Tutorial-Anxiety and Depression

Published on December 2016 | Categories: Documents | Downloads: 47 | Comments: 0 | Views: 363
of 10
Download PDF   Embed   Report

Tutorial-Anxiety and Depression

Comments

Content

Tutorial
ANXIETY
Ganggguan cemas termasuk dalam gangguan neurotic (gangguan jiwa ringan yang menunjukkan
adanya gejala-gejala fisik maupun mental yang tidak didapatkan kelainan organic). Amygdala
berperan dalam modulasi rasa takut dan cemas. Pasien dengan gangguan cemas memliki
response amygdala yng tinggi terhadap stimulasi cemas. Hyperresponsiveness amygdala
berhubungan dengan threshold aktivasi yang lebih rendah etika berrespond terhadap “social
threat”.
Pathophysiology
Dalam CNS, mediator dalam gejala gangguan cemas adalah norepinephrine, serotonin,
dopamine, dan GABA. Pada PNS, autonomic nervous system terutama sympathetic nervous
system menyebabkan beberapa gejala. PET scan menunjukkan peningkatan alur pada region
parahippocampus kanan dan penurunan serotonin tipe 1A receptor binding pada cingulated
anterior dan posterior dan raphe pada pasien dengan gangguan panic. Abnormalitas dalam
neurotransmisi serotonin di otak terlibat dalam gangguan obsesif-kompulsif. Terdapat juga
abnormalitas dalam transmisi dopaminergic pada beberapa kasus OCD. Pada OCD juga terdapat
peningkatan arus darah dan aktifitas metabolic pada cortex orbitofrontal, limbic, caudate, dan
thalamus pada PET dan MRI.
Etiology
Gangguan cemas dapat terjadi karena kondisi medis atau terinduksi zat (medikasi,
penyalahgunaan zat). Faktor genetic meningkatkan resiko terjadinya gangguan cemas. Faktor
lingkungan seperti trauma masa anak-anak dapat juga meningkatkan resiko gangguan cemas.
Teori psychological untuk menjelaskan cemas meliputi displacement of an intrapsychic conflict
(psychodynamic models) atau conditioning (learned) paradigms (cognitive behavioural models).
Teori psychodynamic menjelaskan cemas sebagai konflik antara id dan superego. Drive agresif
dan impulsive dapat dialami sebagai sesuatu yang tidak dapat diterima dan mengakibatkan
represi. Drives yang terepresi ini dapat mengakibatkan cemas automatis. Teori kognitif
menjelaskan cemas sebagai kecenderungan untuk melebih-lebihkan potensi bahaya. Pasien
dengan gangguan cemas cenderung membayangkan scenario terburuk dan menghindari situasi
yang mereka anggap berbahaya, seperti keramaian, ketinggian, atau interaksi social.
Epidemiology
Female-to-male ratio for any lifetime anxiety disorder is 3:2. Kebanyakan gangguan cemas mulai
timbul pada childhood, adolescence, dan early adulthodd. Gangguan panic menunjukkan umur
onset yang bimodal, 15-24 tahun dan 45-54 tahun. Umur onset OCD mid 20s hingga early 30s.
Kebanyakan social fobia mulai sebelum usia 20 tahun (median 16 tahun). Agoraphobia biasanya

mulai late adolescence hingga early adulthood (median 29 tahun). Fobia spesifik muncul lebih
awal dari pada fobia social dan agoraphobia.
Clinical Presentation
Menurut DSM-IV-TR gangguan cemas diklasifikasikan menjadi:











Gannguan cemas yang disebabkan oleh kondisi medic umum
Gangguan cemas terinduksi zat
Gangguan cemas menyeluruh
Gangguan Panik
Gangguan stress akut
Gangguan stress pascatrauma
Ganggguan penyesuaian
Gangguan Obsesif-kompulsif
Gangguan Fobia social
Gangguan fobia spesifik

Menurut PPDGJ-III gangguan cemas diklasifikasikan menjadi:
F40

Gangguan anxietas fobik
F40.0 Agoraphobia
.00 tanpa gangguan panic
.01 dengan gangguan panic
F40.1 Fobia social
F40.2 Fobia khas (terisolasi)
F40.8 Gangguan anxietas fobik lainnya
F40.9 Gangguan anxietas fobik YTT

F41

Gangguan anxietas lainnya
F41.0 Gangguan panic
F41.1 Gangguan anxietas menyeluruh
F41.2 Gangguan campuran anxietas dan depresif
F41.3 Gangguan anxietas campuran lainnya
F41.8 Gangguan anxietas lainnya YDT
F41.9 Gangguan anxietas YTT

