ga

Published on March 2017 | Categories: Documents | Downloads: 51 | Comments: 0 | Views: 466
of 21
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat rahmat dan petunjuk-Nya
penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul “Anestesi Umum” ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW semoga rahmat dan hidayah-Nya
selalu tercurah kepada kita.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian Anestesi
RSUD Karawang. Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada dr. Sabur Nugraha, Sp.An, dr. Ucu Nurhadiat, Sp.An , dr. Ade Nurkacan, Sp. An selaku
dokter pembimbing dalam kepanitraan klinik Anestesi ini dan rekan-rekan koas yang ikut
membantu memberikan semangat dan dukungan moril.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga
referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan dalam bidang Anestesi khususnya dan
bidang kedokteran yang lain pada umumnya.

Karawang, Januari 2016

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………………… 1
Daftar Isi …………………………………………………………………………..

2

Bab I

Pendahuluan………………………………………………………… 3

Bab II

A. Definisi Anestesi Umum………………………………………… 4
B. Keuntungan Anestesi Umum……………………………………. 4
C. Kerugian Anestesi Umum ……………………………………….. 4
D. Komponen Anestesi Umum……………………………………… 5
E. Stadium Anestesi Umum…………………………………………. 5-6
F. Persiapan Pre-anestesia…………………………………………… 6-9
G. Premedikasi………………………………………………………. 9-10
H. Persiapan Induksi Anestesi………………………………………. 10-12
I. Induksi Anestesi…………………………………………………… 12-14
J. Rumatan Anestesi………………………………………………… 14
K. Obat Pelumpuh Otot…………………………………………….. 14-15
L. Tatalaksana nyeri………………………………………………… 16
M. Teknik Anestesi…………………………………………………. 16-18
N. Monitoring Perianestesi…………………………………………. 18-19

Bab III

Kesimpulan…………………………………………………………. 20

Daftar Pustaka………………………………………………………………………. 21

BAB I
PENDAHULUAN

Anestesi berasal dari bahasa Yunani an- "tidak, tanpa" dan aesthetos, "persepsi,
kemampuan untuk merasa", secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika
melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh.
Istilah anestesi digunakan pertama kali oleh Oliver Wendel Holmes Sr pada tahun 1846.
Obat untuk menghilangkan nyeri terbagi ke dalam dua kelompok, yaitu analgetik dan
anestesi. Analgetik adalah obat pereda nyeri tanpa disertai hilangnya perasaan secara total.
Seseorang yang mengkonsumsi analgetik tetap berada dalam keadaan sadar. Beberapa jenis
anestesi menyebabkan hilangnya kesadaran, sedangkan jenis yang lainnya hanya menghilangkan
nyeri dari bagian tubuh tertentu dan pemakainya tetap sadar.
Secara umum anestesi dibagi menjadi dua, yang pertama anestesi umum, yaitu hilangnya
kesadaran secara total dan anestesi regional yaitu hilangnya rasa pada bagian yang lebih luas dari
tubuh oleh blokade selektif pada jaringan spinal atau saraf yang berhubungan dengannya.
Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai dengan
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesi yang ideal (trias
anestesi) terdiri dari : hipnotik, analgesia dan relaksasi otot. Praktek anestesi umum juga
termasuk mengendalikan pernapasan pemantauan fungsi-fungsi vital tubuh selama prosedur
anestesi. Tahapannya mencakup induksi, maintenance, dan pemulihan.

BAB II
PEMBAHASAN

ANESTESI UMUM
A. Definisi
Anastesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya
kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible).

