Pendahuluan
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina. Secara umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada
retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu
titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan
kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.
Jenis kelainan refraksi diantaranya miopia, hipermetropia, presbiop dan
astigmatisma.1
Koreksi terhadap kelainan refraksi dapat dilakukan dengan penggunaan
kacamata, lensa kontak dan pada keadaan tertentu kelainan refraksi dapat diatasi
dengan pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial, keratektomi
fotorefraktif, Laser Asissted In situ Interlamelar Keratomilieusis (Lasik).1
Lasik adalah salah satu operasi refraksi untuk memperbaiki kelainan
refraksi pada mata seperti miopia, hipermetropia dan astigmatisma. Lasik
merupakan jenis yang paling sering digunakan dan paling terkenal dibandingkan
operasi
dengan
bantuan
laser
(laser-assisted)
lainnya,
seperti
PRK
(photorefractive keratectomy) atau yang lebih dikenal dengan Lasek (laserassisted sub-ephitelial keratectomy). Jenis ini umumnya tergolong aman dan
menghasilkan penanganan yang lebih efektif untuk jenis kelainan pengelihatan
yang lebih besar. Secara spesifik, LASIK melibatkan fungsi dan kemampuan dari
laser untuk merubah bentuk kornea secara permanen. LASIK telah memperbaiki
secara total kelainan pada mata dan mengurangi ketergantungan pada kacamata
dan lensa kontak (contact lenses).2
Berdasarkan hal-hal di atas penulis tertarik untuk membahas mengenai
koreksi kelainan refraksi dengan penggunaan
Lasik (laser-assisted in situ
keratomileusis).
1
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Kelainan Refraksi Pada Mata
Secara umum, cara kerja mata persis seperti cara kerja kamera. Pada
kamera, cahaya masuk melewati sistem lensa menuju film atau sensor CCD pada
kamera digital. Pada mata, kornea dan lensa mata berada pada bagian depan mata
(anterior chamber) dan fungsinya sama seperti lensa pada kamera. Retina berada
di bagian belakang mata (posterior chamber) dan fungsinya sama seperti film atau
sensor CCD pada kamera. Pada mata normal, berkas cahaya masuk melewati
kornea dan lensa mata dan langsung difokuskan pada retina untuk menghasilkan
bayangan yang jelas. Pada kelainan refraksi terjadi ketidak seimbangan sistem
penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak
dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak
terletak pada satu titik fokus.1
• Miopia
Gambar. 1 Miopia2
Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan melihat jauh
tapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Pada penderita miopia, berkas cahaya
yang melewati kornea dan lensa mata tidak terfokus pada retina mata, melainkan
jatuh di depan retina, sehingga menghasilkan bayangan yang jelas pada objek
yang dekat, namun bayangan menjadi kabur sama sekali ketika pasien melihat
benda yang jauh letaknya. Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa
(kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga
titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.1,3,4
2
• Hipermetropia
Gambar 2. Hipermetrop2
Hipermetropia
adalah
keadaan
mata
yang
tidak
berakomodasi
memfokuskan bayangan di belakang retina. Pada penderita hipermetropia, berkas
cahaya yang melewati kornea dan lensa mata terfokus bukan pada retina,
melainkan pada bagian belakang retina, sehingga menghasilkan bayangan yang
kabur pada objek yang dekat, namun bayangan menjadi jelas ketika melihat objek
yang jauh. Hipermetropia terjadi jika kekuatan yang tidak sesuai antara panjang
bola mata dan kekuatan pembiasan kornea dan lensa lemah sehingga titik fokus
sinar terletak di belakang retina. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan panjang
sumbu bola mata (hipermetropia aksial), seperti yang terjadi pada kelainan
bawaan tertentu, atau penurunan indeks bias refraktif (hipermetropia refraktif),
seperti afakia (tidak mempunyai lensa).1,3
• Astigmatisma
Gambar 3. Astigmatisma2
Pada astigmatisma, berkas cahaya yang diterima oleh retina tidak
terkumpul menjadi satu titik, melainkan menyebar, membentuk garis-garis
vertikal, sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Astigmatisma terjadi jika
3
kornea dan lensa mempunyai permukaan yang rata atau tidak rata sehingga tidak
memberikan satu fokus titik api. Variasi kelengkungan kornea atau lensa
mencegah sinar terfokus pada satu titik. Sebagian bayangan akan dapat terfokus
pada bagian depan retina sedang sebagian lain sinar difokuskan di belakang retina.
