CSS

Published on January 2017 | Categories: Documents | Downloads: 34 | Comments: 0 | Views: 371
of 29
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content


1


BAB I
PENDAHULUAN

Batu ginjal merupakan masalah kesehatan yang cukup signifikan baik di Indonesia
maupun di dunia. Prevalensi penyakit ini diperkirakan 13% pada laki laki dewasa dan 7
% pada perempuan dewasa, dengan puncak dekade ketiga sampai ke empat. Angka
kejadian batuginjal berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh
Indonesia tahun 2002 adalah sebesar 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan
sebesar 58959 orang. Selain itu jumlah pasien yang dirawat mencapai 19.018 orang,
dengan mortalitas sebesar 378 orang.

Kemajuan dalam bidang endourologi secara drastis telah mengubah tatalaksana pasien
batu simtomatik yang membutuhkan operasi terbuka. Perkembangan terapi invasif
minimal mutakhir, yaitu retrograde uteroscopic intrarenal surgery (RIRS), percutaneus
nephrolithotomy (PNL), uteroskopi (URS) dan extracorporeal shock wave lithotripsy
(ESWL) telah memicu kontroversi mengenai tekhnik mana yang paling efektif. Dalam
memilih pendekatan terapi optimal untuk pasien batu ginjal, berbagai faktor harus
dipertimbangkan. Faktor faktor tersebut adalah faktor batu (ukuran, jumlah, komposisi
dan lokasi), faktor anatomi ginjal (derajat obstruksi, hidronefrosis, obstruksi uretero-
pelvic junction, divertikel kaliks dan ginja tapal kuda), serta faktor pasien (infeksi,
obesitas, deformitas habitus tubuh, koagulopati, riwayat gagal ginjal, dsb).

2


BAB II
ISI

2.1. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah organ saluran kemih yang terletak retroperitoneal bagian yang berjumlah 2
buah, sebelah dorsal cavum abdominale,terletak dari T12-L3 dan pada posisi berdiri
letak ginjal kanan lebih rendah karena terdesak oleh hepar. Ginjal dengan berat + 150 gr
(125 – 170 gr pada Laki-laki, 115 – 155 gr pada perempuan); panjang 5 – 7,5 cm; tebal
2,5 – 3 cm.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula fibrosa, dan
diluar kapsul ini terdapat jaringan lemak perirenal. Di sebelah krnaial terdapat
kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal yang berwarna kuning dan bersama
dengan ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh fascia gerota yang
befungsi sebagai barier yang menghambat meluasnya perdarahan dari parenkim
ginjal serta mencegah ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain
itu juga fascia ini untuk menghambat metastasis tumor ke jaringan sekitar ginjal.
Di luar fascia gerota terdapat jaringan lemak retroperitoneal atau disebut
jaringan lemak pararenal. Di sebelah luar terdapat cortex renalis yang berwarna
coklat gelap dan terdapat berjuta juta nefron, dan medulla renalis di bagian
dalam yang berwarna coklat lebih terang dibandingkan cortex terdapat duktuli
duktuli. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis,
puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil
disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu masuknya
pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis renalis berbentuk
3


corong yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau
tiga kaliks renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua
atau tiga kaliks renalis minores.
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-piramid
tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-segmen
tubulus dan tubulus collecting nefron. Papila atau apeks dari tiap piramid
membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan bagian terminal
dari banyak duktus pengumpul.
Nefron adalah unit terkecil penyusun ginjal yang terdiri dari glomerolus,
kapsula bowman, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle, tubulus
kontortus distal dan tubulus collecting yang semuanya berperan dalam produksi
urin.

4


Sirkulasi Pembuluh Darah Ginjal
Aorta abdominalis arteri renalis
Arteri segmental
Arteri Lobaris
Arteri Interlobaris
Arteri arcuata
Arteri Interlobularis
Arteri afferen
Glomerolus
Arteri efferen
Kapiler peritubular
Vena interlobularis
Vena arcuata
Vena interlobaris
Vena cava inferior vena renalis
2.2. Proses Terbentuk Batu Ginjal
Batu terbentuk pada tempat dimana sering mengalami hambatan aliran urine. Batu
terdiri dari kristal kristal yang tersusun oleh bahan bahan organik maupun anorganik
yang terlarut dalam urine. Kristal kristal tersebut tetap dalam keadaan terlarut dalam
urine jika tidak ada keadaan keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi
kristal. Kristal kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk batu yang
kemudian mengadakan agregasi dan menarik bahan bahan lain hingga menjadi kristal
yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh untuk
menyebabkan sumbatan. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih
5


dan kemudian dari sini terjadi pengendapan pada agregat untuk membentuk batu yang
cukup besar untuk menyebaban obstruksi.
Kondisi tetap terlarutnya kristal dalam urin (metastable) dipengaruhi oleh suhu, ph,
adanya koloid dalam urine, konsentrasi solute dalam urine , laju aliran urine atau
adanya corpus alienum dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.

