1akarta - Bank Indonesia (BI) mulai melakukan pemeriksaan khusus pada Citibank untuk
pelayanan Citigold dan kartu kredit. Bank sentral memIokuskan pemeriksaan tersebut pada
internal control dan Standar Operating Procedur (SOP).
Tidak hanya BI, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) juga masuk Citibank
terkait penelusuran rekening Malinda Dee serta kliennya terkait dugaan adanya pencucian
uang.
"Poinnya kita sedang mendalami internal control di Citibank termasuk pengawasan Citibank
terhadap karyawannya," ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat BI DiIi Ahmad Johansyah
kepada detikFinance di Jakarta, Selasa (19/4/2011).
Pemeriksaan yang dilakukan BI, lanjut DiIi hanya Iokus terhadap produk Citigold dan kartu
kredit Citibank. Pendalaman terhadap internal control tersebut, sambung DiIi, dikaitkan
dengan SOP di Citibank.
"Nantinya dilihat compliance mereka, apakah SOP sesuai atau tidak terhadap produk Citigold
dan kartu kredit," papar DiIi.
Dikatakan DiIi, terkait pemeriksaan rekening pihaknya menyerahkan wewenang tersebut
kepada PPATK.
Dihubungi secara terpisah Kepala PPATK Yunus Husein mengatakan saat ini pihaknya
masih Iokus terhadap pemeriksaan beberapa rekening Malinda Dee dan kliennya.
"Kita baru masuk Citibank, dan kita sedang periksa itu (rekening)," ujar Yunus melalui pesan
singkatnya kepada detikFinance.
Ditambahkan Yunus, pihaknya juga memeriksa rekening beberapa pejabat dan mantan
pejabat yang menjadi klien Malinda Dee di Citibank. Hal ini, lanjutnya untuk menelusuri
dugaan adanya money laundering alias pencucian uang
AKARTA (Suara Karya): Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas perbankan tengah
menyiapkan sanksi sehubungan dengan kasus yang menimpa bank asal AS, Citibank.
Disinyalir, BI akan memberikan sanksi ganda sekaligus terkait pelanggaran dalam
layanan produk Citigold dan kartu kreditnya. Penyebabnya, BI menemukan kesalahan-
kesalahan Citibank yang tidak menjalankan standard operating procedur (SOP).
Gubernur BI Darmin Nasution menyatakan, pihaknya telah menyelesaikan
pemeriksaan. "Tapi kan sebenarnya kita ingin supaya penetapan sanksi sekaligus
dua kasus itu, satu kasus di Citigold dan private banking serta satu lagi
penagihan kartu kredit, sehingga kita masih perlu waktu menyusun sanksinya
seperti apa," ujar Darmin Nasution di Depok, Jawa Barat, Rabu (27/4).
Menurut Darmin, pelanggaran-pelanggaran tersebut ada yang sifatnya SOP, di
mana Citibank tidak menjalankan SOP yang dimilikinya. "SOP ada, tapi tidak
dijalankan. Ada yang pelanggarannya SOP, namun belum memadai. Pelanggaran
itu mulai dari yang ringan hingga yang lumayan," kata Darmin.
Darmin menegaskan, pihaknya belum bisa menentukan sanksi berupa apa yang
akan diberikan kepada Citibank terkait kedua produk tersebut. Apakah akan
dibekukan atau hanya sanksi administratif. "Saya belum bisa kasih komentar
karena area yang lain belum lengkap. Kita tidak mau memberikan sanksi yang
nyicil-nyicil jadi sekaligus," kata Darmin.
Selain pelanggaran penggunaan jasa penagih utang (debt collector), BI juga
menemukan beberapa pelanggaran layanan Citigold dari Citibank terkait kasus
Malinda Dee. BI juga telah melarang pihak Citibank menambah nasabah baru
layanan Citigold dan nasabah baru kartu kreditnya itu.
Terkait persoalan kartu kredit, BI sedang menyusun standar untuk menjadi acuan
bagi penerbit dalam penggunaan jasa penagih, yang meliputi pengaturan standar
kualitas SDM yang menjadi agen penagih, teknik penagihan yang baik, serta hal
yang dilarang dalam penagihan.
Upaya lain yang sedang dan terus akan BI lakukan bersama-sama industri adalah
edukasi terhadap pemegang kartu kredit yang dianggap penting karena beberapa
kasus ketidakmampuan bayar tagihan adalah karena kekurangpahaman
pemegang kartu mengenai akibat dari tunggakan kartu, termasuk penghitungan
bunga yang dikenakan bank.
Kepala Biro Pengembangan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Direktorat
Akunting dan Sistem Pembayaran BI Aribowo menyatakan, pihaknya sampai saat
ini terus mengkaji perbaikan peraturan penerbitan kartu kredit yang antara lain
memperketat kepemilikan kartu kredit berdasarkan kemampuan keuangan
nasabah. "Kita akan kaji semuanya supaya lengkap, sehingga industri tetap
tumbuh dan pruden," kata Aribowo.
