karena tidak terbukti manfaatnya.
4. Terapi yang dianjurkan meliputi:
a. Bersihkan bagian yang terluka dengan cairan faal atau air steril.
Gambar 2. Imobilisasi bagian tubuh menggunakan perban.
b. Untuk efek lokal dianjurkan imobilisasi menggunakan perban katun elastis dengan
lebar + 10 cm, panjang 45 m, yang dibalutkan kuat di sekeliling bagian tubuh yang
tergigit, mulai dari ujung jari kaki sampai bagian yang terdekat dengan gigitan. Bungkus
rapat dengan perban seperti membungkus kaki yang terkilir, tetapi ikatan jangan terlalu
kencang agar aliran darah tidak terganggu. Penggunaan torniket tidak dianjurkan karena
dapat mengganggu aliran darah dan pelepasan torniket dapat menyebabkan efek sistemik
yang lebih berat.
c. Pemberian tindakan pendukung berupa stabilisasi yang meliputi penatalaksanaan jalan
nafas; penatalaksanaan fungsi pernafasan; penatalaksanaan sirkulasi; penatalaksanaan
resusitasi perlu dilaksanakan bila kondisi klinis korban berupa hipotensi berat dan shock,
shock perdarahan, kelumpuhan saraf pernafasan, kondisi yang tiba-tiba memburuk akibat
terlepasnya penekanan perban, hiperkalaemia akibat rusaknya otot rangka, serta
kerusakan ginjal dan komplikasi nekrosis lokal.

d. Pemberian suntikan antitetanus, atau bila korban pernah mendapatkan toksoid maka
diberikan satu dosis toksoid tetanus.
e. Pemberian suntikan penisilin kristal sebanyak 2 juta unit secara intramuskular.
f. Pemberian sedasi atau analgesik untuk menghilangkan rasa takut cepat mati/panik.
g. Pemberian serum antibisa. Karena bisa ular sebagian besar terdiri atas protein, maka
sifatnya adalah antigenik sehingga dapat dibuat dari serum kuda. Di Indonesia, antibisa
bersifat polivalen, yang mengandung antibodi terhadap beberapa bisa ular. Serum antibisa
ini hanya diindikasikan bila terdapat kerusakan jaringan lokal yang luas.
Cara pemberian SABU :
Penatalaksanaan Sebelum dibawa ke rumah sakit:
1. Diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
2. Bila belum tersedia antibisa, ikatlah 2 ujung yang terkena gigitan. Tindakan ini kurang
berguna jika dilakukan lebih dari 30 menit paskagigitan.
Setelah dibawa ke rumah sakit:
Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular) polivalen 1 ml berisi:
1. 10-50 LD50 bisa Ankystrodon
2. 25-50 LD50 bisa Bungarus
3. 25-50 LD50 bisa Naya sputarix
4. Fenol 0,25% v/v.
Teknik Pemberian:
2 vial @ 5 ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9 % atau Dextrose 5% dengan kecepatan
40-80 tetes per menit. Maksimal 100 ml (20 vial).
Daftar Pustaka:
Guidelines for the Clinical Management of Snakes bites in the South-East Asia
Region, World Health Organization, 2005.
Pedoman Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, 2002.
Snake Venom: The Pain and Potential of Poison, The Cold Blooded News Vol. 28,
Number 3, March, 2001.

Serum Anti Bisa Ular (Polivalen)
nama dagang

dosis
Pemilihan anti bisa ular tergantung dari spesies ular yang menggigit. Dosis yang tepat
sulit untuk ditentukan karena tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran
darah korban dan keadaan korban sewaktu menerima anti serum. Dosis pertama sebanyak
2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2% dalam garam faali dapat diberikan sebagai infus dengan
kecepatan 40 - 80 tetes per menit, kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan
(misalnya gejala-gejala tidak berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan
setiap 24 jam sampai maksimum (80 - 100 ml). Anti serum yang tidak diencerkan dapat
diberikan langsung sebagai suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan. Dosis anti
serum untuk anak-anak sama atau lebih besar daripada dosis untuk dewasa.
indikasi
Untuk pengobatan terhadap gigitan ular berbisa
kontraindikasi
Tidak ada kontraindikasi absolut pada terapi anti bisa ular untuk envenoming sistemik
yang nyata; terapi diperlukan dan biasanya digunakan untuk menyelamatkan jiwa.
efek samping
1. Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam
waktu beberapa jam sesudah suntikan.
2. Serum sickness; dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal,
eksantema, sesak napas dan gejala alergi lainnya.
3. Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara
intravena.
4. Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum dalam
jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.
interaksi

Dengan Obat Lain :
Belum ada interaksi signifikan yang dilaporkan.
Dengan Makanan : -

mekanisme kerja

bentuk sediaan
Vial 5 ml, Tiap ml Sediaan Dapat Menetralisasi :
10-15 LD50 Bisa Ular Tanah (Ankystrodon Rhodostoma)
25-50 LD50 Bisa Ular Belang (Bungarus Fasciatus)
25-50 LD50 Bisa ular kobra (Naja Sputatrix), dan mengandung fenol 0.25% v/v
parameter monitoring
Monitor efek dari serum anti bisa ular baik secara klinis maupun laboratorium. Monitor
efek samping setelah administrasi serum anti bisa ular. Monitoring yang diperlukan dapat
berbeda tergantung dari jenis ular yang menggigit. Bila ragu-ragu mengenai jenis ular
yang menggigit, monitor coagulopathy, flaccid paralysis, myolysis dan fungsi ginjal.
stabilitas penyimpanan
Disimpan pada suhu 2 - 8°C dalam lemari es, jangan dalam freezer. Daluarsa = 2 tahun.
informasi pasien
Informasikan pada pasien mengenai kemungkinan efek samping yang tertunda, terutama
serum sickness (demam, rash, arthralgias).Tindakan pertama pada gigitan ular:
1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk
menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.