Akibatnya penglihatan akan terganggu.1,3
2.
Cara Kerja LASIK
LASIK merubah secara permanen bentuk dari bagian sentral anterior pada
kornea dengan memanfaatkan laser jenis excimer untuk mengablate (mengikis
suatu bagian dari jaringan hidup dengan penguapan) sebagian kecil dari lapisan
jaringan stroma kornea yang berada di bagian depan mata, tepat dibawah lapisan
jaringan epitelium kornea. Agar tidak terjadi kesalahan operasi dan untuk
menambah ketelitian hingga satuan mikrometer, saat operasi sedang berlangsung,
sistem komputer melacak pergerakan mata pasien 60 hingga 4000 kali perdetik,
tergantung dari sistem yang digunakan, kemudian menepatkan posisi laser pada
peletakan yang presisi. Sistem modern saat ini bahkan secara otomatis langsung
memfokuskan berkas laser tepat pada posisi visual axis pada mata pasien, dan
akan berhenti dengan sendirinya apabila pergerakan mata diluar jangkauan
kemampuan sistem, dan akan lanjut dengan sendirinya apabila mata pasien telah
berada di posisi yang tepat.2
Bagian lapisan luar dari kornea atau epitelium, merupakan jaringan yang
lunak, hidup, terus memperbarui diri (regenerasi), dan dapat pulih secara
sempurna apabila terjadi iritasi atau disayat untuk keperluan operasi mata tanpa
kehilangan kejernihannya dari keadaan semula. Bagian lapisan yang lebih dalam
disebut stroma kornea, terbentuk sebelum epitelium, dan memiliki kemampuan
regenerasi jauh lebih lambat dan terbatas dibanding lapisan epitelium. Bagian ini,
merupakan bagian yang diubah pada tindakan operasi mata dengan LASIK
maupun PRK/LASEK. Apabila bagian ini dibentuk ulang oleh tindakan diatas
menggunakan laser atau mikrokeratome (sayatan halus), maka bagian ini akan
mempertahankan bentuk tersebut tanpa terjadi perubahan bentuk semula.4
4
3.
Teknologi dalam bidang LASIK
a. Excimer Laser
Laser excimer memberikan hasil yang lebih akurat untuk operasi
kornea dan koreksi pengelihatan dari teknologi sebelumnya. Sebuah pulse
dari laser excimer dapat mengambil 0,25 mikron dari jaringan. Sebagai
perbandingan, sebuah rambut manusia memiliki ketebalan 70 mikron.5,6
Dua
jenis
laser
excimer
tersedia
untuk
prosedur
operasi
refraksi: broad beam laser dan scanning laser. Scanning laser dapat dibagi
menjadi dua kelompok: silt scanning dan spot scanning. Setiap jenis laser
memiliki kelebihan dan kekurangan, diantaranya:5,6
* Broad Beam Laser
Sebuah broad beam laser menggunakan laser berdiameter
yang relatif besar (6,0-8,0 mm) yang dapat dimanipulasi untuk
mengikis kornea. Penggunaan laser jenis ini dapat menghasilkan
waktu operasi tercepat dibandingkan laser lainnnya, yang
mengurangi
kemungkinan
overcorrection
dan
decentration
komplikasi yang disebabkan oleh pergerakan pupil. Kerugiannya
adalah kemungkinan peningkatan komplikasi yang terkait dengan
pengikisan kornea5,6
* Slit Scanning Laser
Sebuah silt scanning laser menggunakan laser berukuran
relatif kecil, yang kemudian dihubungkan ke perangkat rotasi
dengan celah yang dapat berubah. Selama operasi, sinar laser yang
melewati celah ini dapat berubah secara bertahap meningkatkan
zona pengikisan kornea. Laser sinar seragam dan pengikisan
kornea yang lebih halus merupakan ciri dari digunakannya laser
