review Film

Published on June 2016 | Categories: Types, School Work | Downloads: 67 | Comments: 0 | Views: 1063
of x
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content


Suck Seed
Tayang: 4-Sep-2013 23:30 WIB


Baca Juga:
 Looking for Jackie
 S.I.U.
 Siyama

Tags:
thailand suck seed mega asianattasha nauljam jirayu la-ongmanee patchara pornrattanaprasert
Salah satu film Thailand yang meramaikan layar Indosiar ini adalah Suck Seed. Film komedi romantis
yang beredar pada awal tahun 2011 ini sangat populer di Thailand, bahkan popularitasnya
menjangkau negara-negara tetangganya, salah satu Indonesia.

Kisah film yang dibintangi Jirayu La-ongmanee, Patchara Jirathiwat dan Thawat Pornrattanaprasert ini
mengisahkan tentang Ped (Jirayu). Ia bersahabat dengan Koong (Patchara) sejak masih kecil. Koong
punya saudara kembar, Kay yang sangat populer di kalangan gadis-gadis SMA mereka lantaran mahir
bermain gitar.

Koong tidak mau kalah sehingga mengajak Ped untuk membentuk sebuah band rock. Teman mereka
yang bernama Ex (Thawat) pun diajak. Sebenarnya tujuan pembentukan band tersebut agar mereka
bisa menarik perhatian para gadis sekolah. Namun sayangnya penampilan mereka hancur dan musik
yang diusung band itu dirasakan aneh bagi para murid sekolah.

Beruntung keadaan mereka berubah dengan munculnya seorang gadis murid pindahan dari sekolah
lain yang bernama Ern (Nattasha Nauljam). Gadis cantik itu sangat mahir memainkan senar gitar.
Ternyata Ern tidak lain adalah teman masa kecil Ped di SD yang dulu diam-diam disukai Ped. Ern
bersedia bergabung ke band mereka yang dinamakan Suck Seed itu.

Kehadiran Ern ini membawa warna baru ke dalam musik mereka agar bisa lebih diterima para murid
SMA mereka. Namun Ern juga membawa dinamika hubungan antara Ped, Koong dan Ern sendiri. Ped
ingin menyatakan rasa sukanya yang dulu belum sempat diutarakan kepada Ern, namun masalahnya
Koong juga menyukai Ern. Hal itu membuat Ped bimbang.

Akankah dengan kehadiran Ern, band Suck Seed ini bisa populer? Siapa yang akan dipilih Ern, Ped
atau Koong? Simak kisah selengkapnya mereka dalam sinema bertajuk Suck Seed di layar Indosiar.
Selamat menyaksikan.(indosiar.com/Fachri)
[Sinopsis Film] SUCKSEED
Posted on 7/15/2012 01:58:00 PM

Judul Film : SuckSeed (Huay Khan Thep)
Country : Thailand
Rilis : 20 April 2011 (Indonesia)
Director : Chayanop Boonprakob
Writer : Chayanop Boonprakob, Thodsapon Thiptinnakorn
Stars : Jirayu La-ongmanee, Pachara Chirathivat and Nattasha Nauljam
Genres : Komedi
Durasi :120 menit

Sinopsis

Film ini bertema tentang mimpi remaja, persahabatan, percintaan yang disajikan dalam
musikalisasi lagu-lagu rock populer. Pada film ini juga ditampilkan potongan-potongan akting beberapa
musisi terkenal yang membuat film ini semakin jenaka dan unik. Latar belakang tempat yang dipakai
sepanjang film ini sangat sederhana yang justru membuat film ini begitu lugas menggambarkan
kehidupan remaja di wilayah pinggiran Thailand.
Cerita berawal dari sebuah kelas seni musik di sekolah dasar. Satu persatu murid menunjukan
kemampuan menyanyinya. Sampai pada giliran Ped (Jirayu La-ongmanee) yang tidak memiliki minat
pada musik akhirnya hanya berdiri diam di depan kelas. Ern (Nattasha Nauljam) teman sekelas Ped yang
pada saat itu duduk di bangku tepat di depan Ped berdiri berusaha membantu dengan mengucapkan
sebuah lirik lagu rock. Ped yang memang tidak tahu tentang musik akhirnya mengikuti Ern dengan
meneriakan lirik-lirik yang diberitahukan padanya. Adegan memalukan ini ternyata justru membuat Ped
ingin mengenal Ern lebih dekat.
Ern mempunyai kecintaan yang besar pada musik. Karena keluarganya mempunyai sebuah toko
musik tidak heran dia sudah begitu mengenal dengan yang namanya musik. Sejak kejadian memalukan
yang dialami Ped di pelajaran seni musik, Ern mulai berbagi kecintaannya pada musik. Dia pun tak ragu
untuk meminjamkan kaset lagu rock yang gagal dinyanyikan oleh Ped.
Ped mulai yakin perasaan sukanya pada
Ern bertekad untuk menunjukannya dengan memberi kaset yang berisi rekamana suaranya dengan
menyanyikan lagu rock yang sempat gagal dia nyanyikan pada kelas seni musik. Malam harinya Ped
pergi menuju toko musik milik keluarga Ern. Sampai di sana ternyata toko sidah tutup. Pantang
menyerah, Ped berusaha menelpon rumah Ern. Sayang, bukan Ern yang menjawab telepon dari Ped, tapi
justru dia kena marah ayah Ern karena menelpon malam-malam. Alih-alih memberi tahu namanya pada
ayah Ern, karena ketakutan dia justru mengaku bernama Kung, yang tidak lain adalah nama sahabat Ped
di sekolah.