Komposisi batu
 Batu Kalsium
Batu jenis ini paling banyak dijumpai yaitu kurang lebih 70-80 % dari seluruh batu
ginjal. Kandunganya terdiri atas kalsium oksalat, kalsium phospat, maupun
campuran dari keduanya. Sebagian besar berpendapat bahwa batu kalsium oksalat
awalnya terutama dibentuk oleh agregasi dari kalsium phospat yang ada pada renal
calyx epithelium. Konkresi kalsium phospat mengikis urothelium dan kemudian
terpapar pada urine dan membentuk suatu nidus/inti batu untuk deposisi kalsium
oxalat. Kemudian deposisi kalsium oxalat tumbuh hingga batu tersebut cukup besar
untuk menghancurkan urothelial dan kemudian tersebar ke dalam ductus
collecting.
Faktor faktor yang mempengaruhi tebentuknya batu kalsium adalah hiperkalsiuri
yaitu kadar kalsium di dalam urine lebih besar dari 250-300 mg/24 jam. Selain itu
hiperoksaluri dimana eksresi oksalat lebih dari 45 gr per hari. Keadaan ini banyak
dijumpai pada pasien yang banyak mengkonsumsi makanan kaya oksalat seperti
soft drink, arbei, jeruk sitrun, teh, kopi, dan sayuran berwarna hijau terutama
bayam. Kadar asam urat melenihih 850 mg/24 jam juga merupakan faktor
predisposisi terbentuknya batu, karna asam urat ini akan berperan sebagai nidus
untuk terbentuknya batu kalsium oksalat.
6


Sitrat dan magnesium dapat berikatan dengan kalsium dan membentuk ikatan yang
mudah larut sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat. Sehingga
keadaan hipositraturia dan hipomagnesuria dapat menjadi faktor predisposisi
terbentuknya batu kalsium.
 Batu asam urat
Asam urat adalah hasil metabolisme dari purin. Asam urat 100x lebih larut dalam
pH > 6 dibanding pad pH<5,5. Faktor predisposisi terutama adalah suasana asam
yang berlebihan dalam tubuh (asidosis) pH< 6, dehydrasi dimana urine < 2
liter/hari. Hasil metabolisme purin ini akan mengalami presipitasi pda tubulus
renalis dan menyebabkan batu asam urat. Batu asam urat menempati persentasi
sekitar 5-10% dari keseluruhan batu saluran kemih. 75-80 % adalah asam urat
murini sisanya adalah campuran dengan kalsium oksalat. Pada pemeriksaan PIV
batu ini bersifat radiolusen sehingga tampak sebagai bayangan filling defect dan
harus dibedakan dengan bekuan darah dsb.
 Batu struvit
Disebabkan oleh infeksi dari organisme yang memproduksi urease yang mampu
metubah urin menjadi suasan basa seperti proteus mirabilis (paling banyak) diikuti
oleh Klebsiella, Enterobacter atau Pseudomonas. Suasana basa ini memudahkan
magnesium, amonium, fosfat, karbonat untuk membentuk batu magnesium fosfat
dan karbonat apatit.

7


 Batu cystine
Batu sistin dibentuk pada pasien dengan kelainan kongenital yaitu adanya defek
pada gen yang mentransport cystein atau gangguan asbsorbsi sistin pada mukosa
usus.