jenis ini. Laser ini memiliki kekurangan, yaitu kecenderungan
sedikit lebih tinggi untuk decentration dan overcorrection.5,6
* Spot Scanning Laser
Sistem laser ini memiliki potensi untuk menghasilkan
pengikisan kornea yang halus dan menggunakan teknologi radar
untuk melacak gerakan mata. Sistem ini
juga memiliki
5
kemampuan untuk mengobati silindris tidak teratur dari acuan
topografi. Laser ini harus dihubungkan dengan sistem eye-tracking
untuk memastikan peletakan laser yang akurat.5,6
b. Wavefront Sensing Diagnostik (Wavefront-guided LASIK)
Gambar 4. Wavefront Sensing Diagnostik
Wavefront sensing adalah sebuah alat diagnostik untuk mengukur
kesalahan refraksi mata. Metode refraksi konvensional terbatas untuk
mengukur refraksi speris dan silinder yang dapat dijangkau oleh mata
(miopia atau hyperopia dan silindris biasa). Namun, metode wavefront
sensing memungkinkan dokter untuk mengukur kondisi dalam kornea
yang mempengaruhi pengelihatan pasien. Mengacu dari hasil tersebut,
dokter dapat menyimpulkan sebagai penyimpangan pengelihatan (higher
order abberation) . Secara tradisional penyimpangan pengelihatan
digambarkan sebagai silindris tidak teratur, dan dianggap pembatasan
untuk pengelihatan terbaik dengan refraksi. Namun saat ini, dengan
memahami dan karakterisasi komponen higher order abberation, dokter
memiliki kemampuan diagnostik lebih atas silindris tidak teratur, dan
kemampuan untuk mengukur tingkat alami atau pembedahan induksi
abberasi. Alat diagnostik dari wavefront sensing dapat dilihat dalam
verifikasi spherocylindrical refraksi, diagnosis kondisi kompleks atau
keadaan rapuh dari kornea, seperti keratoconus, mata kering dan katarak,
dan
besarnya
penyimpangan
prosedur
diinduksi
setelah
koreksi
penglihatan dengan LASIK. Secara garis besar, wavefront sensing
memiliki nilai lebih dalam upaya untuk memperbaiki penyimpangan
pengelihatan.6
6
Pada dasarnya, wavefront sensing menggunakan teknik sederhana.
Pasien diminta untuk memandang ke depan, dan fokus pada suatu objek,
sementara itu dokter memberikan sebuah proyeksi cahaya menuju mata.
Berkas cahaya ini masuk ke dalam mata, dan memantul kembali keluar
mata. Kemudian komputer menganalisa berkas sinar, yang selanjutnya
menganalisa data berkaitan tentang keadaan mata. Beberapa sistem dengan
cara ini dapat menganalisa lebih dari 2000 poin data keadaan mata.6
4.
Prosedur LASIK
a. Pra-operasi 2,6
Pemeriksaan komprehensif mata yang meliputi:
• Penentuan pengelihatan sebelum dan sesudah dikoreksi dengan kacamata
atau lensa kontak.
• Penentuan besarnya kesalahan pengelihatan dalam setiap mata untuk
menetapkan jumlah koreksi bedah yang diperlukan dan mengembangkan
strategi operasi yang tepat.
• Penilaian permukaan kornea dengan topografi (kurvatur kornea atau
bentuk), untuk mengkorelasikan bentuk kesalahan dalam fokus (berkorelasi
bentuk
kornea
untuk
astigmatisme
refraksi),
untuk
menemukan
penyimpangan, dan untuk mengetahui penyakit yang dapat memburuk jika
dilakukan pembedahan dengan LASIK.
• Pengukuran ukuran pupil dalam cahaya redup dan ruang. Ukuran pupil
merupakan faktor penting dalam pengukuran pengelihatan malam dan
penentuan tindakan koreksi oleh LASIK yang tepat.