Beberapa aturan yang sedang dijajaki, antara lain soal batasan kemampuan
keuangan nasabah, jumlah kartu yang boleh dimiliki nasabah, dan batasan umur.
"Semuanya masih didalami supaya lebih komprehensif," kata Aribowo.
1AKARTA, KOMPAS.com - Kasus pembobolan dana nasabah dan meninggalnya debitor
kartu kredit Citibank mulai berimbas pada bank lain. Kepercayaan nasabah sedikit pudar
dengan mulai bertanya-tanya atas keamanan dana mereka di sebuah bank.
Dewi Ekawati, Vice President Penjualan Konsumer PT Bank Bukopin Tbk, menyatakan,
beberapa nasabah mempertanyakan keamanan dana mereka di Bukopin.
"Soal kasus Citibank, beberapa nasabah ada yang mempertanyakan apakah aman dana
mereka di Bukopin. Kami terus memberikan kepercayaan kepada nasabah bahwa di Bukopin
sangat aman kelolaan dananya," kata Dewi, Senin (11/4/2011).
Menurut dia, Bukopin sudah 41 tahun berdiri di industri perbankan Tanah Air sehingga
sistem pengamanan, pegawai, dan kinerjanya dapat dipercaya.
Bukopin terus berupaya mengembalikan kepercayaan nasabah sebab bank berlogo pohon
beringin ini juga memiliki nasabah private banking dengan minimal dana sebesar Rp 500
juta. "Tindak kejahatan dan fraud itu belum tentu terjadi di semua bank. Kami berharap
imbasnya tak besar terhadap industri," ujarnya. ina Dwiantika/Kontan)
AMAT mengenaskan. Begitu kesan kita ketika mendengar nasabah kartu kredit Citibank
Irzen Octa meninggal pada 29 Maret 2011.Pelajaran apa yang dapat ditarik dari kasus itu?
Kartu kredit sudah menjadi tren tersendiri sebagai salah satu gaya hidup masyarakat kita.
Hampir semua bank nasional papan menengah dan atas gencar memasarkan kartu kredit.
Menurut data Bank Indonesia (BI),terdapat 20 bank nasional sebagai penerbit kartu kredit.
Katakanlah, BNI, Bank Mandiri,BRI,BCA,Bank Danamon, Bank CIMB Niaga, BII, Bank
Permata, Citibank,Hong Kong and Shanghai Bank Corporation (HSBC), Standard Chartered
Bank, ANZ Panin Bank,OCBC NISP.
Mengapa mereka begitu bergairah dalam menggarap kartu kredit? Karena kartu kredit
sanggup memberikan kontribusi signiIikan sebagai pendapatan nonbunga non interest
income) yang lebih dikenal sebagai fee based income.Transaksi lain yang menghasilkan buah
yang sama adalah remitansi remittance), transaksi internasional (ekspor, impor, bank
garansi) (trade finance), manajemen kas cash management), manajemen kekayaan ealth
management). Inilah jurus baru bank nasional.
Potensi Risiko
Data BI menunjukkan jumlah kartu kredit yang beredar hingga Desember 2010 mencapai
13.574.673 lembar yang lalu menurun menjadi 13.513.020 lembar dan 13.803.196 lembar
masing-masing pada Januari 2011 dan Februari 2011.Menurut catatan BI, naik turunnya
jumlah pemegang alat pembayaran menggunakan kartu (APMK) disebabkan oleh kebijakan
di beberapa penerbit untuk menghapus kepemilikan kartu dari pengguna yang sudah tidak
aktiI atau tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Bagaimana transaksi belanja dengan kartu kredit? Transaksi kartu kredit per Desember 2010
yang dimanIaatkan untuk belanja mencapai Rp15,62 triliun. Angka ini kemudian menipis
menjadi Rp13,64 triliun dan Rp12,93 triliun masing-masing per Januari 2011 dan Februari
2011. Data ini menggambarkan begitu manisnya madu kartu kredit bagi bank nasional. Tetapi
jangan lupa bahwa kartu kredit juga menyimpan potensi risiko baik bagi bank nasional
maupun nasabah kartu kredit.
Apa bentuknya? Potensi risiko kredit bermasalah non performing loan/NPL). Statistik
Perbankan Indonesia (SPI), Januari 2011 yang terbit pada 24 Maret 2011 menunjukkan
bahwa NPL tahunan (year on year/ YoY) pada kartu kredit kelompok bank umum menurun
12,78 persen dari Rp1,80 triliun per Januari 2010 menjadi Rp1,57 triliun pada Januari 2011.
Namun, secara bulanan (month to month/MtM) NPL meningkat 1,95 persen dari Rp1,54
triliun per Desember 2010 menjadi Rp1,57 triliun per Januari 2011.