2. Insisi atau eksisi luka tidak dianjurkan, kecuali apabila gigitan ular baru terjadi
beberapa menit sebelumnya. Insisi luka yang dilakukan dalam keadaan tergesa-gesa atau
dilakukan oleh orang yang tidak berpengalaman justru seing merusak jaringan dibawah
kulit dan akan meninggalkan luka parut yang cukup besar.
3. Anggota badan yang digigit secepatnya diikat untuk menghambat penyebaran racun.
4. Lakukan kemudian imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang
bidai karena gerakan otot dapat mempercepat penyebaran racun.
5. Bila mungkin anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu.
6. Penderita dilarang untuk bergerak dan apabila perlu dapat diberikan analgetika atau
sedativa.
7. Penderita secepatnya harus dibawa ke dokter atau rumah sakit yang terdekat untuk
menerima perawatan selanjutnya.
TATALAKSANA GIGITAN ULAR DI SARANA YANKES DASAR
Gigitan ular berbahaya bila ularnya tergolong jenis berbisa. Sebenarnya dari kira-kira
ratusan jenis ular yang diketahui, hanya sedikit sekali yang berbisa, dan dari golongan ini
hanya beberapa yang berbahaya bagi manusia.
PENYEBAB:
Ular berbisa yang terkenal adalah: ular tanah, bandotan puspa, ular hijau,ular laut, ular
kobra, ular welang.
Tanda umum ular berbisa adalah kepalanya berbentuk segitiga. Tanda lain adalah dari
penampakan langsung misalnya cora kulitnya. Dari bekas gigitan dapat dilihat dua lubang
yang jelas akibat dua gigi taring rahang atas bila ularnya berbisa, dan deretan bekas gigi
kecil-kecil berbentuk U bila ularnya tidak berbisa.
Bila ragu-ragu mengenai jenis ularnya, sebaiknya penderita diamati selama 48 jam karena
kadang efek keracunan bisa timbul lambat.
GAMBARAN KLINIS PENDERITA GIGITAN ULAR BERBISA:
1. TANDA UMUM: Penderita tampak kebiruan, pingsan, lumpuh, sesak nafas.
2. EFEK YANG DITIMBULKAN:
A. Efek Lokal: Nyeri hebat yang tidak sebanding dengan besar luka, bengkak, eritema,
petekie, ekimosis, bula, memar sampai tanda nekrosis jaringan.
B. Efek Sistemik: Rasa kesemutan, lemas, salvias, nyeri kepala, mual dan muntah, nyeri
perut, diare sampai pasien mengalami syok hipovolemik sekunder yang diakibatkan oleh
berpindahnya cairan vaskuler ke jaringan akibat efek sistemik bisa ular tersebut.
Gejala yang ditemukan seperti ini sebagai tanda bahaya bagi petugas kesehatan untuk
member pertolongan segera.
C. Efek sistemk spesifik:

 Koagulopati: keluarnya darah terus menerus dari tempat gigitan, venipuncture dari
gusi dan bila berkembang akan menimbulkan hematuria, hematemesis, melena dan batuk
darah. Dapat terjadi perdarahan di peritoneum atau pericardium, udem paru dan syok
berat karena efek racun langsung pada otot jantung.
 Neurotoksik: ptosis, oftalmoplegia progresif, lumpuh layuh anggota tubuh, paralisis
pada pernafasan dan parasisis seluruh tubuh (+ 12 jam paska gigitan).
 Miotoksisitas hanya ditemukan bila digigit ular laut.
Tindakan menolong penderita yang digigit ular berbisa:
1. Luka dicuci dengan air bersih atau dengan larutan kalium permanganat untuk
menghilangkan atau menetralisir bisa ular yang belum terabsorpsi.
2. Jika gigitan terjadi dalam waktu kurang dari setengah jam, buat sayatan silang di
tempat masuknya gigi taring ular sepanjang dan sedalam 0,5 cm, kemudian lakukan
pengisapan mekanis. Bila tidak tersedia breast pump semprit, darah dapat diisap dengan
mulut asal mukosa mulut utuh tak ada luka. Bisa yang tertelan akan dinetralkan oleh
cairan pencernaan.
3. Usaha menghambat penyerapan dapat dilakukan dengan memasang turniket beberapa
sentimeter di atas gigitan/pembengkakan yang telah terlihat, dengan tekanan yang cukup
untuk menghambat aliran vena dan aliran limfe tetapi lebih rendah dari pada tekanan
arteri (denyut nadi distal tetap teraba). Ikatan dikendorkan tiap 15 menit selama 1 menit.
Tekanan dipertahankan dua jam. Penderita diistirahatkan supaya aliran darah terpacu.
4. Dalam 12 jam pertama anggota badan yang digigit didinginkan dengan es batu.
5. Letakkan daerah gigitan lebih rendah dari tubuh. Berdasarkan penelitian bias ular
menjalar lewat aliran getah bening, penderita dilarang bergerak sehingga perlu
imobilisasi anggota badan yang digigit dengan cara memasang bidai karena gerakan otot
dapat mempercepat penyebaran racun.
6. Uji pembekuan darah cara Markwalder (lihat bawah).
7. Tes sensitivitas cara Besredka: 0,2 ml serum enceran dalam NaCl 0,9% (1:10) secara
subkutan. Tunggu 30 menit. Bila timbul reaksi serum jangan diberikan. Bila tidak ada
reaksi, suntikan 0,2 ml serum enceran dalam NaCl 0,9% (1:10) dan tunggu 30 menit.
Kemudian sisa serum disuntikkan secara intramuskulersecara perlahan-lahan dan amati
lagi paling sedikit 30 menit. Cara Besredka merupakan desensitisasi yang bertahan 2-3
minggu.
8. Dosis, Cara Pemberian dan Lama Pemberian ABU: Pemilihan anti bisa ular tergantung
dari spesies ular yang menggigit. Dosis yang tepat sulit untuk ditentukan karena
tergantung dari jumlah bisa ular yang masuk peredaran darah korban dan keadaan korban
sewaktu menerima anti serum. Dosis pertama sebanyak 2 vial @ 5 ml sebagai larutan 2%
dalam garam faali dapat diberikan sebagai infus dengan kecepatan 40 - 80 tetes per
menit, kemudian diulang setiap 6 jam. Apabila diperlukan (misalnya gejala-gejala tidak
berkurang atau bertambah) anti serum dapat terus diberikan setiap 24 jam sampai
maksimum (80 - 100 ml). Anti serum yang tidak diencerkan dapat diberikan langsung
sebagai suntikan intravena dengan sangat perlahan-lahan. Dosis anti serum untuk anakanak sama atau lebih besar daripada dosis untuk dewasa. Cara lain: penyuntikan serum
Anti Bisa Ular (ABU) polivalen sebanyak 2,5 ml intramuskuler atau intravena dan 2,5 ml
suntikan infiltrasi sekitar luka. ABU disimpan pada suhu 2 - 8°C dalam lemari es, jangan
dalam freezer. Masa daluarsa = 2 tahun.

9. Efek Samping ABU:
a) Reaksi anafilaktik; jarang terjadi, tetapi bila ada timbulnya dapat segera atau dalam
waktu beberapa jam sesudah suntikan.
b) Serum sickness; dapat timbul 7-10 hari setelah suntikan berupa demam, gatal-gatal,
eksantema, sesak napas dan gejala alergi lainnya.
c) Demam disertai menggigil yang biasanya timbul setelah pemberian serum secara
intravena.
d) Rasa nyeri pada tempat suntikan; yang biasanya timbul pada penyuntikan serum dalam
jumlah besar. Reaksi ini biasanya terjadi dalam 24 jam.
10. Pengaruh Anti Bisa Ular:
o Terhadap Kehamilan : Tidak ada data mengenai penggunaan anti bisa ular pada
kehamilan. Keuntungan penggunaan terhadap ibu dan bayi melebihi kemungkian risiko
penggunaan serum anti bisa ular.
o Terhadap Ibu Menyusui : Tidak ada data. Keuntungan pengunaan terhadap ibu melebihi
kemungkinan risiko pada bayi.
o Terhadap Anak-anak : Anak-anak mempunyai risiko yang lebih besar terhadap
envenoming yang parah karena massa tubuh yang lebih kecil dan kemungkinan aktivitas
fisik yang lebih besar. Anak-anak membutuhkan dosis yang sama dengan dewasa, dan
tidak boleh diberikan dosis anak berdasarkan berat badan (pediatric weight-adjusted
dose);disebabkan hal ini dapat menimbulkan perkiraan dosis yang lebih rendah. Jumlah
serum anti bisa ular yang diperlukan tergantung dari jumlah bisa ular yang perlu
dinetralisasi bukan berat badan pasien
11. Pengobatan penunjang berupa: infus NaCl 0,9%
12. Antibiotik profilkasis Ciprofloxacin 2 x 500 mg
13. Pemberian Anti Tetanus Serum (ATS) 1500 U atau immunoglobulin 250 U
intramuskuler dan Tetanus Toksoid 1 ml.
14. Bila timbul gejala umum seperti syok, lumpuh dan sesak nafas, penderita harus
dirujuk ke rumah sakit.
15. Gigitan ular tak berbisa tidak memerlukan pertolongan khusus, kecuali pencegahan
infeksi.
HASIL PENELITIAN PENGOBATAN GIGITAN ULAR TAK DIKENAL
Oleh Markwalder dicoba suatu cara untuk menyaring penderita yang memerlukan antibisa-ular. Setiap penderita gigitan ular diambil 2 ml darah venanya, dimasukkan dalam
tabung gelas yang kering. Tes ini dianggap negatif bila darah menggumpal dalam 10
menit. Bila penderita menunjukkan gejala lokal yang hebat atau gejala keracunan
sistemik, maka tes diulang 4, 6 dan 12 jam kemudian. Pasien-pasien lain hanya diberi
pengobatan simtomatik dan diobservasi. Yang menunjukkan gejala kelainan neurologik
atau kelainan pembekuan darah diberi anti-bisa-ular secara IV - 20 ml serum dalam 1 liter
cairan garam faali selama 1 - 2 jam. Kalau pembekuan darah belum normal, anti-bisa ini
diberikan lagi.
Dari 18 penderita yang dipelajari, semua menunjukkan pembengkakan yang nyeri
pada tempat gigitan. Enam belas penderita dirawat; tak ada yang menunjukkan gejala
neurologik dan hanya pada 4 penderita pembekuan darah abnormal. Dengan pemberian