Esok harinya di sekolah beredar gosip bahwa Kung (Pachara Chirathivat) naksir Ern karena
semalam dia menelpon ke rumah Ern. Jelas cuma Ped satu-satunya orang yang tahu bahwa gosip itu
tidak benar. Tapi dia hanya memilih diam apalagi setelah melihat reaksi marah Ern kepada Kung. Erna
marah pada Kung karena sudah berani menelponnya malam-maam dan membuat teman-teman di
sekolah menggodanya.
Sebenarnya Ped ingin mengaku kejadian yang sebenarnya tapi ternyata hari itu rupanya menjadi
hari terakhir Ern di sekolah itu. Karena dia dan keluarganya akan pindah ke Bangkok.

Tiba pada masa SMA, Ped dan Kung masih saja satu sekolah. Suatu hari di sekolah mereka
kedatangan murid baru. Murid baru itu tidak lain dan tidak bukan adalah Ern. Pertemuan kembali
mereka bertiga ini dibuka dengan obrolan mengingat kejadian-kejadian konyol ketika mereka masih SD
dulu.

Kung yang pada awalnya ingin membentuk sebuah band dengan Ped dan Ex karena selalu
merasa kalah pada saudara kembarnya (Kay, leader band sekolahnya) setelah bertemu Ern dan
terpesona pada pandangan pertama akhirnya merubah niatnya untuk membentuk band. Dia mantab
untuk membentuk sebuah band bukan lagi untuk bersaing tapi untuk mendekati Ern. Ped yang memang
pendiam dan cenderung tunduk pada dominasi sahabatnya, Kung, selalu ikut-ikut saja dan mendukung
apa yang Kung lakukan. Apalagi setelah sekian lama dia tak menyangka akan bertemu lagi dengan Ern.
Ped, Kung, Ex dan Ern bersama-sama membangun sebuah grup band. Namun cerita mengalir
tidak hanya dengan kejenakaaan tokoh tapi juga diwarnai dengan kisah cinta segitiga antara Ern, Ped
dan Kung. Ped yang selalu diam, masih juga membisu soal rasa sukanya pada Ern bahkan sahabatnya,
Kung, pun tidak tahu tentang hal ini. Berbeda dengan Kung, dia yang penuh spontanitas tanpa ragu
menyatakan rasa sukanya pada Ern, namun sayangnya di ditolak.
Ped yang sudah menyerah dan mengalah
karena tahu sahabatnya menyatakan rasa pada Ern jelas tidak menyangka kalau Kung justru ditolak oleh
Ern. Lepas penolakan Ern terhadap Kung, jelas membuat Kung marah. Tanpa pikir panjang, Ern dia
keluarkan dari band. Tujuan band pun berubah menjadi pelampiasan laki-laki yang patah hati. Meski
tanpa Ern band mereka yang mereka beri nama “Suckseed” itu tetap berusaha mengikuti ajang lomba
band “Hotwave” dengan membuat lagu rock yang bercerita tentang patah hati.
Sejak Ern tidak bergabung dengna band Kung, Ped justru lebih sering menemui Ern. Pernah
suatu malam Ern menelpon Ped dan menanyakan apakah Ped menyukainya, tapi Ped malah menjawab
tidak. Menyesal dengan jawabannya, Ped langsung meluncur ke rumah Ern. Di sana dia menceritakan
tentang kesalahpahaman tentang telepon ketika mereka masih SD dulu bahwa saat itu dia berniat
memberikan kaset dengan rekaman suaranya. Ped pun bilang kalau di amenulis lirik cinta untuk Ern
yang pada saat itu langsung Ern buatkan melodinya. Malam itu keduanya pun saling mengakui rasa suka
masing-masing.
Jalan cerita selanjutnya pun sangat mudah ditebak. Ped menyembunyikan hubungannya dengan
Ern dari Kung karena takut menyakiti perasaan Kung yang sedang patah hati. Meski begitu balutan
komedinya cukup segar dan bisa membuat ketawa.
Hubungan persahabatan Ped dengan Kung
maupun percintaaan Ped dengan Ern berjalan dengna baik. Sampai pada hari-H penampilan mereka di
lomba band “Hotwave”. Band Ern yang bernama Arena dimana salah satu anggotanya adalah saudara
kembar Kung ternyata membawakan lagu yang diciptakan Ped untuk Ern. Ped tidak tahu tentanghal ini
sebelumnya. Tentu Kung lebih kaget lagi, dia tidak merasa dikhianati sahabatnya. Puncaknya pada saat
mereka tampil di panggung Kung urung menyelesaikan lagunya. Dia justru memilih pergi meninggalakan
teman bandnya.
Sejak kejadian di ajang lomba band
“Hotwave” sampai kelulusan hubungan Ped—Kung dan Ped—Ern semakin renggang. Dengan alasan
tidak mau merusak persahatannya dengan Kung, Ped memutuskan hubungannya dengan Ern. Tapi
malangnya Ped dan Kung tidak pernah bicara lagi sejak itu.