Gejala peningkatan NPL (MtM) hampir terjadi di semua kelompok bank kecuali Kelompok
bank campuran dan bank asing. NPL kelompok bank persero dari Rp146 miliar menjadi
Rp155 miliar,Kelompok bank umum swasta nasional (BUSN) devisa dari Rp489 miliar
menjadi Rp516 miliar. Sebaliknya, NPL kelompok bank campuran malah menipis dari Rp241
miliar menjadi Rp231 miliar dan kelompok bank asing dari Rp668 miliar menjadi Rp663
miliar pada periode yang sama.
Lalu,apa potensi risiko bagi nasabah kartu kredit? Tagihan membengkak. Simak saja kasus
Citibank itu.Tagihan semula 'hanya¨Rp68 juta sudah menggunung menjadi Rp100 juta. Hal
ini sudah sepatutnya menjadi pelajaran berharga bagi nasabah kartu kredit untuk lebih
mewaspadai tunggakan kartu kredit.
Pelajaran Berharga
Kalau begitu, pelajaran berharga apa saja yang patut dipetik? Pertama,menyempurnakan
peraturan. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/11/ 2009 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan APMK menyatakan bahwa penerbit kartu kredit wajib menjamin bahwa penagihan
atas transaksi kartu kredit baik yang dilakukan oleh penerbit kartu kredit sendiri atau
menggunakan jasa pihak lain, dilakukan dengan ketentuan yang ditetapkan dengan Surat
Edaran BI (Pasal 17).
Tetapi,Surat Edaran Nomor 11/10/DASP tanggal 13 April 2009 tentang Penyelenggaraan
Kegiatan APMK ternyata tidak memuat tentang tata cara penagihan tunggakan kartu kredit
melalui pihak lain. Untuk itu, BI seharusnya segera menerbitkan PBI mengenai hal itu untuk
menekan potensi risiko.Apa saja yang layak diatur? Sebut saja tata cara penagihan,
kolektibilitas kredit (diragukan dan macet misalnya) dan etika penagihan. Inilah momen
penting untuk makin menegakkan kode etik code of conduct) pada tata cara penagihan.
Kedua, melakukan audit investigasi. BI pun harus segera melakukan audit investigasi untuk
menuntaskan kasus tersebut. Hal ini bertujuan untuk mencegah potensi risiko lainnya. Lirik
saja penarikan tunai dengan kartu kredit per Desember 2010 telah mencapai Rp378,16
miliar.Angka itu merosot menjadi Rp345,89 miliar per Januari 2011 namun kemudian naik
menjadi Rp355,95 miliar per Februari 2011.Sungguh, Iasilitas semacam ini mendorong aji
mumpung (moral ha:ard) bagi pemegang kartu kredit untuk memenuhi kebutuhan yang tak
penting dan tak mendesak.
Inilah sejatinya salah satu pemicu meledaknya tagihan kartu kredit. Untuk itu, BI wajib
menurunkan plaIon penarikan tunai dengan kartu kredit yang kini maksimal Rp10 juta per
rekening dalam satu hari menjadi Rp5 juta per rekening dalam sebulan. Ketiga, meningkatkan
penerapan manajemen risiko.
Bank nasional wajib meningkatkan Iaktor yang satu ini, mengingat pada prinsipnya kartu
kredit itu tidak memiliki agunan sebagaimana kredit modal kerja dan investasi. Agunan kartu
kredit berupa riwayat pembayaran tagihan per bulan. Nah, di sinilah potensi risiko mendekam
yang sering diabaikan bank dan nasabah. Dengan mempertimbangkan aneka pelajaran
tersebut, kartu kredit kian menjadi sumber rezeki yang gurih bagi bank nasional.Nasabah
kartu kredit pun bisa tersenyum karena kian terlindungi.
TEMPO Interaktif, 1akarta - Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan
Rakyat Emir Moeis menilai kasus pembobolan yang terjadi merupakan bentuki lemahnya
kinerja Bank Indonesia.
Berita terkait
O Sandy YusuI Mengaku Tak Kenal Malinda Dee
O Rio Akui Jadi Komisaris Perusahaan Malinda
O BI Perlu Susun Aturan Tentang Debt Collector
O Kementerian Pertahanan Akan Minta KlariIikasi Rio Soal Jabatannya
O Keluarga: Irzen Berniat Bayar Tagihan
Makanya kata Emir, Undang-undang Otoritas Jasa Keuangan harus segera disahkan agar
Indonesia memiliki lembaga pengawasan industri keuangan yang mumpuni. 'UU OJK akan
segera kami pacu (penuntasannya),¨ katanya.
Menurut Emir kasus pembobolan bukanlah hal yang baru. Sudah bertahun-tahun terjadi.
'Masa 15 tahun masalahnya masih itu-itu saja,¨ tegas Emir.
Menurut Emir kejahatan perbankan berupa pembobolan yang terus terjadi merupakan bukti
bahwa tidak cukup hanya BI saja yang mengawasi perbankan. Meski dia akui kinerja BI
masa Darmin Nasution lebih baik dibanding tahun sebelumnya. 'Tapi itu maish kurang,`
katanya.
