Patient Safety

Published on May 2017 | Categories: Documents | Downloads: 54 | Comments: 0 | Views: 894
of 33
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content

INOVASI DALAM PERKEMBANGANPATIENT SAFETY

MARIYONO SEDYOWINARSO

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014

1

A. PENDAHULUAN

Salah satu aspek yang termasuk ke dalam sistem pelayanan kesehatan global adalah
patient safety (Carayon, 2014).Menurut Adhikari (2014) Dampak patient safety yang buruk
dapat dilihat dari terjadinya cedera pasien, peningkatan lama perawatan (length of stay),
peningkatan biaya perawatan dan pada tahap tertentu juga menyebabkan kematian
pasien.Sedangkan dampak patient safety pada institusi kesehatan adalah menurunya kepuasan
pasien dan keluarga serta tingkat kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit dan berisiko
pada terjadinya tuntutan hukum.Untuk itulah pada tahun 2004 World Health Organization
(WHO) meluncurkan The World Alliance for Patient Safety yang berkerja untuk meningkatkan
patient safety melalui program infection control dan safe surgery(Carayon, 2010).
Patient safety merupakan serangkaian prosedur untuk membuat perawatan pasien
menjadi lebih aman (WHO,2014). Prosedur patient safety sangat penting dilaksanakan dalam
system pelayanan kesehatan di rumah sakit karena system ini mencegah terjadinya cedera dan
kematian yang disebabkan oleh kesalahan akibat prosedur tindakan antara lain pemberian obat,
jumlah pasien serta terbatasnya jumlah tenaga medis yang merupakan hal potensial terjadinya
kesalahan. Menurut Institute of Medicine (2012) kesalahan medis dan keperawatan merupakan
kegagalan tindakan medis dan perawat yang dilaksanakan tidak sesuai dengan prosedur yang
seharusnya. Menurut Coombes (2008), kesalahan medis dan keperawatan berdampak buruk pada
pasien maupun rumah sakit.
Berbagai inovasi telah dilakukan untuk meningkatkan patient safety. Inovasi tersebut
disesuaikan dengan fungsi-fungsi yang terdapat di dalam lembaga-lembaga kesehatan untuk
membantu memecahkan berbagai macam masalah, termasuk patient safety.Menurut Ergonomi
Internasional Association (2000), inovasi tersebutharus mencakup tiga domain yaitu: 1)
ergonomi fisik, seperti desain fasilitas fisik rumah sakit yang ergonomis untuk meningkatkan
praktek kebersihan tangan; 2) ergonomi kognitif, seperti penilaian beban kerja;dan 3) ergonomi
organisasi, seperti kerja sama tim. Selain itu perlu juga untuk menyelidiki secara retrospektif
terhadap kasus-kasus yang menyangkut patient safety.Melalui penyelidikan tersebut, petugas
kesehatan dapat mengidentifikasi resiko terjadinya kesalahan prosedur, menganalisis resiko
tersebut sampai pada mengembangkan strategi untuk menghilangkan penyebab terjadinya suatu

2

masalah dan mengembangkan strategi pencegahan agar masalah yang sama tidak terjadi lagi di
waktu yang akan datang (Williams, 2001).

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi patientsafety
Definisi paling sederhana dari patient safetyadalah pencegahan kesalahan dan
dampak merugikan bagi pasien terkait dengan kesehatan. Saat perawatan kesehatan menjadi
lebih efektif, di sisi lain dapat mengakibatkan perawatan yang lebih kompleks, dengan
penggunaan teknologi baru, obat-obatan dan perawatan yang lebih lanjut. Meningkatnya
tekanan ekonomi pada sistem kesehatan sering menyebabkan kelebihan beban di lingkungan
perawatan kesehatan (WHO, 2014).
Kejadian tidak terduga dan tidak diinginkan dapat terjadi dalam setiap tatanan
perawatan kesehatan (perawatan primer, sekunder dan tersier, pelayanan masyarakat,
pelayanan umum maupun swasta, serta perawatan akut dan kronis). Setiap 1 dari 10 pasien di
Eropa mengalami dampak dari kejadian tidak terduga di rumah sakit, menyebabkan
morbiditas dan kerugian bagi pasien, keluarga, dan penyedia layanan kesehatan yang
mengakibatkan tingginya biaya kesehatan. Patientsafetymembutuhkan komitmen yang luas
dari berbagai pihak (WHO, 2014). Elemen penting untuk menciptakan patientsafetyadalah:
a. Mengembangkan hubungan positif antara pasien dan penyedia layanan kesehatan;
b. Belajar dari kegagalan dan melakukan pengkajian risiko secara pro-aktif;
c. Memfasilitasi evidence based care yang efektif;
d. Mengevaluasi setiap progress;
e. Memberdayakan dan mendidik pasien dan masyarakat, sebagai mitra dalam proses
perawatan.
2. Sejarah patient safety dan ―budaya menyalahkan‖
Cara tradisional untuk mengatasi kesalahan dalam perawatan kesehatan disebut
person-approach, dimana seseorang/pihak yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
perawatan kesehatan bertanggungjawab penuh secara personal terhadap kesalahan yang telah
dilakukannya. Tindakan "menyalahkan" dalam perawatan kesehatan telah menjadi cara yang
umum untuk mengatasi masalah kesehatan, yang pada akhirnya dikenal sebagai "budaya

3

menyalahkan". Sejak tahun 2000, terjadi peningkatan secara signifikanjumlah referensi
budaya menyalahkan dalam literatur kesehatan.
Budaya menyalahkan dianggap sebagai salah satu kendala utama pada kemampuan
sistem kesehatan untuk mengelola risiko dan meningkatkan perawatan kesehatan.Jika pasien
ditemukan menerima kesalahan prosedur seperti pemberian obat yang salah, kita mencari
perawat atau dokter yang memberi obat, dan menyalahkan mereka atas kondisi pasien.Hal
tersebut dinilai tidak mampu memberikan perbaikan dalam pemberian perawatan dan tidak
mengurangi potensi terulangnya kesalahan prosedur.Fokusnya masih pada anggota staf
individu bukan pada bagaimana sistem gagal melindungi pasien dan mencegah obat yang
salah yang diberikan.
Dewasa ini, sistem kesehatan menyadari bahwa budaya menyalahkan tidak akan
membawa isu-isu mengenai patientsafety. Patientsafetylebih dikaitkan dengan semua aspek
mulai dari sistem kesehatan, termasuk desain peralatan, prosedur perawatan, pelatihan dan
struktur organisasi.
3. Isu patient safety: Hubungan antara patient safety, staff safety dan keterlibatan faktor
manusia dalam desain kesehatan
Ketika

merancang

staff

safetykesehatan,

anda

juga

merancang

patientsafety.Hubungan antara staff safetydan patientsafetymerupakan hubungan substansial,
kritis dan integral, namun jarang dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan kesehatan.Status
staff safetyharus ditingkatkan dan diarahkan ke tingkat patientsafety.Intervensi yang
diberikan harus mampu meningkatkanstaff safety, patientsafety, kualitas perawatan,
mobilitas, jumlah hari perawatan pasien (Length of Stay), kesesuaian beban kerja staf, dan
tentu saja, kesehatan dan kesejahteraan caregiver(Adhikari, 2014).
Desain fasilitas mempengaruhi staff safety dan patientsafety.Permukaan lantai yang
stabil mampu mencegah staf dan pasien terpeleset dan jatuh.Ruang yang memadai di toilet
pasien, ruang pengobatan, ruang diagnostik, dan kamar lain diperlukan untuk meningkatkan
keamanan, termasuk penggunaan alat bantu untuk memindahkan pasien maupun alat
kesehatan.Selain itu, tingkat keamanan harus ditingkatkan sampai pada hal-hal terkecil
seperti gagang pintu yang man maupun desain pintu sebagai akses keluar masuk staf
kesehatan maupun pasien.

