bite mark

Published on February 2017 | Categories: Documents | Downloads: 32 | Comments: 0 | Views: 383
of 5
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content

IDENTIFIKASI DAN ODONTOLOGI
FORENSIK
Pada prinsipnya identifikasi adalah prosedur
penentuan identitas individu, baik hidup ataupun
mati, yang dilakukan melalui pembandingan
berbagai data dari individu yang diperiksa dengan
data dari orang yang disangka sebagai individu
tersebut. Sebagai prinsip umum dapat dikatakan
bahwa :
1. Pada identifikasi pengumpulan data dilakukan
dengan menggunakan sebanyak mungkin metode
identifikasi.
2. Jika ada data yang tidak cocok, maka
kemungkinan tersangka sebagai individu tersebut
dapat disingkirkan (eksklusi).
3. Setiap kesesuaian data akan menyebabkan
ketepatan identifikasi semakin tinggi.
Atas dasar itu, maka dalam identifikasi individu,
sebanyak mungkin metode pemeriksaan perlu
diusahakan dilakukan dan satu sama lain saling
melengkapi.
Identifikasi personal dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan berdasarkan beberapa metode
identifikasi. Kita mengenal ada 9 macam metode
identifikasi yaitu :
1. Visual:
Identifikasi dilakukan dengan melihat tubuh atau
bagian tubuh korban secara visual, misalnya muka,
tungkai dsb. Metode ini hanya dapat dilakukan jika
tubuh atau bagian tubuh tersebut masih utuh.
2. Perhiasan :
Beberapa perhiasan yang dipakai korban, seperti
cincin, gelang, rantai, arloji, liontin, dsb dapat
mengarahkan kita kepada identitas korban tersebut.
Perhiasan mempunyai nilai yang lebih tinggi jika ia
mempunyai ciri khas, seperti gravir nama, foto
dalam liontin, bentuk atau bahan yang khas dsb.
3. Pakaian:
Pakaian luar dan dalam yang dipakai korban
merupakan data yang amat berharga untuk
menunjukkan identitas si pemakainya, bentuknya
yang unik atau yang mempunyai label tertentu
(label nama, penjahit, binatu atau merek) memiliki
nilai yang lebih karena dapat mempersempit
kemungkinan tersangka.
4. Dokumen :
Dokumen seperti SIM, KTP, Pasport dapat
menunjukkan identitas orang yang membawa
dokumen tersebut, khususnya jika dokumen
tersebut dibawa sendiri oleh pemiliknya dan tidak
palsu.
5. Identifikasi secara medis :
Pemeriksaan medis dilakukan untuk mendapatkan
data umum dan data khusus individu berdasarkan
pemeriksaan atas fisik individu tersebut. Pada
pengumpulan data umum dicari data yang umum
diketahui dan dimiliki oleh setiap individu dan
mudah dikonfirmasi kepada keluarga, seperti data

ras, jenis kelamin, umu, berat badan, warna kulit,
rambut, dsb. Data khusus adalah data yang belum
tentu dimiliki oleh setiap individu atau data yang
tidak dengan mudah dikonfirmasi kepada
keluarganya, seperti data foto ronsen, data lab,
adanya tattoo, bekas operasi atau jaringan parut,
tehnik superimposisi, tehnik rekonstruksi wajah,
dsb.
6. Odontologi forensik:
Pemeriksaan atas gigi geligi dan jaringan
sekitarnya serta berbagai perubahan akibat
perawatan gigi dapat membantu menunjukkan
identitas individu yang bersangkutan.
7. Serologi forensik :
Pada awalnya yang termasuk dalam kategori
pemeriksaan serologi adalah pemeriksaan terhadap
polimorfisme protein yaitu pemeriksaan golongan
darah dan golongan protein serum. Perkembangan
ilmu kedokteran menyebabkan ruang lingkup
serologi diperluas dengan pemeriksaan
polimorfisme protein lain yaitu pemeriksaan
terhadap enzim eritrosit serta pemeriksaan antigen
Human Lymphocyte Antigen (HLA).
Pada saat ini dengan berkembangnya analisis
polimorfisme DNA, bidang ini menjadi lebih luas
lagi karena bahan pemeriksaan bukan lagi darah,
melainkan hampir seluruh sel tubuh kita. Hal ini
memberikan dampak kecenderungan penggantian
istilah serologi dengan istilah hemereologi yang
mencakup semua hal diatas.
8. Sidik jari :
Telah lama diketahui bahwa sidikjari setiap orang
didunia tidak ada yang sama sehingga pemeriksaan
sidikjari dapat digunakan untuk identifikasi
individu.
9. Eksklusi :
Dalam kecelakaan massal yang menyebabkan
kematian sejumlah individu, yang nama-namanya
ada dalam daftar individu (data penumpang, data
pegawai dsb), maka jika (n-1) individu telah
teridentifikasi, maka satu individu terakhir
diputuskan tanpa pemeriksaan (per ekslusionam)
sebagai individu yang tersisa menurut daftar
tersebut.