2.3. Batu ginjal dan Manifestasi Klinis
Batu ginjal terbentuk pada tubulus ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum ,
pelvis ginjal, dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang
mengisi pielum dan lebih dari 2 kaliks ginjal atau yang menempati sebagian besar
tubulus collecting memberi gambaran menyerupai tanduk rusa dan disebut “batu
staghorn” dan batu yang terdapat pada tempat lain di luar definisi „staghorn” dapat
disebut “batu non staghorn”. Batu staghorn dapat dibagi kedalam dua bagian yaitu
partial (sebagian tubulus collecting) dan complete (seluruh tubulus collecting).
Gejala klinis
Keluhan yang disampaikan pasien tergantung posisi, besar batu dan penyulit yang
ditimbulkan. Keluhan yang paling sering dirasakan pasien adalah nyeri pinggang yang
bersifat kolik maupun non kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik otot
polos sistem kaliks dalam usaha untuk mengeluarkan batu. Peningkatan peristaltik ini
menyebabkan tekanana intraluminal meningkat sehingga terjadi peregangan dari
terminal saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat
peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.
Hematuria sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih
yang disebabkan oleh batu. Kadang kadang hematuria didaptkan dari pemeriksaan
urinalisis berupa hematuria mikroskopik.

8


2.4. Penatalaksanaan batu ginjal
Secara umum penatalaksanaan batu ginjal dapat dibagi dalam beberapa cara yaitu :
 Medikamentosa
Pada dasarnya penatalaksanaan batu saluran kemih secara farmakologis meliputi dua
aspek:
1. Menghilangkan rasa nyeri/kolik yang timbul akibat adanya batu, dan
2. Menangani batu yang terbentuk, yaitu dengan meluruhkan batu dan juga mencegah
terbentuknya batu lebih lanjut (atau dapat juga sebagai pencegahan/profilaksis)

Panduan khusus dalam menatalaksana batu saluran kemih:
1. Pasien dengan dehidrasi harus tetap mendapat asupan cairan yang adekuat
2. Tatalaksana untuk kolik ureter adalah analgesik, yang dapat dicapai dengan
pemberian opioid (morfin sulfat) atau NSAID.
3. Pada pasien dengan kemungkinan pengeluaran batu secara spontan, dapat diberikan
regimen MET (medical expulsive therapy). Regimen ini meliputi kortikosteroid
(prednisone), calcium channel blocker (nifedipin) untuk relaksasi otot polos uretra dan
alpha blocker (terazosin) atau alpha-1 selective blocker (tamsulosin) yang juga
bermanfaat untuk merelaksasikan otot polos uretra dan saluran urinari bagian bawah.
Sehingga dengan demikian batu dapat keluar dengan mudah (85% batu yang
berukuran kurang dari 3 mm dapat keluar spontan).
4. Pemberian analgesik yang dikombinasikan dengan MET dapat mempermudah
pengeluaran batu, mengurangi nyeri serta memperkecil kemungkinan operasi.

9


Pemberian regimen ini hanya dibatasi selama 10-14 hari, apabila terapi ini gagal
(batu tidak keluar) maka pasien harus dikonsultasikan lebih lanjut pada urologis.
Pada batu dengan komposisi predominan kalsium, sulit untuk terjadi peluruhan
(dissolve). Oleh sebab itu tatalaksana lebih mengarah pada pencegahan terbentuknya
kalkulus lebih lanjut. Hal ini dapat dicapai dengan pengaturan diet, pemberian
inhibitor pembentuk batu atau pengikat kalsium di usus, peningkatan asupan cairan
serta pengurangan konsumsi garam dan protein.
Adapun batu dengan komposisi asam urat dan sistin (cystine) lebih mudah untuk
meluruh, yaitu dengan bantuan agen alkalis. Agen yang dapat digunakan adalah
sodium bikarbonat atau potasium sitrat. pH dijaga agar berada pada kisaran 6.5-7.0.
Dengan cara demikian maka batu yang berespon terhadap terapi dapat meluruh,
bahkan hingga 1 cm per bulan.
Pada pasien batu asam urat, jika terdapat hiperurikosurik/hiperurisemia dapat
diberikan allopurinol. Selain itu, pada pasien dengan batu sistin, dapat diberikan D-
penicillamine, 2-alpha-mercaptopropionyl-glycine yang fungsinya mengikat sistin
bebas di urin sehingga mengurangi pembentukan batu lebih lanjut.
Di bawah ini adalah obat yang dapat digunakan untuk menatalaksana batu saluran
kemih :
1. Opioid analgesik, berfungsi sebagai penghilang rasa nyeri. Dapat digunakan
kombinasi obat (seperti oxycodone dan acetaminophen) untuk menghilangkan
rasa nyeri sedang sampai berat. Hanya jika diperlukan (prn= pro re nata)
 Morphine sulphate 2-5 mg IV setiap 15 menit jika diperlukan (jika RR<16
x/menit dan sistolik < 100 mmHg), atau
10