Seperti diketahui, pembahasan RUU OJK mengalami kebuntuan. Pemerintah dan DPR tak
menemukan kata sepakat soal penetapan Komisioner OJK. Hingga batas akhir 31 Desember
2010, undang-unang pengawasan industri keuangan nasional itu tak selesai. Bahkan ketika
dibahas dalam masa sidang ini tetap membentur tembok.
Semoga dengan kasus citibank yang lagi hangat-hangatnya diberitakan dipandang serius tidak
dianggap biasa-biasa saja oleh Bank Indonesia (BI). Kalau Bank Indonesia sampai
menyepelekan kasus itu,kepercayaan publik terhadap sistem industri perbankan dalam negeri
akan bergerak ketitik nol. Kita tentu berharap BI segera mengambil langkah-langkah strategis
untuk menjadikan sistem perbankan kita lebih manusiawi.Jadikan wajah bank-bank kita
tampak bersih seputih kapas.Kita mendesak BI segera memerintahkan bank-bank umum
untuk mengoreksi dan memperbaiki pola rekrutmen. Jangan melulu Iokuspada skill,tampan
atau cantik. Utamakan juga moral dan etika pekerja bank karena bank hidup dari kepercayaan
publik. Sejatinya,tidak boleh satupun pekerja bank berperilaku amoral,karena perilaku
demikian akan mereduksi kepercayaan publik
Dua kasus yang melibatkan institusi Citibank benar-benar mengejutkan komunitas nasabah
perbankan. Ada pejabat tinggi Citibank harus kehilangan nyawa akibat tidak mendapat
perlakuan yang tidak manusiawi dari pihak bank itu sendiri. Omomg kosong kalau nasabah
Citibank kini tidak katar ketir alias tenang-tenang saja. Semua pasti mencemaskan isi
rekeningnya di Citibank karena takut jangan-jangan dibobol juga. Para Cardholder
Citibankpun mungkin saja merasa tidak nyaman. Dalam situasi serba susah seperti
sekarang,tidak semua cardholder Citibank bisa membayar dengan lancar. Karena
ketidaklancaran itu,jangan-jangan akan ada lagi Cardholder Citibank yang mendapat
perlakuan tidak manusiawi.
Gw salut juga dengan kebijakan BI setelah kasus yang mengakibatkan meninggalnya Irzen
Octa (50) waktu bernegosiasi tentang tagihannya di Citibank. Setelah kejadian tersebut yang
gw tangkap ada 2 sangsi keras dari BI yaitu BI membekukan ijin berjualan kartu kredit
Citibank dan yang kedua adalah melarang penggunaan pihak ketiga debt
collector) untuk menyelesaikan tagihan kartu kredit . Untuk yang kedua ini berlaku untuk
seluruh Bank, jadi penagih debt collector dihilangkan!
Kasusnya sampai berlarut hingga country manager Citibank pun harus meminta maaI di DPR
dan diminta untuk memberikan permohonan maaI secara Iormal kepada keluarga.
Ini Bank, yang mati dengan tragis adalah satu orang.
Bagaimana dengan roda dua dan otomotiI secara luas? Orang mati tiap hari dan biasa-biasa
aja business as usual bro!
Apakah bisa Kemenperin melalui Dirjen Basis Industri ManuIaktur juga melakukan langkah
serupa? Pastinya nggak sedrastis si BI. Tapi ada reward dan punishment yang jelas dan
transparan bagi para ATPM. Misalnya produsen si anu, setangnya oblak terus, diganjar
dengan suatu penalty. Sebaliknya kalau ada produsen yang tingkat kecelakaannya rendah,
juga bisa diberikan dengan suatu reward.
Demikian juga misalnya ada suatu produsen yang aktiI dan peduli atas keselamatan, perlu ada
reward ke produsen. Atau malah bentuk tanggung jawab sosial ini diwajibkan. seperti
BUMN, berapa persen harus dikembalikan ke masyarakat? bisa aja, tinggal diatur!
Suatu kecelakaan tentunya bukan cuman karena pengendara dan kendaraan, yang sama
berpengaruh juga kondisi jalan. Bagaimana dengan Kementrian Pekerjaan Umum, kalau jalan
bolong-bolong, galian dimana-mana, kemudian reward dan punishmentnya gimana?
Semuanya harusnya diatur, dan bukan cuman diatur. yang lebih penting. dijalankan.
Citibank kembali disorot. Bank asing beraset Rp55,7 triliun per Desember 2010 itu
dihadapkan dua kasus yang terjadi hampir bersamaan.
!ertama, terkait dugaan penggelapan dana nasabah sekitar Rp17 miliar oleh
mantanRelationship Manager Citibank, Inong Malinda atau Melinda Dee. Dia diduga
mengaburkan transaksi dan pencatatan tidak benar terhadap slip transIer penarikan dana pada
beberapa rekening nasabahnya.
Kedua, meninggalnya Irzen Octa. Sekjen Partai Pemersatu Bangsa (PPB) itu meninggal dunia
Selasa 29 Maret 2011, setelah menanyakan jumlah tagihan kartu kredit Citibank yang
membengkak hingga Rp100 juta dari semula Rp48 juta. Sebelum meninggal, dia sempat
diinterogasi penagih utang atau debt collectorCitibank.
