Perhitungan Biaya Angkutan, Klaim, Asuransi atas Pengiriman Barang serta
Penyelesaian Tagihan dan Biaya-‐Biaya Lainnya berkenaan dengan pengiriman barang-‐
barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya.
Sedangkan orang atau badan hukum yang melaksanakan pekerjaan forwarding adalah
seorang freight forwarder.
Freight forwarder adalah seseorang atau suatu badan
hukum yang melaksanakan perintah pengiriman barang (muatan) dari satu atau
beberapa orang pemilik barang,yang di kumpulkan dari satu atau beberapa tempat ,
sampai ke tempat tujuan akhir melalui sistem pengaturan lalu lintas barang dan
dokumen, dengan menggunakan satu atau beberapa jenis angkutan dengan tanpa
harus memiliki sarana angkutan dimaksud.
KLASIFIKASI FREIGHT FORWARDING
Kegiatan jasa freight forwarding ini dapat dibedakan kedalam klasifikasi berikut:
1. Segi Operasional
a. International Freight Forwarder (Klasifikasi A)
Merupakan forwarder professional dalam hal menjalankan kegiatan Freight
Forwarding dengan memberikan jasa penanganan serta pengiriman barang
kepada para pelanggannya yang bertaraf internasional, yaitu dengan melakukan
pengiriman barang ke atau dari salah satu atau berbagai negara di luar negeri.
Jenis Forwarder seperti ini banyak diminati oleh para pemilik barang terutama
oleh Exportir atau Importir. Faktor-‐faktor yang mendukung mengapa mereka
yang selalu diminati oleh para pemakai jasa antara lain:
• Berhak menerbitkan/menggunakan FIATA B/L dan memiliki tenaga ahli
dibidang pengiriman barang.
SEMINAR PERPAJAKAN
2
Adanya jaringan kerja secara Internasional serta Agen/Mitra kerja yang
tangguh.
• Memiliki sarana dan prasarana kerja yang cukup.
• Berpengalaman luas serta mampu memberikan saran-‐saran yang
diperlukan oleh pemilik barang terhadap suatu maksud untuk pengiriman
barang ke negara tujuan tertentu.
• Mampu memberikan tarif angkutan yang relatif murah serta dapat
membantu mencari jalan keluar untuk menurunkan biaya produksi terhadap
suatu barang yang akan di pasarkan di dunia internasional, serta selalu
membayar tuntutan ganti rugi.
b. Domestik/Regional Forwarder (Klasifikasi
B)
Perbedaan yang mendasar dengan Internasional Freight Forwarder adalah
mereka berhak untuk menggunakan FIATA B/L sedangkan dari Forwarder
Domestik/Regional belum berhak menggunakannya atau menerbitkan B/L
sendiri (House B/L).
c. Local Forwarder (Klasifikasi
C)
Jenis forwarder ini merupakan forwarder dengan klasifikasi yang minim, karena
yang termasuk golongan forwarder lokal adalah mereka yang belum memiiki
agen di luar negeri, dan mereka adalah para pengelola jasa EMKL (Ekspedisi
Muatan Kapal Laut) dan EMKU (Ekspedisi Muatan Kapal Udara)
2. Segi Dasar Sarana Angkutan
a. Sea Freight Forwarder
Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah mereka yang telah
mengkhususkan kegiatan usahanya pada pengiriman barang muatan melalui
angkutan laut atau melalui kombinasi antara angkutan darat lainnya.Ada
kategori umum mengenai barang muatan atau cargo yang harus diketahui oleh
seorang Forwarder tentang teknik pelayanannya (Cargo handling) masing-‐
masing jenisnya yaitu :
• Bulk cargo
Yaitu semua jenis barang yang secara fisik bentuknya tidak dapat atau tidak
harus dikemas tersendiri dengan jenis kemasan apapun juga kecuali di
sesuaikan dengan unit alat angkutan itu sendiri.Contoh dari katagori jenis ini
adalah
1) Biji-‐bijian, seperti jagung, beras, tepung terigu dll.
2) Bijih tambang, seperti batubara, besi, serta bahan mineral lain yang
belum dip roses.
3) Kayu-‐kayuan, berupa kayu gelondong (logs), chips (pecahan kayu) dan
hasil-‐hasil hutan lainnya.