• Pemeriksaan pada kelopak mata untuk melihat apakah kelopak berbalik ke
dalam (mungkin bergesekan dengan kornea) atau ke luar dan mengarahkan
aliran air mata terbuang dari mata yang mengakibatkan mata kering, dan
kondisi lain.
• Pemeriksaan kornea untuk menentukan apakah ada kelainan yang dapat
mempengaruhi hasil pembedahan.
7
• Pemeriksaan dari lensa kristal untuk menentukan apakah terdapat kekaburan
(katarak) atau kelainan lainnya yang ada.
• Pengukuran ketebalan kornea (dengan pachymetry). Jumlah koreksi LASIK
dapat ditentukan sebagian oleh ketebalan kornea.
• Pengukuran tekanan intraokular untuk mendeteksi kondisi glaukoma atau
pre-glaukoma. Glaukoma adalah kehilangan penglihatan yang disebabkan
oleh kerusakan pada saraf optik yang diakibatkan tekanan yang terlalu
tinggi di mata.
• Penilaian bagian belakang (segmen posterior) mata: Pemeriksaan
pembesaran fundus digunakan untuk menilai kesehatan dari permukaan ke
dalam mata (retina), dengan pupil terbuka penuh. Juga pemeriksaan retina,
saraf optik, dan pembuluh darah untuk mengetahui sejumlah gangguan
mata dan gangguan sistemik.
b. Operasi 2,6
Selama operasi berlangsung, pasien dalam keadaan sadar dan dapat
bergerak. Namun, pasien biasanya diberikan sedatif lemah (seperti
Valium) dan tetes mata anestetik. LASIK dilakukan dalam 3 langkah.
Langkah pertama adalah membuat sayatan lapisan dari jaringan kornea.
Langkah kedua adalah remodelling kornea dibawah sayatan sebelumnya
dengan menggunakan laser. Dan langkah ketiga adalah reposisi dari
sayatan.
1. Pembuatan Sayatan (Flap)
Gambar 5. Prosedur Flap
8
Sebuah ring penahan dan pembentuk kornea dipasang pada mata, menahan
posisi mata agar tidak bergerak. Prosedur ini terkadang, pada beberapa kasus
menyebabkan perdarahan minor pada pembuluh darah halus pada mata, yang akan
sembuh dengan sendirinya dalam beberapa hari setelah operasi. Setelah mata
tertahan pada posisinya, maka sayatan epitellium akan dibentuk. Proses
pembuatan sayatan menggunakan mikrokeratome, sebuah pisau bedah halus
berketebalan beberapa mikrometer, atau menggunakan femtosecond laser. Setelah
sayatan terbentuk, lapisan sayatan diangkat, meninggalkan lapisan dibawahnya,
yaitu stroma, lapisan tengah dari kornea.
2. Laser Remodelling 2,6
Gambar 6. Penggunaan eximer laser 2
Langkah kedua ialah menggunakan eximer laser, yang memiliki panjang
gelombang sebesar 195 nm untuk merubah bentuk dari stroma kornea. Laser
menguapkan (vaporized) jaringan stroma yang ingin dibentuk ulang (remodelling)
dengan ketelitian yang amat tinggi tanpa membahayakan jaringan lain
disekitarnya. Tidak ada pemanasan dan pembakaran, maupun pemotongan nyata
yang terjadi pada stroma yang dibentuk ulang, sehingga tidak ada rasa sakit sama
sekali pada saat operasi. Beberapa pasien hanya mengeluhkan rasa tak nyaman.
Lapisan yang diambil saat penguapan jaringan hanya beberapa mikrometer
ketebalannya. Perlakuan penguapan jaringan dalam kornea (stroma) pada LASIK
menghasilkan kecepatan dalam operasi, hasil yang maksimal dan sedikit atau
bahkan tak ada rasa sakit yang dihasilkan.2,6
9
Selama proses kedua ini, pengelihatan pasien akan menjadi sangat kabur
setelah lapisan sayatan diangkat. Pasien hanya dapat melihat cahaya putih
mengelilingi cahaya orange dari laser.