Kantor Citibank di CaliIornia, Amerika Serikat
Atas dua kasus itu, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya memanggil petinggi Citibank.
Dewan Gubernur Bank Indonesia dan Kepolisian RI pun dihadirkan dalam rapat dengar
pendapat di Komisi Keuangan dan Perbankan DPR itu.
Rapat pertama digelar pada Selasa malam 5 April dan berlanjut Rabu siang hingga malam, 6
April 2011. Dalam rapat tersebut, anggota dewan menggempur` manajemen Citibank dengan
serbuan pertanyaan atas dugaan pembobolan dana nasabah hingga tewasnya Irzen Octa.
Sayangnya, rapat selama dua hari itu akhirnya belum menghasilkan keputusan apa pun
hingga ditutup pukul 21.15 WIB, Rabu. Komisi Keuangan dan Perbankan DPR hanya
menghasilkan kesepakatan menggelar rapat lanjutan pada Kamis, 7 April 2011.
Wakil Ketua Komisi XI DPR yang membidangi Keuangan dan Perbankan, Harry Azhar Aziz
mengatakan, rapat membahas tiga poin masalah, yakni kelemahan pengawasan BI,
pembobolan Citibank, dan kematian nasabah Citibank. 'Komisi XI telah mengidentiIikasi
tiga masalah yang selanjutnya akan dibahas dalam rapat internal lanjutan besok,¨ kata dia.
Jelang menutup rapat, pemimpin sidang, Wakil Ketua Komisi XI DPR, Achsanul Qosasi,
mengusulkan pengambilan keputusan dibahas dalam rapat internal. 'Kami kembali berdiskusi
agar bisa ambil keputusan jernih. Malam ini |Rabu| kami ambil keputusan, besok |hari ini|
kami umumkan,¨ tuturnya.
Sebelumnya, dalam rangkaian rapat tersebut, anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar,
Melchias Markus Mekeng, sempat meminta Bank Indonesia menjatuhkan sanksi kepada
Citibank. Sanksi tegas selama satu tahun untuk tidak menerbitkan kartu kredit. Tak hanya itu,
ancaman pembentukan panitia khusus untuk mengusut kasus ini pun digulirkannya.
***
Dalam rapat tersebut terungkap, Dewan Gubernur BI sebenarnya telah mencium kejanggalan-
kejanggalan terkait kasus dugaan penggelapan dana nasabah Citibank oleh Malinda.
'Kami menemukan beberapa prosedur yang tidak dilakukan yang seharusnya dilakukan,¨
kata Deputi Gubernur BI Bidang Pengawasan, Halim Alamsyah, dalam rapat dengan Komisi
Keuangan dan Perbankan DPR itu di Jakarta, Rabu 6 April 2011.
Prosedur yang tidak dilakukan Citibank, menurut dia, ada tiga. !ertama, tidak ada supervisi
oleh atasan terhadap Malinda Dee. Kedua, ada dugaan penyalahgunaan blanko yang
seharusnya tidak boleh ditandatangani dulu oleh nasabah.
Ketiga, adanya penyetoran uang yang dilakukan nasabah melalui Malinda. Tindakan itu tidak
boleh dilakukan. Seharusnya untuk penyetoran dana, nasabah harus datang langsung ke teller
atau kasir.
BI sudah memberitahu Citibank soal deteksi itu. Bila standard operating procedure (SOP) itu
tidak dijalankan, BI bisa menjatuhkan beberapa pilihan sanksi.
Sanksi-sanksi itu adalah tidak boleh atau harus melakukan suatu tindakan dalam
konteksprivate banking, mencabut izin private banking, memberikan sanksi fit and proper
test kepada individunya, dan memberikan sanksi pada Citibank sebagai bank.
Selain itu, menurut Gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, timbulnya permasalahan
bank terutama dipicu oleh tidak diterapkannya pengawasan internal sebagaimana mestinya.
Selain tidak adanya supervisi atasan, proses rotasi karyawan juga tidak diimplementasikan.
Bahkan, dia melanjutkan, dual control tidak dilaksanakan sesuai prosedur, dan tidak terdapat
proses konIirmasi kepada nasabah. 'Peluang terjadinya fraud semakin terbuka dengan adanya
kepercayaan nasabah kepada petugas bank yang berlebihan, seperti menyerahkan Iormulir
kosong untuk transIer/pindah buku/tarik tunai yang telah ditanda tangani,¨ tuturnya.
Terhadap penyimpangan-penyimpangan tersebut, menurut Darmin, Bank Indonesia telah
memanggil hief ountry Officer dan pejabat terkait. BI juga meminta Citibank untuk
menyelesaikan masalah-masalah tersebut tanpa merugikan nasabah.
Tidak hanya itu, dia melanjutkan, BI meminta langkah-langkah perbaikan untuk pengawasan
internal bank dan sementara waktu menghentikan penghimpunan masabah baru Citigold.