anti-bisa-ular dengan cara di atas, ke empat penderita ini sembuh. Penderita-penderita
lain dipulangkan tanpa suatu komplikasi apapun.
SNAKEBITE
Disusun Oleh
Muhammad Akbar

Komposisi, Sifat dan Mekanisme “Kerja” Bisa ular
Bisa ular (venom) terdiri dari 20 atau lebih komponen sehingga pengaruhnya tidak dapat
diinterpretasikan sebagai akibat dari satu jenis toksin saja. Venom yang sebagian besar
(90%) adalah protein, terdiri dari berbagai macam enzim, polipeptida non-enzimatik dan
protein non-toksik. Berbagai logam seperti zink berhubungan dengan beberapa enzim
seperti ecarin (suatu enzim prokoagulan dari E.carinatus venom yang mengaktivasi
protombin). Karbohidrat dalam bentuk glikoprotein seperti serine protease ancord
merupakan prokoagulan dari C.rhodostoma venom (menekan fibrinopeptida-A dari
fibrinogen dan dipakai untuk mengobati kelainan trombosis). Amin biogenik seperti
histamin dan 5-hidroksitriptamin, yang ditemukan dalam jumlah dan variasi yang besar
pada Viperidae, mungkin bertanggungjawab terhadap timbulnya rasa nyeri pada gigitan
ular. Sebagian besar bisa ular mengandung fosfolipase A yang bertanggung jawab pada
aktivitas neurotoksik presinaptik, rabdomiolisis dan kerusakan endotel vaskular. Enzim
venom lain seperti fosfoesterase, hialuronidase, ATP-ase, 5-nuklotidase, kolinesterase,
protease, RNA-ase, dan DNA-ase perannya belum jelas. (Sudoyo, 2006)
Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitu fosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5
nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. Enzim ini
menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan
hemolisis atau pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis. Hialuronidase
merusak bahan dasar sel sehingga memudahkan penyebaran racun. (de Jong, 1998)
Bisa ular dapat pula dikelompokkan berdasarkan sifat dan dampak yang ditimbul kannya
seperti neurotoksik, hemoragik, trombogenik, hemolitik, sitotoksik, antifibrin,
antikoagulan, kardiotoksik dan gangguan vaskular (merusak tunika intima). Selain itu
ular juga merangsang jaringan untuk menghasikan zat – zat peradangan lain seperti kinin,
histamin dan substansi cepat lambat (Sudoyo, 2006).

Jenis – jenis ular berbisa

Gigitan ular berbahaya jika ularnya tergolong jenis berbisa. Sebenarnya dari kira – kira
ratusan jenis ular yang diketahui hanya sedikit sekali yang berbisa, dan dari golongan ini
hanya beberapa yang berbahaya bagi manusia. (de Jong, 1998)
Di seluruh dunia dikenal lebih dari 2000 spesies ular, namun jenis yang berbisa hanya
sekitar 250 spesies. Berdasarkan morfologi gigi taringnya, ular dapat diklasifikasikan ke
dalam 4 familli utama yaitu:
Famili Elapidae misalnya ular weling, ular welang, ular sendok, ular anang dan ular cabai
Familli Crotalidae/ Viperidae, misalnya ular tanah, ular hijau dan ular bandotan puspo
Familli Hydrophidae, misalnya ular laut
Familli Colubridae, misalnya ular pohon

Untuk menduga jenis ular yang mengigit adalah ular berbisa atau tidak dapat dipakai
rambu – rambu bertolak dari bentuk kepala ular dan luka bekas gigitan sebagai berikut:
Ciri – ciri ular berbisa:
Bentuk kepala segi empat panjang
Gigi taring kecil
Bekas gigitan, luka halus berbentuk lengkung
Ciri – ciri ular tidak berbisa:
Kepala segi tiga
Dua gigi taring besar di rahang atas
Dua luka gigitan utama akibat gigi taring
Jenis ular berbisa berdasarkan dampak yang ditimbulkannya yang banyak dijumpai di
Indonesia adalah jenis ular :
Hematotoksik, seperti Trimeresurus albolais (ular hijau), Ankistrodon rhodostoma (ular
tanah), aktivitas hemoragik pada bisa ular Viperidae menyebabkan perdarahan spontan
dan kerusakan endotel (racun prokoagulan memicu kaskade pembekuan)

Neurotoksik, Bungarusfasciatus (ular welang), Naya Sputatrix (ular sendok), ular kobra,
ular laut.
Neurotoksin pascasinaps seperti α-bungarotoxin dan cobrotoxin terikat pada reseptor
asetilkolin pada motor end-plate sedangkan neurotoxin prasinaps seperti β-bungarotoxin,
crotoxin, taipoxin dan notexin merupakan fosfolipase-A2 yang mencegah pelepasan
asetilkolin pada neuromuscular junction.
Beberapa spesies Viperidae, hydrophiidae memproduksi rabdomiolisin sistemik
sementara spesies yang lain menimbulkan mionekrosis pada tempat gigitan.