Pada dasarnya kata identifikasi berasal dari bahasa
asing yang berarti usaha untuk mengenal kembali
suatu mahluk. Menurut Harmaini (2001)
identifikasi diartikan sebagai usaha mencari
sejumlah persamaan antara objek pemeriksaan
dengan data-data korban dengan membandingkan
satu sama lain berdasarkan prinsip-prinsip ilmu
pengetahuan.
Pada umumnya identifikasi terhadap seseorang
(hidup atau sudah meninggal) dilakukan untuk
alasan (Cottone andBaker, 1982) :

1)
Membuat surat keterangan kematian yang
menjelaskan bahwa seseorang benar-benar sudah
meninggal, surat tersebut biasanya diperlukan
untuk masalah-masalah legal, seperti untuk
keperluan asuransi, pembagian warisan, urusanurusan bisnis, dan surat keterangan apabila si istri
atau suami yang ditinggalkan ingin menikah
kembali.
2) Alasan pribadi atau alasan keluarga,
identifikasi dilakukan untuk mengetahui identitas
orang hilang atau meninggal secara mendadak
yang mungkin saja meredakan ketegangan emosi
dari keluarga bersangkutan. Masalah dapat pula
timbul dalam tata cara pemakaman apabila dalam
suatu kematian massal melibatkan orang-orang
yang berbeda agama, karenanya harus dilakukan
identifikasi.
3)
Kasus-kasus kriminal, bukti dapat saja
tergantung pada identifikasi positif dari korban dan
penentuan tentang hubungan antara korban dengan
pelaku, terutama jika pembunuhan melibatkan
anggota keluarga atau kenalan. Oleh karena
identifikasi merupakan dasar terhadap penyelidikan
polisi, korban yang tidak dapat diidentifikasi dan
tidak dapat ditentukan apakah dibunuh atau bunuh
diri, biasanya menyebabkan kasus tersebut tidak
dapat diselesaikan.
Dalam proses identifikasi dikenal sembilan metode
identifikasi, yaitu (Idries, 1997) :
1)

Metode visual

Metode ini dilakukan dengan memperhatikan
korban secara teliti, terutama wajahnya oleh pihak
keluarga atau rekan dekatnya, maka identitas
korban dapat diketahui. Walaupun metode ini
sederhana, untuk mendapatkan hasil yang
diharapkan perlu diketahui bahwa metode ini baru
dapat dilakukan bila keadaan tubuh dan terutama
wajah korban masih dalam keadaan baik dan belum
terjadi pembusukkan yang lanjut. Selain itu perlu
diperhatikan faktor psikologis, emosi, dan latar
belakang pendidikan karena faktor-faktor tersebut
dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan. Juga perlu
diingat bahwa manusia itu mudah terpengaruh
dengan sugesti, khususnya sugesti dari pihak
penyidik.
2)

Pakaian

Pencatatan yang teliti atas pakaian, bahan yang
dipakai, mode, dan adanya tulisan-tulisan, seperti
merek pakaian, penjahit, laundry, dan inisial nama
dapat memberikan informasi yang berharga, milik
siapakah pakaian tersebut. Bagi korban yang tidak
dikenal, menyimpan pakaian secara keseluruhan
atau potongan-potongan dengan ukuran 10 cm x
10 cm adalah tindakan yang tepat agar korban

masih dapat dikenali walaupun tubuhnya sudah
dikubur.
3)