 Oxycodone dan acetaminophen 1-2 tablet/kapsul PO setiap 4-6 jam jika
diperlukan, atau
 Hydrocodone dan acetaminophen 1-2 tablet/kapsul PO setiap 4-6 jam jika
diperlukan.
2. Obat antiinflamasi non-steroid, bekerja dengan menghambat aktivitas COX yang
bertanggung jawab dalam sintesis prostaglandin (PGD) sebagai mediator nyeri.
Bermanfaat dalam mengatasi kolik ginjal.
 Ketorolac 30 mg IV (15 mg jika usia >65 tahun, gangguan fungsi ginjal atau
BB <50 kg) diikuti dosis 15 mg IV setiap 6 jam jika diperlukan. Dianjurkan
untuk tidak digunakan melebihi 5 hari karena kemungkinan tukak lambung.
 Ibuprofen 600-800 mg PO setiap 8 jam.
3. Kortikosteroid, merupakan agen antiinflamatorik yang dapat menekan peradangan
di ureter. Juga memiliki efek imunosupresif.
 Prednisone 10 mg PO dua kali sehari. Penggunaan prednisone dibatasi tidak
boleh melebihi 5-10 hari.
4. Calcium channel blockers, merupakan obat yang mengganggu konduksi ion
Ca
2+
pada kanal kalsium sehingga menghambat kontraksi otot polos.
 Nifedipine 30 mg/hari PO extended release cap
5. Alpha blocker, merupakan antagonis dari reseptor α
1
-adrenergic. Dalam keadaan
normal reseptor α
1
-adrenergic merupakan bagian dari protein berpasangan protein
G (G protein-coupled receptor). Protein ini berfungsi dalam signaling dan aktivasi
protein kinase C yang memfosforilasi berbagai protein lainnya. Salah satu efeknya
adalah konstriksi otot polos; dengan adanya alpha blockers maka konstriksi otot
polos (pada saluran kemih) tersebut dihambat.
11


 Tamsulosine 0.4 mg tablet PO setiap hari selama 10 hari. Tamsulosin
merupakan alpha-1 blocker yang digunakan untuk memudahkan keluarnya
batu saluran kemih.
 Terazosin 4 mg PO setiap hari selama 10 hari.
6. Obat urikosurik, merupakan obat yang menghambat nefropati dan pembentukan
kalkulus oksalat.
 Allopurinol 100-300 mg PO setiap hari. Allopurinol merupakan obat yang
menghambat enzim xantin oksidase, suatu enzim yang mengubah hipoxantin
menjadi asam urat.
7. Agen alkalis
 Potassium citrate 30-90 mEq/hari PO dibagi menjadi 3-4 kali sehari, dimakan
bersama makanan.
8. Diuretic
 Thiazide, hidroklorothiazide 25-50 mg perhari.

 PNL (Percutaneous Nephro Lithotomy)

Nefrolitotomy perkutan atau PNL adalah suatu tekhnik untuk mengeluarkan batu
ginjal atau batu pada ureter bagian atas yang berukuran sedang sampai besar dari
saluran kemih melalui suatu alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit.




12


Standard PNL

Nefrolithotomy perkutan dilakukan dengan anestesi umum dan biasanya membutuhkan
waktu sekitar 3 – 4 jam untuk pengerjaannya. Insisi dibuat sepanjang 1 – 1,5 cm pada
area flank, pada sisi atas ginjal yang terdapat batu. Sebuah tabung dimasukkan melalui
insisi yang telah dibuat dengan bimbingan X-Ray. Sebuah nephroscope kemudian
dimasukkan melalui tabung untuk mencari batu, menghancurkannya menjadi fragmen-
fragmen kecil dan mengeluarkannya dari dalam tubuh. Litotriptor dapat digunakan
untuk memecah batu sebelum dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
Sebuah kateter ditempatkan untuk menguras sistem saluran kemih melalui kandung
kemih dan tabung nefrostomi dari tempat insisi tersebut. Tujuannya adalah untuk
membawa cairan dari ginjal ke dalam kantong drainase. Kateter akan dicabut setelah 24
jam pasca operasi.