B. Keuntungan Anestesi Umum


Membuat pasien lebih tenang



Untuk operasi yang lama



Dilakukan pada kasus-kasus yang memiliki alergi terhadap agen anestesia lokal



Dapat dilakukan tanpa memindahkan pasien dari posisi supine (terlentang)



Dapat dilakukan prosedur penanganan (pertolongan) dengan cepat dan mudah pada
waktu-waktu yang tidak terprediksi

C. Kerugian Anestesi Umum


Membutuhkan pemantauan ekstra selama anestesi berlangsung



Membutuhkan mesin-mesin yang lengkap



Dapat menimbulkan komplikasi yang berat, seperti : kematian, infark myokard,
dan stroke



Dapat

menimbulkan

komplikasi

ringan

seperti

:

mual,

muntah, sakit

tenggorokkan, sakit kepala. Resiko terjadinya komplikasi pada pasien dengan anestesi
umum adalah kecil, bergantung beratnya kormobit penyakit pasiennya.
D. Komponen Anestesia
Komponen anestesia yang ideal (trias anestesi) terdiri dari :
(1) Hipnotik, Hipnotik didapat dari sedatif, anestesi inhalasi (halotan, enfluran, isofluran,
sevofluran).
(2) Analgesia, Analgesia didapat dari N2O, analgetika narkotik, NSAID tertentu.Sedangkan
relaksasi otot didapatkan dari obat pelemas otot (muscle relaxant).
(3) Relaksasi otot, Relaksasi otot diperlukan untuk mengurangi tegangnya tonus otot
sehingga akan mempermudah tindakan pembedahan.

E. Stadium Anestesia
Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter kedalam 4 stadium yaitu:
a) Stadium I (analgesi) dimuai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran
pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi (hilangnya
rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan seperti pencabutan gigi dan biopsi kelenjar
dapat dilakukan pada stadium ini.
b) Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleksi
bulu mata sampai pernapasan kembali teratur pada stadium ini terlihat adanya eksitasi
dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis,
pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apne dan hiperpnu, tonus otot rangka meningkat,
inkontinensia urin dan alvi dan muntah. Stadium ini harus cepat dilewati karena dapat
menyebabkan kematian.

c) Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan
spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu:
Plana I : pernapasan teratur dan spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola
mata yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi
meningkat, refleks faring dan muntah tidak ada dan belum tercapai relaksasi otot lurik
yang sempurna.
Plana 2 : pernapasan teratur dan spontan, perut dan volume dada tidak menurun,
frekuensi meningkat, bola mata tidak bergerak terfiksasi ditengah, pupil midriasis, refleks
cahaya mulai menurun, relaksasi otot sedang dan refleks laring hilang sehingga dapat
dikerjakan intubasi.
Plana 3 : pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi
tidak ada, pupil midriassis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksaai
otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).
Plana 4 : pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil
sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingterani dan kelenjar air mata tidak
ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).
d) Stadium IV (paralisis medulla oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut
dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tidak dapat diukur, denyut
jantung berhenti dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium ini
tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.

F. Persiapan Pre-anestesia :
I. Persiapan mental dan fisik pasien
1. Anamnesis
- Identitas pasien, misalnya : nama, umur, alamat dan pekerjaan

- Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang mungkin dapat menjadi
penyulit dalam anestesia seperti penyakit alergi, diabetes mellitus, penyakit paru kronik,
penyakit jantung dan hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal.
- Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin dapat menimbulkan
interaksi dengan obat-obat anestesi.
- Riwayat operasi dan anestesia yang pernah dialami, berapa kali dan selang waktunya,
serta apakah pasien mengalami komplikasi saat itu.
- Kebiasaan buruk sehari-hari yang dapat mempengaruhi jalannya anestesi misalnya
merokok, alkohool, obat-obat penenang atau narkotik.
2. Pemeriksaan fisik
- Tinggi dan berat badan untuk mmemperkirakan dosis obat, terapi cairan yang
diperlukan dan jumlah urin selama dan pasca bedah.
- Kesadaran umum, kesadaran, tanda-tanda anemia, tekanan darah, frekuensi nadi, pola
dan frekuensi pernafasan.
- Pemeriksaan saluran pernafasan; batuk-batuk, sputum, sesak nafas, tanda-tanda
sumbatan jalan nafas, pemakaian gigi palsu, trismus, persendian temporo mandibula.
- Tanda-tanda penyakit jantung dan kardiovaskuler; dispnu atau ortopnu, sianosis,
hipertensi
- Abdomen untuk melihat adanya distensi, massa, asites yang dapat membuat tekanan
intra abdominal meningkat sehingga dapat menyebabkan regurgitasi.
3. Pemeriksaan laboratorium
- Darah : Hb, leukosit, golongan darah, hematokrit, masa pembekuan, masa perdarahan,
hitung jenis leukosit