Sejak lulus SMA, Ped, Kung dan Ern tidak pernah bersama-sama lagi. Ped dan Kung tidak pernah
melanjutkan karir band mereka. Hanya Ern bersama Kay di Band Arena yang akhirnya berhasil membuat
album dan menjadi cukup terkenal. Melihat sampul album The Arena dengan foto Ern diterpajang di
sana menimbulkan keberanian Ped untuk kembali bertemu Ern di acara reuni SMA mereka.


Di acara reuni SMA, Ped juga bertemu
kembali dengan Kung. Di sini dia ingin memulai lagi berbicara dengan Kung. Karena ternyata reaksi Kung
masih dingin, Ped nekat naik ke atas panggung danmulai menyanyikan lagu rock yang pernah diciptakan
oleh bandnya, Suckseed. Pada awalnya Kung berjalan menjauhi panggung, penonton akan dibuat
mengira bahwa hati Kung sudah mengeras terhadap sahabatnya itu. Tapi ternyata Kung justru
mengambil gitar dari Kay dan berlari menghampiri Ped dan mulai bernyanyi bersama. Semua yang ada di
acara itu pun dibuat terharu dengan persahabatan mereka. Lalu pda akhir film diceritakan Ern, Ped,
Kung dan Ex kembali membentuk band Suckseed.
My Name is Khan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa
My Name I s Khan

Sutradara Karan Johar
Produser Dharma Productions
Red Chilles Entertainment
Penulis Shibani Bathija (story, screenplay, dialogue)
Niranjan Iyengar(dialogue)
Karan Johar (story)
Pemeran Shahrukh Khan
Kajol
Shabana Azmi
Sonya Jehan
Jimmy Shergill
Musik Shankar-Ehsaan-Loy
Niranjan Iyengar or Javed Akhtar (lyrics)
[1]

Sinematografi Ravi K. Chandran
Distributor 20th Century Fox
Tanggal rilis 12 Februari 2010
[2]

