Teori Komunikasi Interpersonal

Published on January 2017 | Categories: Documents | Downloads: 35 | Comments: 0 | Views: 372
of 5
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content

Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi antar komunikator dengan
komunikan, komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam upaya mengubah
sikap, pendapat atau perilaku seseorang, karena sifatnya yang dialogis berupa
percakapan. Arus balik bersifat langsung, komunikator mengetahui tanggapan
komunikan ketika itu juga. Pada saat komunikasi dilancarkan, komunikator
mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif atau negatif, berhasil
atau tidaknya. Jika ia dapat memberikan kesempatan pada komunikan untuk
bertanya seluas-luasnya(Effendy 2003).
Dokter harus memiliki kemempuan berkomunikasi dengan baik terhadap
pasiennya untuk mencapai sejumlah tujuan yang berbeda. Ong et al. (1995)
menyebutkan bahwa ada 3 (tiga) tujuan yang berbeda terkait komunikasi antara
dokter dan pasien, yaitu : (1) menciptakan hubungan interpersonal yang baik
(creating a good interpersonal relationship), (2) pertukaran informasi (exchange
of information), dan (3) pengambilan keputusan medis (medical decision
making).
Menciptakan hubungan interpersonal yang baik (creating a good
interpersonal relationship) merupakan prasyarat untuk perawatan medis.
Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa hubungan dokter dan pasien
yang sukses dan komunikatif serta berdampak positif bagi pasien seperti,
kepuasan pengetahuan dan pemahaman, kepatuhan terhadap pengobatan dan
hasil kesehatan yang terukur. Kualitas afektif dari hubungan dokter dan pasien
merupakan penentu utama dari kepuasan pasien dan kepatuhan terhadap
pengobatan. Secara khusus, keakraban, perhatian, hal positif, kurangnya
ketegangan dan ekspresi non-verbal menjadi elemen paling penting dalam
membangun dan memelihara hubungan kerja yang baik. Secara khusus
hubungan interpersonal dokter dan pasien yang baik dan meningkat ketika
konteks komunikasi interpersonal berlangsung dengan keramahan dokter,
perilaku sopan, percakapan sosial, perilaku mendorong dan empatik, dan
membangun kemitraan, dan ekspresi empati selama konsultasi.
Tujuan kedua dari komunikasi dokter dan pasien adalah pertukaran informasi
(exchange of information). Dari sudut pandang kedokteran, dokter perlu untuk
mendapatkan informasi dari pasien untuk menyakini diagnosis yang tepat dan
rencana perawatan. Dari perspektif lain, pasien perlu mengetahui dan
memahami dan merasa dikenal dan dipahami. Dalam rangka untuk memenuhi
kedua kebutuhan ini, kedua pihak perlu bergantian antara pemberian informasi
dan bertukar informasi.
Pengambilan keputusan medis (medical decision making). Tujuan ketiga
komunikasi diidentifikasi adalah pengambilan keputusan medis (medical decision
making). Selama 20 tahun terakhir ini, telah terjadi pergeseran yang menonjol
dari apa yang telah disebut sebagai “paternalistic” model kedokteran, dimana
dokter membuat semua keputusan ke model yang berpusat pada pasien, di
manapengambilan keputusan dibagi antara dokter dan pasien. Model “patient
centred” menekankan pentingnya memahami pengalaman pasien dari penyakit
mereka, serta faktor-faktor sosial dan psikologis yang relevan. Berarti dokter
menggunakan keterampilan mendengarkan aktif. Kunci sukses hubungan dokter
dan pasien dan pengambilan keputusan adalah mengakui bahwa
pasien ahli juga. Dokter mungkin akan diberitahu tentang penyebab penyakit,
pilihan pengobatan dan strategi pencegahan, tetapi hanya pasien tahu tentang
penyakitnya, keadaan sosial, kebiasaan, sikap terhadap resiko, nilai-nilai dan
preferensi.
Sejalan dengan hal tersebut, pengambilan keputusan bersama karena
melibatkan pertukaran dua arah informasi, dimana kedua dokter dan pasien

