Fort Rotterdam

Published on October 2017 | Categories: Documents | Downloads: 55 | Comments: 0 | Views: 672
of x
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content

AR3231 Arsitektur Kolonial

SEJARAH PERKEMBANGAN FORT ROTTERDAM, MAKASSAR

Patricia Putri Prameswari
Program Studi Arsitektur, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan
Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK
Masa kolonial di Indonesia meninggalkan banyak sekali jejak arsitektur dari berbagai tipologi. Benteng
merupakan salah satunya yang tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Dalam perkembangannya, banyak
sekali perubahan-perubahan yang terjadi baik secara fungsional maupun bentuk. Fort Rotterdam
merupakan salah satu benteng yang terletak di Sulawesi Selatan tepatnya di Kota Makassar. Benteng ini
berusia sekitar empat abad dan telah mengalami perubahan yang cukup signifikan dari masa ke masa
sejak awal didirikan oleh kesultanan yang pernah berjaya di Sulawesi pada saat itu.
Peperangan yang terjadi pada saat masa kolonial tepatnya masa penjajahan Belanda membuat benteng ini
nyaris hancur namun pada akhirnya didirikan kembali dengan gaya arsitektur yang berbeda menjadi
bergaya Eropa. Bahkan, perubahan nama pun terjadi pada benteng ini pada saat itu. Fort Rotterdam
diyakini oleh masyarakat Makassar sebagai simbol dari saksi sejarah di kota tersebut. Kehadiran fisik Fort
Rotterdam yang masih terpelihara hingga saat ini menjadikan Fort Rotterdam sebagai pusat kebudayaan
dan edukasi Sulawesi Selatan.
Kata kunci: arsitektur, kolonial, benteng, fort, Rotterdam

Patricia Putri Prameswari - 15212055

AR3231 Arsitektur Kolonial
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak kerajaan dan kesultanan pada masa kolonial.
Masing-masing kesultanan memiliki cara tersendiri dalam mempertahankan wilayah dan
kekuasaannya, salah satunya adalah dengan pembangunan markas dan benteng sebagai perlindungan.
Perkembangan arsitektur kesultanan di Indonesia erat kaitannya dengan masa kolonial. Dalam masa
tersebut, banyak sekali pembangunan yang dipengaruhi oleh gaya yang dimiliki oleh masing-masing
penjajah. Perubahan demi perubahan juga dialami dalam kurun waktu tertentu sebagaimana penjajah
dari berbagai negara datang dan pergi tidak hanya untuk tinggal dan memanfaatkan arsitektur yang
ada, namun menambahkan nilai fungsi tertentu pada bangunan eksisting yang juga dipengaruhi oleh
konteks lingkungan sekitarnya untuk memperkuat keberadaan penjajah itu sendiri di Indonesia.
Tidak diragukan lagi bahwa keberadaan benteng di Indonesia jumlahnya cukup banyak dan tersebar
di beberapa pulau. Masing-masing benteng memiliki karakteristik tersendiri. Sebagai kota pelabuhan,
Makassar yang juga pada saat kolonial memiliki dua kesultanan besar Gowa dan Tallo mendirikan
benteng yang cukup banyak, salah satu yang terbesar adalah Benteng Ujung Pandang yang pada saat
ini lebih dikenal dengan Fort Rotterdam. Benteng ini sudah melalui banyak perubahan sejak awal
didirikan. Dengan usianya yang mecapai empat abad menjadikan Fort Rotterdam sebagai simbol dari
saksi sejarah Sulawesi Selatan.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah perkembangan arsitektur benteng khususnya Fort Rotterdam?
2. Apa saja fungsi yang berkembang dalam arsitektur benteng masa kolonial?
3. Apa saja perubahan yang terjadi pada Fort Rotterdam?
1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai melalui penulisan ini adalah untuk mengetahui lebih dalam mengenai
sejarah benteng dan perkembangan arsitektur benteng khususnya Fort Rotterdam.