Negara India
Bahasa Hindi
English

My Name is Khan merupakan film yang disutradarai oleh Karan Johar yang diproduksi oleh Dharma
Production dan Red Chillies Entertainment. Film ini dirilis pada tanggal 12 Februari 2010. Pemain film ini
adalah Shahrukh Khan
[3]
dan Kajol.
SINOPSIS[sunting | sunting sumber]
Rizwan Khan (Shahrukh Khan)adalah seorang anak Muslim yang tumbuh dengan saudaranya Zakir (Jimmy
Shergill) dan ibunya Razia Khan (Zarina Wahab) dalam sebuah keluarga kelas menengah di bagian Borivali
Mumbai. Rizwan berbeda dari anak-anak lain, Namun, ia memiliki karunia tertentu, khususnya kemampuan
khusus untuk memperbaiki hal-hal mekanis. Perbedaan-Nya mengarah ke les khusus dari seorang sarjana
tertutup dan perhatian ekstra dari ibunya, semua yang mengarah ke tingkat yang tinggi dari kecemburuan dari
saudaranya Zakir, yang akhirnya meninggalkan keluarganya untuk hidup di Amerika Serikat.
Meskipun kebencian ini, sebagai orang dewasa Zakir sponsor Rizwan untuk datang dan tinggal bersamanya di
San Francisco setelah kematian ibu mereka. Ini adalah saat ini bahwa istri Zakir itu, Haseena (Sonya Jehan)
Rizwan dengan sindrom Asperger diagnosis. Rizwan juga mulai bekerja untuk Zakir dan dalam proses ia
bertemu seorang wanita Hindu, Mandira (Kajol) dan anak muda, Sameer atau Sam (Yuvaan Makaar), dari
pernikahan sebelumnya. Mandira adalah penata rambut oleh profesi. Meskipun permusuhan Zakir untuk
pertandingan, mereka menikah dan menetap di kota fiksi Banville, di mana kedua Mandira dan Sameer
mengambil nama belakang Rizwan sebagai mereka sendiri. Mereka juga hidup bertetangga dengan keluarga
Garrick. Sameer dekat dengan anak muda mereka, Reese (Kenton Tugas dan Michael Arnold) sedangkan
Markus (Dominic Rendra) adalah seorang reporter dan Sarah (Katie A. Keane) adalah teman Mandira. Kajol
sebagai Mandira, seorang wanita Hindu yang jatuh cinta dan menikah dengan pria Muslim.
Keberadaan sempurna Khan akan terganggu, bagaimanapun, setelah serangan 11 September di New York
City. Mark pergi untuk menutupi perang di Afghanistan dan meninggal di sana. Pada saat yang sama, keluarga
Khan mulai mengalami post 9-11 prasangka dalam komunitas mereka dan Reese mulai berbalik melawan Sam
juga. Suatu sore, sebuah argumen antara mereka berubah menjadi perkelahian sekolah bermotif rasial antara
Sameer dan sejumlah siswa yang lebih tua. Reese mencoba untuk menghentikan perkelahian tetapi menahan
dan Sam meninggal dari luka-lukanya. Sebuah Mandira hancur menyalahkan Rizwan atas kematiannya
menyatakan bahwa Sameer "mati hanya karena namanya Khan." Dia kemudian memberitahu Rizwan bahwa
ia tidak lagi ingin bersama dia. Ketika dia bertanya apa ia lakukan untuk bersama dengan Mandira, dia sinis
mengatakan kepadanya bahwa ia harus memberitahu orang-orang Amerika Serikat dan Presiden bahwa
namanya adalah Khan dan bahwa dia bukan teroris.
Rizwan mengambil permintaan Mandira serius, dan dengan demikian menetapkan sebuah perjalanan yang
membawanya dari satu negara bagian AS lain, dalam rangka untuk pertama kali bertemu Presiden George W.
Bush dan kemudian baru Presiden terpilih. Selama pencarian ini, ia melakukan perjalanan ke Wilhemina,
Georgia dan berteman Mama Jenny dan putranya Joel. Kemudian, di Los Angeles, dia berdoa di Masjid dan
sengaja mendengar retorika kekerasan dari Faisal Rahman (Arif Zakaria). Dia melaporkan ini ke FBI tetapi
tidak ada respon pada saat itu. Kemudian, sambil menunggu dalam kerumunan untuk bertemu Presiden Bush
dan mengulang lagi dan lagi, "Nama saya adalah Khan dan saya bukan teroris," Rizwan ditangkap dan
ditempatkan dalam penjara oleh polisi yang salah menafsirkan pernyataannya berpikir ia berkata bahwa ia
adalah seorang teroris.
Sementara di penjara ia diinterogasi sebagai tersangka teroris dan memenuhi psikiater Radha (Sheetal
Menon) yang percaya bahwa dia tidak bersalah. Dia kemudian dibebaskan setelah kampanye media oleh
beberapa mahasiswa wartawan India Raj (Arjun Mathur) dan Komal (Sugandha Garg) dan Bobby Ahuja
(Parvin Dabas), yang membuktikan dirinya tidak bersalah dengan menggali upaya untuk menginformasikan
FBI tentang Faisal Rahman. Setelah dibebaskan, ia kembali ke badai menghantam Wilhemina untuk
membantu Mama Jenny dan putranya. Upayanya menarik perhatian media dan Muslim banyak datang untuk
membantu juga.
Pada saat yang sama, Reese mengaku Mandira dan mengungkapkan identitas anak laki-laki yang membunuh
Sam. Dia menginformasikan Detektif Garcia (Benny Nieves) yang telah membantunya dalam kasus ini, dan
Garcia Detektif penangkapan mereka. Mandira kemudian mendapat panggilan dari Sarah untuk memaafkan
Rizwan, "Aku kehilangan suamiku, jangan kehilangan dia."
Mandira menyadari kesalahan, dia bergabung Rizwan di Georgia dan menyalakan kembali cinta mereka.
Namun pada saat ia tiba, Rizwan ditusuk oleh seorang pengikut Faisal Rahman (Sumeet Raghavan),
menuduhnya sebagai pengkhianat Islam, dan Rizwan segera dibawa ke rumah sakit. Dengan bantuan Mandira
itu, Rizwan bertahan dan memenuhi Presiden-terpilih Barack Obama (Christopher B. Duncan) yang
mengatakan kepadanya: "Nama Anda adalah Khan dan Anda bukan teroris". Film ini diakhiri dengan Rizwan
dan Mandira akan kembali ke rumah.
Review: SuckSeed (2011)
Posted: July 15, 2011 in Movies, Review
Tags: Asian Cinema, Chayanop Boonprakob, Jirayu La-ongmanee, Movies, Nattasha Nauljam,Pachara
Chirathivat, Review, SuckSeed, SuckSeed ), SuckSeed Huay Khan Thep
23