Patofisiologi
Racun/bisa diproduksi dan disimpan pada sepasang kelenjar di bawah mata. Racun ini
disimpan di bawah gigi taring pada rahang atas. Rahang dapat bertambah sampai 20 mm
pada ular berbisa yang besar. Dosis racun pergigitan bergantung pada waktu yang yang
terlewati setelah gigitan yang terakhir, derajat ancaman dan ukuran mangsa. Respon
lubang hidung untuk pancaran panas dari mangsa memungkinkan ular untuk mengubah
ubah jumlah racun yang dikeluarkan.
Racun kebanyakan berupa air. Protein enzim pada racun mempunyai sifat merusak.
Protease, colagenase dan hidrolase ester arginin telah teridentifikasi pada racun ular
berbisa. Neurotoksin terdapat pada sebagian besar racun ular berbisa. Diketahui beberapa
enzim diantaranya adalah (1) hialuronidase, bagian dari racun diamana merusak jaringan
subcutan dengan menghancurkan mukopolisakarida; (2) fosfolipase A2 memainkan peran
penting pada hemolisis sekunder untuk efek eritrolisis pada membran sel darah merah
dan menyebabkan nekrosis otot; dan (3)enzim trobogenik menyebabkan pembentukan
clot fibrin, yang akan mengaktivasi plasmin dan menghasilkan koagulopati yang
merupakan konsekuensi hemoragik (Warrell,2005).
Gejala klinis
Racun yang merusak jaringan menyebabkan nekrosis jarinagan yang luas dan hemolisis.
Gejala dan tanda yang menonjol berupa nyeri hebat dan tidak sebanding sebasar luka,
udem, eritem, petekia, ekimosis, bula dan tanda nekrosis jaringan. Dapat terjadi
perdarahan di peritoneum atau perikardium, udem paru, dan syok berat karena efek racun
langsung pada otot jantung. Ular berbisa yang terkenal adalah ular tanah, bandotan puspa,
ular hijau dan ular laut. Ular berbisa lain adalah ular kobra dan ular welang yang biasanya
bersifat neurotoksik. Gejala dan tanda yang timbul karena bisa jenis ini adalah rasa
kesemutan, lemas, mual, salivasi, dan muntah. Pada pemeriksaan ditemukan ptosis,
refleks abnormal, dan sesak napas sampai akhirnya terjadi henti nafas akibat kelumpuhan
otot pernafasan. Ular kobra dapat juga menyemprotkan bisanya yang kalau mengenai
mata dapat menyebabkan kebutaan sementara. (de Jong, 1998)

Diagnosis gigitan ular berbisa tergantung pada keadaan bekas gigitan atau luka yang
terjadi dan memberikan gejala lokal dan sistemik sebagai berikut (Dreisbach, 1987):
Gejala lokal : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30 menit – 24 jam)
Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, mengigil, mual, hipersalivasi,
muntah, nyeri kepala, dan pandangan kabur
Gejala khusus gigitan ular berbisa :
Hematotoksik: perdarahan di tempat gigitan, paru, jantung, ginjal, peritoneum, otak, gusi,
hematemesis dan melena, perdarahan kulit (petekie, ekimosis), hemoptoe, hematuri,
koagulasi intravaskular diseminata (KID)
Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan, ptosis oftalmoplegi,
paralisis otot laring, reflek abdominal, kejang dan koma
Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma
Sindrom kompartemen: edema tungkai dengan tanda – tanda 5P (pain, pallor, paresthesia,
paralysis pulselesness), (Sudoyo, 2006)
Menurut Schwartz (Depkes,2001) gigitan ular dapat di klasifikasikan sebagai berikut:
Derajat
Venerasi
Luka gigit
Nyeri
Udem/ Eritem
Tanda sistemik
0
0
+
+/<3cm/12>
0
I
+/+
+
3-12 cm/12 jam
0
II
+

+
+++
>12-25 cm/12 jam
+
Neurotoksik,
Mual, pusing, syok
III
++
+
+++
>25 cm/12 jam
++
Syok, petekia, ekimosis
IV
+++
+
+++
>ekstrimitas
++
Gangguan faal ginjal,
Koma, perdarahan
Kepada setiap kasus gigitan ular perlu dilakukan :
Anamnesis lengkap: identitas, waktu dan tempat kejadian, jenis dan ukuran ular, riwayat
penyakit sebelumnya.
Pemeriksaan fisik: status umum dan lokal serta perkembangannya setiap 12 jam.
Gambaran klinis gigitan beberapa jenis ular:
Gigitan Elapidae
Efek lokal (kraits, mambas, coral snake dan beberapa kobra) timbul berupa sakit ringan,
sedikit atau tanpa pembengkakkan atau kerusakan kulit dekat gigitan. Gigitan ular dari
Afrika dan beberapa kobra Asia memberikan gambaran sakit yang berat, melepuh dan
kulit yang rusak dekat gigitan melebar.