Saat ini, manufaktur laser excimer menggunakan pelacak posisi mata yang
mengikuti gerakan mata sebanyak 4000 kali perdetik, kemudian memusatkan
gelombang laser dengan akurat pada daerah yang akan di remodelling.
Gelombang laser yang digunakan berkisar antara 1 milijoule (mJ) selama 10
sampai 20 nanodetik.2,5
3. Reposisi Flap
Gambar 7. Reposisi Flap 2,6
Setelah laser me-remodelling lapisan jaringan stroma, lapisan epiltelium
yang diangkat perlahan-lahan dikembalikan ke tempatnya semula, yaitu diatas
lapisan stroma yang telah di bentuk ulang, kemudian dicek ulang terdapatnya
gelembung udara, debris (kotoran halus), dan memastikan bahwa lapisan
epitellium telah terpasang secara tepat. Lapisan tersebut akan menempel dengan
sendirinya, dan akan menyatu dengan lapisan stroma (sembuh) sampai waktu
panyembuhan telah usai.2,6,7
c. Perawatan pasca-operasi
Pasien umumnya diberikan tetes mata antibiotik dan anti inflamatory
(radang) selama beberapa minggu pasca operasi. Pasien juga disarankan untuk
tidur lebih lama dan lebih sering dan juga diberikan sepasang pelindung mata dari
cahaya yang berlebihan dan pelindung mata dari gosokan ketika tidur dan
mengurangi mata kering. 8,9
10
5.
Kandidat Ideal Pasien LASIK
Meskipun banyak individu dianggap memiliki kriteria yang baik untuk
LASIK, namun terdapat beberapa yang tidak memenuhi kriteria medis umum
yang diterima untuk memastikan prosedur LASIK sukses. Berdasarkan berbagai
kondisi dan keadaan, semua kandidat LASIK akan terpilih ke dalam salah satu
dari tiga kategori besar berikut:2,6
1. Kandidat Ideal: 2,6
• Berumur minimal 18 tahun dan telah memiliki kacamata atau resep lensa
kontak yang stabil setidaknya selama dua tahun.
• Memiliki ketebalan kornea cukup
• Pasien memiliki salah satu atau lebih dari tiga kelainan pengelihatan,
seperti miopia (rabun jauh), astigmatism (penglihatan kabur yang
disebabkan oleh kornea berbentuk tidak teratur), hyperopia (rabun jauh),
atau kombinasi keduanya (misalnya, miopia dengan silindris).
• Tidak menderita penyakit pengelihatan atau yang lainnya, yang dapat
mengurangi efektivitas operasi atau kemampuan pasien untuk sembuh
dengan baik dan cepat.`
2. Kurang Ideal 2,6
Kategori ini meliputi mereka yang:
•
Memiliki riwayat mata kering, yang mungkin akan memburuk
setelah operasi dilakukan.
•
Pasien yang dirawat dengan obat-obatan seperti steroid atau
imunosupresan,
yang
dapat
mencegah
penyembuhan,
atau
menderita penyakit yang melambatkan penyembuhan, seperti
gangguan autoimun
•
Memiliki jaringan parut kornea.
•
Berumur di bawah usia 18.
•
Memiliki pengelihatan yang tidak stabil,
•
Sedang hamil atau menyusui.
•
Memiliki sejarah herpes okular dalam satu tahun sebelum operasi.
11
•
Kesalahan refraksi terlalu berat untuk pengobatan dengan teknologi
saat ini.
Meskipun laser disetujui FDA tersedia untuk memperlakukan salah
satu dari tiga jenis utama kesalahan refraksi miopia, hyperopia dan
silindris. Indikasi yang disetujui FDA menetapkan pasien yang tepat untuk
penanganan dengan miopia sampai dengan -12 D, astigmatisme sampai
dengan 6D dan hyperopia hingga 6 D.
3. Kandidat non-LASIK 2,6
Beberapa kondisi dan keadaan individu sepenuhnya yang tidak
cocok untuk mendapatkan penanganan LASIK diantaranya:
• Memiliki penyakit seperti katarak, glaukoma maju, penyakit kornea,
gangguan penipisan kornea (degenerasi marjinal keratoconus atau bening),
atau beberapa penyakit mata lainnya yang sudah ada terlebih dahulu dan
mempengaruhi atau mengancam penglihatan.