26 Votes



Naskah cerita SuckSeed bukanlah sebuah naskah cerita yang orisinal. Sutradara film ini, Chayanop Boonprakob, sebelumnya
pernah mengarahkan beberapa film pendek yang diberi judul sama dan mengisahkan mengenai usaha beberapa kelompok musik
rock muda Thailand dalam mencapai impian mereka. Film-film pendek tersebut sempat ditayangkan di Thai Short Film & Video
Festival sebelum akhirnya menarik minat rumah produksi GMM Thai Hub untuk kemudian mengembangkannya menjadi sebuah
film layar lebar. Bersama dengan penulis naskah Thodsapon Thiptinnakorn, Nottapon Boonprakob, Siwawut Sewatanon dan
Panayu Kunvanlee, Boonprakob kemudian menggubah jalan cerita asli SuckSeed menjadi sebuah drama yang juga bersentuhan
dengan tema persahabatan dan percintaan remaja.
Filmnya sendiri berkisah mengenai persahabatan antara Ped (Jirayu La-ongmanee) dan Koong (Pachara Chirathivat) yang telah
terjalin semenjak kecil. Koong sendiri semenjak lama telah hidup dalam bayang-bayang saudara kembarnya, Kay, yang lebih
populer dan terkenal karena bakat bermusiknya. Tidak mau terlalu lama hidup dalam bayang-bayang tersebut, Koong kemudian
mengajak Ped dan Ex (Thawat Pornrattanaprasert) untuk membentuk sebuah kelompok musik rock guna menyaingi kelompok
musik yang digawangi oleh Kay sekaligus untuk menarik perhatian para wanita. Jelas saja bukan sesuatu hal yang mudah
mengingat ketiganya masih memiliki kemampuan musik yang sangat terbatas.
Singkat cerita, penampilan mereka di sebuah acara sukses membuat banyak anak-anak di acara tersebut menangis karena
buruknya penampilan mereka. Pun begitu, mereka berhasil menarik perhatian Ern (Nattasha Nauljam), seorang gadis yang dulu
pernah disukai oleh Ped di masa kecilnya. Karena kemampuan dan pengalamannya dalam bermain gitar, Ern kemudian diajak
turut bergabung dalam kelompok musik tersebut dengan tujuan agar mereka dapat lolos seleksi kompetisi bakat kelompok musik
tingkat sekolah menengah atas di Thailand. Awalnya, kedatangan Ern di kelompok musik tersebut mampu meningkatkan kualitas
bermusik mereka. Namun masalah kemudian datang ketika Koong mulai merasa jatuh hati terhadap Ern yang jelas saja membuat
Ped merasa tidak nyaman karena masih memendam rasa sukanya terhadap gadis tersebut.
Terlepas dari jalan cerita yang mengisahkan mengenai perjuangan sekelompok remaja dalam mengejar impian bermusik
mereka, SuckSeed sendiri hampir tidak memiliki sesuatu elemen yang istimewa dalam jalinan naskah ceritanya. Pun
begitu, SuckSeed mampu memadukan unsur musikal, drama dan komedi yang ada dalam ceritanya dengan begitu lancar sehingga
film ini mampu bergerak dengan cukup baik. SuckSeed juga diisi deretan karakter yang akan mampu menjalin hubungan
emosional dengan setiap orang. Karakter-karakter ini digambarkan dengan ‘begitu remaja’ namun tetap memiliki jalan pemikiran
yang akan mampu membuat para penonton dewasa juga tidak merasa ditinggalkan.
Selain jalan ceritanya yang ringan namun sangat menghibur, kesuksesan SuckSeed juga terjadi karena andil pengarahan
Boonprakob yang mampu menghadirkan ritme cerita yang dinamis. Tidak hanya itu, Boonprakob juga menghadirkan deretan
kelompok musik rock Thailand untuk mengisi langsung ilustrasi musik pada beberapa adegan di film ini dan menghadirkannya
dengan begitu komikal dan jenaka. Musik dan lagu-lagu yang dihadirkan juga cukupcatchy yang sekaligus semakin mendukung
tingkat kenikmatan penonton dalam menyaksikan film ini. Durasi yang mencapai 130 menit memang terkesan terlalu panjang.
Hal ini diakibatkan oleh beberapa ekstensi yang terasa dilakukan oleh Chayanop Boonprakob pada beberapa plot cerita dan
adegan SuckSeed yang sebenarnya tidak begitu dibutuhkan dan dapat dibuang tanpa mempengaruhi esensi cerita secara
keseluruhan.
Tentu saja, daya tarik utama film ini berada pada jajaran pemerannya yang begitu mampu menghidupkan karakter mereka.
Walaupun berperan sebagai Ped yang memiliki karakter begitu ‘sempurna,’ Jirayu La-ongmanee mampu menjadikan Ped tidak
terlihat naif dan mengesalkan. Begitu pula dengan Pachara Chirathivat yang memerankan karakter Koong yang banyak memiliki
perbedaan sifat dengan Ped. Walau digambarkan sebagai karakter dengan emosional yang masih meledak-ledak, Jirathiwat
mampu menghadirkan Koong sebagai energi kesenangan utama dalam film ini. Begitu pula aktris muda Nattasha Nauljam yang
mampu tampil tidak hanya sebagai pemanis serta Thawat Pornrattanaprasert yang walaupun memiliki porsi peran yang kecil tetap
mampu membawakan karakter Ex dengan baik.
Harus diakui, akan sangat sulit untuk tidak merasa jatuh cinta terhadap SuckSeed, sebuah film drama komedi romantis mengenai
sekelompok remaja Chiang Mai, Thailand, dalam menghadapi permasalahan hidup mereka: mulai dari tantangan yang muncul
ketika mereka hendak membentuk sebuah kelompok musik, kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan, rasa cinta yang terpendam
semenjak lama hingga berbagai aral yang melintangi jalur persahabatan mereka. Jalan ceritanya berjalan sederhana, namun
mampu tergarap dengan rapi dan begitu mengena. Ditambah dengan iringan musik rock dari deretan band papan atas Thailand
yang begitu mudah untuk dinikmati, SuckSeed akan mampu mengembalikan berbagai kenangan manis masa-masa sekolah dari
setiap penontonnya sekaligus tampil begitu menarik sebagai sebuah film drama komedi yang ditujukan untuk pangsa pasar
remaja.