Persiapan Pra Percutaneous Nefro Lithotomy
 Pemeriksaan fisik
13


 Pemeriksaan darah lengkap
 EKG
 Tes metabolik
 Tes urin
 Tes pembekuan darah dan masa pendarahan



(B) Selama nephrolitotomy percutaneous, ahli bedah memasukkan jarum melalui
bagian belakang pasien dan langsung menuju ke ginjal
(C) Nephroscope yang mengunakan probe ultrasonik atau laser untuk memecah batu
ginjal yang besar
(D) Potongan batu-batu yang disedot keluar dengan tabung nefrostomi
14




Komplikasi
1. Perdarahan
2. Infeksi
3. Gagal mengangkat batu
4. Fistula arteriovenosus
5. Kerusakan organ atau jaringan sekitar tempat insisi


 ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) merupakan terapi non-invasif, karena
tidak memerlukan pembedahan atau pemasukan alat kedalam tubuh pasien. Sesuai
dengan namanya, Extracorporeal berarti diluar tubuh, sedangkan Lithotripsy berarti
penghancuran batu, secara harfiah ESWL memiliki arti penghancuran batu saluran
kemih menjadi fragmen-fragmen kecil dengan menggunakan gelombang kejut (shock
wave)yang ditransmisi dari luar tubuh.

Indikasi:
 Batu ginjal berukuran dari 5 mm - 20 mm. Batu yang berukuran lebih besar kadang
memerlukan pemasangan stent (sejenis selang kecil) sebelum tindakan ESWL untuk
memperlancar aliran air seni.
 Batu ureter berukuran 5 mm hingga 10 mm.
15


 Fungsi ginjal masih baik.
 Tidak ada sumbatan distal dari batu seperti tidak ada jaringan plam ureter yang dapat
mencegah mengalirkan pecahan batu keluar melalui urinearut d
 Tidak ada kelainan perdarahan,pasien yang rutin mengkonsumsi aspirin harus
dihentikan minimal 1 minggu sebelum ESWL
 Tidak sedang hamil.
 Tidak ada infeksi ginjal, UTI atau keganasan pada ginjal yang akan menyebabkan tidak
seluruh pecahan batu dpat keluar dari ginjal
 Tidak ada structure yang abnormal dari ginjal (anatomi dari tubulus collecting baik)
Prosedur ESWL
ESWL dapat dilakukan baik dengan anestesi umum maupun dengan sedasi intravena.
Puasa 8 jam sebelum tindakan dilakukan jika menggunakan general anestesi dan 4 jam
jika menggunakan sedasi intravena. Karena ESWL merupakan prosedur non-invasif,
sehingga insisi / sayatan tidak diperlukan.

16


 Pasien diposisikan diatas meja datar lithotripter.
 Lokasi batu diisolasi dengan menggunakan USG atau fluoroscopy. Hal ini juga
membantu melacak pergerakan batu selama prosedur dilakukan.
 Sebuah stent ureter dimasukkan melalui uretra ke kandung kemih kemudian ke
ureter untuk membantu mengeluarkan pecahan batu dan menghindari obstruksi.
 Prosedur ESWL ini biasanya membutuhkan waktu sekitar 1 – 2 jam meskipun
litothripsynya hanya memakan waktu 20-30 menit.


17



Setelah ESWL, pecahan dari batu biasanya keluar melalui urine untuk beberapa hari
dan menyebabkan sedikit nyeri. Mesin ESWL ada yang low energy dan high energy.
Low energy menyebabkan efek samping yang ringan namun dibutuhkan lebih banyak
treatments sebelum batu dipecahkan menjadi bagian bagian kecil. 9 dari 10 pasien
yang memiliki batu ginjal <10 mm dan dilakuakn ESWL tidak banyak menyisakan
gejala.
Komplikasi ESWL :
 Nyeri yang disebabkan keluarnya pecahan batu melalui urine
 Terhambatnya aliran urine sebagai akibat pecahan batu yang tidak dapat keluar.
Pecahan pecahan ini mungkin dapat dikeluarkan dengan uteroscope
 UTI
 Pendarahan / hematuria
18


ESWL kurang memuaskan untuk treatment pada batu systine, jenis batu ini tidak dapat
dipecah dengan sempurna dengan ESWL.
 Open Nephrolithotomy atau Open Pyelolithotomy
Open nephrolithotomy adalah mengambil atau mengeluarkan batu dari ginjal dan open
pyelolithotomy adalah mengeluarkan batu dari pelvis ginjal. Kedua operasi ini dilakukan
dengan incisi 10-15 cm pada daera flank area (yaitu pada sisi tubuh antara costa dan
panggul) yang dapat memperlihatkan letak batu.