- Urine : protein, reduksi, sedimen
- Foto thoraks
- EKG : terutama pada pasien diatas 40 tahun karena ditakutkan adanya iskemia miokard
- Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru
- Fungsi hati pada pasien ikterus
- Fungsi ginjal pada pasien hipertensi
- Analisa gas darah, elektrolit pada ileus obstruktif

II. Perencanaan anastesia
Pembedahan elektif boleh ditunda tanpa batas waktu untuk menyiapkan agar pasien dalam
keadaan bugar, sedangkan pada operasi cito penundaan yang tidak perlu harus dihindari.

III. Merencanakan prognosis
Klasifikasi yang digunakan untuk menilai kebugaran fisik seseorang berasal dari The
American Society of Anesthesiologists (ASA). Klasifikasi sebagai berikut :
ASA 1 : pasien sehat organic, fisiologik, psikiatrik, biokimia
ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik ringan dan sedang
ASA 3 : pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin terbatas
ASA 4 : pasien dengan penyakit sistemik berat yang tak dapat melakukan aktivitas rutin dan
penyakit merupakan ancaman kehidupannya setiap saat
ASA 5 : pasien sekarat yang diperkirakan dangan atau tanpa pembedahan hidupnya tidak akan
lebih dari 24 jam
Pada bedah cito atau emergency biasanya dicantumkan huruf E.

IV. Persiapan pada hari operasi
Secara umum, persiapan pembedahan antara lain :
1. Pengosongan lambung : dengan cara puasa, memasang NGT. Lama puasa pada orang
dewasa kira-kira 6-8 jam, anak-anak 4-6 jam, bayi 2 jam (stop ASI). Pada operasi darurat,
pasien tidak puasa, maka dilakukan pemasangan NGT untuk dekompresi lambung.
2. Pengosongan kandung kemih
3. Informed consent ( Surat izin operasi dan anestesi).
4. Pemeriksaan fisik ulang
5. Pelepasan kosmetik, gigi palsu, lensa kontak dan asesori lainnya.
6. Premedikasi secara intramuskular ½ - 1 jam menjelang operasi atau secaraintravena jika
diberikan beberapa menit sebelum operasi

G. Premedikasi
Premedikasi adalah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan tujuan untuk
melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesi diantaranya :









Meredakan kecemasan dan ketakutan, misalnya diazepam
Memperlancar induksi anestesia, misalnya pethidin
Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus, misalnya sulfas atropindan hiosin
Meminimalkan jumlah obat anestetik, misalnya pethidin
Mengurangi mual-muntah pasca bedah, misalnya ondansetron
Menciptakan amnesia, misalnya diazepam,midazolam
Mengurangi isi lambung
Mengurangi reflex yang membahayakan, misalnya tracurium, sulfas atropine

Obat-obat premedikasi dapat digolongkan seperti di bawah ini :
1.

Narkotik analgesic, misalnya morfin pethidin

2.

Transqualizer yaitu dari golongan benzodiazepine, misalnya diazepam dan midazolam.

3.
4.
5.
6.
7.

Diazepam dapat dberikan peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum induksi anesthesia
Barbiturat, misal pentobarbital, penobarbital, sekobarbital
Antikolinergik, misal atropine dan hiosin
Antihistamin, misal prometazine
Antasida, misal gelusil
H2 reseptor antagonis misalnya cimetidine dan ranitidine. Ranitidine diberikan 150 mg
1-2 jam sebelum operasi

H. Persiapan Induksi Anestesi
Untuk persiapan induksi anestesi sebaiknya kita mempersiapkan STATICS :
S : Scope (stetoskop, laringoskop),
-

Stetoskop : untuk mendengarkan suara paru dan jantung.
Laringoskop : untuk membuka mulut dan membuat area mulut lebih luas serta
melihat daerah faring dan laring, mengidentifikasi epiglotis, pita suara dan trakea.
Ada dua jenis laringoskop, yaitu:
a. Blade lengkung (Miller, Magill). Biasa digunakan pada laringoskopi dewasa.
b. Blade lurus.