Bank Indonesia juga telah memperbarui proIil risiko dan tingkat kesehatan bank. 'Saat ini, BI
sedang melakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengevaluasi internal control bank,¨
ujarnya.
ebt Collector
Berkaitan dengan kasus penagih utang atau debt collector, bank sentral akan mengevaluasi
sistem maupun praktik penagihan yang menggunakan pihak ketiga.
Selama ini, BI sebenarnya sudah mengatur ketat praktik penagihan yang tertuang dalam Surat
Edaran No.11/10/DSAP Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran
Menggunakan Kartu (APMK). Intinya, penggunaan jasa penagih hanya dapat dilakukan jika
tunggakan kartu kredit telah tergolong kategori 'diragukan atau macet¨.
Selain itu, dalam melakukan penagihan, agen penagih dilarang melakukan cara-cara yang
melanggar hukum. Dan apabila terjadi pelanggaran oleh agen penagih, tanggung jawab
berada pada pihak penerbit kartu kredit.
Menurut Darmin, BI masih perlu melakukan langkah-langkah penelitian yang lebih
mendalam mengenai kepatuhan agen penagih. BI pun tidak segan-segan akan mengenakan
sanksi kepada Citibank bila tidak menjalankan aturan sesuai ketentuan yang berlaku.
Hotman Simbolon, Jice !resident ustomer are Citibank pada kesempatan tersebut
membeberkan kronologi kejadian di lantai 5, kantor Citibank di Menara Jamsostek.
Kronologi berdasarkan buku catatan tamu dan rekaman CCTV di ruangan tersebut.
JAKARTA: Layanan pribadi yang diberikan perbankan kepada nasabah papan atas acap kali
masuk ke dalam wilayah abu-abu, sehingga kasus yang muncul pun tak jarang diselesaikan di
bawah tangan` antarkedua belah pihak.
Oleh sebab itu Bank Indonesia (BI) tak bisa memastikan pembobolan dana nasabah premium
(private banking), seperti kasus Citibank N.A. Cabang Indonesia, bakal tak terjadi lagi pada
bank lain. Peningkatan internal kontrol menjadi kunci dalam meminimalisir modus kejahatan
serupa.
Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah mengatakan kasus kejahatan perbankan bisa saja
terjadi di semua perbankan, terutama bank papan atas. Namun, hal itu jarang terungkap
karena biasanya bisa diselesaikan antarkedua belah pihak.
'Saya pikir di setiap bank itu pasti ada |kasus Iraud| apalagi di bank besar, cuma nggak
sampai tingkat media atau pengadilan. Mungkin diselesaikan di tingkat mereka saja,¨ ujarnya
di Jakarta, tadi malam.
Bagi bank sentral, ungkapnya, praktik kejahatan perbankan tak mudah dideteksi, apalagi jika
hal tersebut dilakukan dengan modus melibatkan beberapa pihak terkait atau kolusi.
Kejahatan bisa terdeteksi setelah ada laporan mencurigakan dari pihak bank.
Dia mencontohkan pada penyelewengan dana nasabah Citibank oleh Melinda Dee
sebenarnya modus lama, sehingga bank sentral mencurigai ada keterlibatan beberapa orang
dalam yang membuat kasus tersebut berjalan mulus hingga dalam waktu yang lama.
Di sisi, sambungnya, ada kelemahan internal kontrol dan standar operasional prosedur yang
tidak dijalankan, sehingga bisa terjadi peristiwa tersebut. 'Pangkat naik, tapi tak dipindah-
pindah. Sebenarnya sebuah indikator juga. Kelak ini akan kami pakai untuk oII sight
supervision.¨
Untuk itu, dia meminta semua bank melakukan evaluasi atas standar operasional prosedur
dalam melakukan internal kontrol agar penyelewengan seperti pengelapan dana nasabah
Citibank tak terjadi.
'Saya kira kami ingin semua melihat. Kami meminta semua bank meneliti semua SOP
|standard operation procedure|, meneliti kekuatan internal kont
INILAH.COM, Jakarta Kasus pembobolan dana Rp17 miliar oleh karyawan Citibank
Indonesia bisa juga terjadi secara acak di bank-bank lain. Karena itu, bank harus menegakkan
dan memelihara company value.
Pengamat perbankan dari Institute Ior Development oI Economic and Finance (IndeI) Usman
Hidayat mengatakan, kasus pembobolan dana nasabah senilai Rp17 miliar oleh karyawan
Citibank Indonesia tidak bisa digeneralisasi ke bank-bank yang lain. Sebab, ini adalah risiko
operasional menyangkut internal Iraud (kejahatan orang dalam).
Karena itu, menurutnya, aksi kriminal ini sangat tergantung pada moralitas atau company
value dan sistem reward dan punishment di bank bersangkutan. Ini merupakan salah satu
skema mitigasi risiko yang direkomendasikan oleh komite basel II.