Operasi terbuka ini biasanya ditujukan atau diindikasikan untuk kasus dengan
komplikasi, batu yang sulit dikeluaran dengan prosedur non invasive atau less
invasive,batu yang menyebabkan block atau menyebabkan gejala nyeri dan infeksi
recurent.
operasi biasanya dilakukan dengan melakukan incisi pada flank area pada tempat
yang palin baik dimana batu dapat terlihat.
Drain kemudian ditempatkan untuk mengalirkan cairan dari daerah tersebut dan
nephrostomy tube ditempatkan pada ginjal melalui sayatan yang sama untuk
mengeluarkan batu. Jika diperlukan sayatan pada ureter maka perlu juga dilakukan
pemasangan stent ureter.
19


Komplikasi
 Perdarahan
 Striktur ureter
Hal ini dapat terjadi jika operasi juga melibatkan incisi pada ureter

Penatalaksanaan di atas adalah penatalaksanaan batu ginjal secara umum. Penatalaksanaan
batu ginjal juga dapat dibagi menjadi staghorn dan non staghorn.
 Penatalaksaan batu ginjal non staghorn
a. Ukuran Batu < 20 mm

Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal < 20
mm, yaitu:
- Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL)
- Percutaneus nephrolithotomy (PNL) terutama untuk batu di kaliks inferior
- Operasi terbuka

Stone free rate
Secara umum, yang dimaksud dengan stone free rate adalah persentase pasien tanpa sisa
batu pasca prosedur. Khusus untuk ESWL, pengertian stone free rate ini bisa berupa
tidak adanya sisa batu ataupun adanya sisa/ fragmen batu yang tidak signifikan secara
klinis (clinically insignificant fragment = CIRF). Belum ada keseragaman dalam
menentukan CIRF sampai saat ini, secara umum literatur menggunakan pada sisa/
fragmen berukuran kurang 2-5 mm, tidak ada infeksi saluran kemih dan tidak ada
keluhan pada pasien yang dievaluasi tiga bulan setelah penembakan.
20


ESWL merupakan metode yang efektif untuk penanganan batu ginjal < 20 mm. Batu
dengan ukuran < 10 mm mempunyai stone free rate 84% (64%-92%) dan batu
berukuran 10-20 mm mempunyai stone free rate 77% (59%-81%).
6
Komposisi batu
berpengaruh terhadap keberhasilan ESWL. Batu dengan komposisi asam urat dan
kalsium oksalat dihidrat memiliki koefisien fragmentasi yang baik, sementara batu
kalsium oksalat monohidrat dan batu sistin lebih sulit mengalami fragmentasi. Adanya
hidronefrosis dan adanya infeksi ginjal juga mempengaruhi hasil ESWL. Persentase
keberhasilan ESWL pada ginjal tanpa hidronefrosis 83%, turun menjadi 50% pada
hidronefrosis derajat sedang dan sangat rendah pada hidronefrosis yang berat.
Karenanya, dianjurkan untuk dilakukan nefrostomi dan pemberian antibiotik selama 3-5
hari sebelum ESWL pada kasus batu ginjal dengan hidronefrosis.

PNL mempunyai efektivitas yang sama baiknya dengan ESWL untuk batu ginjal < 20
mm. Namun, PNL merupakan prosedur yang lebih invasif dibanding ESWL. Karena itu,
ESWL lebih direkomendasikan daripada PNL untuk batu < 20 mm, kecuali pada kasus
khusus, seperti batu pada kaliks inferior dengan infundibulum yang panjang dan sudut
infundibulopelvis yang tajam ataupun pada kaliks yang obstruktif. Stone free rate pada
kasus ini dengan ESWL kurang dari 50%. Pada batu berukuran 10-20 mm yang terletak
di kaliks inferior, perbandingan stone free rate antara ESWL dan PNL adalah 57% :
73%.
Jenis batu berkaitan dengan jumlah ESWL yang diperlukan. Pada batu kalsium oksalat
monohidrat, perlunya penembakan tambahan terjadi pada 10,3% kasus, pada batu struvit
6,4% sedangkan batu kalsium oksalat dihidrat 2,8%.