T : Tube (pipa endotraceal, LMA),
-

Pipa Endotrakeal
Endotracheal tube mengantarkan gas anastetik langsung ke dalam trakea.

-

Laringeal mask airway (LMA)
Indikasi pemasangan LMA ialah sebagai alternatif dari ventilasi face mask atau
intubasi ET. Kontraindikasi pemasangan LMA pada pasien-pasien dengan resiko
aspirasi isi lambung dan pasien-pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi
mekanik jangka waktu lama.
LMA terdiri dari 2 macam : :

1. Sungkup laring standar dengan satu pipa napas.
2. Sungkup laring dengan dua pipa yaitu satu pipa napas standar dan lainnya pipa
tambahanyang ujung distalnya berhubungan dengan esofagus

A : Airway device (sarana aliran udara, misal sungkup muka, pipa oropharing),
-

Alat bantu jalan napas orofaring (oropharyngeal airway)
Alat bantu jalan napas orofaring menahan pangkal lidah dari dinding belakang faring.
Alat ini berguna pada pasien yang masih bernapas spontan, alat ini juga membantu
saat dilakukan pengisapan lendir dan mencegah pasien mengigit pipa endotrakheal
(ETT)

Oral pharyngeal airway

-

Nasopharyngeal airway

Alat bantu napas nasofaring (nasopharyngeal airway)

Digunakan pada pasien yang menolak menggunakan alat bantu jalan napas orofaring
atau apabila secara tehnis tidak mungkin memasang alat bantu jalan napas orofaring
(misalnya trismus, rahang mengatup kuat dan cedera berat daerah mulut).
-

Sungkup muka (face mask) berguna untuk mengantarkan udara/gas anastesi dari alat
resusitasi atau system anestesi ke jalan nafas pasien.

T : Tape (plaster), Plester untuk memfiksasi pipa trakea setelah tindakan intubasi supaya
tidak terlepas
I : Inducer (stilet/ forceps Magill),
Stilet (mandren) digunakah untuk mengatur kelengkungan pipa endotrakeal sebagai alat
bantu saat insersi pipa. Forseps intubasi (Mc gill) digunakan untuk memanipulasi pipa
endotrakeal nasal atau pipa nasogastrik melalui orofaring.
C : Connection. Connection ialah hubungan antara mesin respirasi/anestesi dengan sungkup
muka, serta penghubung-penghubung yang lain,
S : Suction
Digunakan untuk membersihkan jalan napas dengan cara menyedot lendir, ludah, dan
lain-lainnya.

I

Induksi Anestesi
Induksi anestesi merupakan saat dimasukkannya zat anestesi sampai tercapainya stadium

pembedahan yang selanjutnya diteruskan dengan tahap pemeliharaan anestesi untuk
mempertahankan atau memperdalam stadium anestesi setelah induksi.
Cara pemberian anestesi umum:

a. Parenteral (intramuscular/intravena). Digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi
anestesi. Untuk tindakan yang lama anestesi parenteral dikombinasikan dengan cara lain.
-

Anestesi intravena

1. Propofol
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak dengan jepekatan 1 % (1ml = 10 mg).
suntikan intravena sering menyebabkan nyeri sehingga sebelumnya dapat diberikan lidokain
1-2 mg/kg IV. Dosis bolus untuk induksi 2-2,5 mg/kg, dosis rumatan 4-2 mg/kg/jam dan
dosis sedasi untuk perawatan intensif 0,2mg/kg.Propofol dapat menurunkan tekanan darah
selama induksi anestesi karena menurunnya resistensi arteri perifer dan venodilatasi.
2. Ketamin
Ketamin mempunyai sifat analgesic dan anestetik. Ketamin sering menimbulkan
takikardi, hipertensi, hipersaliva, nyeri kepala, dan mual muntah. Dosis bolus iuntuk induksi
intravena ialah 1-2 mg/kg dan untuk intramuscular 3 – 10 mg.
3. Tiopental
Tiopental hanya dapat digunakan secara intravena dengan dosis 3-7 mg/kg. Larutan ini
sangat berifat alkalis sehinga dapat menyebabkan nekrosis jaringan bila keluar dari vena.
4. Opioid (morfin, fentanil, petidin, sufentanil)
Opioid tidak mengganggu kardiovaskuler, sehingga digunakan untuk induksi oasien
dengan kelainan jantung. Untuk anestesi digunakan fentanil dosis induksi 20-50 mg/kg
dilanjutkan dosis rumatan 0,3-1 mg/kg/ menit
-