mendiskusikan preferensi pengobatan dan menyetujui pilihan mana yang tepat.
Dokter perlu membangun suasana di mana pasien merasa bahwa pandangan
mereka dihargai dan dibutuhkan. Namun, telah dicatat bahwa tidak semua
pasien mau berpartisipasi dalam pengambilan keputusan tentang kesehatan
mereka. Keengganan tersebut cenderung lebih umum pada pasien yang lebih
tua dan mereka yang sakit. Dalam kasus seperti ini, dokter mungkin perlu
menggunakan pendekatan lebihdirektif.
Komunikasi dokter dan pasien sebagai bentuk perilaku yang terjadi dalam
berkomunikasi yaitu bagaimana pelaku (dokter dan pasien) mengelolah dan
mentransformasikan dan pertukaran suatu pesan. Dalam proses pertukaran
pesan komunikasi antara dokter dan pasien merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan proses komunikasi itu sendiri.
Suatu proses kesehatan antara dokter dan pasien bersifat dua-arah terjadi
bilamana orang yang terlibat didalamnya berusaha menciptakan dan
menyampaikan informasi kepada penerima. Dalam hal ini sumber dan penerima
(dokter dan pasien) harus memformulasikan, menyampaikan serta menanggapi
pesan tersebut secara jelas, lengkap, benar dan saling mengerti di antara
mereka.
Teori – teori tentang komunikasi interpersonal bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan dokter untuk menggali informasi dan menyampaikan dengan baik
informasi kepada pasien. Bylund, Peterson dan Cameron (2012) membagi teori
komunikasi interpersonal dokter pasien ini menjadi 3 yaitu Individually-Centered
Theories, Interaction-Centered Theories & Relationship-Centered Theories.
Individually-Centered Theories menjelaskan bagaimana dokter
merencanakan, melaksanakan dan membuat tujuan dan pesan yang efektif
bagaimana proses menilai dan mengatasi informasi yang masuk meskipun
informasi yang diberikan masih belum pasti, dan situasi yang sering terjadi
dalam pelayanan kesehatan. Para ahli menggunakan teori-teori ini sering fokus
pada bagaimana kemampuan kognitif dokter membentuk interaksi mereka
dengan pasien dan berkonsentrasi pada bagaimana cara mempengaruhi pasien
untuk menerima informasi dan bagaimana mereka merespon informasi yang
diberikan. Dalam teori ini dokter sudah mempersiapkan cara berkomunikasi
dengan pasien & harus dapat mempengaruhi dan membuat patuh pasien
dengan kemampuan yang dimilikinya tanpa mempedulikan latar belakang
pasien.
Interaction-Centered Theories berfokus terutama pada interaksi itu sendiri,
atau cara-cara di mana dokter menggunakan perilaku verbal dan nonverbal
untuk mengelola proses komunikatif. Teori ini berfokus pada isi, bentuk, dan
fungsi pesan dan pola interaksi perilaku antara dokter dengan pasien. Teori ini
memiliki potensi terbesar untuk diaplikasikan dalam komunikasi kesehatan. Hal
yang mendasari asumsi teori ini adalah bahwa komunikasi interpersonal bersifat
transaksional. Dalang bidang pelayanan kesehatan, transaksional menunjukkan
bahwa ketika dokter dan pasien berinteraksi, mereka saling mempengaruhi satu
sama lain bagaimana mereka berperilaku.
Relationship-Centered Theories berhubungan dengan proses pengungkapan
informasi dalam konteks hubungan pribadi. Dapat disimpulkan bahwa hubungan
dokter-pasien, topik yang dibahas, serta keterbukaan pasien membicarakan hal
pribadi merupakan syarat interaksi dokter-pasien apabila dilihat dari teori
komunikasi interpersonal. Teori ini berfokus pada pemahaman tentang
bagaimana cara komunikasi yang cocok untuk membuat pasien terbuka untuk
membicarakan hal pribadi mereka. Dari ketiga teori tersebut dapat disimpulakan
bahwa komunikasi interpersonal yang baik antara dokter pasien dipengaruhi oleh
bagaimana kemampuan kognitif dokter untuk mempengaruhi dokter, bagaimana
cara cokter menyampaikan informasi dengan baik dengan cara verbal maupun

non verbal dan bagaimana dokter dapat berkomunikasi dengan baik sehingga
pasien mau terbuka untuk membicarakan hal pribadi mereka.
Teori diatas menunjukkan bahwa dalam komunikasi interpersonal dokterpasien, proses interaksi merupakan hal terpenting dimana menurut Hargie
(2010) hubungan antara keduanya bersifat bi-directional atau saling
mempengaruhi. Dokter diharapkan dapat mengerti teknik komunikasi sehingga
dapat menyampaikan informasi medis dengan baik, selain itu juga dapat
mengerti dengan baik apa yang disampaikan oleh pasien, karena pasien pun
dapat mempengaruhi sikap dan pemikiran dokter. Tujuan akhir dari proses
komunikasi ini adalah pasien dapat mengerti apa yang disampaikan oleh dokter
dan dapat memperikan keputusan terkait dengan tindakan medis yang akan
dilakukan.