Perhiasan

Anting-anting, kalung, gelang serta cincin yang ada
pada tubuh korban, khususnya bila perhiasan itu
terdapat inisial nama seseorang yang biasanya
terdapat pada bagian dalam dari gelang atau cincin,
akan membantu dokter atau pihak penyidik dalam
menentukan identitas korban. Mengingat
kepentingan tersebut maka penyimpanan dari
perhiasan haruslah dilakukan dengan baik.
4)

Dokumen

Kartu Tanda Penduduk, Surat Izin Mengemudi,
paspor, kartu golongan darah, tanda pembayaran,
dan lain sebagainya dapat menunjukkan identitas
korban. Benda-benda tersebut biasa ditemukan
dalam dompet atau tas korban.
5)

Medis

Pemeriksaan fisik secara keseluruhan yang meliputi
bentuk tubuh, tinggi, berat badan, warna mata,
adanya cacat tubuh, kelainan bawaan, jaringan
parut bekas operasi, dan tato dapat turut membantu
menentukan identitas korban. Pada beberapa
keadaan khusus, tidak jarang harus dilakukan
pemeriksaan radiologis, yaitu untuk mengetahui
keadaan sutura, bekas patah tulang atau pen, serta
pasak yang dipakai pada perawatan penderita patah
tulang.
6)

Gigi

Bentuk gigi dan bentuk rahang merupakan ciri
khusus dari seseorang, sedemikian khususnya
sehingga dapat dikatakan tidak ada gigi atau rahang
yang identik pada dua orang berbeda. Hal ini
menjadikan pemeriksaan gigi memiliki nilai yang
tinggi dalam penentuan identitas seseorang. Satu
keterbatasan pemanfaatan gigi sebagai sarana
identifikasi adalah belum meratanya sarana untuk
pemeriksaan gigi, demikian pula pendataannya
(rekam medik gigi) karena pemeriksaan gigi masih
dianggap sebagai hal yang mewah bagi kebanyakan
rakyat Indonesia.
7)

Sidik jari

Dapat dikatakan bahwa tidak ada dua orang yang
mempunyai sidik jari yang sama, walaupun kedua
orang tersebut kembar. Atas dasar ini, sidik jari
merupakan sarana yang penting khususnya bagi
kepolisian didalam mengetahui identitas
seseorang. Pemeriksaan sidik jari ini mudah
dilakukan dan murah pembiayaannya. Walaupun
pemerikasaan sidik jari tidak dilakukan oleh dokter,
dokter masih mempunyai kewajiban untuk
mengambilkan (mencetak) sidik jari, khususnya

sidik jari pada korban meninggal dan keadaan
mayatnya telah membusuk.
8)

Serologi

Sampel darah dapat diambil dari dalam tubuh
korban, maupun bercak darah yang berasal dari
bercak-bercak pada pakaian. Hal-hal tersebut dapat
menentukan golongan darah si korban.
9)

Eksklusi

Metode ini umumnya hanya dipakai pada kasus
dimana banyak terdapat korban (bencana massal),
seperti peristiwa kecelakaan pesawat, kecelakaan
kereta api, dan kecelakaan angkutan lainnya yang
membawa banyak penumpang. Dari daftar
penumpang (passenger list) pesawat terbang akan
dapat diketahui siapa saja yang menjadi korban.
Bila dari sekian banyak korban tinggal satu yang
belum dapat dikenali oleh karena keadaan
mayatnya sudah sedemikian rusak, maka atas
bantuan daftar penumpang akan dapat diketahui
siapa nama korban tersebut, caranya yaitu dari
daftar penumpang yang ada dikurangi korban lain
yang sudah diketahui identitasnya.
Dari sembilan metode tersebut hanya metode
identifikasi dengan sidik jari yang tidak lazim
dikerjakan oleh dokter dan dokter gigi, melainkan
dilakukan oleh pihak kepolisian (Idries, 1997).
Walaupun ada sembilan metode identifikasi yang
kita kenal, dalam prakteknya untuk menentukan
identitas seseorang tidak perlu semua metode
dikerjakan. Dari sembilan metode tersebut di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat metode
identifikasi yang dianggap primer, yaitu
identifikasi dengan sidik jari dan gigi. Hal tersebut
dikarenakan jarang bahkan hampir tidak ada sidik
jari dan gigi yang identik antara dua orang berbeda,
sehingga kedua metode tersebut bersifat sangat
individual dan memiliki validitas yang sangat
tinggi. Apabila dilakukan pemeriksaan DNA, hasil
pemeriksaannya juga dapat dijadikan bahan
identifikasi primer, hanya saja metode identifikasi
dengan DNA membutuhkan biaya yang mahal
(Depkes RI, 2006).