BAB II

Patricia Putri Prameswari - 15212055

AR3231 Arsitektur Kolonial
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Fort Rotterdam

Gambar 1. Bentuk Fort Rotterdam dan suasana. sumber: google.com

Fort Rotterdam atau yang dikenal dengan nama Benteng Ujung Pandang merupakan markas pasukan
Kerajaan Gowa yang pernah berjaya sekitar abad ke-15. Konon, benteng ini dibangun pada tahun
1545 oleh Raja Gowa ke-X. Pada saat itu Kerajaan Gowa mendirikan empat belas benteng,
Sanrobone, Kale Gowa, Galesong, Barombong, Panakukang, Pattunuang, Sombaopu, Bontorannu,
Mariso, Baro Boso, Tallo, Ana' Tallo, Ujung Tanah, dan Ujung Pandang namun Ujung Pandang
merupakan yang terbesar. Benteng-benteng ini didirikan mengelilingi Kota Makassar dengan tujuan
untuk memperkuat dan melindungi kerajaan dari ancaman musuh.
Benteng Ujung Pandang didirikan untuk melindungi benteng yang berada di sebelah selatannya yaitu
Benteng Sombaopu yang berperan sebagai benteng induk. Pada awalnya, benteng ini berbentuk segi
empat seperti arsitektur benteng ala Portugis dengan dikelilingi oleh tembok setinggi tujuh meter dan
memiliki lima bastion, yakni bastion Bone yang menghadap ke arah barat, bastion Bacan ke arah
barat daya, bastion Amboina ke tenggara, bastion Mandarsyah ke timur laut, dan bastion Buton ke
barat laut. Bentuknya yang menyerupai penyu jika dilihat dari atas menjadi simbol Kesultanan Gowa
pada saat itu bahwa Gowa merupakan kerajaan maritim yang memiliki kekuatan perekonomian dan
pelayaran yang sangat besar.
Tanah liat yang dibakar digunakan sebagai material utama namun pada masa pemerintahan Kerajaan
Gowa XIV material benteng diganti menjadi batu padas yang disusun. Di dalam benteng ini terdapat
tiga belas bangunan, di antaranya adalah gereja, rumah tinggal pemerintah, rumah bagi para pedagang
senior, rumah untuk pastor, dan beberapa ruang penyimpanan senjata. Benteng ini mengalami banyak
perubahan ketika Makassar berhasil diduduki oleh VOC dan mengusir Portugis yang pada saat itu
memiliki hubungan yang baik dengan Makassar.

Patricia Putri Prameswari - 15212055

AR3231 Arsitektur Kolonial

Gambar 2. Pelabuhan Makassar. sumber: www.colonialvoyage.com

Selama abad ke-17, Portugis menjadikan Makassar sebagai pusat perdagangan sutera, berlian,
rempah-rempah, dan tekstil. Pada tahun 1620an, sebanyak lima ratus pedagang Portugis melakukan
perdagangan jual beli di pelabuhan Makassar setiap harinya. Kesultanan Gowa pun dengan senang
hati melakukan kerjasama ini. Bahkan, hubungan Makassar dan Portugis diperkuat dengan adanya
kerjasama mengusir tangan Belanda dari Kepulauan Sunda Kelapa. Banyak orang Portugis yang pada
saat itu menetap di Makassar dan mendirikan perumahan untuk orang-orang bangsanya sendiri.
Kemakmuran dari wilayah Makassar semakin meningkat dengan jatuhnya Malaka ke tangan Belanda,
namun hal ini membuat Belanda semakin ingin menguasai perdagangan di wilayah timur Indonesia
dengan menduduki Makassar dan mengusir Portugis dari wilayah tersebut.
Tahun 1660, Belanda datang dengan ribuan orang yang menyerang Makassar. Tujuan utama dari
penyerangan ini adalah untuk mengusir Portugis. Pada saat itu, Belanda dipimpin oleh Speelman dan
kesultanan Gowa dipimpin oleh Sultan Hasanuddin. Selama satu tahun penuh Kesultanan Gowa
diserang dan mengakibatkan rusaknya Benteng Ujung Pandang dan bangunan-bangunan yang ada di
dalamnya. Kekalahan ini membuat Sultan Hasanuddin harus menandatangani Perjanjian Bongaya
yang isinya adalah harus menyerahkan Benteng Ujung Pandang kepada Belanda. Dengan berat hati,
benteng ini beserta perkampungan dan lingkungannya pun harus diserahkan.