SuckSeed (GMM Thai Hub, 2011)
SuckSeed (SuckSeed Huay Khan Thep) (2011)
Directed by Chayanop Boonprakob Produced by Jira Maligool, Chenchonnee Soonthornsaratul, Suvimon Techasupinun,
VanrideePongsittisak Written by Chayanop Boonprakob, Thodsapon Thiptinnakorn, Nottapon Boonprakob, Siwawut Sewatanon
dan Panayu Kunvanlee Starring Jirayu La-ongmanee, Pachara Chirathivat, Nattasha Nauljam, Thawat Pornrattanaprasert Music
by Vichaya VatanasaptCinematography Naruphol Chokanapitak Editing by Panayu KonvanleeStudio GMM Thai
Hub Running time 130 minutes Country ThailandLanguage Thai
My Name Is Khan

Film keempat garapan Karan Johar ini mengisahkan tentang Rizwan Khan (Shahrukh Khan)
yang menderitaAsperger‟s syndrome. Dia tidak seperti orang-orang kebanyakan, karena
sikapnya yang sedikit aneh seperti terus membungkuk, berjalan setengah melompat, tak
menatap mata lawan bicaranya, bergumam menirukan suara-suara orang lain, takut pada
tempat-tempat yang baru, warna kuning, dan kebisingan, dia juga tidak bisa mengekspresikan
perasaannya, dan selalu menggenggam tiga butir kerikil. Meskipun demikian dia sangat jenius.
Di scene awal film ini, tampak Rizwan sedang mengetik, mencari data-data tentang presiden
Amerika, George W. Bush, melalui internet. Dia menjadawalkan perjalanannya sesuai
perjalan George W. Bush. Namun saat di bandara San Francisco dia dicurigai sebagai teroris
dan terlambat naik pesawat.
Dia menuliskan perasaan dan segala yang dialaminya pada buku catatan pemberian ibunya.
Adanya flash back saat scene itu membuat penonton mengenal Rizwan Khan lebih dekat. Dia
yang sejak kecil menderita syndrome seperti anak autis membuatnya dianiaya di sekolah.
Ibunya yang diperankan oleh Zarina WahabJimmy Shergill) kurang diperhatikan sehingga dia
cemburu dan hubungannya dengan Rizwan menjadi kurang baik. Setelah mereka dewasa,
adiknya memutuskan mengambil beasiswa ke Amerika sedangkan Rizwan tinggal bersama
ibunya di Mumbai, India. tidak putus asa dan memohon seseorang untuk menjadi gurunya. Rizwan
menguasai bahasa Inggris dan dapat memperbaiki alat-alat yang rusak. Hal tersebut membuat
ibunya semakin bangga dan mencurahkan seluruh perhatian padanya. Padahal Rizwan memiliki
seorang adik bernama Zakir yang juga sangat pintar, tapi Zakir (
Terdapat scene saat Rizwan menguping percakapan orang-orang di depan rumahnya saat
terjadi bentrok antara orang hindu dan muslim yang terjadi di Mumbai. Mereka mengucapkan
kata-kata kasar dan Rizwan mengikutinya. Ibunya terkejut mendengar ucapan Rizwan yang
terus berulang, lalu dia mengajarinya tentang perbedan yang ada di dunia bahwa tak ada
bedanya orang hindu dan muslim, karena di dunia hanya ada dua macam orang yaitu orang
baik dan orang jahat.
Perjalanan Rizwan berlanjut menggunakan bis dan flash back saat Ibunya meninggal dan dia
ikut Zakir ke Amerika. Dia tinggal di San Francisco dan membantu pekerjaan Zakir dengan
mempromosikan produk kecantikan. Rizwan mencoba semua produknya dan mengingat
khasiat produknya. Kemudian dia mempromosikannya dengan sangat jujur. Saat akan
menyebrang jalan dia melihat banyak warna kuning di sekitarnya, membuatnya ketakutan dan
hampir tertabrak kereta listrik. Semua orang kesal dan berteriak, membuat Rizwan semakin
panic, tapi seseorang menyuruh mereka semua tenang dan meninggalkannya. Disitulah awal
pertemuannya dengan Mandira (Kajol), seorang janda muda yang memiliki seorang anak
bernama Sameer (Yuvaan Makaar). Rizwan menyukainya dan selalu datang ke salon tempat
Mandira bekerja.
Istri Zakir, Haseena (Sonya Jehan), adalah seorang dosen psikologis dan dia yang pertama kali
mendiagnosis Rizwan menderita Asperger‟s syndrome. Dia memberikan Rizwan handy
came agar dia tidak takut pada tempat-tempat baru. Handycame itu tidak hanya berguna untuk
mengatasi ketakutannya, tapi dia gunakan juga untuk merekam Mandira saat sedang bekerja.
Rizwan meminta Mandira memotong rambutnya dan saat itu dia mengatakan, “Marry me”.
Mandira terkejut dan menganggap Rizwan hanya bercanda, tapi dia terus mengatakannya
berulang-ulang sampai Mandira kesal dan memberikan syarat padanya untuk menemukan satu