BITEMARK
DEFINISI BITEMARK
Menurut William Eckert (1992), pola gigitan
adalah bekas gigitan dari pelaku yang tertera pada
kulit korban dalam bentuk luka, jaringan kulit
maupun jaringan ikat di bawah kulit sebagai pola
akibat dari pola permukaan gigitan dari gigi-gigi
pelaku melalui kulit korban. Menurut Bowers dan
Bell (1955) mengatakan bahwa pola gigitan
merupakan suatu perubahan fisik pada bagian
tubuh yang disebabkan oleh kontak atau

interdigitasi antara gigi atas dengan gigi bawah
sehingga struktur jaringan terluka baik oleh gigi
manusia maupun hewan. Menurut Sopher (1976)
mengatakan bahwa pola gigitan yang ditimbulkan
oleh hewan berbeda dengan manusia oleh karena
perbedaan morfologi dan anatomi gigi geligi serta
bentuk rahangnya.
Menurut Curran et al (1680) mengatakan bahwa
pola gigitan pada hewan buas yang dominan
membuat perlukaan adalah gigi kaninus atau taring
yang berbentuk kerucut. Menurut Levine (1976)
mengatakan bahwa pola gigitan baik pola
permukaan kunyah maupun permukaan hasil
gigitan yang mengakibatkan putusnya jaringan
kulit dan dibawahnya baik pada jaringan tubuh
manusia maupun pada buah-buahan tertentu
misalnya buah apel dapat ditemukan baik korban
hidup maupun yang sudah meninggal. Sedangkan
menurut Soderman dan O’Connel pada tahun 1952
mengatakan bahwa yang paling sering terdapat pola
gigitan pada buah-buahan yaitu buah apel,pear dan
bengkuang yang sangat terkenal dengan istilah
Apple Bite Mark. Sedangkan menurut Lukman
(2003) mengatakan bahwa pola gigitan mempunyai
suatu gambaran dari anatomi gigi yang sangat
karakteristik yang meninggalkan pola gigitan pada
jaringan ikat manusia baik disebabkan oleh hewan
maupun manusia yang masing-masing individu
sangat berbeda.
Menurut Mac Donalds (1974), “Bite mark is a
mark made by teeth either alone or in combination
with other mouthparts”. Menurut Jacobson dan
Keiser-Nielsen (1981), “Bite mark is tooth mark
produced by antagonist teeth”.
KLASIFIKASI POLA GIGITAN
Pola gigitan mempunyai derajat perlukaan sesuai
dengan kerasnya gigitan, pada pola gigitanmanusia
terdapat 6 kelas yaitu:
1. Kelas I : pola gigitan terdapat jarak dari gigi
insisive dan kaninus.
2. Kelas II : pola gigitan kelas II seperti pola
gigitan kelas I tetapi terlihat pola gigitan cusp
bukalis dan palatalis maupun cusp bukalis dan cusp
lingualis tetapi derajat pola gigitannya masih
sedikit.
3.Kelas III: pola gigitan kelas III derajat luka lebih
parah dari kelas II yaitu permukaan gigit insisive
telah menyatu akan tetapi dalamnya luka gigitan
mempunyai derajat lebih parah dari pola gigitan
kelas II.
4.Kelas IV: pola gigitan kelas IV terdapat luka pada
kulit dan otot di bawah kulit yang sedikit terlepas
atau rupture sehingga terlihat pola gigitan irreguler.

5.Kelas V: pola gigitan kelas V terlihat luka yang
menyatu pola gigitan insisive, kaninus dan
premolar baik pada rahang atas maupun bawah.

maka luka pola gigitan yang dominan adalah
gigitan kaninus. Sedangkan pola gigitan gigi seri
terlihat sedikit atau hanya memar saja.