4

Hubungan antara staff safety dan patientsafetysaat ini semakin diperhatikan dalam
proses perawatan pasien. Sebagai contoh, resiko terjadinya cedera muskuloskeletal pada staf
kesehatan dalam mobilisasi pasien secara manual cenderung dapat dikurangi dengan adanya
kebijakan prosedur evakuasi dan mobilisasi pasien.Konsekuensi ini bukan hanya berdampak
pada staf kesehatan namun juga kepada pasien itu sendiri.
4. Kerugian yang disebabkan oleh kesalahan perawatan dan kegagalan sistem kesehatan
Carayon (2010)menemukan bahwa kejadian efek samping pemberian obat
merupakan hal umum dan hal tersebut sering dapat diatasi dengan baik. Carayon (2010) lebih
lanjut menemukan bahwa kejadian kesalahan obat pasien pada tingkat keseluruhan sekitar
6,5 per 100 penerimaan di rumah sakit pendidikan besar di AS. Meskipun sebagian besar
dihasilkan dari kesalahan pada tahap penulisan resep, banyak juga terjadi pada tahap
pemberian obat. Mereka menyarankan bahwa strategi pencegahan harus menargetkan di
setiap tahap proses pemberian obat.
Banyak penelitian mengkonfirmasi bahwa kesalahan medis merupakan halbiasa
dalam sistem kesehatan dan biaya substansial. Di Australia, kesalahan medis dalam satu
tahun tercatat sebanyak 18.000 kematian yang tidak perlu dan lebih dari 50.000 pasien yang
cacat. Di Amerika Serikat, kesalahan medis mengakibatkan setidaknya 44.000 hingga 98.000
kasus kematian yang tidak perlu setiap tahun dan satu juta kasus cedera akibat perawatan.
Pada tahun 2002, negara-negara anggota WHO menyetujui resolusi World Health
Assemblyuntuk meningkatkan keamanan pasien karena kebutuhan pengurangan bahaya dan
penderitaan pasien dan keluarga.Studi menunjukkan bahwa biaya rawat inap tambahan, biaya
konsultasi, infeksi yang didapat di rumah sakit, kehilangan pendapatan, disabilitas, serta
biaya pengobatandi beberapa negara berkisar antara US $ 6 miliar hingga US $ 29 miliar per
tahun(Carayon, 2010).

5

Gambar 1. Swiss Cheese Model
Sumber: Coombes., 2008. Why do interns make prescribing errors? A qualitative study.
Medical Journal of Australia, 188(2): 89–94. Diadaptasi dari Reason’s model
of accident causation.
Gambar 1 menjelaskan Reason‘s Swiss Cheese Model dan menunjukkan langkahlangkah dan beberapa faktor (latent factors, error producing factors, active failure
dandefences) yang berkaitan dengan kesalahan perawatan.Model ini menunjukkan bahwa
kesalahan dalam salah satu lapisan organisasi biasanya tidak cukup untuk menyebabkan
dampak yang merugikan. Dampak nyata biasanya terjadi ketika sejumlah kesalahan terjadi
pada beberapa lapisan (misalnya, pelanggaran aturan, sumber daya dan pengawasan yang
tidak memadai, kurangnya pengalaman) yang terjadi bersamaan dapat menciptakan potensi
terjadinya kesalahan perawatan.Sebagai contoh, jika seorang dokter muda diawasi secara
tepat dalam pemberian pengobatan, maka potensi kesalahan obat dapat diminimalisasi.Untuk
mengatasi hal tersebut,Reasonmembuat prinsip ―defence in-depth‖.Pengawasan yang
berkelanjutan di setiap lapisan organisasi (pemahaman, kesadaran, alarm dan peringatan,
pemulihan sistem, hambatan keamanan, eliminasi, evakuasi, penyelamatan) dirancang untuk
mencegah adanya kesalahan pada lapisan di bawahnya. Organisasi ini dirancang untuk
mengantisipasi

kegagalan

menyebabkan kerugian.

sistem

sehingga

meminimalkan

kesalahan

laten

yang

6

C. ANALISIS INOVASI DALAM PERKEMBANGAN PATIENT SAFETY

1.

Human Factor and Ergonomics (HFE)
Alat, metode, konsep dan teori Human Factor and Ergonomics (HFE) sering
direkomendasikan sebagai bagian dari upaya peningkatanpatient safety (Carayon,
2010).Penerapan HFE dalam perawatan kesehatan dan patient safetybukan merupakan hal
baru.Pada akhir tahun 1950-an, Chapanis (1960), salah satu pendiri dari ilmu faktor
manusia, dan rekan-rekannya di Universitas Johns Hopkins melakukan penelitian terhadap
kesalahan pengobatan di rumah sakit. Dengan menggunakan critical incident technique
method, Chapanis (1960) mengidentifikasi total 178 kesalahan pengobatan selama 7 bulan
yang diklasifikasikan dalam 7 kategori (misalnya, salah pasien, salah dosis obat, dan obatobatan yang terlewat).
Sebagian besar (90%) penyebab kesalahan pengobatan dikategorikan dalam lima
kategori berikut: a) kegagalan untuk mengikuti prosedur pemeriksaan yang ditetapkan; b)
salah membaca atau kesalahpahaman instruksi tertulis; c) kesalahan transkripsi; d) kesalahan
penamaan obat-obatan dalam kotak tiket; dan e) kesalahan dokumentasi (Safrin dan
Chapanis, 1960). Meskipun penelitian ini menghasilkan beberapa rekomendasi untuk
mencegah kesalahan pengobatan, seperti meningkatkan komunikasi tertulis (misalnya,
keharusan kejelasan tulisan tangan), prosedur obat-obatan (misalnya, double check) dan
lingkungan kerja (misalnya, desain nurse station dan ruang persiapan obat yang memadai)
(Safrin dan Chapanis, 1960), namun terdapat keterbatasan dana dalam merealisasikan
rekomendasi tersebut.
HFE relevan untuk berbagai fungsi didalam lembaga-lembaga kesehatan untuk
membantu memecahkan berbagai macam masalah, termasuk patient safety (Carayon,
2014).Sebagai contoh, metode HFE untuk menganalisis kegunaan teknologi dapat
digunakan oleh staf informasiteknologi dalam organisasi kesehatan yang terlibat dalam
pembuat desain order entry terkomputerisasi, sistem rekam medis elektronik dan teknologi
informasi lainnya. HFE telah ditetapkan dalam proses pengambilan keputusan yang
digunakan di rumah sakit Kanada untuk pembelian pompa infus (Ginsburg, 2005). HFE
telah diterapkan untuk memperbaiki desain teknologi kesehatan, seperti pompa PCA (patient
assisted analgesia) (Lin et al., 2001) dan pompa infus (Zhang et al., 2003), serta desain

7

fasilitas kesehatan (Reiling et al., 2004).Sistem pelaporan insiden untuk unit perawatan
intensif (ICU) yang dibuat oleh Wu et al. (2002) meliputi pengumpulan data pada berbagai
sistem kerja elemen dan HFE. Larsen et al. (2005) menerapkan prinsip-prinsip HFE untuk
melakukan desain ulang padalabel obat di bidang farmasi. Beberapa hal tersebut merupakan
contoh keragaman masalah patient safety yang dapat diatasi oleh HFE.Namun, masih
banyak yang perlu dipelajari tentang penerapan dan penerapan HFE dalam perawatan
kesehatan (Carayon, 2005).
Meskipun penelitian dan aplikasi HFE bagi patient safety telah dikembangkan
(Carayon, 2010), berbagai aplikasi HFE dapat dianggap sebagai inovasi dalam konteks
organisasi kesehatan.Aplikasi HFE tersebut dapat dikategorikan sebagai:a) penggunaan alat
atau metode HFE (misalnya, sebuah organisasi kesehatan melakukan evaluasi perangkat
medis atau melakukan analisis tugas untuk mengidentifikasi sumber-sumber beban kerja dan
error); b) peningkatan pengetahuan umum terkait HFE yang diberikan kepada berbagai staf
dari organisasi kesehatan (misalnya, petugas patient safety, manajer risiko dan staf
peningkatan kualitas dari organisasi kesehatan yang terlatih dalam HFE); dan c) rekrutmen
staf HFE oleh organisasi kesehatan.
Inovasi HFE untuk patientsafety dapat dikategorikan menurut tiga domain HFE
seperti yang didefinisikan oleh Ergonomi Internasional Association (2000): a) ergonomi
fisik, seperti desain fasilitas fisik rumah sakit yang ergonomis untuk meningkatkan praktek
kebersihan tangan; b) ergonomi kognitif, seperti penilaian beban kerja;dan c) ergonomi
organisasi, seperti kerja sama tim.