'Sebab, betapapun canggihnya IT dan SOP (Standar Operasional Perusahaan), tapi jika SDM
(Sumber Daya Manusia)-nya tidak memiliki integritas, moralitas dan company value,
pembobolan dari dalam akan terjadi,¨ katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Selasa
(29/3).
Karena itu, dia menegaskan, kasus kejahatan internal, bukan menyangkut soal kompleksitas
usaha dan seberapa canggih teknologi inIormasi. 'Kejadian semacam ini akan terjadi secara
acak di bank manapun dan apapun,¨ tandas Usman.
Dia menyarankan, pembinaan SDM internal bank harus ditingkatkan. SDM sangat susah
diukur kareana tergantung padavalue dan culture perusahaan itu. 'Jika karyawan sudah
berkomitmen memegang nilai-nilai perusahaan, kasus pembobolan di Citibank seharusnya
tidak akan terjadi,¨ ungkapnya.
Begitu juga dengan bank-bank lain meskipun gaji kecil dan standar IT yang rendah.
Secanggih apapun IT, merupakan buatan manusia. Jika manusianya bertendensi jahat, bank
akan tetap terbobol.
Karena itu, Peraturan Bank Indonesia (PBI) mengenai Good Corporate Governance (GCG)
bukan hanya ditegakkan tapi juga harus dipelihara. Menurutnya, tingkatan good governance
yang paling tinggi adalah company value dan bukan kepengurusan. 'Citibank jadi preseden
buruk, sehingga bank-bank lain harus antisipatiI mencegah kejadian serupa tak terulang,¨
timpalnya.
Pebankan, lanjut Usman, harus mengelola company values sehingga karyawan turut
menjaganya. Karena itu, out put-nya pun akan positiI. Dia menambahkan, company value
bukan barang jadi sehingga harus dikembangkan dan di-maintain sesuai perkembangan
terkini.
Pasalnya, motiI kejahatan berjalan dinamis. Bisa saja dipicu penemuan-penemuan baru
terkait pembobolan pasword atau user id atau dipicu juga kejadian serupa di luar negeri.
'Company value harus ditegakkan dan di-maintain secara dinamis juga,¨ imbuh Usman.
Sebelumnya, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam
mengatakan, seorang wanita pegawai bank Citibank yang merupakan bank terkemuka di
Jakarta diduga melakukan kejahatan pidana perbankan. Selain money laundering, yang
bersangkutan juga diduga menggelapkan uang nasabah bank tempatnya bekerja.
'Pelakunya seorang wanita dengan inisial MD (47), pekerjaan pegawai bank tersebut. Jadi
yang bersangkutan memanipulasi data kemudian memindahkan rekening orang ke rekening
yang bersangkutan, sehingga banyak terjadi korban. Korban yang baru melapor tiga,¨ ujar
Anton.
Zenobia Jasmine, Country Corporate AIIairs Citibank Indonesia menyatakan, pihaknya
menjamin akan mengembalikan kerugian yang dialami nasabah yang dananya dibobol
karyawan bank ini. Citibank siap mengganti dana Rp17 miliar yang digelapkan salah seorang
karyawannya.
'Ini merupakan kejadian yang hanya terjadi di satu tempat dan kami telah bertindak cepat
untuk menghubungi seluruh nasabah yang mungkin terkena dampak,¨ imbuhnya kepada
INILAH. |mdr|
Related content:
1. Perbankan Harus Lebih Ketat Awasi Karyawan
2. Pengawasan Lemah Pintu Masuk Pembobol Bank
3. Dirut BEI: Kekurangpedulian Nasabah Lancarkan Aksi Bobol Rekening
4. DPR Usulkan Panja Kejahatan Perbankan
5. Mengerek Pengawasan, Mengurangi Risiko Perbankan
6. ADA dua kemungkinan jika Inong Melinda Dee tidak serakah, ia akan semakin
banyak mencuri/menggelapkan uang nasabah Citibank atau sebaliknya ia tertangkap.
Faktanya ia justru tertangkap!
7. Sudah menjadi kelaziman, bila sebuah kejahatan terkait perbankan yang bernilai
massiI, maka mengharuskan kaji ulang 'produk¨ private banking (pelayanan khusus
bagi nasabah pribadi dan atau nasabah kelas kakap). Itulah yang segera akan
dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).
8. Institusi bank sentral ini segera mengkaji pelayanan private banking yang diberikan
bank untuk nasabah-nasabah pribadi yang memiliki tabungan besar guna mencegah
penyalahgunaan.
9. BI akan me-review aturan-aturan tentang private banking. Sebetulnya sudah lama
sebelum kejadian ramai ini akan dikaji melihat kenyataan semakin banyaknya bank
yang memberikan layanan khusus kepada nasabah primanya.