6.Kelas VI: pola gigitan kelas VI memperlihatkan
luka dari seluruh gigitan dari rahang atas, rahang
bawah, dan jaringan kulit serta jaringan otot
terlepas sesuai dengan kekerasan oklusi dan
pembukaan mulut.

2. Pola gigitan pada penyiksaan anak (child abuse)

JENIS-JENIS POLA GIGITAN PADA MANUSIA
Pola gigitan pada jaringan manusia sangatlah
berbeda tergantung organ tubuh mana yang terkena,
apabial pola gigitan pelaku seksual mempunyai
lokasi tertentu, pada penyiksaan anak mempunyai
pola gigitan pada bagian tubuh tertentu pula akan
tetapi pada gigitan yang dikenal sebagai child
abuse maka pola gigitannya hampir semua bagian
tubuh. Jenis pola gigitan pada manusia ada 4
macam yaitu: pola gigitan heteroseksual, pola
gigitan pada penyiksaan anak (child abuse), pola
gigitan hewan, pola gigitan homoseksual / lesbian,
luka pada tubuh korban yang menyerupai lluka
pola gigitan
1. Pola gigitan heteroseksual
Pola gigitan pada pelaku-pelaku hubungan intim
antar lawan jenis dengan perkataan lain hubungan
seksual antara pria dan wanita terdapat
penyimpangan yang sifatnya sedikit melakukan
penyiksaan yang menyebabkan lawan jenis sedikit
kesakitan atau menimbulkan rasa sakit.
Pola gigitan dengan aksi lidah dan bibir: pola
gigitan ini terjadi pada waktu pelaksanaan birahi
antara pria Dan wanita.
Pola gigitan pada organ genital: pola gigitan ini bila
terjadi pada pria biasanya dilakukan gigitan oleh
orang yang dekat dengannya misalnya istrinya atau
teman selingkuhnyanya yang mengalami cemburu
buta.
Pola gigitan pada sekitar organ genital: pola gigitan
ini terjadi akibat pelampiasan dari pasangannya
atau istrinya akibat cemburu buta yang dilakukan
pada waktu suaminya tertidur pulas setelah
melakukan hubungan seksual.
Pola gigitan pada organ genital: pola gigitan ini
modus operandinya yaitu pelampiasan emosional
dari lawan jenis atau istri karena cemburu buta.
Biasanya hal itu terjadi pada waktu korban tertidur
lelap stelah melakukan hubungan intim.
Pola gigitan pada mammae: pola gigitan ini terjadi
pada waktu pelaksanaan senggama atau
berhubungan intim dengan lawan jenis. Pola
gigitan ini baik disekitar papilla mammae dan
lateral dari mammae. Oleh karena mammae
merupakan suatu organ tubuh setengah bulatan