8

Gambar 2.HFE sebagai Inovasi dalam Organisasi Kesehatan
Sumber: Greenhalgh, T., Robert, G., MacFarlane, F., Bate, P., Kyriakidou, O., 2004. Diffusion
of innovations in service organizations: systematic review and recommendations. The
Milbank Quarterly 82 (4), 581–629.
Gambar 2 memberikan representasi grafis terhadapbagaimana kita mengadaptasi model
inovasi aplikasi HFE dari Greenhalgh et al. (2004).Dalam penerapan aplikasi HFE dalam
pelayanan kesehatan, kita perlu memeriksa karakteristik organisasi (anteseden) yang mendukung
inovasi tersebut, serta sejauh mana organisasi ini siap untuk mengadopsi inovasi.setelah
organisasi telah memutuskan untuk mengadopsi inovasi, pelaksanaan dan keberlanjutan aplikasi

9

HFE dapat diterapkan. Dampak dari inovasi HFE pada patientsafetykemudian dapat dievaluasi
dan dipantau.Sejumlah orang dan organisasi di dalam dan di luar organisasi kesehatan dapat
mempengaruhi difusi dan diseminasi HFE.Terdapat juga lingkungan yang lebih luas yang dapat
mempengaruhi aplikasi HFE dalam perawatan kesehatan dan patientsafety.Setiap komponen dari
model inovasi dibahas secara terpisah dalam bagian berikut.
a. Analisis inovasi HFE
1) Keuntungan inovasi HFE
Greenhalgh et al., (2004) membahas lima atribut Inovasi HFE yaitu
keuntungan relative, kompatibilitas, kompleksitas, masalah tugas dan sifat pengetahuan
yang diperlukan.HFE lebih mungkin untuk diadopsi oleh organisasi kesehatan jika
terdapat keuntungan yang jelas dalam hal efektivitas atau efektivitas biaya
perawatan.Sejauh ini, kita kekurangan bukti sistematis (Henriksen, 2007). Sebagai
contoh, banyak organisasi kesehatan telah mulai menggunakan alat dan metode HFE,
seperti Failure Modes and Effects Analysis(FMEA) dari proses berisiko tinggi (Derosier
et al., 2002; Wetterneck et al., 2006) dan evaluasi kegunaan alat kesehatan (Fairbanks
dan Caplan, 2004; Jaspers, 2009; Zhang et al., 2003). Aplikasi alat dan metode HFE
telah mampu mengidentifikasi berbagai faktor yang berkontribusi terhadap kesalahan
medis dan telah menghasilkan rekomendasi yang digunakan untuk meningkatkan sistem
kerja dan proses.
2) Kompatibilitas inovasi HFE
Inovasi yang kompatibel dengan nilai, norma, dan kebutuhan lebih mungkin
untuk diadopsi (Greenhalgh et al., 2004). Sebuah prinsip inti dari HFE adalah sistem
berpikir: profesional HFE mempertimbangkan jaringan interaksi antara individu dan
berbagai elemen lingkungan mereka (atau sistem kerja) (Wilson, 2000). Shortell dan
Singer (2008) telah mengidentifikasi empat jenis hambatan untuk menciptakan sistem
perawatan yang aman yaitu: a) hambatan strategis (misalnya, ketidakjelasan tanggung
jawab perawatan dan keamanan pasien di seluruh organisasi); b) hambatan budaya
(misalnya, otonomi dokter yang dapat menghambat kerja sama tim yang efektif); sertac)
hambatan struktural (misalnya, perbaikan di tingkat departemen atau unit dibandingkan
perbaikan pada tingkat sistem), dan d) hambatan teknis (misalnya, kurangnya evidence

10

based practiced). Masing-masing hambatan tersebut dapat menghambat implementasi
dan penyebaran sistem inovasi HFE dalam organisasi kesehatan.
Pendekatan lain untuk meningkatkan kompatibilitas inovasi HFE dalam
kesehatan adalah untuk mempertimbangkan karakteristik budaya organisasi kesehatan
(Carroll dan Quijada, 2007). Karakteristik budaya kesehatan termasuk praktek
penelitianilmiah menyatakan pemberian perawatan kesehatan lebih efektif bila
didasarkan pada bukti (Carroll dan Quijada, 2007) dan pelatihan.Sejak penelitian ilmiah
sangat dihargai dalam perawatan kesehatan, inovasi HFE lebih mungkin untuk diadopsi
dan diimplementasikan jika ada bukti tentang efektivitas dan dampak pada
patientsafety.
3) Kompleksitas inovasi HFE
Inovasi yang mudah digunakan lebih cenderung untuk diadopsi (Greenhalgh et
al., 2004).Inovasi HFE mewakili berbagai tingkat kompleksitas, misalnya, berkaitan
dengan kegunaan.Jika inovasinya kompleks, terdapat anjuran untuk membaginya
menjadi bagian-baganyang lebih sederhana dan bertahap.Dalam kasus inovasi HFE,
pendekatan bertahap akan dimulai dengan penggunaan alat dan metode HFE sederhana,
yang dapat menunjukkan manfaat yang jelas, dan kemudian dilanjutkan dengan
peningkatan investasi dalam pelatihan HFE terkait staf keamanan pasien, dan akhirnya
dengan mempekerjakan seorang ahli dalam HFE.
4) Kesiapan untuk inovasi HFE
Sebuah organisasi dikatakan siap untuk inovasi HFE jika ada keinginan yang
kuat untuk berubah dan HFE dipandang sebagai solusi yang menjanjikan untuk
mengatasi masalah ini.Ada tekanan pada organisasi kesehatan untuk meningkatkan
kualitas perawatan dan keamanan; hal ini menciptakan lingkungan yang lebih mudah
menerima perubahan.Tidak jelas apakah para pemimpin dan manajer kesehatan
menganggap HFE memiliki potensi memberikan solusi untuk meningkatkan kualitas
dan keamanan perawatan.Oleh karena itu, informasi perlu diberikan kepada para
pemimpin kesehatan dan atas pengelola sehingga mereka memahami (potensi) manfaat
HFE, Informasi ini dapat disampaikan dalam bentuk studi kasus dan contoh-contoh
aktual dari proyek patientsafety.Profesional HFE dan organisasi ilmiah memiliki peran
penting untuk menjelaskan bagaimana HFE dapat membantu meningkatkan

11

patientsafety. Kesiapan organisasi untuk inovasi juga dipengaruhi oleh kesesuaian
antara inovasi dan sistem, yaitu kesesuaian

antara inovasi HFE dan nilai-nilai

organisasi, norma, strategi, tujuan, dan cara bekerja.

2. Systems Engineering Initiative for Patient Safety (SEIPS)
a. Karakteristik model SEIPS
Karakteristik kunci dari model SEIPS meliputi: 1) deskripsi sistem kerja dan
interaksi elemennya; 2) penggabungan kualitas model perawatan yang dikembangkan
oleh Donabedian (1978); 3) identifikasi proses perawatan yang dipengaruhi oleh sistem
kerja dan memberikan kontribusi untuk hasil; 4) integrasi outcome pasien dan
organisasi/staf; serta 5) umpan balik antara proses dan hasil dansistem pekerjaan.

Gambar 3.Model sistem kerja SEIPS dan patientsafety
Sumber: Carayon, P., 2006. Human factors of complex sociotechnical systems. Appl.
Ergon.37, 525e535.

12

Definisi

Contoh:
Perawat ICU

Tabel 1. Gambaran model sistem kerja dalam pelayanan kesehatan
Tools and
Physical
Person
Tasks
Technologies
Environment
Individu di dalam sistem Deskripsi
dan 1. Teknologi
1. Layout fisik
pusat dapat
karakteristik dari tugas:
informasi
2. Desain
ruang
menjadi individu secara Keragaman, isi, tuntutan
kesehatan
kerja
terpisah
disik dan psikologis
2. Alat
dan 3. Kebisingan
(misalnya,
dokter,
teknologi lainnya 4. Penerangan
perawat, pasien) atau bisa
5. Suhu
dan
menjadi
kelompok
kelembaban
individu
6. Kualitas udara
(misalnya,
tim,
unit
organisasi).
Karakteristik individu
meliputi:
1. Karakteristik fisik:
kekuatan, tinggi,
berat
2. Karakteristik kognitif:
keahlian, pengalaman
3. Karakteristik
psikososial:
motivasi, dukungan
sosial
Karakteristik
fisik, 1. Perawatan
pasien
kognitif dan psikososial
secara langsung
2. Koordinasi
perawatan
3. Perawatan
pasien
secara
tidak
langsung
4. Bukan
termasuk

1. Dokumentasi
pasien
secara
elektronik
2. Perangkat medis
dan
peralatan
monitor

Tata letak fisik dan
karakteristik
dari
ruang
perawatan
pasien.