4) Berbagai macam jenis mesin-‐mesin serta produk-‐produk lain yang tidak
dapat dimasukkan
kedalam salah satu jenis kemasan atau dimaskkan
•
SEMINAR PERPAJAKAN
3
•
•
kedalam petikemas, seperti transformer,
reactor,
turbin
dan
sebagainya.
5) Kendaraan bermotor, truk, dan alat angkutan lainnya.
6) Berbagai macam jenis produk besi-‐besi atau jenis produk metal lainnya
yang telah selesai
maupun berupa semi proses.
Unit load cargo
Yaitu satu atau lebih kemasan barang yang digabung /diikat atau ditumpuk
menjadi satu tumpukan pada sesuatu ”palet” atau bentuk lainnya
sedemikian rupa (skidded),sehingga dengan demikian seluruh unit tersebut
dapat di terima oleh kapal dan siap dimuat dengan man serta ditata diatas
kapal dan di bongkar dengan mudah di pelabuhan tujuan dengan
menggunakan alat mekanik tertentu. Adapun maksud dan tujuan untuk
mengelompokkan komoditi tersebut pada satu unit “Pallet” adalah karena
hal-‐hal sebagai berikut:
1) Menghemat biaya tenaga kerja (labor saving), item “unit load” ini akan
memperkecil biaya operasional untuk pelayanan barang muatan ,yaitu
dengan jalan menggunakan peralatan bongkar /muat, seperti forklift
yang hanya dengan satu orang operator mampu melaksanakan
pekerjaan mengangkat sebagian besar barang muatan/cargo ;demikian
pula dengan crane,yang mampu membongkar /memuat sejumlah besar
peti, karton maupun karung-‐karung,untuk sekali angkat.
2) Menghemat waktu pelayanan, banyak sekali waktu yang berharga
terbuang percuma untuk melayani barang muatan yang terdiri dari
berbagai macam bentuk kemasan.Dengan menggunakan system “Unit
Load” akan mampu menggerakkan atau memindahkan sebagian besar
komoditi di pelabuhan dengan menggunakan berbagai peralatan mesin
bongkar/muat.
3) Meningkatkan kemasan barang, kerusakan maupun pencurian barang
muartan akan merupakan suatu factor yang sangat mahal dalam hal
pelayanan barang pada suatu pengapalan barang.Dengan “Unit load
system”akan banyaak sekali pengurangan terhadap kerusakan maupun
kehilangan atas suatu barang , di bandingkan system konvensional.
Containerised Cargo (Containerisation)
adalah “suatu kegiatan dimana sejumlah barang muatan yang diisi kedalam
suatu unit petikemas untuk selanjutnya petikemas tersebut diangkut/dikirim
melalui pelabuhan muat dengan sarana angkutan tertentu ketempat tujuan
atau pelabuhan pembongkaran yang di kehendaki.” Keuntungan yang dapat
diperoleh dengan adanya petikemas antara lain sebagai berikut:
1) Mengurang biaya pengemasan barang karena secara umum petikemas
merupakan alat kemasan yang sebenarnya (actual packing material)
SEMINAR PERPAJAKAN
4
2) Mengurangi biaya tenaga kerja terhadap proses pelayanan barang
sebagai contoh unit petikemas yang harus dimuat keatas kapal dapat
dilaksanakan dalam waktu satu hari sedangkan kapal konvensional
dengan volume barang yang sama akan memerlukan waktu muat paling
sedikit 5 hari.
3) Mengurangi masa transit kapal yang menyebabkan masa perjalanan
kapal menjadi lebih pendek (turnaraound time) sehingga perjalan kapal
menjadi lebih ekonomis.
4) Keamanan barang lebih terjamin selama barang berada di petikemas.
b. Air Freight Forwarder
Mereka yang mengkhususkan kegiatan usaha jasanya pada sektor angkutan
udara dengan kombinasi angkutan kereta api atau truk. Lokasi kegiatan
sebagian besar berada di sekitar Bandar udara, baik kegiatan penyelesaian
dokumen maupun penumpukan baranng serta lalu lintasnya.
Airwaybill atau House Airway (AWB atau HAWB) adalah tata cara seorang
forwarder yang akan melakukan pemesanan ruang muatan (booking cargo
space system)pada setiap pengapalan yang telah diatur secara internasional,
yaitu sebagaimana yang tertera berikut ini :
1) Nomor seri Airwaybill ,bahwa pada setiap pengapalan akan selalu tercantum
nomor seri dari setiap Airwaybill yang diterbitkannya.Nomor ini merupakan
factor yang sangat penting sekali peranannya,dalam rangka
mengidentifikasikan suatu pengapalan barang muatan melalui suatu
penerbangan sampai pada saat pnyerahan barang I Bandar udara pada
tujuan akhirnya.