Semburan kobra pada mata dapat menimbulkan rasa sakit yang berdenyut, kaku pada
kelopak mata, bengkak di sekitar mulut dan kerusakan pada lapisan luar mata.
Gejala sistemik muncul 15 menit setelah digigit ular atau 10 jam kemudian dalam bentuk
paralisis dari urat – urat di wajah, bibir, lidah dan tenggorokan sehingga menyebabkan
sukar bicara, kelopak mata menurun, susah menelan, otot lemas, sakit kepala, kulit
dingin, muntah, pandangan kabur dn mati rasa di sekitar mulut. Selanjutnya dapat terjadi
paralis otot pernapasan sehingga lambat dan sukar bernapas, tekanan darah menurun,
denyut nadi lambat dan tidak sadarkan diri. Nyeri abdomen seringkali terjadi dan
berlangsung hebat. Pada keracunan berat dalam waktu satu jam dapat timbul gejala –
gejala neurotoksik. Kematian dapat terjadi dalam 24 jam.
Gigitan Viperidae:
Efek lokal timbul dalam 15 menit atau setelah beberapa jam berupa bengkak dekat
gigitan untuk selanjutnya cepat menyebar ke seluruh anggota badan, rasa sakit dekat
gigitan
Efek sistemik muncul dalam 5 menit atau setelah beberapa jam berupa muntah,
berkeringat, kolik, diare, perdarahan pada bekas gigitann (lubang dan luka yang dibuat
taring ular), hidung berdarah, darah dalam muntah, urin dan tinja. Perdarahan terjadi
akibat kegagalan faal pembekuan darah. Beberapa hari berikutnya akan timbul memar,
melepuh, dan kerusakan jaringan, kerusakan ginjal, edema paru, kadang – kadang
tekanan darah rendah dan nadi cepat. Keracunan berat ditandai dengan pembengkakkan
di atas siku dan lutut dalam waktu 2 jam atau ditandai dengan perdarahan hebat.
Gigitan Hidropiidae:
Gejala yang muncul berupa sakit kepala, lidah tersa tebal, berkeringat dan muntah
Setelah 30 menit sampai beberapa jam biasanya timbul kaku dan nyeri menyeluruh,
spasme pada otot rahang, paralisis otot, kelemahan otot ekstraokular, dilatasi pupil, dan
ptosis, mioglobulinuria yang ditandai dengan urin warna coklat gelap (gejala ini penting
untuk diagnostik), ginjal rusak, henti jantung
Gigitan Rattlesnake dan Crotalidae:
Efek lokal berupa tanda gigitan taring, pembengkakan, ekimosis dan nyeri pada daerah
gigitan merupakan indikasi minimal ang perlu dipertimbangkan untuk memberian poli
valen crotalidae antivenin
Anemia, hipotensi dan trobositopenia merupakan tanda penting
Gigitan Coral Snake:

Jika terdapat toksisitas neurologis dan koagulasi, diberikan antivenin (Micrurus fulvius
antivenin) (Sudoyo, 2006)

Tanda dan gejala lokal
Tanda gigi taring
Nyeri lokal
Pendarahan lokal
Bruising
lymphangitis
Bengkak, merah, panas
Melepuh
Necrosis

Gejala dan tanda sistemik umum
Umum
mual, muntah, malaise, nyeri abdominal, weakness, drowsiness, prostration
Kardiovascular (Viperidae)
Visual disturbances, dizziness, faintness, collapse, shock, hypotension, arrhythmia
cardiac, oedema pulmo, oedema conjungtiva
Kelainan perdarahan dan pembekuan darah (Viperidae)
Perdarahan dari luka gigitan
Perdarahan sitemik spontan – dri gusi, epistaksis, hemopteu, hematemesis, melena,
hematuri, perdarahan per vaginam, perdarahan pada kulit seperti petechiae, purpura,
Ecchymoses dan pada mukosa seperti pada konjungtiva, perdarahan intrakranial
Neurologik (Elapidae, Russell’s viper)

Drowsiness, paraesthesiae, abnormalitas dari penciuman dan perabaan, “heavy” eyelids,
ptosis, ophthalmoplegia external, paralysis dari otot wajah dan otot lai yang di inervasi
oleh nervus kranialis, aphonia, difficulty in swallowing secretions, respiratory and
generalised flaccid paralysis
Otot rangka (sea snakes, Russell’s viper)
Nyeri menyeluruh, stiffness and tenderness of muscles, trismus, myoglobinuria,
hyperkalaemia, cardiac arrest, gagal ginjal akut
Ginjal (Viperidae, sea snakes)
LBP (lower back pain), haematuria, haemoglobinuria, myoglobinuria, oliguria/anuria,
tanda dan gejala dari uraemia (nafas asidosis, hiccups, nausea, pleuritic chest pain)
Endokrin (acute pituitary/adrenal insufficiency) (Russell’s viper)
Fase akut: syok, hypoglycaemia
Fase kronik (beberapa bulan sampai tahun setelah gigitan): weakness, loss of secondary
sexual hair, amenorrhoea, testicular atrophy, hypothyroidism. (Warrell, 1999)
Pemeriksaan
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah: Hb, Leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit, waktu
perdarahan, waktu pembekuan, waktu protobin, fibrinogen, APTT, D-dimer, uji faal
hepar, golongan darah dan uji cocok silang
Pemeriksaan urin: hematuria, glikosuria, proteinuria (mioglobulinuria)
EKG
Foto dada
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk snakebite antara lain :
Anafilasis
Trombosis vena bagian dalam