21


Banyaknya ESWL sebaiknya tidak lebih dari 3-5 kali (tergantung dari jenis
lithotiptornya). Jika perlu dilakukan pengulangan, tidak ada standar baku lamanya
interval antar penembakan. Namun biasanya hal ini disesuaikan dengan jenis
lithotriptornya: pada mesin ESWL elektrohidrolik, interval waktu minimal 4-5 hari
sedangkan pada piezoelektrik bisa lebih singkat (2 hari). Maksimal gelombang kejut
yang diberikan setiap penembakan juga disesuaikan dengan jenis mesin ESWL, pada
jenis elektrohidrolik sebaiknya tidak melebihi 3500, sedangkan pada piezoelektrik
sebaiknya tidak melebihi 5000.

b. Ukuran Batu > 20 mm
Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal > 20
mm, yaitu:
- ESWL ± pemasangan stent
- PNL
- Terapi kombinasi (PNL + ESWL)
- Operasi terbuka

Stone free rate
Secara keseluruhan, stone free rate untuk batu 20-30 mm dengan ESWL lebih rendah
dibandingkan pada batu < 20 mm (rentang 33%-65%). Stone free rate PNL pada batu
berukuran 20-30 mm mencapai 90%. Beberapa faktor menjadi pertimbangan dalam
pemilihan ESWL untuk batu berukuran > 20 mm:
 Lokasi batu
Batu yang terletak di kaliks inferior mempunyai stone free rate yang rendah
dibanding batu yang terdapat di lokasi lain, stone free rate paling tinggi dijumpai pada
22


batu di pielum. PNL merupakan pilihan pada batu di kaliks inferior yang berukuran >
15 mm.

 Total stone burden
Tidak ada batasan yang pasti mengenai ukuran batu tetapi ukuran 40 x 30 mm dapat
dipakai sebagai pedoman. Monoterapi ESWL (dengan pemasangan stent) mempunyai
stone free rate 85% jika batu berukuran < 40 x 30 mm setelah 3 bulan penembakan.
Angka ini turun menjadi 43% pada batu berukuran > 40 x 30 mm. Dengan terapi
kombinasi (PNL dan ESWL), stone free rate mencapai 71%-96% pada batu > 40 x 30
mm, dengan morbiditas dan komplikasi yang kecil. Keberhasilan lebih tinggi jika
ESWL dilakukan setelah PNL.

 Kondisi ginjal kontralateral
Jika kondisi ginjal kontralateral yang buruk atau pada ginjal soliter, ESWL
monoterapi merupakan alternatif pertama karena efeknya yang lebih ringan dibanding
terapi PNL atau kombinasi.

 Komposisi dan kekerasan batu
ESWL memberikan hasil yang cukup baik pada batu kalsium atau struvite. Sekitar 1%
batu mengandung sistin, tiga perempatnya berukuran kurang dari 25 mm. Batu sistin
besar memerlukan penembakan tambahan hingga 66% kasus. Pada batu sistin,
khususnya yang berukuran > 15 mm, terapi dengan PNL atau kombinasi PNL dan
ESWL lebih efektif ketimbang ESWL yang berulang kali.


23


 Penatalaksanaan Batu Staghorn
Modalitas terapi untuk batu Staghorn adalah:
 PNL monoterapi
 Kombinasi PNL dan ESWL
 ESWL monoterapi
 Operasi terbuka
 Kombinasi operasi terbuka dan ESWL

Stone Free Rate
Secara keseluruhan, stone free rate setelah terapi paling tinggi pada PNL (78%) dan
paling rendah pada SWL (54%). Pada terapi kombinasi (PNL dan SWL), stone free rate
lebih rendah jika SWL dilakukan terakhir (66%) dan dapat menjadi 81% jika dilakukan
PNL-ESWL-PNL. Pada operasi terbuka, stone free rate berkisar antara 71%-82%.
Angka ini lebih rendah jika batunya lebih kompleks.


Sumber: AUA Guidelines 2005
24



Stone free rate juga dihubungkan dengan klasifikasi batu staghorn (parsial atau
komplit). Pada batu parsial, angka stone free rate lebih tinggi dibandingkan batu
komplit. Pada PNL, stone free rate batu cetak parsial 74% dibandingkan 65% pada batu
staghorn komplit.
Terapi standar, rekomendasi pada pasien batu staghorn ginjal berlaku untuk pasien
dewasa dengan batu staghorn ginjal (bukan batu sistin dan bukan batu asam urat) yang
kedua ginjalnya berfungsi (fungsi keduanya relatif sama) atau ginjal soliter dengan
fungsi normal dan kondisi kesehatan yang secara umum, habitus, dan anatomi
memungkinkan untuk menjalani keempat modalitas terapi, termasuk pemberian anestesi.