2) Jumlah paket (collie) ,jumlah paket harus di ketahui dengn pasti sebagai
kelengkapan pengapalan selama dalam proses pemuatan,alih penerbangan
dan atau saat penyerahan.
3) Berat barang ,seperti diketahui dengan pasti sebagai kelengkapan
pengapalan selama dalam proses pemuatan,alih penerbangan dan atau saat
penyerahan.
4) Jenis barang muatan ,untuk melaksanakan pemesanan ruang muatan pada
pesawat udara,jenis
serta bentuk barang sangat penting sekali untuk
diketahui.
5) Ukuran dan isi barang,informasi atau keterangan lengkap mengenai ukuran
dan isi barang yang
akan dimuat keatas kapal,disamping tentunya berat
barang bersangkutan ,adalah sangat di
perlukan,yang
dinyatakan
dalam Cm dan In
6) Bandar udara pemberangkatan dan tujuan nama-‐nama Bandar udara
pemberangkatan serta tujuannya sangat penting sekali untuk hal-‐hal sebagai
berikut :
• menentukan trayek pengapalan.
SEMINAR PERPAJAKAN
5
mengatur tempat penimbunan yang sesuai dengan tata ruang yang telah
ditentukan,menjelang keberangkatan meupun kedatangan barang
bersangkutan.
• mengatur komunikasi tertentu apabila terjadi sesuatu hal selama dalam
proses penerbangan .
• Memberikan kesempatan kepada pengirim barang untuk mengatur
segala sesuatunya baik di tempat transit maupun ditempat tujuan
barang.
c. Rail and Inland Freight Forwarder
Yaitu mereka yang mengkhususkan kegiatan usaha jasanya pada sector
angkutan darat dengan menggunakan jasa angkutan kereta api dan sarana
angkutan lainnya sampai jauh ke pedalaman pada suatu daerah atau Negara.
d. Combined Transport Forwarder
Yaitu Forwarder yang dalam usaha jasanya menggunakan lebih dari satu jenis
alat angkutan atau berbagai sarana angkutan yang melalui laut,udara dan kereta
api dan truk,atau kombinasi diantaranya.
Adapun Syarat untuk disebut sebagai seorang Forwarder yang professional
adalah sebagai berikut :
1) Memiliki sejumlah pengalaman luas dan memiliki berbagai aspek
perdaganngan internasional, angkutan serta memiliki hubungan luas serta
mitra kerja yang baik pada sector paengangkutan darat ,laut dan udara
,pergudangan stevedoring ,bank asuransi dan sebagainya.
2) Memiliki ketrampilan kerja yang efektif dan efisien yang didukung oleh
tenaga ahli di bidangnya seperti ahli logistic dan mobilitasi ,bongkar muat,
tata cara pengemasan, dan asuransi dan sebagainya.
3) Mampu memberikan pelayanan maksimal kepada para pemakai jasa. Sebagai
forwarder professional mereka perluvmemiliki sarana-‐sarana serta
perlengkapannya untuk penumpukan dan pelayanan barang muatan selama
berada dibawah kekuasaannya.
4) Mampu membayar segala jenis biaya-‐biaya tekait pada setiap proses
pengiriman barang terlebih dahulu untuk kemudian menagih pembiayaan
tersebut kepada pera pemakai jasa bersangkutan dan mampu memberikan
tariff yang relative lebih murah.
•
SEMINAR PERPAJAKAN
6
PEMBAHASAN
PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS JASA FREIGHT FORWARDING
Terkait jasa freight forwarding ini sebelumnya sudah diatur di dalam PER/178/PJ/2006
tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana Dimaksud Dalam
Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-‐undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-‐undang No 36 tahun
2008.
JENIS PENGHASILAN/JASA
PERKIRAAN
PENGHASILAN NETO
Jasa teknik, jasa manajemen dan jasa lain kecuali jasa
pengeboran (jasa drilling) di bidang Penambangan
minyak dan gas bumi (migas) yang dilakukan oleh bentuk
usaha tetap, jasa di bidang perdagangan surat-‐surat
berharga yang dilakukan oleh BEJ, BES, KSEI dan KPEI,
serta jasa-‐jasa yang disebutkan dalam angka 2, 3, 4, dan 5
Sepanjang jasa tersebut dilakukan oleh Wajib Pajak yang
ruang lingkup pekerjaannya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin/sertifikasi
sebagai
pengusaha
konstruksi.