Organization
1. Organisasi formal
dan informal
2. Iklim dan kultur
organisasi
3. Peraturan
dan
prosedur
4. Struktur
dan
manajemen
organisasi

1. Interaksi dengan
manajer
keperawatan
2. Budaya
keselamatan ICU
3. Teamwork
(misalnya, ronde
interdisipliner)

13

Person

Contoh:
Tim Anggota tim
medical-home
karakteristiknya
yang berpusat
pada pasien

Contoh: Pasien

Tools and
Technologies

Tasks
perawatan
pasien
(Douglas et al.,
2012)
beserta 1. Komunikasi
2. Koordinasi
perawatan
3. Sensemaking
(Tindakan langsung
untuk
menghilangkan
risiko dan bahaya
yang
mengancam
patientsafety)

Pengetahuan
pasien, Waktu
dan
kesadaran pasien, dan pengobatan
gejala penyakit yang diambil pasien
dirasakan pasien

1. Informasi
kesehatan
2. Teknologi,
seperti
EHR
(Electronic
Health Record)
untuk
berkomunikasi
dan
berbagiinformasi terkait
kondisi pasien

jumlah Kotak obat pengatur
yang kadar glukosa darah

Physical
Environment

Organization

Tata letak fisik dan Dukungan organisasi
karakteristik
dari untuk bekerjasama
ruang kerja tenaga
kesehatan

1. Kondisi
1. Jadwal makan
penerangan
2. Akses pengobatan
2. Faktor eksternal
yang
mempengaruhi
lingkungan
perawatan
Sumber: Carayon, P., 2014. Human factors systems approach to healthcare quality and patient safety. Applied ergonomics, 45(1),
pp.14–25.

14

Tabel 1 menggambarkan elemen sistem kerja dan menggambarkan contoh
untuk setiap elemen dari berbagai sistem kerja.Bahkan jika elemen dijelaskan secara
terpisah, penting untuk menekankan interaksi antara unsur-unsur sistem kerja.Model
SEIPS merupakan model yang dinamis, setiap perubahan dalam sistem kerja
menghasilkan perubahan pada seluruh sistem kerja.
Carayon (2006) telah dengan jelas membedakan antara lingkungan fisik sistem
kerja dan lingkungan eksternal yang dapat mempengaruhi semua elemen sistem kerja.
Dalam deskripsi awal Model SEIPS, lingkungan eksternal tidak dinyatakan secara
eksplisit.Mengingat adanya peran utama dari regulasi, profesional dan pasien dalam
pemberian layanan kesehatan, telah ditambahkan 'lingkungan eksternal' ke versi asli
model SEIPS.Hal ini sejalan dengan pendekatan sistem HFE lainnya yang
menggambarkan dampak dari lingkungan eksternal pada sistem kerja (Kleiner,
2006).Lingkungan eksternal terdiri atas peraturan ekstra-organisasi, standar, peraturan,
dan penegakan hukum, serta karakteristik dari industri kesehatan pada umumnya dan
tenaga kerja kesehatan (Karsh et al., 2006).
Individu di tengah sistem kerja dapat menjadi kelompok individu seperti tim
kesehatan. Serupa dengan tren di industri lain, timini semakin diusulkan sebagai cara
untuk mengatur kerja tenaga kesehatan dan mengelola proses perawatan untuk
meningkatkan kualitas perawatab dan patientsafety. Misalnya, AHRQ, bekerja sama
dengan US Department of Defense Patient Safety Program, telah menginvestasikan
sumber daya yang signifikan dalam mengembangkan dan melaksanakan Team-STEPPS
Program (Agency for Healthcare Research and Quality, 2008). Contoh lain dari
kerjasama tim dalam pelayanan kesehatan adalah model Patient-centered medical home
team atau rumah pengobatan yang berpusat pada pasien, yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas perawatan primer (Vest et al., 2010). Sistem kerja dari rumah
pengobatan yang berpusat pada pasien dapat dicirikan sebagai berikut (Wetterneck et
al., 2012):
1) Person: Anggota tim termasuk dokter, perawat, dan staf lain di klinik perawatan
primer. Program ini sering mengandalkan perekrutan perawat case-manager yang
tanggung jawab utamanya adalah melakukan koordinasi perawatan (Steele et al.,
2010). Pasien dan keluarga juga merupakan bagian dari program ini.

15

2) Task: Tugas utama dari rumah pengobatan yang berpusat pada pasienmeliputi
komunikasi dan koordinasi perawatan.
3) Tools and Technology: Tim menggunakan berbagai teknologi informasi kesehatan
seperti catatan kesehatan elektronik dan sistem pertukaran informasi kesehatan
untuk berkomunikasi dan berbagi informasi pasien. Teknologi informasi seperti
pesan email yang aman dan web portal sering digunakan oleh pasien untuk
berkomunikasi dengan profesional kesehatan, yaitu dokter dan perawat.
4) Physical environment: Tata letak fisik dari rumah pengobatan perlu untuk
memungkinkan interaksi antara tim dan masyarakat.
5) Organization: Isu organisasi sangat penting untuk keefektifan program ini.
Penelitian oleh Nutting et al. (2012) pada rumah pengobatan berpusat pasien
menjelaskan bagaimana 'model mental' baru organisasi dokter praktek diperlukan
untuk keberhasilan perawatan pasien. Secara khusus, mereka merekomendasikan
pendekatan yang signifikan dimana peran dan kontribusi kepada tim diuraikan
dengan jelas.
b.

Hambatan penerapan model SEIPS
Kelemahan atau tidak sesuainya sistem kerja menyebabkan tenaga kesehatan
mengalami hambatan dalam bekerja (apa pun yang menghalangi tenaga kesehatan dari
melakukan pekerjaan mereka). Dalam sebuah penelitianmix-method, hasil wawancara
dengan 15 perawat ICU (Gurses dan Carayon, 2009) dan survei terhadap 272 perawat di
17 ICU untuk mengidentifikasi 13 kategori kendala yang menghambat kinerja perawat
ICU dalam menyelesaikan tugas-tugas mereka; hambatan tersebut terkait dengan satu
atau lebih elemen sistem kerja:
1) Task: misalnya, berurusan dengan keluarga pasien yang beragam
2) Tools/technology: misalnya, tidak tersedianya peralatan yang diperlukan pada
waktu yang tepat
3) Physical environment: misalnya, ruang kerja yang kurang memadai
4) Organization: misalnya, keterlambatan distribusi obat dari farmasi

c. Keuntungan penerapan model SEIPS
Keuntungan penerapan model SEIPS dijelaskan sesuai dengan tabel berikut:

16

Tabel 2. Keuntungan SIEPS model bagi pelayanan kesehatan
Karakteristik model SIEPS
Keuntungan
Integrasi
Structure-Process- Tenaga kesehatan akan lebih familiar dengan
Outcome (SPO) dalam sistem sistem SEIPS melalui adopsi SPO
SEIPS
Model sistem kerja
Fokus yang luas, bukan hanya fokus individu;
mendukung untuk menemukan solusi
perbaikan sistem
Outcome
pasien,
tenaga Dapat memberikan keuntungan baik bagi
kesehatan, dan organisasi
pasien maupun tenaga kesehatan
Model umum
Berlaku untuk setiap domain kesehatan dan
dan masalah patientsafety
Individu di sistem kerja pusat Fleksibel diterapkan pada berbagai sistem
(tenaga kesehatan, pasien, atau kesehatan
tim perawatan)
Feedback dari proses dan outcome Penekanan pada kebutuhan organisasi
terhadap sistem kerja
kesehatan
untuk
mengevaluasi,
mempertimbangkan, dan melakukan feedback
yang berkelanjutan
Proses yang dipengaruhi oleh Integrasi lengkap dari semua elemen sistem
sistem kerja
kerja
Proses perawatan sama penting dengan
proses pendukung
Interaksi sistem
Penekanan pada perubahan dampak sistemik
organisasi dan sosial
Sumber: Carayon, P., 2014. Human factors systems approach to healthcare quality
and patient safety. Applied ergonomics, 45(1), pp.14–25.
3. Failure Modes and Effects Analysis (FMEA)
a.