F42

Gangguan obsesif-kompulsif
F42.0 Predominan pikiran obsesif atau pengulangan
F42.1 Predominan tindakan kompulsif
F42.2 Campuran pikiran dan tindakan obsesif
F42.8 Gangguan obsesif-kompulsif lainnya

F42.9 Gangguan obsesif-kompulsif YTT
F43

Reaksi terhadap stress berat dan gangguan penyesuaian
F43.0 Reaksi stress akut
F43.1 Gangguan stress pasca-trauma
F43.2 Gangguan penyesuaian
.20 Reaksi depresif singkat
.21 Reaksi depresif berkepanjangan
.22 Reaksi campuran anxietas dan depresif
.23 Dengan predominan gangguan emosi lainnya
.24 Dengan predominan gangguan tingkah laku
.25 Dengan gangguan campuran dari emosi dan tingkah laku
.28 Dengan gejala predominan lainnya YDT
F43.8 Reaksi stress berat lainnya
F43.9 Reaksi stress berat YTT

Gangguan cemas menyeluruh
Characterized oleh cemas dan khawatir yang berlebihan. Berasosiasi dengan sedikitnya 3 dari:
Kegelisahan, mudah capek, kesulitan konsentrasi, iritabilitas, tegang otot, gangguan tidur.
Gangguan Panik
Onset tiba-tiba dan spontan dari ketakutan atau discomfort, mencapai puncak dalam 10 menit.
Attacks berasosiasi dengan gejala sistemik seperti (setidaknya 4 dari): palpitasi atau meningkatan
heart rate, keringatan, gemetaran, dyspnea, sensasi choking, nyeri dada, nausea atau abdominal
distress, pusing atau sensasi akan pingsan, derealisation (feeling of unreality) atau
depersonalization (being detached from oneself), ketakutan akan hilang kendali atau gila,
ketakutan akan kematian, paresthesia, chills atau hot flashes.
Pada episode panic, pasien memiliki dorongan untuk melarikan diri dan memiliki sense of
impending doom. Gangguan panic dapat berakibat pada perubahan personality sehinnga pasien
menjadi pasif, dependen, menarik diri. DSM-IV-TR criteria meliputi 4 atau lebih attacks dalam
periode 4 minggu atau 1 atau lebih attacks diikuti oleh setidaknya 2 bulan ketakutan of another.
Gangguan stress pasca-trauma
Menurut DSM-IV-TR:
 Criterion pertama memiliki 2 componen: (1) mengalami, melihat, atau dikonfrontasi oleh
sebuah event yang melibatkan cedera berat, kematian, atau pengancaman terhadap









integritas fisik dan (2) response meliputi ketidakberdayaan, ketakutan intense, atau
horror.
Criterion kedua meliputi pengulangan pengalaman event seperti pikiran atau persepsi,
gambaran, mimpi, ilusi, halusinasi, episode flashback dissociative, atau distress
psychologik intense terhadap stimulus yang symbolize sesuatu aspek dari kejadian.
Criterion ketiga mencakup menghindari stimuli yang berasosiasi dengan trauma atau
numbing response general.
Criterion keempat adalah gejala hyperarousal, dan 2 atau lebih dari: kesulitan tidur,
penurunan konsentrasi, hypervigilance, outbursts kemarahan atau mood irritable,
response startle berlebihan.
Criterion kelima; durasi gejala criteria lebih dari 1 bulan.
Criterion keenam: disturbance adalah akibat distress significant atau gangguan fungsi.

Gangguan obsesif-kompulsif
Gangguan fobia social
Ketakutan berlebihan dan persistent dari situasi social atau performance, sehingga terdapat
gangguan fungsi kerja.
Agoraphobia
Reaksi kecemasan intense yang terjadi ketika pasien terexpose situasi seperti ketinggian, hewan,
area kecil/
Gangguan fobia specific
Pemeriksaan penunjang
Dapat dilakukan CBC, chemistry profile, thyroid function tests, urinalysis, urine drug screen,
ecg, etc dapat dilakukan untuk exclude sebab medis.
Management
Kombinasi pharmacotherapy dan psychotherapy. Agen antidepressant adalah drug of choice
dalam pengobatan gangguan cemas, seperti SSRI (selective serotonin reuptake inhibitors), TCAs
(tricyclic antidepressants) dan MAOIs (monoamine oxidase inhibitors).
Acute anxiety: benzodiazepine
Gangguan cemas menyeluruh & gangguan panik