5.
26 2/3 %
dari jumlah bruto
tidak termasuk PPN
13 1/3 %
dari jumlah bruto
tidak termasuk PPN
10 %
dari jumlah bruto
tidak termasuk PPN
SEMINAR PERPAJAKAN
7
Berdasarkan peraturan diatas, maka pemakai jasa freight forwarding
harus melakukan
pemotongan pajak PPh Pasal 23, yang pada perkembangan selanjutnya Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER/178/PJ/2006 dicabut dan diganti dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER/70/PJ./2007. Hal ini dipertegas dengan
dikeluarkannya Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-‐09/PJ.032/2008 tanggal 7 Januari
2008 tentang Permohonan Penegasan Terhadap Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER/70/PJ./2007, pada surat ini ditekankan bahwa Sesuai dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-‐70/PJ/2007, jasa Internet, jasa Freight Forwarding,
Tour Travel Agency, agen Pelayaran dan Agen Advertensi tidak tercantum sebagai jasa
yang atas penghasilannya dipotong PPh Pasal 23. Oleh karena itu atas pembayaran
yang dilakukan tidak dipotong PPh Pasal 23 sepanjang tidak terdapat unsur sewa atau
penggunaan harta. Hal ini sesuai dengan pasal 23 ayat 1 huruf c Yang menyatakan akan
dipotong sebesar 2% untuk sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang
telah dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2).
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tanggal 31
Desember 2008 tentang Jenis Jasa Lain dan Perkiraan Penghasilan Neto sebagaimana
dimaksud Pasal 23 ayat (1) Undang-‐undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-‐undang Nomor 36
tahun 2008 yang berlaku sejak 1 Januari 2009, antara lain diatur bahwa :
a) Jenis jasa lain tersebut antara lain adalah jasa perantara atau keagenan;
Tidak terdapat penjelasan lebih lanjut mengenai apa saja yang termasuk jasa
perantara dalam PMK ini sehingga freight forwarding dianggap tidak termasuk
dalam jasa perantara.
b) Dalam hal penerima imbalan sehubungan dengan jasa tersebut tidak memiliki
NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 100% daripada tarif
sebagimana dimaksud pada ayat (1)
Maka sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008, jasa
freight forwarding bukan merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23.
PENGENAAN PPN ATAS JASA FREIGHT FORWARDING
Undang-‐Undang Nomor Undang-‐Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-‐Undang Nomor 42
Tahun 2009, meliputi beberapa pasal yang terkait dengan penyerahan jasa kena pajak,
khususnya freight forwarding, yaitu:
a. Pasal 1:
• Angka 17, bahwa Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian,
Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain yang dipakai sebagai dasar untuk
menghitung pajak yang terutang.
SEMINAR PERPAJAKAN
8
Angka 19, bahwa Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya
yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa
Kena Pajak, ekspor Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud, tetapi tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut
menurut Undang-‐Undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam
Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau seharusnya dibayar oleh
Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan/atau oleh penerima
manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena pemanfaatan Barang Kena
Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
b. Pasal 4 ayat (1) huruf c
Bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Jasa Kena Pajak di
dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
c. Pasal 4A ayat (3)
Bahwa jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu
dalam kelompok jasa tertentu. Namun demikian, jasa pengurusan transportasi
(freight forwarding) tidak termasuk jenis jasa tertentu yang tidak dikenai Pajak
Pertambahan Nilai.
d. Pasal 8A:
Ayat (1), bahwa Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dengan Dasar Pengenaan
Pajak yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai
lain.
Turunan atas undang-‐undang PPN dituangkan dalam PMK Nomor 38/pmk.011/2013
Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/Pmk.03/2010 Tentang
Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Dalam PMK ini, dasar pengenaan pajak atas
jasa freight forwarding diatur dalam Pasal 2 huruf m, yang menyatakan bahwa untuk
penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan
jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges)
adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.
Sedangkan untuk pajak masukan yang berkaitan dengan penyerahan jasa pengurusan
transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi
tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) tidak dapat dikreditkan.