10.Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman D Hadad menyatakan, 'BI berencana
mengkaji kembali aturan-aturan private banking itu. banyaknya produk non
konvensional bank yang ditawarkan kepada nasabah besar itu seperti reksadana,
asuransi dan manajemen investasi.¨
Biasanya yang ditawarkan di luar produk jasa konvensional bank sehingga perlu ada
semacam guideline prudential (panduan kehati-hatian). Pelayanan private bank harus
sejalan dengan prinsip kehati-hatian, karena yang dijual bukan saja produk
konvensional bank sehingga perlu dipantau lebih jauh. Pelayanan private bank yang
diberikan bank menjadi bahan pembicaraan masyarakat setelah terbongkarnya
seorang staI Citibank dengan jabatan yang cukup tinggi, membobol dana nasabah
sebesar Rp 17 miliar melalui pelayanan private banking tersebut.
11.Untuk kasus Citibank ini, BI sudah memanggil manajemen Citibank di Indonesia
yang diminta meningkatkan pengawasannya sehingga tidak merugikan nasabah dan
reputasi bank itu sendiri. Persoalannya adalah akankah peristiwa sejenis Citibank
terjadi juga dengan bank-bank lain yang tergolong besar? (eddy yusuI/BI)
Jakarta - Citibank enggan buka-bukaan soal modus operasi penipuan dana nasabah hingga
miliaran rupiah yang dilakukan mantan karyawatinya berinisial MD. Kasus ini disebut
Citibank terisolasi dan sedang ditangani pihak polisi.
"Kasus ini adalah kasus terisolasi dari eks karyawan dan sedang dalam investigasi dan sudah
ditangani polisi," ujar Managing Director and Country Business Manager Tigor Siahaan
ketika ditemui di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (30/3/2011).
Saat ditemui, Tigor enggan mengatakan pola penipuan yang dilakukan oleh MD. Bahkan
jumlah nasabah dan uang yang digelapkan juga ditutup rapat-rapat olehnya.
"Tidak ada nasabah yang dirugikan sama sekali dari kasus ini," jelas Tigor.
Setelah mencuatnya kasus penggelapan dana nasabah tersebut, ujar Tigor, semua nasabah
Citibank sudah dihubungi dan dijelaskan mengenai duduk masalah tersebut. "Mereka
(nasabah) cukup happy dan puas dengan kondisi sekarang," imbuh Tigor.
Sejak kasus ini menguak, Tigor mengakui pihaknya meningkatkan pengawasan internal
sehingga kasus ini tidak terjadi di tempat lainnya.
Seperti diketahui, polisi telah mengamankan mantan karyawan Citibank yang diduga
menggelapkan dana hingga miliaran rupiah. Mantan karyawan itu adalah MD alias Malinda
Dee. Ia merupakan salah seorang karyawati Citibank senior. Selain MD, polisi juga
menangkap D, teller Citibank yang diduga ikut serta dalam pembobolan tersebut.
Malinda dijerat pasal 49 ayat 1 dan 2 UU no 7 tahun 1992 sebagaimana diubah dengan UU
no 10 tahun 1998 tentang perbankan dan atau pasal 6 UU no 15 tahun 2002 sebagaimana
diubah dengan UU no 25 tahun 2003 sebagaimana diubah dengan UU no 8 tahun 2010
tentang tindak pidana pencucian uang.
Citibank telah menyampaikan rilis mengenai kasus ini. Citibank menjamin perlindungan bagi
nasabahnya terkait kasus penggelapan dana Rp 17 miliar itu. Citibank menegaskan semua
nasabah aman dan akan diberi penggantian bagi yang dirugikan.
"Adalah komitmen kami untuk melindungi kepentingan nasabah kami, termasuk secepatnya
mengembalikan kerugian yang dialami oleh nasabah yang hilang melalui transaksi tidak sah
di dalam rekening mereka secara adil dan tepat waktu," kata Director Country Corporate
AIIairs Head Citi Indonesia, Ditta Amahorseya beberapa waktu lalu.
Melinda Dee, wanita cantik yang dituduh membobol dana nasabah Citibank Rp 17 miliar
tidak mau jadi pelaku tunggal. Ia meminta Polri menyeret pejabat Citibank yang
terlibat dan dijebloskan ke penjara seperti dirinya.
Menurut Indra Sahnun Lubis, kuasa hukum Melinda, kliennya merasa dikhianati oleh bank
asing itu. 'Kami tidak terima klien kami dituduh melakukan pencucian uang,¨ kata Indra
Sahnun usai menyampaikan surat permohonan penangguhan penahan di Mabes Polri, Selasa
(26/4).
Alasannya bila Melinda dituduh melakukan pencucian uang, yang melakukan adalah bank
karena sudah berlangsung sejak 10 tahun terakhir. Menurut Indra, tidak mungkin dana itu
bobol kalau hanya dilakukan kliennya sendirian.
~Sebab, untuk prosedur itu ada pejabat Citibank lainnya yang memiliki otoritas penuh.
Saya tegaskan, petugas dan pejabat bank yang bisa diseret adalah teller, supervisor,
kepala divisi, kepala cabang dan seterusnya,¨ tegas Indra. Mereka bisa dijerat dengan
pasal 55 KUHP tentang ikut mengetahui dan membantu tindak kejahatan. (edi/B)