Gambar 1. Bagan Komunikasi interpersonal
Bagan di atas menunjukkan bahwa komunikasi interpersonal antara dokter
dengan pasien bersifat bi-directional, dimana proses komunikasi berlangsung
dua arah, saling mempengaruhi dan saling mempunyai tujuan. Dokter pada
awalnya akan menggali informasi dari pasien agar mengerti keluhan yang
diderita oleh pasien, kemudian pasien merespon dengan membuka diri untuk
berkomunikasi dengan dokter untuk menjelaskan keluhan dan penyakitnya.
Setelah dokter menggali informasi dari pasien, maka dokter akan memberikan
feedback berupa penjelasan tentang penyakit dan terapi yang perlu dilakukan.
Setelah pasien menerima penjelasan dari dokter, pasien akan merespon dan
memberikan feedback berupa keputusan untuk mengikuti saran dokter atau
tidak. Dalam hal ini dokter memiliki tujuan agar pasien mengikuti saran yang
diberikan, sedangkan pasien memiliki tujuan agar dokter mengerti penyakit yang
diderita dan memberikan terapi yang baik.
Proses komunikasi diatas dipengaruhi oleh berbagai hal yang akan
berdampak pada hasil komunikasi. Dalam bagan di atas persepsi akan

dipengaruhi faktor penghubung untuk menunjukan respon. Faktor penghubung
antara lain dipengaruhi oleh karakteristik personal seperti pengetahuan,
tingkahlaku, motif, emosi, usia, jenis kelamin, budaya serta kondisi lingkungan
sekitar(Hargie 2010).
Untuk menjalankan komunikasi yang baik antara dokter-pasien, menurut
Hargie (2010) dokter memerlukan kemampuan untuk:
1. Mendengarkan yaitu aktif mendengarkan informasi yang diberikan pasien,
serta memperhatikan dengan menjaga tatap mata dengan pasien serta
menunjukkan respon non verbal untuk membuat nyaman pasien
2. Pertanyaan terbuka yaitu mendorong pasien untuk memilih topik
pembicaraan, misalnya bertanya: apa yang anda pikirkan?
3. Humor yaitu mengatakan hal yang lucu kepada pasien agar pasien merasa
nyaman
4. sharing perceptions yaitu mengkonfirmasi kepada pasien bahwa dokter
merasakan apa yang dokter rasakan, misalnya menyatakan: saya
mengerti ibu sedih meskipun saat ini terlihat tegar
5. Klarifikasi yaitu menanyakan kembali hal- hal yang belum jelas kepada
pasien
6. Fokus yaitu mengarahkan pasien untuk membicarakan hal yang penting
yang berhubungan dengan penyakitnya
7. Menginformasikan yaitu menunjukkan kemampuan untuk memberikan
informasi kepada pasien
8. Refleksi yaitu menanyakan kembali ide utama yang disampaikan oleh
pasien, misalnya: jadi ibu mulai merasa pusing ketika ada masalah
keluarga?
9. Menyarankan yaitu memberikan alternatif solusi atau alternatif terapi
untuk mengatasi permasalahan pasien
10.therapeutic silence yaitu tidak berbicara dan berkomunikasi secara
nonverbal untuk tujuan terapi misalnya dengan duduk bersama pasien
dan secara non verbal memberikan kenyamanan kepada pasien.
Untuk menilai kemampuan komunikasi interpersonal dokter, diperlukan suatu
alat penilai yang realibel. Makoul, Krupat dan Chang (2007) membuat suatu alat
bantu untuk mengukur persepsi pasien tentang kemampuan komunikasi
interpersonal dokter yang disebut Communication Assessment Tool (CAT). CAT
merupakan kuisioner yang terdiri dari 14 pertanyaan dalam skala likert dengan 5
tingkatan jawaban mulai dari sangat buruk (1) hingga sangat baik (5). 14
pertanyaan ini mencakup tentang kemampuan komunikasi dokter baik secara
verbal maupun nonverbal serta mencakup beberapa teori komuikasi
interpersonal yang telah disebutkan diatas. CAT telah terbuksi valid dan realibel
untuk menilai kemampuan komunikasi dokter dan dapat digunakan dalam
penielitian ini.

Bylund, CL, Peterson, EB & Cameron, KA 2012, 'A practitioner's guide to
interpersonal communication theory: An overview and exploration of
selected theories', Patient education and counseling, vol. 87, no. 3, pp.
261-7.
Effendy, OU 2003, 'Ilmu, teori dan filsafat komunikasi'.

Hargie, O 2010, Skilled interpersonal communication: Research, theory and
practice, Routledge.
Makoul, G, Krupat, E & Chang, C-H 2007, 'Measuring patient views of physician
communication skills: development and testing of the Communication
Assessment Tool', Patient education and counseling, vol. 67, no. 3, pp.
333-42.
Ong, LM, De Haes, JC, Hoos, AM & Lammes, FB 1995, 'Doctor-patient
communication: a review of the literature', Social science & medicine, vol.
40, no. 7, pp. 903-18.

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close