Trauma vaskular ekstrimitas
Scorpion Sting
Syok septik
Luka infeksi

Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan pada kasus gigitan ular berbisa adalah
Menghalangi/ memperlambat absorbsi bisa ular
Menetralkan bisa ular yang sudah masuk ke dalam sirkulasi darah
Mengatasi efek lokal dan sistemik (Sudoyo, 2006)

Usahakan membuang bisa sebanyak mungkin dengan menoreh lubang bekas masuknya
taring ular sepanjang dan sedalam ½ cm, kemudian dilakukan pengisapan mekanis. Bila
tidak tersedia alatnya, darah dapat diisap dengan mulut asal mukosa mulut utuh tak ada
luka. Bisa yang tertelan akan dinetralkan oleh cairan pencernaan. Selain itu dapat juga
dilakukan eksisi jaringan berbentuk elips karena ada dua bekas tusukan gigi taring,
dengan jarak ½ cm dari lubang gigitan, sampai kedalaman fasia otot.
Usaha menghambat absorbsi dapat dilakukan dengan memasang tourniket beberapa
centimeter di proksimal gigitan atau di proksimal pembengkakan yang terlihat, dengan
tekanan yang cukup untuk menghambat aliran vena tapi lebih rendah dari tekanan arteri.
Tekanan dipertahankan dua jam. Penderita diistirahatkan supaya aliran darah terpacu.
Dalam 12 jam pertama masih ada pengaruh bila bagian yang tergigit direndam dalam air
es atau didinginkan dengan es.
Untuk menetralisir bisa ular dilakukan penyuntikan serum bisa ular intravena atau intra
arteri yang memvaskularisasi daerah yang bersangkutan. Serum polivalen ini dibuat dari
darah kuda yang disuntik dengan sedikit bisa ular yang hidup di daerah setempat. Dalam
keadaan darurat tidak perlu dilakukan uji sensitivitas lebih dahulu karena bahanya bisa
lebih besar dari pada bahaya syok anafilaksis.
Pengobatan suportif terdiri dari infus NaCl, plasma atau darah dan pemberian vasopresor
untuk menanggulangi syok. Mungkin perlu diberikan fibrinogen untuk memperbaiki
kerusakan sistem pembekuan. Dianjurkan juga pemberian kortikosteroid.

Bila terjadi kelumpuhan pernapasan dilakukan intubasi, dilanjutkan dengan memasang
respirator untuk ventilasi. Diberikan juga antibiotik spektrum luas dan vaksinasi tetanus.
Bila terjadi pembengkakan hebat, biasanya perlu dilakukan fasiotomi untuk mencegah
sindrom kompartemen. Bila perlu, dilakukan upaya untuk mengatasi faal ginjal.
Nekrotomi dikerjakan bila telah tampak jelas batas kematian jaringan, kemudian
dilanjutkan dengan cangkok kulit.
Bila ragu – ragu mengenai jenis ularnya, sebaiknya penderita diamati selama 48 jam
karena kadang efek keracunan bisa timbul lambat.
Gigitan ular tak berbisa tidak memerlukan pertolongan khusus, kecuali pencagahan
infeksi. (de Jong, 1998)

Tindakan Pelaksanaan
Sebelum penderita dibawa ke pusat pengobatan, beberapa hal yang perlu diperhatikan
adalah
Penderita diistirahatkan dalam posisi horizontal terhadap luka gigitan
Penderita dilarang berjalan dan dilarang minum minuman yang mengandung alkohol
Apabila gejala timbul secara cepat sementara belum tersedia antibisa, ikat daerah
proksimal dan distal dari gigitan. Kegiatan mengikat ini kurang berguna jika dilakukan
lebih dari 30 menit pasca gigitan. Tujuan ikatan adalah untuk menahan aliran limfe,
bukan menahan aliran vena atau ateri.
Setelah penderita tiba di pusat pengobatan diberikan terapi suportif sebagai berikut:
Penatalaksanaan jalan napas
Penatalaksanaan fungsi pernapasan
Penatalaksanaan sirkulasi: beri infus cairan kristaloid
Beri pertolongan pertama pada luka gigitan: verban ketat dan luas diatas luka, imobilisasi
(dengan bidai)
Ambil 5 – 10 ml darah untuk pemeriksaan: waktu trotombin, APTT, D-dimer, fibrinogen
dan Hb, leukosit, trombosit, kreatinin, urea N, elektrolit (terutama K), CK. Periksa waktu
pembekuan, jika >10 menit, menunjukkan kemungkinan adanya koagulopati
Apus tempat gigitan dengan dengan venom detection