Definisi
Failure Modes and Effects Analysis (FMEA) merupakanpendekatan sistematis
dan proaktif untuk mengevaluasi sistem, desain, atau proses untuk mengidentifikasi
potensi kegagalan, mengevaluasi efek relatif dan konsekuensi dari kegagalan,
mengidentifikasi bagian-bagian yang yang paling membutuhkan perubahan, dan untuk
mengurangi atau mencegah kegagalan, kesalahan, dan masalah sebelum intervensi
kepada pasien (Carayon, Alvarado, & Hundt, 2007). Terdapat dua jenis FMEA: 1)
proses FMEA, yang menilai potensi dan dampak kegagalan proses dengan asumsi
bahwa desain sistemyang digunakan sempurna; dan 2) desain FMEA, yang menilai
potensi dan dampak kegagalan produk dengan asumsi bahwa desain sistem yang
digunakan sempurna (Reiling et al., 2004).

17

b. Proses FMEA
Meskipun terdapat beberapa variasi rekomendasi proses oleh berbagai
organisasi Pada umumnya FMEA dapat diterapkan melalui langkah-langkah berikut:
1) Memilih proses/produk untuk dianalisis.
Analisis dari sebuah proses kompleks (manajemen pengobatan) diasumsikan
memakan banyak waktu. Dalam kasus ini, disarankan untuk memilih subproses
(misalnya, proses pemberian obat).
2) Mengatur tim multidisiplin.
Hal ini harus mencakup pekerja individual terlibat pada setiap titik proses.
3) Menjelaskan langkah atau fungsi proses menggunakan grafis (flowcharting).
4) Mendaftar semua kegagalan potensial pada setiap langkah, dan mengidentifikasi
kemungkinan efek kegagalan terhadap pasien.Brainstorming adalah metode utama
yang biasa digunakan dalam langkah ini. Sebuah metode alternatifberupa simulasi
dapat membantu mengidentifikasi potensi kegagalan yang sering terlewatkan dalam
brainstorming secara lebih sistematis,dan hal ini merupakan cara yang obyektif
yang mampu memicu peserta tentang pengalaman masa lalu terkait kegagalan
(Steele,et. al., 2010).
5) Membuat prioritas menggunakan peringkat kegagalan potensial secara subyektif
sesuai dampak yang dihasilkan (tingkat keparahan, potensi kesalahan, dan
kemungkinan teridentifikasi) dengan skala 1-10. Metode Peringkat disederhanakan
menggunakan skoring yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Tinggi artinya dampak
yang dihasilkan dapat mengakibatkan dampak yang masif, kategori sedang menilai
dampak keparahan dirasakan sering, dan kategori rendah menunjukkandampak
hanya dirasakan kadang-kadang atau kecil (Reiling et al., 2004).
6) Upaya peningkatan rencana berdasarkan prioritas kegagalan potensial.
Root Cause Analysis (RCA) dapat dilakukan untuk mengidentifikasi intervensi
yang efektif untuk mengurangi risiko.Beberapa intervensi dapat diimplementasikan
relatif lebih mudah melalui peningkatan siklus yang cepat. Intervensi lain mungkin
membutuhkan pekerjaan yang lebih luas dan kolaborasi antar departemen
(Steele,et. al., 2010).

18

c.

Keterbatasan FMEA
FMEA adalah sebuah alat yang berkembang dengan baik yang mampu
mengidentifikasi potensi masalah pada tahap awal dan menghasilkan solusi dari
permasalahan sebelum menyebabkan kerugian aktual.Memperbaiki masalah pada tahap
awal (misalnya, desain) lebih murah daripada perbaikan pada tahap lanjut (misalnya,
setelah konstruksi), namunFMEA dinilai memakan waktu dan melelahkan terutama
pada masalah yang kompleks (Reiling et al., 2004). Karena proses FMEA sangat
tergantung pada masukan subyektif, terdapat kemungkinan bias karena beragamnya
perspektif dari individu yang berbeda (Reiling et al., 2004). Selain itu, FMEA berfokus
pada mode kegagalan satu per satu, sementara dampak kegagalan sering terjadi dari
beberapa kumpulan kegagalan.

4. The Balanced Scorecard
a.

Definisi
The balanced scorecard adalah pendekatan yang relatif baru dalam manajemen
strategis yang mengintegrasikan kunci inisiatif organisasi, metodologi, dan perspektif
kritis. Pendekatan ini menerjemahkan misi organisasi ke dalam seperangkat ukuran
kinerja dalam bentuk kerangka pengukuran dan sistem manajemen strategis (Kaplan &
Norton,

1996).The

balanced

scorecardmenekankan

pencapaian

financial

outcomemenggunakan pendekatan tradisional juga mengarahkan kinerja untuk
tercapainya outcome tersebut.The balanced scorecardmengukur kinerja organisasi di 4
perspektif yang seimbang yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta
pembelajaran dan pertumbuhan. The balanced scorecard memungkinkan perusahaan
untuk melacak hasil keuangan sementara sekaligus memantau kemajuan dalam
membangun kemampuan dan memperoleh aktiva tidak berwujud yang mereka
butuhkan untuk pertumbuhan masa depan.
b.

Proses The Balanced Scorecard
1) Mengembangkan misi, visi, dan rencana strategis, dan menetapkan tujuan strategis
dalam beberapa dimensi.The balanced scorecard tradisional biasanya memiliki
empat perspektif: kinerja keuangan, proses internal pelanggan, serta pembelajaran
dan pertumbuhan. Kinerja finansial sering menjadi prioritas utama. Modifikasi

19

yang signifikan harus dilakukan untuk menyesuaikan the balanced scorecard
dalam rangka melayani kebutuhan kesehatan khusus.
2) Menentukan

tujuan

spesifik

untuk

masing-masing

perspektif

(misalnya,

pertumbuhan yang menguntungkan). Batasi tujuan per perspektif agar fokus pada
terlaksananya rencana strategis.
3) Mengembangkan standar yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja
4) Mengidentifikasi inisiatif strategis untuk mencapai target
5) Menerapkan the balanced scorecard. Scorecard individu harus dilaksanakan pada
tingkat pelayanan unit dan indivudual. Dengan pendekatan berjenjang ini,
memfokuskan upaya perbaikan pada perawatan pasien langsung dan dapat
disejajarkan dengan tujuan strategis dari keseluruhan organisasi.

Gambar 4.Four Perspectives of the Building Performance Evaluation (BPE) Scorecard,
Government of Alberta, Canada
Sumber: Steinke, C., Webster, L., & Fontaine, M., 2010. Designed to perform: Exploring the
relationship between research, design, and building performance in healthcare.
Healthcare Design, 10(5), 22–29.

20

c.

Keterbatasan Balanced Scorecard
Keberhasilan

the

balanced

scorecard

tergantung

pada

pemilihan

targetoutcome.Seseorang mungkin mengabaikan isu-isu penting yang tidak termasuk
dalam Scorecard. Masalah potensial ini merupakan satu kesatuanproses yang lebih
seimbang. Tantangan lain dalam melaksanakan the balanced scorecardmelibatkan
kesulitan untuk mendapatkan persetujuan awal, menjalin komitmen dengan atasan,
mendapatkan komitmen karyawan, menciptakan bentukscorecardyang sederhana, dan
membangun ukuran kinerja tanpa ada kekhawatiran menurunnya kinerja staf (Shutt
2003).

5. Work Sampling (Time-Motion Study)
a.

Definisi Work Sampling (Time-Motion Study)
Work sampling adalah metode mengukur waktu pekerja menghabiskan waktu
di berbagai kategori kegiatan (Groover, 2007). Metode lain yang terkait erat adalah
time-motion study, yang merupakan studi sistematis sistem kerja untuk mengoptimalkan
standar dan metode sistem kerja, menentukan standar waktu untuk tugas atau operasi
tertentu, dan melatih para pekerja dalam metode yang optimal (Barnes, 1980). Dalam
beberapa kasus, data dikumpulkan pada beberapa domain termasuk persentase waktu
yang dihabiskan untuk berbagai kategori yang telah ditentukan: kegiatan (aktivitas),
tujuan dari kegiatan (fungsi), dan individu yang bertanggung jawabsaat melakukan
aktivitas. Dalam kasus ini, work sampling disebut sebagai multidimensonally work
sampling

b.