6.
Kontraindikasi Lasik
Kontraindikasi dari lasik diantaranya :
Kornea
yang
tidak
(lupus/rheumatoid
normal
(terlalu
arthritis),
tipis),
penyakit
penyakit
pembuluh
kolagen
darah
vaskuler
,ambliopia
penggunaan antihistamin, penyakit autoimun (rheumatoid arthritis/sjögren’s
syndrome/systemic lupus erythematosus/fms), blepharitis, menyusui, katarak
(katarak yang sedang berkembang/sebelum operasi katarak, jaringan parut pada
kornea, diabetes mellitus, mata kering, ketidakseimbangan otot mata, ptosis,
glaucoma,
herpes
zoster
pada
mata,
riwayat
abrasi
kornea
/
erosi
berulang/epithelial dystrophy, gangguan penutupan kelopak mata (misalnya pada
pasien tiroid dengan exopthalmus), pupil yang lebar, kehamilan, abnormalitas
kelengkungan kornea (lebih dari 47k/kurang dari 38-41k), abnormalitas retina,
uveitis. 2,4,6
12
7.
Potensi Komplikasi 2,4,6
Komplikasi yang paling sering terjadi pasca operasi refraksi adalah “mata
kering”. Menurut jurnal American Journal of Ophtalmology, pada maret 2008,
tingkat kejadian “mata kering” pasca operasi LASIK selama 6 bulan masa
pemulihan mencapai 36%. Tingginya tingkat “mata kering” pasca operasi
memerlukan evaluasi baru dalam penanganan pra-operasi dan pasca-operasi, serta
perawatan bagi”mata kering”. Terdapat beberapa metode yang sukses dipasaran
seperti air mata buatan, dsb. Apabila “mata kering” dibiarkan tanpa mendapatkan
tindakan yang sesuai, akan menyebabkan gangguan pengelihatan dan hasil yang
buruk pada LASIK maupun PRK. Pada beberapa kasus yang parah, “mata kering
parah” dapat menimbulkan nyeri yang hebat dan kerusakan permanen jaringan
mata.
Resiko pasien dalam menderita gangguan pengelihatan seperti halos,
pengelihatan ganda, kehilangan kontras pengelihatan, dan kesilauan setelah
operasi LASIK bergantung pada tingkat ametropia sebelum operasi dan faktor
lain. Berikut ini adalah beberapa komplikasi yang sering dilaporkan pasien
diantaranya: 8
• “mata kering” pasca operasi
• Overcorrection dan undercorrection
• Sensitivitas berlebihan terhadap cahaya
• Pengelihatan tidak stabil
• Halos
• Pengelihatan ganda (berbayang)
• Pengikisan (ablasi) berlebihan
• Kotoran renik (debris) dalam sayatan
• Erosi epitelium
• Macular hole.
13
8.
Perbedaan PRK/LASEK dan LASIK.
Pada PRK/LASEK, lapisan epitelium pada kornea diambil dan dibuang
sebelum laser ditembakkan ke mata. Karena PRK tidak membutuhkan sayatan
permanen pada lapisan epitelium, namun lapisan epitelium dibuang dan dibiarkan
tumbuh dengan sendirinya, maka struktur kornea lebih stabil dibandingkan
LASIK. Prosedur ini berbeda dengan LASIK, dimana bagian epitelium kornea
dibuat suatu sayatan/flap dengan menggunakan mikrokeratome (pisau bedah
halus), untuk menghasilkan sayatan/flap pada kornea setebal 100 hingga 180
micrometer sebelum laser ditembakkan ke mata, yang nantinya sayatan akan
ditutup dan menyatu kembali dengan sendirinya oleh lapisan yang diambil
sebelumnya. Untuk rasa sakit yang ditimbulkan, PRK menimbulkan rasa nyeri
yang lebih dibandingkan LASIK, dikarenakan pengambilan lapisan epitelium
dilakukan secara keseluruhan.2,6
9.