tempat di San Francisco yang belum pernah dia kunjungi.
Sameer (Sam) mulai menyukai Rizwan saat mereka pergi ke museum dan Rizwan berhasil
memenangkan kuis dengan menebak nama binatang sebanyak-banyaknya. Kemudian Rizwan
bersama Madira dan Sam mengunjungi tempat-tempat yang dia janjikan pada Madira, namun
semua tempat yang mereka kunjungi sudah pernah Madira kunjungi sebelumnya. Sampai suatu
hari Rizwan mengajak Madira keluar dan melihat kota San Francisco dari atas bukit yang
tertutup awan lalu pelan-pelan awannya menghilang menunjukan kemegahan kota. Madira
tersentuh dan mau menikah dengan Rizwan. Ekspresi Rizwan saat itu tampak dipaksakan dan
menjadi sangat menggelikan, sepertinya Shahrukh Khan berusaha keras menahan luapan
kegembirannya mengingat perannya sebagai penderita Asperger‟s syndrome.
Madira dan Rizwan menikah tanpa persetujuan Zakir. Dia hanya ingin adiknya menikah dengan
orang beragama Islam, sedangkan Madira beragama Hindu. Meskipun Zakir tidak setuju,
pernikahan tetap berlangsung dan Haseena datang merestui mereka. Mereka tinggal di kota
Banville, bertetangga dengan keluarga Garrick. Mereka hidup harmonis, Madira membuka
salon sendiri dan Rizwan berhasil menjadi ayah yang baik sekaligus teman terbaik bagi Sam
Khan (membawa nama belakang ayahnya).
Namun serangan WTC pada 11 September yang berkaitan dengan perang Afghanistan dan
agama Islam merubah segalanya. Rizwan dan Madira mengunjungi keluarga Garrick yang
kehilangan anggota keluarganya akibat serangan WTC. Rizwan menggunakan baju koko serba
putih dan membaca surat Al-Fatihah diantara orang-orang yang membawa lilin yang beragama
Kristen. Orang-orang disekitarnya menghindar dan memnadang sinis kearahnya. Reese anak
dari keluarga Garrick, yang juga sahabat Sam, juga menjauhi Sam. Di sekolah Sam dikucilkan
dan dikerjai teman-temannya karena memiliki nama belakang Khan.
Rizwan memberikan Sam sepatu, namun Sam sedikit kesal karena kejadian di sekolahnya. Tak
lama kemudian dia meminta sepatunya dan meminta maaf karena telah membentak. Keesokan
harinya dia menggunakan sepatu itu. Dia menemui Reese memintanya berteman kembali, tapi
terjadi perdebatan diantara mereka di lapangan sepak bola. Hal itu menarik perhatian siswa
senior dan ikut menghajar Sam. Sam tidak terima dirinya terus disalahkan karena kejadian 11
September itu. Reese mencoba melerai tapi anak yang lain memegangnya. Sam menendang
bola dan mengenai kepala salah satunya. Dan anak itu menendang balik tepat ke jantung Sam.
Hal itu menyebabkan Sam meninggal.
Madira sangat tertekan dia menyesal karena menikahi seseorang yang memiliki nama Khan.
Dia juga terus mencari tahu siapa yang membunuh anaknya. Sedangkan Reese terus menutup
mulut karena diancam siswa senior. Madira meminta Rizwan pergi. Saat adegan ini Kajol
beracting optimal, dia meluapkan kesedihannya di tengah lapangan tempat Sam meninggal. Dia
berteriak pada Rizwan dan merasa lebih baik mati. Rizwan yang panic memintanya jangan
mati. Lalu Madira mengusir Rizwan dan dia baru boleh kembali setelah mengatakan pada
Presiden dan semua warga Amerika kalau yang bernama Khan bukan teroris dan Sam bukan
teroris. Dia tidak bersalah..
Rizwan pun pergi menggunakan sepatu Sam dan melakukan perjalanan menemui Presiden.
Alur maju-mundur dalam film ini tidak begitu menganggu karena flash back ditempatkan
di sela-sela perjalanan Rizwan. Banyak orang yang dia temui dari mulai sepasang
muslim yang enggan sholat karena menyesuaikan diri dengan orang disekitarnya yang
bukan muslim, pemilik penginapan yang diserang oleh berandalan karena dia orang
India dan dikira muslim, hingga seorang anak Afrika-Amerika, Joel, yang tinggal di
Wilhemina, Georgia. Dia tinggal di rumah Joel dan Mama Jenny. Adegan yang
menyedihkan saat Rizwan bercerita tentang Sam di Gereja Wilhemina. Dia
menceritakan apa adanya dan membuat orang-orang, yang juga kehilangan anak dan
saudara akibat perang, meneteskan air mata. Rizwan tidak bisa berkata lagi. Dia tidak
bisa menangis meskipun hatinya sangat sakit. Joel melengkapi suasana itu dengan
menyanyikan lagu We Shall Overcome dan Rizwan bergumam lagu very Indianya