Beri SABU (Serum Anti Bisa Ular, serum kuda yang dilemahan), polivalen 1 ml berisi:
10-50 LD50 bisa Ankystrodon
25-50 LD50 bisa Bungarus
25-50 LD50 bisa Naya Sputarix
Fenol 0.25% v/v
Teknik pemberian: 2 vial @5ml intravena dalam 500 ml NaCl 0,9% atau Dextrose 5%
dengan kecapatan 40-80 tetes/menit. Maksimal 100 ml (20 vial). Infiltrasi lokal pada luka
tidak dianjurkan.
Indikasi SABU adalah adanya gejala venerasi sistemik dan edema hebat pada bagian
luka. Pedoman terapi SABU mengacu pada Schwartz dan Way (Depkes, 2001):
Derajat 0 dan I tidak diperlukan SABU, dilakukan evaluasi dalam 12 jam, jika derajat
meningkat maka diberikan SABU
Derajat II: 3-4 vial SABU
Derajat III: 5-15 vial SABU
Derajat IV: berikan penambahan 6-8 vial SABU
Pedoman terapi SABU menurut Luck
Derajat
Beratnya evenomasi
Taring atau gigi
Ukuran zona edema/ eritemato kulit (cm)
Gejala sistemik
Jumlah vial venom
0
Tidak ada
+
<>
0
I
Minimal
+
2-15
-

5
II
Sedang
+
15-30
+
10
III
Berat
+
>30
++
15
IV
Berat
+
<>
+++
15
Pedoman terapi SABU menurut Luck
Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
Ulangi pemeriksaan darah pada 3 jam setelah pemberiann antivenom
Jika koagulopati tidak membak (fibrinogen tidak meningkat, waktu pembekuan darah
tetap memanjang), ulangi pemberian SABU. Ulangi pemeriksaan darah pada 1 dan 3 jam
berikutnya, dst.
Jika koagulopati membaik (fibrinogen meningkat, waktu pembekuan menurun) maka
monitor ketat kerusakan dan ulangi pemeriksaan darah untuk memonitor perbaikkannya.
Monitor dilanjutkan 2x24 jam untuk mendeteksi kemungkinan koagulopati berulang.
Perhatian untuk penderita dengan gigitan Viperidae untuk tidak menjalani operasi
minimal 2 minggu setelah gigitan
Terapi suportif lainnya pada keadaan :
Gangguan koagulopati berat: beri plasma fresh-frizen (dan antivenin)
Perdarahan: beri tranfusi darah segar atau komponen darah, fibrinogen, vitamin K,
tranfusi trombosit

Hipotensi: beri infus cairan kristaloid
Rabdomiolisis: beri cairan dan natrium bikarbonat
Monitor pembengkakan local dengan lilitan lengan atau anggota badan
Sindrom kompartemen: lakukan fasiotomi
Gangguan neurologik: beri Neostigmin (asetilkolinesterase), diawali dengan sulfas
atropin
Beri tetanus profilaksis bila dibutuhkan
Untuk mengurangi rasa nyeri berikan aspirin atau kodein, hindari penggunaan obat –
obatan narkotik depresan
Terapi profilaksis
Pemberian antibiotika spektrum luas. Kaman terbanyak yang dijumpai adalah
P.aerugenosa, Proteus,sp, Clostridium sp, B.fragilis
Beri toksoid tetanus
Pemberian serum anti tetanus: sesuai indikasi (Sudoyo, 2006)
Petunjuk Praktis Pencegahan Terhadap Gigitan Ular
Penduduk di daerah di mana ditemuakan banyak ular berbisa dianjurkan untuk memakai
sepatu dan celana berkulit sampai sebatas paha sebab lebih dari 50% kasus gigitan ular
terjadi pada daerah paha bagian bawah sampai kaki
Ketersedian SABU untuk daerah di mana sering terjadi kasus gigitan ular
Hindari berjalan pada malam hari terutama di daerah berumput dan bersemak – semak
Apabila mendaki tebing berbatu harus mengamati sekitar dengan teliti
Jangan membunuh ular bila tidak terpaksa sebab banyak penderita yang tergigit akibat
kejadian semacam itu. (Sudoyo, 2006)
DAFTAR PUSTAKA
Daley.B.J., 2006. Snakebite. Department of Surgery, Division of Trauma and Critical
Care, University of Tennessee School of Medicine. www.eMedicine.com.

De Jong W., 1998. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC: Jakarta
Depkes. 2001. Penatalaksanaan gigitan ular berbisa. Dalam SIKer, Dirjen POM Depkes
RI. Pedoman pelaksanaan keracunan untuk rumah sakit.
Sudoyo, A.W., 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Warrell, D.A., 1999. Guidelines for the Clinical Management of Snake Bite in the SouthEast Asia Region. World Health Organization. Regional Centre for Tropical Medicine,
Faculty of Tropical Medicine, Mahidol University, Thailand.
Warrell,D.A., 2005. Treatment of bites by adders and exotic venomous snakes. BMJ
2005; 331:1244-1247 (26 November), doi:10.1136/bmj.331.7527.1244. www.bmj.com.

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close