Operasi Lasik pada hipermetrop 10,12
LASIK dapat digunakan untuk mengobati hipermetrop derajat rendah
sampai tinggi dengan hasil yang memuaskan. FDA merekomendasikan LASIK
untuk koreksi hipermetrop sampai +6.00D.
Hipermetrop LASIK (H-LASIK) dilakukan dengan bentuk ablasi annular
di daerah perifer kornea untuk meninggikan daerah sentral kornea dan
mendapatkan efek kekuatan refraksi yang diinginkan. Masalah awal dari terapi
hipermetrop meliputi menurunnya stabilitas dan prediktabilitas dibandingkan
dengan terapi untuk miop seperti hilangnya visus setelah koreksi terbaik. Namun
dengan bertambahnya zona optikal dan zona perifer, seperti peningkatan sentrasi
dengan bantuan alat, penelitian LASIK hipermetrop jangka panjang menunjukkan
dampak yang lebih baik.
Dalam penelitian 139 mata yang dilakukan oleh Jin G (dengan refraksi
sferis +0,63D - +5,13D) didapatkan 71% mata emmetrop dengan 0,50D, dan 91%
mata dengan 1,00D pada 16 bulan follow up. Visus sebelum koreksi adalah
14
kriteria utama untuk menilai keefektifan suatu prosedur refraksi, dan Jin
mendapatkan visus sebelum koreksi post operasi 20/20 pada 42%, 20/25 pada
63% dan 20/40 pada 93% mata.
Pada penelitian klinik FDA untuk LASIK hipermetrop yang sampai +6D,
49-59% mata memperoleh visus sebelum koreksi 20/20 post operasi, 93-960
mencapai 20/40, 86-87% mencapai emmetrop dengan lD. Dan 3,5% mata
kehilangan 2 atau lebih garis dari visus setelah koreksi terbaik. Secara
keseluruhan, penelitian dengan zona ablasi yang lebih besar memperlihatkan hasil
yang baik untuk kelainan refraksi sampai +4 s/d +5D, namun prediktabilitas dan
stabilitasnya menurun untuk terapi hipermetrop diatas level ini.
Gulani yang melakukan penelitian pada 49 mata, 90% mata mendapatkan
visus 20/40 post operasi, sedangkan 50% mencapai 20/20. Hasil yang sama
dilaporkan oleh Zadok yang melakukan H-LASIK sampai +5D pada 72 mata
mendapatkan prediktabilitas yang baik sampai +3D yaitu 89% mata emmetropia
dengan plus minus 1D dan prediktabilitas menurun pada level lebih dari +3D
(52% mata emmetrop dengan plus minus 1D)
Hasil dari LASIK hipermetrop cukup baik dan relatif stabil dalam 6 bulan
post operasi. Stabilitas refraksi terjadi pada l-2 minggu post operasi dan tetap
stabil dalam 6 bulan. Jin G juga melaporkan stabilitas visus sebelum koreksi
didapat setelah 6 bulan.
Komplikasi dari LASIK antara lain adalah instabilitas kornea, kornea
kabur, penurunan visus dan dry eye. Pada penelitian Gulani, tidak didapatkan
kekaburan kornea yang signifikan, desentrasi, astigmat iregular, atau inflamasi.
Epitelial ingrowth dijumpai pada 3 kasus, tapi ringan dan terbatas di perifer.
Sedangkan Jin G tidak mendapatkan komplikasi intra operasi yang serius, abrasi
epitel pada 9%, epithelial ingrowth yang memerlukan operasi terdapat pada dua
mata (1,4%)
15
10.
Operasi Lasik pada Miop 11,12
Dengan menggunakan sinar cahaya laser juga dapat membentuk kembali
kornea dan seterusnya dapat membaiki miopia. Keratectomy photorefractive
(PRK) dan laser keratomileusis in situ (LASIK) merupakan dua prosedur yang
umum dilakukan.
Lapisan tipis jaringan dari permukaan kornea dihilangkan dengan
menggunakan laser dalam prosedur PRK bertujuan untuk mengubah bentuk
jaringan tipis dari kornea dan memfokuskan cahaya yang masuk ke dalam mata.