Untuk lebih memastikan kepastian hukum terkait freight charges dalam jasa freight
forwarding ini, DJP menerbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor
33/PJ/2013 tentang perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa
pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihannya terdapat biaya
transportasi (freight charges) memberikan penegasan atas hal berikut.
a. Dasar Pengenaan Pajak berupa Nilai Lain sebagaimana dimaksud pada angka 2
huruf b digunakan untuk penyerahan JPT/FF yang di dalam tagihan JPT/FF tersebut
terdapat biaya transportasi (freight charges). Freight charges adalah biaya
transportasi yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar oleh pengguna
•
SEMINAR PERPAJAKAN
9
jasa, yang dapat berupa biaya transportasi dengan menggunakan moda angkutan
berupa pesawat, kapal, dan/atau kereta api. Termasuk dalam pengertian freight
charges adalah biaya-‐biaya yang dikeluarkan yang terkait biaya transportasi dengan
menggunakan moda angkutan pesawat, kapal, dan/atau kereta api tersebut, antara
lain fuel surcharge.
b. Dalam melakukan kegiatan usahanya, pengusaha JPT/FF dapat menyerahkan
JPT/FF yang dapat terdiri dari satu atau beberapa kegiatan. Kegiatan yang
dilakukan dalam penyerahan JPT/FF dapat termasuk biaya transportasi (freight
charges). Walaupun penyerahan JPT/FF dapat terdiri dari satu atau beberapa
kegiatan, satu atau beberapa kegiatan yang diserahkan tersebut tetap merupakan
satu kesatuan, yaitu penyerahan JPT/FF, sehingga kewajiban Pengusaha Kena Pajak
untuk membuat Faktur Pajak atas setiap penyerahan Jasa Kena Pajak wajib
dilakukan.
c. Tidak termasuk penyerahan JPT/FF adalah reimbursement tagihan dari pihak ketiga,
sepanjang memenuhi kondisi sebagai berikut:
1) dalam hal:
a) tagihan dari pihak ketiga (selain pemerintah/negara), identitas pengguna
JPT/FF tercantum sebagai pihak yang tertagih dalam dokumen tagihan dari
pihak ketiga (selain pemerintah/negara) tersebut; atau
b) pembayaran kewajiban kepada pemerintah/negara yang menggunakan
Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam
Rangka Impor (SSPCP), Surat Setoran Penerimaan Negara Bukan Pajak
(SSPNBP),
dan/atau
dokumen
pembayaran
lainnya
kepada
pemerintah/negara, identitas pengguna JPT/FF tercantum sebagai pihak
yang wajib melakukan pembayaran kepada pemerintah/negara tersebut;
2) diatur dalam kontrak/perjanjian antara pengusaha JPT/FF dan pengguna JPT/FF
yang menyatakan bahwa terdapat reimbursement tagihan dari pihak ketiga
yang harus dibayar oleh pengguna JPT/FF yang kemudian akan disetorkan oleh
pengusaha JPT/FF kepada pihak ketiga;
3) penerimaan pembayaran untuk reimbursement tagihan dari pihak ketiga yang
diterima dari pengguna JPT/FF tidak dicatat/diakui sebagai penghasilan oleh
pengusaha JPT/FF dan penyetoran reimbursement tagihan kepada pihak ketiga
yang bersangkutan tidak dicatat/diakui sebagai biaya/beban oleh pengusaha
JPT/FF.
REIMBURSMENT PADA FREIGHT FORWARDING
Reimbursement adalah penggantian pembayaran sebesar jumlah yang nyata-‐nyata
telah dibayarkan oleh pihak ke-‐2 kepada pihak ke-‐3. Pengertian reimbursement
mensyaratkan posisi sebagai pihak ke-‐2 atau perantara. Oleh karena itu, awalnya syarat
reimbursement adalah tagihan pihak ke-‐3 langsung atas nama shipper, sehingga jelas
kedudukan freight forwarder hanyalah perantara atau sebagai pihak ke-‐2.
SEMINAR PERPAJAKAN
10
Transaksi Reimbursment umumnya dilakukan oleh perusahaan-‐perusahaan jasa yang
bekerjasama dengan pihak ketiga dalam melakukan kegiatan pemberian jasa kepada
konsumen (penerima jasa) antara lain perusahaan yang bergerak di bidang usaha jasa
freight forwarding yang dalam kegiatan operasionalnya bekerjasama dengan Pihak
Ketiga antara lain perusahaan pengangkutan / pengiriman barang. Tagihan biaya yang
di-‐Reimburs antara lain : Freight, THC, Document Fee, D/O, Cleaning Container, Lift
on/off Container, shipping line, Airline.