Proses Work Sampling (Time-Motion Study)
1) Mengidentifikasi tugas yang harus diperiksa.
2) Menyederhanakan tugas yang kompleks menjadi kecildan sederhana.
Untuk memperoleh kelengkapan daftar tugas (task elemen), deskripsi pekerjaan
dapat diperiksa untuk mengembangkan rancangan daftar tugas.Daftar ini kemudian
dapat dimodifikasi berdasarkan umpan balik dari para pekerja dan hasil uji coba.
3) Menentukan rincian proses observasi, termasuk alat-alat yang akan digunakan
untuk merekam data (misalnya, identifikasi frekuensi radio, personal digital

21

asisten/PDA), jumlah pengamatan, jumlah hari/shift, waktu pengamatan, informasi
yang akan direkam, dan sejumlah observer.
4) Melakukan observasi untuk mengumpulkan data tentang aktivitas kerja (misalnya,
aktivitas, fungsi, kontak, gerakan).
Seorang pekerja dapat diamati beberapa kali secara acak atau dalam interval waktu
yang tetap.
5) Menganalisis data, hasil laporan, dan membuat rekomendasi.
c.

Kelemahan Work Sampling (Time-Motion Study)
Salah satu asumsi penting dari work sampling adalah bahwa tugas pekerjaan
yang dapat diamati, jelas, dan lengkap. Asumsi ini tidak selalu cocok untuk beberapa
tugas pekerjaan termasuk pekerjaan keperawatan. Selain itu, metode ini hanya dapat
merekam apa yang bisa dilihat tapi tidak dapat merekan apa yang disimpulkan (Carayon
et al., 2003).

6. Link Analysis
a.

Definisi Link Analysis
Link Analysis adalah metode ergonomi yang mengidentifikasi dan mewakili
link (atau hubungan) antara komponen ruang kerja untuk menentukan sifat, frekuensi,
dan pentingnya suatu hubungan (Stantonet al., 2005). Istilah link dapat merujuk ke
atensi atau posisi antara komponen sistem (mata, tubuh, gerakan kaki), komunikasi
dengan komponen lainnya (visual, auditori, taktil komunikasi, misalnya, komunikasi
perawat-dokter), dan link kontrol (misalnya akses dan penggunaan komputer di
samping tempat tidur pasien) (Carayon et al., 2003).

b.

Proses Link Analysis
Berikut ini adalah proses analisa link yang direkomendasikan oleh Stanton et al. (2005):
1) Mengidentifikasi tugas untuk dianalisis. Ketika mengevaluasi desain perangkat
atau ruang kerja, disarankan untuk fokus pada satu set tugas yang mewakili dari
seluruh fungsionalitas perangkat atau ruang kerja.
2) Mendaftar langkah-langkah tugas, yaitu dengan membuat daftar semua langkah
komponen tugas yang terlibat dalam terlaksananya tugas.

22

3) Mengumpulkan data. Lakukan langkah-langkah tugas, melakukan pengamatan
pekerja dalam melakukan tugas, dan mencatat hubungan antara komponen dan
frekuensi link selama terlaksananya tugas.
4) Membangun diagram link dan link tabel. Hubungan antara komponen direkam
selama pengumpulan data yang direpresentasikan sebagai hubungan langsung
komponen pada layout ruang kerja.
5) Mengusulkan perbaikan desain. Redesign ini bertujuan untuk mengurangi jarak
antara komponen, terutama komponen yang paling penting dan sering berkaitan.
c.

Keterbatasan Link Analysis
Link analysis mungkin memerlukan waktu yang cukup lama dalam melakukan
studi observasional. Proses ini juga hanya mempertimbangkan hubungan fisik dasar
yang diamati tetapi tidak dapat mengambil lebih dalam proses dan mekanisme kognitif.

7. Process Analysis (Process Chart/Flowchart)
a.

Definisi Process Analysis(Process Chart/Flowchart)
Proses analisis adalah metode peningkatan kualitas sistematis untuk
mengidentifikasi langkah-langkah atau tugas dari proses yang mengarah dari satu
proses tertentu dari input ke output. Sebuah analisis proses sering melibatkan bagan
proses atau flowchart berupa grafis yang rmerepresentasikan langkah-langkah kinerja
atau serangkaian tugas (Carayonet al., 2003; Stantonet al., 2005).

b.

Proses Process Analysis (Process Chart/Flowchart)
Berikut ini adalah proses analisa link yang direkomendasikan oleh Harder et al. (2005)
dan Stanton et al.(2005) yaitu sebagai berikut:
1) Mengumpulkan data tentang proses. Informasi tentang input, output, langkahlangkah, dan tugas dari proses kerja yang dipilih dapat dikumpulkan melalui
pengamatan langsung dan metode lainnya.
2) Mendaftar semua langkah atau tugas. Sebuah daftar tugas dapat dimasukkan ke
dalam urutan kronologis.
3) Klasifikasikan langkah tugas. Langkah-langkah tugas dapat diklasifikasikan ke
dalam beberapa kategori yaitu kegiatan, keputusan, transportasi, penyimpanan,
inspeksi, delay, atau penggabungan operasi.

23

4) Buatlah grafik proses atau flowchart yang mewakili setiap tugas termasuk
informasi berikut yaitu: 1) tugas; 2) individu yang melakukan tugas; 3) alat dan
teknologi; 4) lingkungan fisik di mana tugas berlangsung (Carayon, Alvarado, &
Hundt, 2007)
c.

Keterbatasan Process Analysis(Process Chart/Flowchart)
Proses analisis lebih cocok untuk proses yang relatif sederhana dan memiliki
subproses. Hal ini dapat sangat memakan waktu untuk menganalisis tugas yang
kompleks.Flowchart untuk tugas yang kompleks mungkin terlalu besar untuk
dikelola.Sebuah flowchart hanya dapat berisi informasi yang sangat terbatas. Salah satu
potensi penyalahgunaan proses analisis adalah proses standarisasi yang berlebihan,
yang bertentangan dengan banyak teori.

8. Simulation
a.

Definisi Simulation
Simulasi diasumsikan sebagai teknik untuk meningkatkan patientsafetydengan
memungkinkan tim klinis untuk melakukan prosedur kompleks dalam sebuah latihan
simulasi sebelum bertemupasien yang sebenarnya.

b.

Proses Simulation
Secara umum, proses ini melibatkan simulasi situasi klinis menggunakan
pasien simulasi (aktor, komputer/ pasien virtual, maupun pasien elektronik) dengan
peserta simulasi menanggapi suatu kode dari pasien dan lingkungan (peralatan, alarm,
dll).respon ini kemudian dianalisis untuk mendukung pendidikan, pelatihan, dan tujuantujuan lain.

c.

Keterbatasan Simulation
Beberapa keterbatasan dalam simulasi adalahadanya kebutuhan dukungan
administrasi untuk persediaan, peralatan, dan sumber daya manusia; komitmen waktu
yang dibutuhkan dari beberapa anggota staf; dan potensi terjadinya gangguan jika
dilakukan pada unit perawatan pasien (Davis et al., 2008).

9. Root Cause Analysis (RCA)
a.

Definisi RCA

24

Root Cause Analysis (RCA) adalah metode analisisnonstatistical untuk
mengidentifikasi kondisi yang dapat menyebabkan kerusakan (Carayon et al., 2003). Ini
adalah proses reaktif dalam menanggapi sebuah kejadian/kasus yang melibatkan tim
multidisiplin untuk mengidentifikasi dan menghilangkan faktor-faktor sistem yang
berkontribusi, risiko, dan proses (bukan kinerja individu) yang berkontribusi terhadap
masalah patientsafety. Hasil RCA efektif untuk mencegah masalah berulang atau
mengurangi keparahan kejadian dalam situasi yang sama.
b.

Proses RCA
Proses utama pelaksanaan RCA meliputi pertanyaan berikut ini (Carayon et al., 2003;
Friedman et al., 2007.):
1) Apa yang terjadi?
2) Bagaimana hal tersebut dapat terjadi?
a) Faktor apa yang diperkirakan paling berkontribusi dalam terjadinya sebuah
kesalahan perawatan (faktor manusia, peralatan, atau lingkungan)
b) Sistem dan proses apa yang mendasari faktor-faktor tersebut?
3) Apa yang harus dilakukan untuk mencegah hal itu terjadi lagi (rencana aksi)?
The U.S. Department of Veterans Affairs (VA) menggambarkan diagram sebab dan
akibat diagram seperti berikut:

Gambar 5.Event Flow Diagram

25

Sumber: U.S. Department of Veterans Affairs. (n.d.b). National Center for Patient Safety—Root
cause analysis tools. Retrieved August 29, 2011, from http://www.patientsafety.
gov/CogAids/RCA/index.html#page=page-1

Gambar 6.Cause and Effect Diagram
Sumber: U.S. Department of Veterans Affairs. (n.d.b). National Center for Patient Safety—
Root cause analysis tools. Retrieved August 29, 2011, from http://www.patientsafety.
gov/CogAids/RCA/index.html#page=page-1
RCA menyediakan analisis retrospektif dari faktor-faktor yang terletak di balik
sebuah kejadian.RCA tidak dapat digunakan sebagai arsip dengan beberapa tingkat
akurasi (Battles dan Lilford 2003). Beberapa pihak mengkritik penggunaan RCA karena
ini merupakan studi kasus terkontrol, dan sering tidak menunjukkan korelasi statistik
antara sebab dan outcome (Wald dan Shojania 2001) namun kritik ini telah
menyebabkan pergeseran fokus RCA dari identifikasi penyebab suatu peristiwa ke
identifikasi kontribusi faktor.
Sebagai

proses

reaktif,

RCA

dilakukan

setelah

peristiwa

tertentu,

bagaimanapun, hal ini lebih dari alat proaktif dengan mempertimbangkan jenis
peristiwa dan akar penyebab di tingkat organisasi atau sistem untuk memahami
kesamaan, kerentanan, dan pelajaran peristiwa potensi masa depan.