Anestesi intramuscular
Hanya ketamin yang dapat diberikan secara intramuscular.

b. Per rektal
Dapat dipakai pada anak untuk induksi anestesi atau tindakan singkat. Yang termasuk
induksi per rektal adalah tiopental atau midazolam. Midazolam memiliki kontraindikasi
dengan glaukoma sudut sempit akut, miastenia gravis, syok atau koma, intoksikasi alkohol
akut dengan depresi tanda- tanda vital, bayi prematur. Efek samping dapat menyebabkan
kejadian- kejadian kardiorespirasi, fluktuasi pada tanda- tanda vital.
c. Anestesi inhalasi yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah
menguap (volatile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernafasan. Zat anestetik yang
digunakan berupa campuran gas (dengan O2) dan konsentrasi zat anestetik tersebut
tergantung dari tekanan parsialnya. Tekanan parsial dalam jaringan otak akan menentuka
kekuatan daya anestesi. Zat anestetik disebut kuat bila dengan tekanan parsial yang rendah
sudah dapat member anestesi yang adekuat.
-

N2O (nitrous oksida) gas ini bersifat anestetik lemah,. Pemberian anestesi dengan N2O
harus disertai O2 minimal 25 % untuk menghindari hipoksia difusi.

-

Halotan, halotan sering dikombinasikan dengan N2O. pada nafas spontan rumatan
anestesi sekitar 1-2 vol % dan pada afas kendali sekitar 0,5 – 1 vol %. Kontraindikasi
pemakaian halotan adalah penderita gangguan hepar, pernah dapat halotan dalam waktu
kurang 3 bulan atau pasien yang terlalu gemuk.

-

Enfluran, pada EEG dapat menimbulkan tanda-tanda epileptic. Enfluran lebih iritatik
dibanding halotan.

-

Isofluran, isofluran dapat meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial, serta
efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal.

-

Sevofluran, sevofluran memiliki efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil dan jarang
menyebabkan aritmia. Setelah pemberian dihhentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh
tubuh.

J. Rumatan Anestesia
Rumatan anestesi adalah menjaga tingkat kedalaman anestesi dengan cara mengatur
konsentrasi obat anestesi di dalam tubuh pasien. Jika konsentrasi obat tinggi maka akan
dihasilkan anestesi yang dalam, sebaliknya jika konsentrasi obat rendah, maka akan didapat
anestesi yang dangkal. Anestesi yang ideal adalah anestesi yang adekuat. Untuk itu diperlukan
pemantauan secara ketat terhadap indikator-indikator kedalaman anestesi.
Rumatan intravena dengan menggunakan opioid dosis tinggi fentanil 10- 50 µg/ kgBB.
Rumatan inhalasi bisanya menggunakan campuran N2O dan O2 3:1 ditambah halotan 0,5- 2 vol
% atau enfluran 2-4 vol% atau isofluran 2-4% atau sevofluran 2-4% tergantung pernapasan
pasien spontan, dibantu atau dikendalikan.

K. Obat Pelumpuh Otot
Fungsi obat pelumpuh otot adalah memudahkan cedera pada tindakan laringoskop dan
intubasi trakea, membuat relaksasi otot selama pembedahan, serta menghilangkan spasme laring
dan refleks jalan nafas.
1. Atrakurium
Merupakan obat pelumpuh otot non depolarisasi. Keunggulan obat ini adalah metabolism
terjadi di darah, tidak bergantung fungsi hati dan ginjal. Tidak menyebabkan perubahan fungsi

kardiovaskuler yang bermakna, Dosis intubasi yaitu 0,5-0,6 mg/kgBB/iv, dosis relaksasi otot
yaitu 0,5-0,6 mg/kgBB/iv, dan dosis pemeliharaan 0,1-0,2 mg/kgBB/iv.
2. Suksametonium (succinyl choline)
Indikasi dari suksametonium adakan sebagai pelumpuh otot jangka pendek, dosis untuk
intubasi ialah 1-2 mg/kgBB/iv.