Medikasi dengan cognitive behavioural therapy. Indikasi rawat inap: severe functional
impairment, sucide or homicide risk, social skills deficit. Pharmacotherapy: SSRIs first line,
diikuti TCAs. Fluoxetine digunakan terutama bila gangguan panic terjadi dengan depresi.
Paroxetine merupakan SSRI partially sedative. Escitalopram menyebabkan interaksi enzim hepar
yang lebih sedikit hingga cocok untuk pasien dengan regimen medikasi rumit. Mirtazapine
memiliki efek sedative lebih. Sedating antidepressants seperti paroxetine, mirtazapine, dan TCA
lain diberikan sebelum tidur. IV benzodiazepine dapat diberikan untuk panic attacks. CBT
memberikan paparan yang bertahap terhadap stimulus yang menyebabkan cemas sehingga lamalama pasien akan desensitized terhadap pengalaman tersebut. Teknik relaksasi juga membantu
control level kecemasan.
Gangguan stress pascatrauma
Kombinasi pharmacologic dan nonpharmacologic therapies (mostly) seperti CBT, group therapy,
family therapy.
OCD
Mainstay treatment adalah pharmacotherapy, CBT, edukasi dan intervensi keluarga.
Neurosurgery untuk pasien dengan gejala berat dan refracter. First line pharmacotherapy adalah
SSRIs (fluoxetine, fluvoxamine, sertraline, paroxetine, citalopram, escitalopram) dan
clomipramine (TCA yang inhibit serotonin dan norepinephrine reuptake).
Gangguan fobia social
Pharmacotherapy dan psychotherapy. Respond baik terhadap SSRIs (paroxetine, sertraline) atau
MAOI. SSRIs dose bias dinaikkan bila response partial atau nonexistent setelah 6 minggu; dapat
dinaikkan tiap 2 minggu hingga sampai dosis maximal.
Gangguan fobia spesifik
CBT  gradual desensitization
Agorafobia
SSRI, benzodiazepine dapat diberikan secara adjunct (bila sering panic attacks).
Prognosis
Gangguan fobia memiliki rate komorbidity tinggi dengan depresi berat dan penyalahgunaan
alcohol dan obat. Gangguan kecemasan dapat berkontribusi pada morbiditas dan mortalitas

melalui mekanisme neuroendocrine dan neuroimmune atau stimulasi saraf direk (hipertensi atau
arrhythmia). Cemas kronis berasosiasi dengan resiko meningkat untuk morbiditas dan mortalitas
cardiovascular. Gangguan cemas berat dapat mengakibatkan bunuh diri. Gangguan cemas yang
disertai gangguan afek (mood) meningkatkan resiko bunuh diri.
Hasil pengobatan bergantung pada factor seperti: severitas disorder, level of functioning prior to
onset of symptoms, degree of motivation for treatment, level of support, ability to comply with
medication and psychotherapeutic regimen.

DEPRESSION
Klasifikasi depresi meliputi major depressive disorder, depression with melancholic or catatonic
features, atypical depression, psychotic features, bipolar depression, single or recurrent episode,
dysthymia, and seasonal affective disorder.
Pathophysiology
Terdapat gangguan aktivitas serotonin CNS. Neurotransmitter lain yang juga berperan adalah
norepinephrine, dopamine, glutamate, dan brain derived neurotrophic factor. Lesi vascular dapat
menyebabkan depresi dengan distrupsi network neural yang regulasi emosi – frontostriatal
pathways ang menghubungkan dorsolateral prefrontal cortex, orbitofrontal cortex, anterior
cingulate, dan dorsal cingulate. Pada depression, terdapat peningkatan ukuran ventricle lateral,
lebih CSF volume, dan volume menurun pada basal ganglia, thalamus, hippocampus, frontal
lobe, orbitofrontal cortex, gyrus rectus. Terdapat peningkatan aktivitas metabolic di limbic
structures dan penurunan aktivitas di neocortical structures.
Etiology
Multifactorial mencakup factor genetic dan lingkungan. First degree relatives dari orang depresi
mempunyai resiko untuk develop depresi 3x lebih tinggi. MDD1 locus di 12q22-q23.2
berhubungan dengan depresi pada pria. Mdd2 locus di 15q25.2-q26.2 berhubungan dengan onset
awal atau episode recurrent depresi. Genes yang mengontrol produksi atau utilisasi serotonin
juga berpengaruh. TPH2 gene polymorphism, R441H, menyebabkan 80% loss produksi
serotonin.
Adanya stress dan interpersonal losses meningkatkan resiko terjadinya depresi. Nyeri kronik,
penyakit medis, stress psychosocial juga terlibat. Orang tua dengan penyakit merasa
psychologically distressed, dapat peningkatan disability, penurunan independence, disrupsi
network social. Nyeri kronis dapat mengganggu tidur. Faktor resiko psychosocial lainnya untuk
depresi: impaired social support, caregiver burden, loneliness, bereavement, negative life events.