Gambar 3. Arsitektur Belanda pada Fort Rotterdam. sumber: tropenmuseum.com

Patricia Putri Prameswari - 15212055

AR3231 Arsitektur Kolonial
Benteng Ujung Pandang berganti nama ketika Belanda mulai memasuki dan menguasai benteng ini
sehingga namanya menjadi Fort Rotterdam, yaitu daerah yang menjadi tanah kelahiran bagi
pemimpin Belanda, Speelman pada waktu itu. Gubernur Jenderal Speelman juga berinisiatif untuk
membangun kembali benteng yang telah hancur oleh peperangan sebelumnya, sehingga pada saat itu
beberapa bangunan memiliki model arsitektur Belanda. Perbaikan dilakukan dimana-mana. Speelman
juga mengubah benteng dan kawasan sekitarnya menjadi kota baru, tentunya dengan model arsitektur
Belanda. Cakupannya meliputi benteng pertahanan, kota dagang yang dinamakan Vlaardingen di
utara benteng, dan perkampungan di sekitar Vlaardingen. Di dalam kompleks benteng terdapat lima
belas bangunan dengan gaya arsitektur Belanda abad XVII, awalnya bangunan rumah tersebut
berbentuk Rumah Makassar dengan tiang tinggi yang terbuat dari kayu.
Menurut perubahan fungsinya, Fort Rotterdam pada awalnya berfungsi sebagai benteng pertahanan
rakyat Makassar terhadap penjajahan Belanda dan sebagai pusat perdagangan, pemerintahan, dan
perekonomian Kesultanan Gowa. Setelah dikuasai oleh Belanda, Fort Rotterdam berubah fungsi
menjadi tempat penyimpanan rempah-rempah, markas komando pertahanan, pusat perdagangan,
pemerintahan dan pemukiman pejabat-pejabat Belanda di wilayah timur khususnya Sulawesi Selatan,
serta sebagai tempat tahanan bagi penentang Belanda.

Gambar 4. Perkiraan visualisasi penjara Pangeran Diponegoro. sumber: google.com

Peristiwa sejarah penting lainnya yang terjadi di benteng ini adalah peristiwa kematian Pangeran
Diponegoro yang sebelumnya diasingkan ketika Beliau kalah perang dalam melawan penjajah
Belanda di Pulau Jawa. Selama 26 tahun Pangeran Diponegoro dikurung dalam sebuah ruangan
dengan pintu sel kecil yang sangat umum dimiliki oleh penjara-penjara pada masa kolonial.
Perkembangan Fort Rotterdam tidak hanya berhenti sampai disini. Setelah Jepang berhasil menguasai
Indonesia dan mengusir Belanda, Fort Rotterdam kembali mengalami perubahan fungsi. Semasa
pendudukan Jepang, teknologi berkembang dengan pesat. Fungsi benteng pun dianggap sudah tidak
efektif lagi sehingga terjadi peralihan fungsi menjadi pusat penelitian ilmiah khususnya bahasa dan

Patricia Putri Prameswari - 15212055

AR3231 Arsitektur Kolonial
pertanian. Jepang juga membangun bangunan baru di Bastion Mandarsyah yang mengikuti gaya
arsitektur yang sudah ada.
Setelah kemerdekaan Indonesia, benteng ini dijadikan sebagai perumahan bagi masyarakat yang
memihak Belanda pada saat itu. Hal ini berlangsung sampai pada akhirnya terjadi penyerahan
kedaulatan yang membuat benteng ini kembali berfungsi menjadi benteng pertahanan pasukan KNIL
dan TNI yang kemudian dijadikan sebagai perumahan sipil dan militer. Pada saat ini, Fort Rotterdam
sudah beralih fungsi menjadi museum dan pusat kebudayaan Sulawesi Selatan dan sarana wisata
budaya dan pendidikan. Tidak hanya itu, terdapat juga kantor Balai Pelestarian Peninggalan
Purbakala Makassar dan Kantor Museum Negeri Provinsi La Galigo di dalam kawasan benteng ini.

2.2 Hasil Analisis

Gambar 5. Arsitektur Belanda pada Fort Rotterdam. sumber: tropenmuseum dan google