L. Tatalaksana nyeri
Metode untuk menghilangkan nyeri biasanya digunakan analgetik golongan opioid untuk
nyeri hebat dan golongan anti inflamasi non steroid (NSAID) untu nyeri sedang atau ringan.

1. Morfin
Dosis anjuran untuk menghilangkan nyeri sedang ialah 0,1-0,2 mg/kgBB dan dapat diulang
tiap 4 jam. Untuk nyeri hebat dapat diberi 1-2 mg intravena dan diulang sesuai keperluan.
2. Petidin
Dosis petidin intramuskular 1-2 mg/kgBB dapat diulang tiap 3-4 jam. Dosis intravena 0,2
-0,5 kan kekeringan mulut, kekaburan pandangan dan takikardi.
3. Fentanil
Pada fentanil efek depresi napasnya lebih lama dibanding efek analgesianya. Dosis 1-3
µg/kgBB efek analgesianya hanya berlangsung 30 menit.
4. Nalokson

Nalokson ialah antagonis murni opioid. Nalokson biasanya digunakan untuk melawan
depresi nafas pada akhir pembedahan dengan dosisi 1-2 µg/kgBB intravena dan dapat
diulang tiap 3-5 menit.

M. Teknik Anestesi
1. Teknik Anestesi spontan dengan sungkup muka
Indikasi :
-

Untuk tindakan yang singkat (0,5-1 jam)
Keadaan umum pasien cukup baik
Lambung harus kosong

Urutan tindakan :
1.
2.
3.
4.
5.

Periksa peralatan yang digunakan
Pasang infus
Persiapkan obat-obat
Induksi dapat dilakukan dengan propofol 2-2.5 mg/kgBB
Selesai induksi, sampai pasien tertidur dan reflek bulu mata hilang, sungkup muka

ditempatkan pada muka
6. N2O mulai diberikan 4 L dengan O2 2 L/menit untuk memperdalam anestesi,
bersamaan dengan halotan dibuka sampai 1 % dan sedikit demi sedikit dinaikkan
sampai 3-4 % tergantung reaksi tubuh penderita
7. Kalau stadium anestesi sudah cukup dalam, masukkan pipa orofaring
8. Halotan kemudian dikurangi menjadi 1-1.5 % dan dihentikan beberapa menit sebelum
operasi selesai
9. Selesai operasi N2O dihentikan dan penderita diberi O2 beberapa menit
2. Teknik Anestesi spontan dengan pipa endotrakea

Indikasi :
-

Operasi lama
Kesulitan mempertahankan jalan nafas bebas pada anestesi dengan sungkuo muka.

Urutan tindakan :
1. Induksi dengan propofol
2. Sungkup muka ditempatkan pada muka dan oksigen 4-6 L/menit, kalau perlu nafasi
dibantu dengan menekan balon nafas secara periodic
3. Sesudah reflex mata menghilang diberikan suksinil kolin intravena 1-1.5 mg/kgBB,
nafas dikendalikan dengan menekan balon nafas yang diisi dengan aliran O2 2L.
4. Sesudah fasikulasi menghilang pasien diintubasi.
5. Pipa guedel dimasukan dimulut agar pipa endotrakeal tidak tergigit. Kemudian
difiksasi dengan plester
6. Mata diplester agar tidak terbuka dan kornea tidak kering
7. Pipa endotrakeal dihubungkan dengan konektor pada sirkuit nafas alat anestesi. N2O
dibuka 3-4 L/menit dan O2 2 L/menit kemudian halotan dibuka 1 vol %dan cepat
dinaikkan sampai 2 vol %. Nafas pasien dikendalikan dengan menekan balon nafas.
8. Halotan dikurangi sampai 0,5-1.5 % untuk pemeliharaan anestesi
9. Nafas dapat dibiarkan spontan kalau usaha nafas cukup kuat
10. Kedalaman anestesi dipertahankan dengan kombinasi N2O dan O2 masing-masing 2
l/menit, serta halotan 1.5-2 vol %
3. Teknik anestesi pipa endotrakeal dan nafas kendali
1. Teknik anestesi dan intubasi sama seperti diatas
2. Setelah pengaruh suksinil kolin mulai habis, diberi obat pelumpuh otot jangka
panjang misalnya alkuronium dosis 0.1-0.2 mg/kgBB