Pola gigitan ini dapat terjadi pada seluruh lokasi
atau di sekeliling tubuh anak-anak atau balita yang
dilakukan oleh ibunya sendiri. Hal ini disebabkan
oleh suatu aplikasi dari pelampiasan gangguan
psikis dari ibunya oleh karena kenakalan anaknya
atau kerewelan anaknya ataupun kebandelan dari
anaknya.
Pola gigitan ini terjadi akibat faktor-faktor iri dan
dengki dari teman ibunya, atau ibu anak
tetangganya oleh karena anak tersebut lebih pandai,
lebih lincah, lebih komunikatif dari anaknya sendiri
maka ia melakukan pelampiasan dengan
menggunakan gigitannya dari anak tersebut. Hal ini
terjadi dengan rencana oleh karena ditunggu pada
waktu korban tersebut melewati pinggir atau depan
rumahnya dan kemudian setelah melakukan gigitan
itu, ibu tersebut melarikan diri. Lokasi pola gigitan
pada bagian tubuh tertentu yaitu daerah punggung,
bahu atas, leher.
3. Pola gigitan hewan
Pola gigitan hewan umumnya terjadi sebagai akibat
dari penyerangan hewan peliharaan kepada korban
yang tidak disukai oleh hewan tersebut. Kejadian
tersebut dapat terjadi tanpa instruksi dari
pemeliharanya atau dengan instruksi dari
pemeliharanya. Beberapa hewan yang menyerang
korban karena instruksi dari pemeliharanya
biasanya berjenis herder atau Dobermanyang
memang secara khusus dipelihara pawang anjing di
jajaran kepolisian untuk menangkap pelaku atau
tersangka. Pola gigitan hewan juga disebabkan
sebagai mekanisme pertahanan diri maupun
sebagai pola penyerangan terhadap mangsanya.
Macam-macam pola gigitan hewan antara lain:
a. Pola gigitan anjing; biasanya terjadi pada
serangan atau atas perintah pawangnya atau
induksemangnya. Misalnya dijajaran kepolisian
untuk mengejar tersangka atau pelaku dan selalu
pola gigitan terjadi pada muka sama seperti hewan
buas lainnya antara lain harimau, singa, kucing,
serigala.
b. Pola gigitan hewan pesisir pantai; pola gigitan
ini terjadi apabila korban meninggal di tepi pantai
atau korban meninggal dibuang di pesisir pantai
sehingga dalam beberapa hari atau beberapa
minggu korban tersebut digerogoti oleh hewanhewan laut antara lain kerang, tiram.
c. Pola gigitan hewan peliharaan; pola gigitan ini
terjadi karena hewan peliharaan tersebut tidak
diberi makan dalam beberapa waktu yang agak
lama sehingga ia sangat lapar sehingga

pemeliharanya dijadikan santapan bagi hewan
tersebut.
4. Pola gigitan homoseksual / lesbian
Pola gigitan ini terjadi sesama jenis pada waktu
pelampiasan birahinya. Biasanya pola gigitan ini di
sekitar organ genital yaitu paha, leher dan lain-lain.
5. Luka pada tubuh korban yang menyerupai lluka
pola gigitan.
Luka-luka ini terjadi pada mereka yang menderita
depresi berat sehingga ia secara nekat melakukan
bunuh diri. Yang sebelumnya ia mengkonsumsi
alcohol dalam jumlah overdosis.
KLASIFIKASI POLA GIGITAN MANUSIA :
1. Kelas I : polanya menyebar. Tidak ada tandatanda gigi individu diidentifikasi. Mungkin ada
tanda salah satu atau kedua lengkung rahang.
Mungkin ada sedikit atau tidak ada nilai
pembuktian untuk pencocokan pada tersangka.
Bahkan, mungkin gigitan kelas I tidak dapat
diidentifikasi sebagai pola gigitan manusia, hanya
luka berbentuk bulat. Bagaimanapun, yang
mungkin menjadi nilai besar dalam hal ini yaitu
seperti saliva, DNA, bentuk lengkung, dan
sebagainya.

2. Kelas II : luka gigitan ini memiliki karakteristik
kedua kelas dan karakteristik individual. Lengkung
rahang atas (maksila) dan rahang bawah
(mandibula) dapat diidentifikasi. Gigi yang spesifik
mungkin diidentifikasi. Gigitan kelas II mungkin
lebih digunakan untuk eksklusi daripada inklusi
pada tersangka.
3. Kelas III : gigitan ini akan memperlihatkan
morfologi gigi yang sangat baik paling sedikit pada
satu rahang. Bentuk gigi spesifik dan posisinya
pada lengkung geligi dapat diidentifikasi. Pola
gigitan kelas ini dapat menghasilkan profil geligi
dari si penggigit dan akan digunakan baik pada
inklusi maupun eksklusi. Dimensi ketiga lekukanlekukan ini mungkin tampak dan dapat membantu
memperkirakan waktu gigitan diberikan dalam
hubungannya dengan waktu kematian.
4. Kelas IV : gigitan ini akan menjadi eksisi atau
insisi pada jaringan. Darah tampak pada permukaan
dan DNA mungkin terkontaminasi. Gigitan kelas
ini sulit jika tidak memungkinkan untuk
mendapatkan profil gigi yang menyebabkannya.
Bagaimanapun, gigitan kelas IV akan hampir selalu
menghasilkan luka permanen atau cacat : hilangnya
jari atau telinga. Atau bekas luka permanen.

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close