26

Gambar 7. Root Cause Analysis Event Tree - Medication Almost Given to Wrong Patient
Sumber: Battles, J.B. et al., 2006. Sensemaking of patient safety risks and hazards. Health
services research, 41(4 Pt 2), pp.1555–75
c.

Keterbatasan RCA
Ada beberapa keterbatasan dalam RCA. Beberapa perkiraan menunjukkan
bahwa pendekatan RCA tradisional manual dapat memakan waktu 3 sampai 6 bulan,
melibatkan 50% pekerjaan administratif, mengumpulkan informasi, menyalin catatan,
mengorganisir informasi ke dalam laporan dan manajemen. Latino (2004) menunjukkan
bahwa proses ini memakan waktu 20-90 jam/orang. Program software yang
digunakanyang digunakan untuk mempercepat tugas, standarisasi input, dan membuat
informasi lebih mudah tersedia dalam rentang harga $3.000 - $6.000. Selain itu, RCA
hanya dapat mempertimbangkan satu contoh dari keadaan atau kegagalan, ketika
keadaan lain juga dapat menyebabkan kegagalan (Grout, 2007). Hal ini juga mungkin
menyebabkan bias dalam proses (Carayon et al., 2003). Selain itu, RCA dikritik karena

27

adanya keragamandalam kekuatan rencana aksi, tingkat pengembangan dan
implementasi, waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian proses (yang dapat
digunakan untuk peningkatan kualitas lainnya kegiatan), dan ketergantungannya pada
lingkungan kesehatan tertentu, termasuk dukungan kepemimpinan (Morse, 2011).

D. KESIMPULAN
1. Patient safety merupakan serangkaian prosedur untuk membuat perawatan pasien menjadi
lebih aman
2. Dampak patient safety yang buruk dapat dilihat dari terjadinya cedera pasien, peningkatan
lama perawatan (length of stay), peningkatan biaya perawatan dan pada tahap tertentu juga
menyebabkan kematian pasien. Sedangkan dampak patient safety pada institusi kesehatan
adalah menurunya kepuasan pasien dan keluarga serta tingkat kepercayaan masyarakat
terhadap rumah sakit dan berisiko pada terjadinya tuntutan hukum.
3. Beberapa inovasi dalam perkembangan patient safety antara lain: a) Human Factor and
Ergonomics (HFE); b) Systems Engineering Initiative for Patient Safety (SEIPS); c) Failure
Modes and Effects Analysis (FMEA); d) The Balanced Scorecard; e)Work Sampling (TimeMotion Study); f)Link Analysis; g)Process Analysis (Process Chart/Flowchart);
h)Simulation; i) Root Cause Analysis (RCA)

28

DAFTAR PUSTAKA

Adhikari, R., Tocher, J., Smith, P., Corcoran, J., & Macarthur, J., 2014. Nurse Education Today
A multi-disciplinary approach to medication safety and the implication for nursing
education
and
practice.
YNEDT,
34(2),
pp.185–190.
Available
at:
http://dx.doi.org/10.1016/j.nedt.2013.10.008.
Agency for Healthcare Research and Quality, 2008. Pocket Guide: TeamSTEPPS. Strategies &
Tools to Enhance Performance and Patient Safety.Agency for Healthcare Research and
Quality, Rockville, MD.
Barnes, R. M., 1980. Motion and time study: Design and measurement of work (7th ed.). New
York: Wiley.
Battles, J.B. et al., 2006. Sensemaking of patient safety risks and hazards. Health services
research,
41(4
Pt
2),
pp.1555–75.
Available
at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=1955349&tool=pmcentrez&re
ndertype=abstract [Accessed July 12, 2014]
Carayon, P., 2009. The balance theory and the work system model. Twenty years later. Int. J.
HumaneComputer Interact. 25, 313e327.
Carayon, P., 2010. Human factors in patient safety as an innovation. Applied ergonomics, 41(5),
pp.657–65.
Available
at:
http://www.pubmedcentral.nih.gov/articlerender.fcgi?artid=2873106&tool=pmcentrez&re
ndertype=abstract [Accessed July 12, 2014]
Carayon, P., 2012. Emerging role of human factors and ergonomics in healthcare delivery e a
new field of application and influence for the IEA.Work:A J. Prev. Assess. Rehabil.41,
5037e5040.
Carayon, P., 2014. Human factors systems approach to healthcare quality and patient safety.
Applied
ergonomics,
45(1),
pp.14–25.
Available
at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23845724 [Accessed July 9, 2014]
Carayon, P., Alvarado, C. J., & Hundt, A. S., 2003. Reducing workload and increasing patient
safety through work and workspace design. Paper commissioned by the Institute of
Medicine Committee on the Work Environment for Nurses and Patient Safety Center for
Quality and Productivity Improvement, University of Wisconsin-Madison (CQPI Technical
Report
No.
185).
Retrieved
September
15,
2011,
from
http://cqpi.engr.wisc.edu/system/files/r185.pdf
Carayon, P., Alvarado, C., Hundt, A.S., 2007. Work design and patient safety. TiesTheoretical
Issue. Ergon.Sci. 8, 395e428.

29

Carayon, P., Alvarado, C., Hundt, A.S., 2007. Work design and patient safety. Ties Theoretical
Issue. Ergon.Sci. 8, 395e428.
Carayon, P., Alvarado, C.J., Hundt, A.S., Springman, S., Ayoub, P., 2006. Patient safety
Carayon, P., Gurses, A.P., Hundt, A.S., Ayoub, P., Alvarado, C.J., 2005. Performance obstacles
and facilitators of healthcare providers. In: Korunka, C., Hoffmann, P. (Eds.), Change and
Quality in Human Service Work, vol. 4. Hampp Publishers, Munchen, Germany, pp. 257–
276.
Carayon, P., Hundt, A.S., Karsh, B.-T., Gurses, A.P., Alvarado, C.J., Smith, M., et al., 2006.
Work system design for patient safety: the seips model. Quality and Safety in Health Care
15 (Suppl. I), i50–i58.
Carroll, J.S., Quijada, M.A., 2007. Tilting the culture in health care: using cultural strengths to
transform organizations. In: Carayon, P. (Ed.), Handbook of Human Factors and
Ergonomics in Health Care and Patient Safety. Lawrence Erlbaum Associates, Publishers,
Mahwah, NJ, pp. 823–832.
Chapanis, A., Safrin, M.A., 1960. Of misses and medicines.J. Chronic Dis. 12, 403e408.Critical
Care. 17 (2), 86–94.
Coombes, I.D., 2008. Why do interns make prescribing errors? A qualitative study. The Medical
journal
of
Australia,
188(2),
pp.89–94.
Available
at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18205581
Davis, S., Riley, W., Gurses, A., Miller, K., & Hansen, J., 2008. Failure modes and effects
analysis based on in situ simulations: A methodology to improve understanding of risks
and failures. In K. Henriksen, J. Battles, M. Keyes, & M. Grady (Eds.), Advances in
patient safety: New directions and alternative approaches: Vol. 3. Rockville, MD: Agency
for Healthcare Research and Quality.
DeRosier, J., Stalhandske, E., Bagian, J.P., Nudell, T., 2002.Using health care failure mode and
effect analysis: the VA National Center for Patient Safety‘s prospective risk analysis
system.Joint Commission Journal on Quality Improvement 28 (5), 248–267. 209.
Donabedian, A., 1978. The quality of medical care.Science 200, 856e864.
Fairbanks, R.J., Caplan, S., 2004. Poor interface design and lack of usability testing facilitate
medical error. Joint Commission Journal on Quality and Safety 30 (10), 579–584.
Friedman, A. L., Geoghegan, S. R., Sowers, N. M., Kulkarni, S., & Formica, R. N., 2007.
Medication errors in the outpatient setting: Classification and root cause analysis. Archives
of Surgery, 142 (3), 278–283. doi:10.1001/archsurg.142.3.278