3. Nafas dikendalikan dengan ventilator atau secara manual. Konsentrasi halotan sedikit
demi sedikit dikurangi dan dipertahankan dengan 0.5-1 %.
4. Obat pelumpuh otot dapat diulang lagi dengan 1/3 dosis apabila pasien tampak ada
usaha mulai bernafas sendiri
5. Halotan dapat dihentikan sesudah lapisan fasi kulit terjahit. N2O dihentikan kalau
lapisan kulit mulai dijahit.
6. Ekstubasi dapat dilakukan setelah nafas spontan normal kembali. O2 diberi terus
selama 2-3 menit untuk mencegah hipoksia difusi.

N. Monitorig Perianestesia
Dalam tindakan anestesi harus dilakukan monitoring terus menerus tentang keadaan pasien.
1. Kardiovaskuler
a. Nadi
Monitoring terhadap nadi merupakan keharusan karena gangguan sirkulasi sering terjadi
selama anestesi.
b. Tekanan darah
c. Banyaknya perdarahan
2. Respirasi
Respirasi dinilai dari jenis nafasnya, apakah ada retraksi interkostal atau supraklavikula.
3. Suhu tubuh
Tubuh tidak mampu mempertahankan suhu tubuh. Obat anestesi mendepresi pusat pengatur
suhu, sehingga mudah turun naik dengan suhu lingkungan.
4. Monitoring ginjal
Untuk mengetahui keadaan sirkulasi ginjal
5. Monitoring blockade neuromuscular
Untuk mengetahui apakah relaksasi sudah cukup baik atau setelah selesai anestei apakah
tonus otot sudah kembali normal
6. Monitoring sistem saraf

Monitoring dengan memeriksa respon pupil terhadap cahaya, respon terhadap trauma
pembedahan, respon terhadap otot apakah relaksasi cukup atau tidak.

BAB III
KESIMPULAN

Anastesi umum adalah tindakan untuk menghilangkan nyeri secara sentral disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversible). Komponen anestesia yang ideal
(trias anestesi) terdiri dari hipnotik, analgesia, dan relaksai otot.
Sebelum dilakukan anestesi, perlu dilakukan persiapan pre-anestesi, yaitu persiapan mental
dan fisik pasien yang terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, selain
itu juga perencanaan anastesia, merencanakan prognosis, serta persiapan pada hari operasi.
Cara pemberian anestesi umum dapat berupa parenteral yaiu melalui intramuscular atau
intravena, per rektal, dan melalui inhalasi. Teknik anestesi ada bermacam-macam yaitu teknik
anestesi spontan dengan sungkup muka, teknik anestesi spontan dengan pipa endotrakel, serta
teknik anestesi pipa endotrakeal dan nafas kendali.

DAFTAR PUSTAKA

1. Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S, Dahlan R, Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi
dan terapi Intensif FKUI
2. Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR . Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2009; 2 : 29-96.
3. Desai,

A.

General

Considerations.

http://emedicine.medscape.com/article/1271543-

overview#showall. Accesed in January 3nd, 2016
4. Mansjoer A, Suprohaita, dkk. Ilmu Anestesi. Dalam : Kapita Selekta Kedokteran FKUI. Jilid
2. Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius. 2002..
5. Edward Morgan et al. Clinical Anesthesiology. Fourth Edition. McGraw-HillCompanies.
2006
6. Wirdjoatmodjo, K. Anestesiologi dan Reaminasi Modul Dasar untuk Pendidikan S1
Kedokteran. Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional. 2000.
7. Handoko, Tony. Anestetik Umun. Dalam : Farmakalogi dan Terapi FKUI. Edisi 4. Jakarta :
Gaya Baru. 1995.

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close