Ketika terjadi transaksi Reimbursment, Tagihan dari Pihak Ketiga akan diteruskan oleh
Pemberi Jasa kepada Penerima Jasa dengan atau tanpa ditambah imbalan (Mark Up).
Selanjutnya pembayaran dari Penerima Jasa akan diteruskan oleh Pemberi Jasa kepada
Pihak Ketiga tersebut setelah dikurangi dengan imbalan mark up. Jumlah penerimaan
yang akan dicatat sebagai penghasilan/pendapatan oleh Pemberi Jasa adalah jumlah
pembayaran dari Penerima Jasa dikurangi dengan Reimbursment. Oleh karena itu,
dokumen tagihan oleh Pihak Ketiga seharusnya dibuat langsung atas nama Penerima
Jasa (bukan Pemberi Jasa).
Mengacu pada praktik di lapangan dan Surat Edaran Dirjen Pajak No SE-‐33/PJ/2013,
penyerahan Jasa Freight Forwarding dapat terdiri dari satu atau beberapa kegiatan
yang dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun
2010 tentang Angkutan di Perairan, yaitu salah satu di antaranya adalah kegiatan
transportasi. Menurut surat edaran di atas, tidak termasuk penyerahan Jasa Freight
Forwarding adalah transaksi reimbursement tagihan dari pihak ke-‐3 (supplier
barang/jasa lainnya) sepanjang memenuhi persyaratan berikut:
1) Tagihan dari pihak ke-‐3 atau dokumen perpajakan seperti Surat Setoran Pajak (SSP),
Surat Setoran Pabean, Cukai dan Pajak Dalam Rangka Impor (SSPCP)
mencantumkan identitas Pengguna Jasa Freight Forwarding;
2) Terdapat perjanjian reimbursement antara Pengusaha dan Pengguna Jasa Freight
Forwarding; dan
Pengusaha Jasa Freight Forwarding tidak mengakui penghasilan dan biaya yang
berkaitan dengan reimbursement. Pengakuan Pendapatan dan Biaya ini selaras dengan
penghitungan peredaran usaha (Dasar Pengenaan Pajak) menurut ketentuan PPN.
Seperti telah diuraikan di atas, dalam ketentuan PPN diatur bahwa reimbursment
dikurangkan dari Dasar Pengenaan Pajak PPN, sehingga penerimaan pembayaran
reimbursment dari Penerima Jasa juga seharusnya tidak dicatat/diakui sebagai
pendapatan. Dengan demikian, peredaran usaha menurut PPN akan sama (equal)
dengan peredaran usaha menurut PPh.
SEMINAR PERPAJAKAN
11
PENUTUP
SIMPULAN
a. Pengenaan pajak penghasilan atas jasa freight forwarding telah diatur dalam PER-‐
178/PJ/2006 Tentang Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto Sebagaimana
Dimaksud Dalam
Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Undang-‐Undang Nomor 7 Tahun 1983.
Akan tetapi peraturan ini dicabut dengan PER-‐70/PJ/2007, di mana dalam peraturan
ini tidak menyertakan jasa freight forwarding dalam daftar positif pemotongan PPh
pasal 23.
b. Jasa-‐jasa yang terkait dengan pemberian jasa freight forwarding seperti kegiatan
penerimaan, penyimpanan, fumigasi (penyemprotan anti hama sebelum barang
dimuat dalamkontainer), sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, dan
penimbangan apabila masuk dalam daftar PER-‐70/PJ/2007 tetap merupakan objek
pemotongan PPh 23. Apabila jasa-‐jasa tersebut tidak termasuk dalam daftar PER-‐
70/PJ/2007 bisa tetap dikenakan PPh pasal 29 sepanjang jasa tersebut termasuk
kategori objek pajak.
c. Pengenaan PPN atas jasa freight forwarding telah diatur dalam UU PPN pasal 4(a)
ayat 3 dimana dipertegas dalam PMK Nomor 38/pmk.011/2013 terkait Nilai Lain
Sebagai Dasar Pengenaan Pajak.
d. Tidak termasuk penyerahan freight forwarding adalah reimbursement tagihan dari
pihak ketiga, sepanjang memenuhi syarat kumulatif yang diuraikan dalam SE Nomor