25


BAB III
KESIMPULAN

1. Ginjal terletak retroperitoneal dari T12-L3 dan terdiri dari cortex dan medula
2. Nefron adalah unit terkecil penyusun ginjal yang terdiri dari glomerolus, kapsula
bowman, tubulus kontortus distal, ansa henle, tubulus kontortus proksimal dan
tubulus collecting.
3. Batu ginjal nterbentuk dari endapan kristal kristal pada uroepitelium dan kemudian
menumpuk dan membentuk batu yang komposisinya dapat berupa batu kalsium, batu
asam urat, batu struvit, dan batu systein.
4. Gejala klinis batu ginjal terutama nyeri baik kolik maupun non kolik dan juga
hematuria
5. Penatalaksanaan batu ginjal dapat berupa medikamentosa, ESWL, PNL ataupun
operasi terbuka
6. Medikamentosa dapat berupa pemberian NSAID, serta MET (Medical Expulsive
Therapy)
7. ESWL adalah metode non invasive untuk penatalaksanaan batu ginjal dengan
menggunakan gelombang untuk menghancukan batu ginjal menjadi pecahan pecahan
kecil yang akan keluar melalui urin
8. Percutaneus Nephrolithotomy adalah prosedur less invasive penanganan batu ginjal
dengan melakukan incisi perkutan pada kulit dan menggunakan nephroscope untuk
mencari dan menghancurkan batu menjadi pecahan pecahan kecil
9. Operasi terbuka dilakukan pada kasus kasus dengan komplikasi atau kasus dengan
infeksi berulang dan menyebabkan obstruksi ataupun batu yang sulit diambil dengan
prosedur less dan non invasive.
26


DAFTAR PUSTAKA

American Urological Association. 2005. Kidney Stone. Jurnal 2005.
http://search2.auanet.org

American Urological Association.2005. Urynary Stone. Jurnal. http://search2.auanet.org
Chris. 2011. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy. Artikel 2011.
http://www.healthhype.com

Healthwise incorporation. 2011. Kidney Stones Medications. Artikel 2 juni 2011.
http://www.webmd.com/kidney-stones/kidney-stones-medications

Matlaga, Brian R. 2011. Minimal Invasive Surgery Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy. 1 Juni 2011. Johns Hopkins Medicine Jurnal.
http://urology.jhu.edur

Moore, Keith L dan Anne M. R. Agur. 2002. Anatomi Klinis Dasar. Jakarta : EGC.
Purnomo, Basuki B. 2007. Dasar Dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto
Snell, Richard S.2006. Anatomi Klinik. Jakarta : EGC.













27


Referat
Penatalaksanaan Batu Ginjal











Oleh:

Daimatun Najihah (0618011007)
Putri Farissa


Preceptor:
dr. Mars Dwi Tjahyo, Sp.U






SMF ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH HJ. ABDOEL MULUK
BANDAR LAMPUNG
Juni 2011

28



Kata Pengantar


Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena atas berkat, rahmat, dan hidayahNya
lah referat ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Referat yang berjudul ”Penatalaksanaan Batu Ginjal” ini berisi penjelasan
tentang anatomi ginjal, jenis dan penatalaksanaan batu ginjal

Dalam pembuatan referat ini tidak terlepas dari bantuan dan dorongan oleh
semua pihak. Oleh karena itu, tim penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dan terlibat dalam pembuatan referat ini.

Dalam penyusunan ini masih terdapat banyak kesalahan yang jauh dari
kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat dibutuhkan demi
kesempurnaan pembuatan referat selanjutnya.

Akhir kata, semoga referat yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat bagi yang
membacanya.


Bandar Lampung, Juni 2011


Penulis







ii
29


DAFTAR ISI

Halaman Judul ....................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I
PENDAHULUAN 1

BAB II Isi
2.1 Anatomi ............................................................................................ 2
2.2 Proses Terbentuknya Batu Ginjal ...................................................... 4
2.3 Batu Ginjal dan Manifestasi Klinis ................................................... 7
2.4. Penatalaksanaan batu Ginjal .............................................................. 8

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 26




iii

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close