Dalam hal ini, Belanda mencoba masuk ke Indonesia dan mendirikan bangunan-bangunan pada masa
kolonial. Jika mengacu pada arsitektur tropis yang dibangun dengan baik pada masa kolonial,
arsitektur pada Fort Rotterdam ini tidak memiliki elemen arsitektur tersebut. Elemen arsitektur tidak
terlihat seperti arsitektur Indonesia atau arsitektur tropis yang memiliki bukaan-bukaan yang lebar,
atap tropis dengan tritisan yang cukup lebar, serta elemen atap yang tidak ditemukan pada atap
arsitektur Indonesia. Pada gambar 5, kemiripan arsitektur kolonial Belanda dan arsitektur pada Fort
Rotterdam sangat bisa dilihat.
Bukaan pada beberapa bangunan hanya berbentuk persegi yang sangat kecil, tidak ditemukannya
lubang-lubang angin atau lubang ventilasi pada dindingnya baik di area atas maupun bawah dinding.
Bukaan yang sangat khas arsitektur kolonial Belanda juga bisa dilihat pada dinding bagian samping
dengan tiga bukaan yang membentuk segitiga. Tritisan yang seharusnya menjadi ciri khas arsitektur
Patricia Putri Prameswari - 15212055

AR3231 Arsitektur Kolonial
tropis pun tidak diaplikasikan dalam pembangunan benteng ini. Pengaruh arsitektur Belanda dapat
juga terlihat pada bukaan pada atap yang seringkali terlihat pada rumah-rumah di Belanda dan tidak
umum diaplikasikan pada arsitektur Indonesia. Elemen lainnya lagi dapat dilihat pada ujung dinding
bagian atas yang memiliki ornamen-ornamen seperti halnya arsitektur di Belanda. Hal ini tentu saja
terjadi karena pada saat itu Belanda masih tergolong baru menginjakkan kaki di Indonesia dan belum
menyesuaikan diri dengan kondisi yang ada sehingga arsitektur yang terbentuk mengarah pada
arsitektur Eropa.

Gambar 6. Lanskap Fort Rotterdam. sumber: wikipedia.com

Tidak hanya dari segi arsitektur, pengaruh desain arsitektur Belanda pun berpengaruh terhadap
lanskap yang ada di dalam Fort Rotterdam ini. Taman yang ada di dalam benteng tidak merefleksikan
iklim tropis di Indonesia tetapi taman-taman atau plaza seperti yang umum ditemukan di daerah
Eropa yang hanya ditanami oleh rumput dan pepohonan kecil. Tidak adanya pepohonan pada area ini
membuat udara terasa panas ditambah lagi dengan lokasi benteng yang berada dekat dengan laut.
Taman-taman tropis pada umumnya membiarkan pepohonan yang heterogen dan rindang untuk
tumbuh, bukan hanya membentuk taman memiliki bentuk-bentuk yang simetris dan dibiarkan hanya
ditumbuhi oleh rumput begitu saja.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Fort Rotterdam merupakan benteng yang dibangun kembali pada masa kolonial Belanda,
terutama pada saat Belanda pertama kali menduduki wilayah Indonesia dalam jangka waktu yang
singkat. Maka menjadi suatu hal yang wajar ketika arsitektur yang terbentuk pada masa itu
mengikuti gaya arsitektur kolonial Belanda. Perubahan dan perkembangan fungsi yang terjadi
pada Fort Rotterdam seringkali terjadi namun pada akhirnya Fort Rotterdam ini mampu menjadi

Patricia Putri Prameswari - 15212055

AR3231 Arsitektur Kolonial
daerah destinasi wisata yang kaya akan sejarah Kota Makassar karena sudah berdiri selama empat
abad dan sudah menjadi saksi sejarah perkembangan Kota Makassar itu sendiri. Kekayaan nilai
sejarah membuat Fort Rotterdam mampu menjadi pusat kebudayaan dan edukasi bagi masyarakat
Makassar pada saat ini. Arsitektur kolonial Belanda pun menjadi sesuatu yang dapat dipelajari
ketika benteng ini dikunjungi, bagaimana kekontrasan antara arsitektur Eropa dan arsitektur
tropis terjadi di dalam suatu tipologi arsitektur benteng.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Pelestarian Cagar Budaya Makassar (2013),
http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbmakassar/2013/12/02/benteng-rotterdam/, diunduh 16 Mei 2016
Dutch Portuguese Colonial History, http://www.colonialvoyage.com/makassar-portuguese/,
diunduh 16 Mei 2016
Historia (2011), http://historia.id/budaya/di-balik-fort-rotterdam/, diunduh 16 Mei 2016
Wikipedia (2016), https://id.wikipedia.org/wiki/Fort_Rotterdam/, diunduh 16 Mei 2016
Wikipedia (2016), https://en.wikipedia.org/wiki/Fort_Rotterdam/, diunduh 16 Mei 2016

Patricia Putri Prameswari - 15212055

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close