Terdapat medikasi yang meningkatkan resiko depresi seperti reserpine, beta-blockers, steroids
seperti cortisol. Penyalahgunaan zat juga, seperti kokaine, amphetamine, narcotics, alcohol.
Cerebrovascular disease dapat kontribusi pada late-life depression.
Epidemiology
Rate of depression pada wanita dan pria paling tinggi pada 25-44 tahun, tetapi ada peningkatan
dengan bertambahnya usia.
Clinical presentation
Pasien mungkin tidak datang dengan gejala sedih, anhedonia, dll, tetapi karena gejala somatic
(fatigue, sakit kepala, abdominal distress, perubahan berat badan). Dysphoric mood  sedih,
numb, irritabilitas, mood swings. Kehilangan minat dan energy serta motivasi. Pikiran selalu
nnegatif, merasa tidak berguna, tidak berharga, tidak berdaya. Terkadang terdapat gejala
psychosis. Pada pemeriksaan fisik, harus exclusi penyebab organic  infeksi, medikasi,
endocrine disorder, tumor, neurologic disorder. Pasien dengan depresi berat dapat
memperlihatkan penurunan rawat diri dan hygiene, serta perubahan berat badan. Pasien dapat
present dengan retardasi psychomotor seperti perlambatan atau penghilangan gerakan dan
reaktivitas spontan, serta terdapat flattening afek. Agitasi juga dapat dilihat pada beberapa
pasien. Pembicaraan dapat normal, lambat, monotonic.
Major depressive episode
Menurut DSM-IV-TR, didefinisikan sebagai syndrome dimana setidaknya 5 gejala ada pada
periode 2 minggu yang sama: depressed mood, kehilangan minat dan kegembiraan pada aktivitas
(anhedonia), perubahan berat badan atau nafsu makan, gangguan tidur (insomnia atau
hypersomnia), agitasi atau retardasi psychomotor, fatigue atau kehilangan energy, perasaan tidak
berguna, penurunan abilitas untukberpikir atau konsentrasi, pikiran berulang tentang kematian
atau suicidal, pattern of long standing interpersonal rejection ideation, usaha bunuh diri, atau
rencana untuk bunuh diri. Setidaknya 1 symptom harus kehilangan minat atau depressed mood,
gejala harus menyebabkan gangguan pada fungsi social, pekerjaan, etc. Gangguan depresi dapat
di rate sebagai ringan, sedang, berat dan dengan atau tanpa gejala psychotic.
Depression with melancholic features
Kehilangan minat pada hamper semua aktivitas atau tidak adanya reaktivitas pada stimuli yang
biasanya menyenangkan harus ada, ditambah setidaknya 3 dari: depressed mood, depresi yang
lebih buruk pada pagi, bangun 2 jam sebelum biasanya, retardasi atau agitasi psychomotor,
penurunan berat badan atau anoreksia, rasa bersalah yang berlebihan atau inappropriate.
Depression with catatonic features

Setidaknya 2 dari: immobilitas motoric (catalepsy atau stupor), overactivitas motor yang tanpa
tujuan dan bukan response terhadap stimuli external, negativism atau mutisme extreme,
abnormalitas gerakan volunteer seperti posturing, grimacing, stereotypic, mannerism, echolalia
atau echopraxia.
Atypical depression
Characteristicnya adalah mood reactivity dan exclusi melancholic dan catatonic subtypes
ditambah 2 atau lebih dari gejala berikut pada periode setidaknya 2 minggu: peningkatan nafsu
makan atau peningkatan berat badan, peningkatan tidur, perasaan berat pada lengan atau
sensitivitas tungkai yang extend lebih dari episode perubahan mood dan menyebabkan gangguan
fungsi social atau kerja, reversed diurnal mood change (lebih parah pada malam daripada pagi).
Postpartum depression
85% wanita mengalami gangguan mood pada periode ini. Kebanyakan wanita mengalami gejala
transient dan ringan (blues) tetapi 10-15% mengalami depresi. Pada postpartum blues terdapat
rapidly fluctuating mood, tearfulness, irritability, anxiety, dan peak pada hari ke 4 atau 5 setelah
delivery dan berlangsung selama beberapa hari dan biasanya hilang dalam 2 minggu. Postpartum
depression develop dalam 3 bulan pertama, persistent, dengan gejala lebih berat.
Seasonal affective disorder
Depresi hanya ada pada waktu specific dalam tahun. Harus ada setidaknya 2 episode depressive
disturbance pada 2 tahun sebelumnya. Pasien dengan ini biasanya mengalami gejala atypical
seperti hypersomnia dan peningkatan nafsu makan.
Major depressive disorder with psychotic features
Presentasi depresi berat dapat disertai gejala psychotic seperti delusi dan halusinasi yang dapat
berupa mood congruent (rasa bersalah, tidak berguna etc) atau mood-incongruent.
Depressive disorders not otherwise specified
Category disorder dengan fitur depresi yang tidak mencapai criteria untuk mood disorder atau
adjustment disorder with depressed mood. Contoh: depressive episode superimposed on residual
schizophrenia, recurrent depression kurang dari 2 minggu dll.
Menurut PPDGJ-III depresi diklasifikasi:
F32 Episode depresif