30

Ginsburg, G., 2005. Human factors engineering: a tool for medical device evaluation in hospital
procurement decision-making. Journal of Biomedical Informatics 38, 213–219.
Greenhalgh, T., Robert, G., MacFarlane, F., Bate, P., Kyriakidou, O., 2004. Diffusion of
innovations in service organizations: systematic review and recommendations. The
Milbank Quarterly 82 (4), 581–629.
Groover, M. P., 2007. Work Systems: The methods, measurement, and management of work.
Upper Saddle River, NJ: Pearson Education.
Grout, J., 2007.Mistake-proofing the design of health care processes. Retrieved July 15, 2011,
from http://www.ahrq.gov/qual/mistakeproof/
Grout, J., 2007.Mistake-proofing the design of health care processes. Retrieved July 15, 2011,
from http://www.ahrq.gov/qual/mistakeproof/
Gurses, A., Carayon, P., 2009. Exploring performance obstacles of intensive care nurses. Appl.
Ergon. 40, 509e518.
Harder, K. A., Bloomfield, J. R., Sendelbach, S. E., Shepherd, M. F., Rush, P. S., Sinclair, J. S.,
2005. Improving the safety of heparin administration by implementing a human factors
process analysis. In K. Henriksen, J. B. Battles, E. S. Marks, D. I. Lewin (Eds.), Advances
in patient safety: From research to implementation (Vol. 3: Implementation issues, pp.
323-332). Rockville, MD: Agency for Healthcare Research and Quality.
Henriksen, K., 2007. Human factors and patient safety: continuing challenges. In: Carayon, P.
(Ed.), Handbook of Human Factors and Ergonomics in Health Care and Patient Safety.
Lawrence Erlbaum Associates, Mahwah, NJ, pp. 21–37.Outpatient surgery: the viewpoint
of the healthcare providers. Ergonomics 49, 470e485.
International
Ergonomics
Association
Ergonomics.http://www.iea.cc/ergonomics/.

(IEA),

2000.The

Discipline

of

Jaspers, M.W.M., 2009. A comparison of usability methods for testing interactive health
technologies: methodological aspects and empirical evidence. International Journal of
Medical Informatics 78 (5), 340–353.
Kaplan, R. S., & Norton, D. P., 1996.The balanced scorecard: Translating strategy into action.
Boston, MA: Harvard Business School Press.
Karsh, B.-T., 2004. Beyond usability: designing effective technology implementation systems to
promote patient safety. Quality and Safety in Health Care 13, 388–394.
Kleiner, B.M., 2006. Macroergonomics: analysis and design of work systems. Appl. Ergon. 37,
81e89.

31

Larsen, G.Y., Parker, H.B., Cash, J., O‘Connell, M., Grant, M.J.C., 2005. Standard drug
concentrations and smart-pump technology reduce continuous-medicationinfusion errors in
pediatric patients. Pediatrics 116 (1), e21–e25.
Latino, R. J., & Flood, A., 2004. Optimizing FMEA and RCA efforts in health care.Journal of
Healthcare Risk Management, 24(3), 21–28. doi:10.1002/ jhrm.5600240305.
Lin, L., Vicente, K.J., Doyle, D.J., 2001. Patient safety, potential adverse drug events, and
medical device design: a human factors engineering approach. Journal of Biomedical
Informatics 34 (4), 274–284.
Meliones, J. N., Alton, M., Mericle, J., Ballard, R., Cesari, J., Frush, K.S., et al., 2008. Ten-year
experience integrating strategic performance improvement initiatives: Can the balanced
scorecard, six sigma, and team training all thrive in a single hospital? In K. Henriksen, J.
B. Battles, M. A. Keyes, & M. L. Grady (Eds.).Advances in patient safety: New directions
and alternative approaches (Vol. 3: Performance and tools). Rockville, MD: Agency for
Healthcare Research and Quality.
Morse, R. B. & Pollack, M.M., 2011. Root cause analysis performed in a children‘s hospital:
Events, action plan strength, and implementation rates. Journal for Healthcare Quality,
34(1), 5-61.
Nutting, P.A., Crabtree, B.F., McDaniel, R.R., 2012. Small primary care practices face four
hurdleseincluding a physician-centric mind-setein becoming medical homes. Health
Aff.(Millwood) 31, 2417e2422.
Pepin, J., 2011. A cognitive learning model of clinical nursing leadership. Nurse education
today, 31(3), pp.268–73. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21145628
[Accessed February 6, 2012]
Reiling, J. G., Knutzen, B. L, & Stoecklein, M., 2003. FMEA—The cure for medical errors.
Quality Progress, 36 (8), 67–71.
Reiling, J.G., Knutzen, B.L., Wallen, T.K., McCullough, S., Miller, R.H., Chernos, S., 2004.
Enhancing the traditional design process: a focus on patient safety.The Joint Commission
Journal on Quality Improvement 30 (3), 115–124.
Shutt, J. A., 2003. Balancing the health care scorecard.Managed Care, 12(9), 42–46.
Stanton, N., Salmon, P. M., Walker, G. H., Baber, C., & Jenkins, D. P., 2005. Human factors
methods: A practical guide for engineering and design. Burlington, VT: Ashgate
Publishing.
Steele, G.D., Haynes, J.A., Davis, D.E., Tomcavage, J., Stewart, W.F., Graf, T.R., Paulus, R.A.,
Weikel, K., Shikles, J., 2010. How Geisinger‘s advanced medical home model argues the
case for rapid-cycle innovation. Health Aff.(Millwood) 29, 2047e2053.

32

Steelman, V.M. & Graling, P.R., 2013. Top 10 patient safety issues: what more can we do?
AORN
journal,
97(6),
pp.679–98,
quiz
699–701.
Available
at:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23722033 [Accessed July 12, 2014]
Steinke, C., Webster, L., & Fontaine, M., 2010. Designed to perform: Exploring the relationship
between research, design, and building performance in healthcare. Healthcare Design,
10(5), 22–29.
U.S. Department of Veterans Affairs. (n.d.b). National Center for Patient Safety—Root cause
analysis tools. Retrieved August 29, 2011, from http://www.patientsafety.
gov/CogAids/RCA/index.html#page=page-1
Vest, J.R., Bolin, J.N., Miller, T.R., Gamm, L.D., Siegrist, T.E., Martinez, L.E., 2010. Review:
medical homes: ―Where you stand on definitions depends on where you sit‖. Med. Care
Res. Rev. 67, 393e411.
Wagner, J., Liston, B. & Miller, J., 2011. Developing interprofessional communication skills.
Teaching
and
Learning
in
Nursing, 6(3),
pp.97–101.
Available
at:
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S1557308710001149 [Accessed September 18,
2012]
Wald, W., and K. G. Shojania., 2001. ‗‗Root Cause Analysis.‘‘ In Evidence Report/ Technology
Assessment Number 43:Making Healthcare Safer: A Critical Analysis of Patient
Wetterneck, T.B., Lapin, J.A., Karsh, B.-T., Beasley, J.W., 2012.Human factors and ergonomics
in primary care. In: Carayon, P. (Ed.), Handbook of Human Factors and Ergonomics in
Health Care and Patient Safety, second ed. Taylor & Francis Group, Boca Raton, FL, pp.
763e774. Intern.Med. 25, 601e612.
Wilson, J.R., 2000. Fundamentals of ergonomics in theory and practice.Applied Ergonomics 31
(6), 557–567.
Wu, A.W., Pronovost, P., Morlock, L., 2002. ICU incident reporting systems.Journal of Safety
Practices, edited by K. G. Shojania, B. W. Duncan, K. M. McDonald, and R. M. Wachter.
Rockville, MD: Agency for Healthcare Research and Quality.
Zhang, J., Johnson, T.R., Patel, V.L., Paige, D.L., Kubose, T., 2003.Using usability heuristics
tovaluate patient safety of medical devices.Journal of Biomedical Informatics 36, 23–30.

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close