Meskipun begitu jumlah pembuangan jaringan tipis ini terdapat batas amannya.
Apabila sebagian jaringan kornea ini dibuang, maka sejumlah kasus miopia dapat
diatasi.
PRK membuang lapisan tipis dari permukaan kornea sedangkan LASIK
tidak. LASIK membuang sebagian lapisan jaringan dari lapisan dalamnya. Untuk
melakukan hal ini, bagian dari permukaan luar kornea dipotong dan dilipat agar
jaringan lapisan dalam terdedah. Kemudian sebagian jaringan lapisan dalam yang
diperlukan untuk membentuk kembali kornea dibuang pada jumlah yang tepat
dengan menggunakan laser, dan kemudian jaringan luar ditutup dan ditempatkan
semula dalam posisi untuk menyembuhkan. Jumlah miopia yang dapat dikoreksi
LASIK dibatasi oleh jumlah jaringan kornea yang dapat dihapus dengan cara yang
aman. Pada masa ini, orang yang sangat rabun dekat atau korneanya terlalu tipis
sehingga tidak memungkinkan penggunaan prosedur laser sudah memiliki pilihan
lain selain untuk memperbaiki rabun jauhnya. Dengan melakukan prosedur
penanaman lensa kecil di dalam mata mereka, rabun jauh yang mereka miliki
mungkin dapat dikoreksi. Lensa intraokular ini dapat memberikan koreksi optik
yang diperlukan secara langsung di dalam mata dan lensa intraokular ini terlihat
seperti lensa kontak kecil.
16
11.
Keuntungan dan Kerugian LASIK 2,6
a.
Keuntungan :
Minimal atau tidak ada rasa nyeri setelah operasi
Kembalinya penglihatan lebih cepat dibandingkan PRK
Tidak ada risiko perforasi saat operasi dan rupture bola mata
karena trauma setelah operasi
b.
Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel
Kerugian :
LASIK jauh lebih mahal
Membutuhkan skill operasi para ahli mata
Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti
flap putus saat operasi, dislokasi flap post operasi, astigmat
irreguler
17
Daftar Pustaka
1. Sidarta Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Uiversitas Indonesia. 2005
2. Reinstein DZ, Archer TJ,
Gobbe M. The history of LASIK. Journal of
Refractive Surgery. 2012; 28(4): 291-98
3. Vaugan DG, Asbury T, Eva P. Oftalmologi Umum, Edisi 14. Jakarta: Penerbit
Widya Medika. 2000; 3
4. Binder PS, Lindstrom RL, Stulting RD ,et al. Keratoconus and Corneal
Ectasia After LASIK. Journal of Refractive Surgery .2005; 21: 749-753
5. Matillon
Y.
Correction
of
refractive
disorders
photorefractive keratectomy and LASIK.
by excimer
laser:
The national agency For
accreditation and evaluation In health (anaes).2000
6. Gulani A. Hyperopia" Lasik. In: eMedicine Article. 2006; 1-8.
7. Wang M. Epithelial ingrowth after laser in situ keratomileusis. Am J
Ophthalmol. 2001;129(6):746-751.
8. Turu L, Alexandrescu C, Stana D, Tudosescu, et al. Dry Eye Disease After
LASIK. Journal of medicine and life. 2011
9. Hammond S, Puri A, Ambati B. Quality of vision and patient satisfaction after
LASIK. Current Opinion in Ophthalmology. 2004;15(4):328-332.
10. Jin GJC, Lyle A. Laser In situ keratomileusis for primary hyperopia. In : J
Cataract Refractive Surgery. 2005 ;31 :776-784.
11. Helgesen A, Hjortdal J, Ehlers N. Pupil size and night vision disturbances
after
LASIK
for
myopia.
Acta
Ophthalmologica
Scandinavica.
2004;82(4):454-460
12. Epstein D. LASIK Outcomes ln Myopia and Hyperopia. Smolin And Thoft's
The Comea. 4th Ed. Lippincott Williams & Wilkins, 2005; 1229-1231.