F32.0 Episode depresif ringan
.00 tanpa gejala somatic
.01 dengan gejala somatic
F32.1 Episode depresif sedang
.10 tanpa gejala somatic
.11 dengan gejala somatic
F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik
F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik
F32.8 Episode depresif lainnya
F32.9 Episode depresif YTT
F33

Gangguan depresif berulang
F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan
.00 tanpa gejala somatic
.01 dengan gejala somatic
F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang
.10 tanpa gejala somatic
.11 dengan gejala somatic
F33.2 Gangguan depresi berulang, episode kini berat tanpa gejala psikotik
F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik
F33.4 Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi
F33.8 gangguan depresif berulang lainnya
F33.9 gangguan depresif berulang YTT

Pemeriksaan penunjang
Depression screening test dapat berguna. Pemeriksaaan lab dilakukan untuk rule out penyakit
organic: CBC, TSH, Vit B12, electrolytes, BUN dan creatinine, blood and uring toxicology
screen, ABG. Neuroimaging bila suspect organic brain syndrome.
Management
Medikasi dapat mengobati gejala. Psychotherapy dengan sendirinya atau kombinasi dengan
medikasi juga effective untuk treatment akut dari depresi ringan hingga sedang. Kombinasi
pharmacotherapy dan psychotherapy asosiasi dengan rate improvement gejala lebih tinggi,
peningkatan kualitas hidup, compliance lebih baik. Biasanya 2-12 minggu pada dosis therapeutic
diperlukan untuk response clinis yang nyata. Pengobatan depresi harus di alter bila pasien tidak
menunjukkan response cukup dalam 6-8 minggu. Setelah response tercapai, dilanjutkan selama
4-9 bulan pada pasien dengan episode depresi pertama yang tidak berasosiasi dengan outcome
suicide significant. Harus lebih lama pada pasien dengan 2 atau lebih episode depresi.

Medikasi yang digunakan: SSRIs (citalopram, escitalopram, fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine,
etc), serotonin/norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs) seperti venlafaxine dan duloxetine
first line untuk pasien dengan gejala fatigue atau pain, atypical antidepressants (bupropion,
mirtazapine, nefazodone, trazodone), tricyclice antidepressants (amitriptyline, clomipramine,
desipramine dll), monoamine oxidase inhibitors (isocarboxazid, phenelzine, dll).
Psychotherapy  behavior therapy, CBT, family therapy, group psychotherapy, interpersonal
therapy dll. Pada kasus ringan, ini first line. Kombinasi dengan antidepressant untuk depresi
sedang dan berat.
Electroconvulsive therapy sangat efektif dengan onset action lebih cepat. A course of ECT
(hingga 12 sesi) adalah terapi pilihan untuk pasien yang tidak berespond terhadap terapi obat,
psychotic, atau suicidal.
Prognosis
Dengan appropriate treatment, 70-80% pasien dengan depresi mengalami penurunan significant
gejala, walaupun 50% pasien mungkin tidak respond pada initial treatment. Irritability
pretreatment dang gejala psychotic berasosiasi dengan poorer outcomes. Prognosis pada pasien
dengan late-onset depression lebih buruk daripada pada pasien lebih muda, karena dependen
pada disabilitas fisik, penyakit atau tidak adanya social support. Panjangnya episode depressive
pada pasien tua 18 bulan, dimana pada pasien 20-55 tahun panjangnya 18-24 minggu. Depresi
pada pasien tua biasanya comorbid dengan kondisi medis kronik dan dapat mengakibatkan
outcome medis lebih buruk. Resiko bunuh diri pada pasien dengan depresi yang tidak diobati
adalah 20%. Suicide berhasil lebih pada pria, walaupun attempted suicide lebih tinggi pada
wanita.

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close