Honge Kaamyaab yang pernah dinyanyikan dengan Madira. Semua orang di gereja
berdiri dan bernyanyi untuk Rizwan. “We shall overcome, We shall overcome, We shall
overcome, some day. Oh, deep in my heart, I do believe. We shall overcome, some
day.”
Rizwan melanjutkan perjalanan, sebelumnya dia gagal menemui Presiden, sehingga
kini di Los Angeles dia memprediksi jalur yang akan dilewati Presiden. Dia berdoa
terlebih dahulu di mesjid, disana Faisal Rahman (Arif Zakaria) sedang berpidato dan
menyerukan untuk melawan bangsa Yahudi. Rizwan menentangnya dan melemparkan
kerikil sambil meneriakan kata setan pada Faisal Rahman. Rizwan menghubungi FBI
dan mengatakan kalau disana ada teroris, tapi mereka tidal merespon. Saat Presiden
Bush datang, dia menerobos kerumunan orang sambil meneriakan “My name is Khan
and I am not a terrorist!” Seorang reporter merekam Rizwan dan sadar apa yang
dikatakannya, namun orang disekitarnya mengira kalau dia teroris. Rizwan ditangkap
dan diletakan di sel yang sewaktu-waktu suhunya berubah dari panas hingga dingin
seperti dalam lemari es.
Reporter magang yang merekam Rizwan penasaran dengan pernyataannya dan dia
yakin pria bernama Khan itu bukan teroris. Di medianya rekaman itu ditolak, sehingga
dia meminta tolong pada Reporter senior untuk menayangkannya. Zakir dan Haseena
diwawancarai, mereka menjawab pertanyaan mengenai alasan Khan melontarkan
pertanyaan itu. Lalu hal itu menimbulkan empati dan dukungan dari berbagai pihak.
Rizwan pun dibebaskan. Kepolisian melacak rekaman suara saat Rizwan menghubungi
FBI dan menangkap Faisal Rahman.
Saat Rizwan akan keluar kantor polisi dia mencium parfum Madira. Dia berlari ke pintu
belakang mengikuti aroma istrinya dan melihat Madira yang akan naik taksi. Dia merasa
tenang saat melihatnya lagi, tapi belum bisa kembali karena belum menepati janjinya.
Di toko barang elektronik dia melihat tayangan mengenai badai yang melanda
Wilhemina, Georgia. Dia mengkhawatirkan Mama Jenny dan Joel, sehingga dia
menunda perjalanannya. Banjir setengah badannya tidak membuatnya menyerah,
semua rumah telah hancur dan telah banyak korban yang meninggal. Dia menuju
gereja dan menemukan semua orang berkumpul disana dalam keadaan yang
memprihatinkan. Untunglah Mama Jenny dan Joel selamat. Mama Jenny terkejut
melihat Rizwan datang, dia menyuruhnya pergi karena disana sangat berbahaya. Tepat
saat itu atap gereja roboh dan Rizwan memperbaiki semuanya. Hanya satu yang tak
bisa Rizwan perbaiki, yaitu nyawa seseorang.
Reporter menemukan Rizwan di Georgia lalu menayangkan liputannya. Semua orang
yang berempati pada Rizwan datang berbondong-bondong membawa bantuan untuk
warga Wilhemina yang selama ini terpinggirkan karena berkulit hitam. Salah seorang
senat berkulit hitam menonton tayangan itu dan kagum pada kegigihan dan ketulusan
Rizwan. Di waktu yang sama, Reese memberitahu Madira tentang pelaku yang
membunuh Sam. Reese dan siswa senior di sekolahnya ditahan polisi. Sarah (Katie A.
Keane), ibu Reese dan juga sahabat Madira, meminta padanya untuk memaafkan
Rizwan. Dia mengatakan “I‟ve lost my husband, so don‟t lose him.”Maka Madira pergi
Georgia untuk menemuinya. Saat mereka bertemu, seorang pengikut Faisal Rahman
datang dan menusukan pisau di perut Rizwan. Rizwan segera dirawat di Rumah Sakit,
ditemani Madira. Saat Rizwan sadar, Madira menyuruhnya berhenti menemui Presiden.
Tapi Rizwan mengatakan kalau dia selalu menepati janji.
Rizwan akhirnya dapat bertemu dengan presiden yang baru, seorang senat berkulit
hitam yang mengaguminya, Barack Obama (Christopher B. Duncan). Dia berkata pada
Rizwan, “Your name is Khan and you are not a terrorist”.
Film ini mengandung banyak pesan. Selain kegigihan seorang penderita Asperger‟s
syndrome dalam menepati janjinya. Jika ingat pesan ibunya Rizwan, di dunia ini hanya
ada dua macam orang yaitu orang baik dan orang jahat, maka kita tinggal memilih akan
menjadi orang macam apa? Dan tentunya setelah menonton film ini kita memilih
menjadi orang baik yang disenangi dan dikagumi banyak orang seperti Khan. Kita harus
selalu ingat bahwa tidak ada perbedaan antara agama, ras, suku, atau warna kulit
karena kebaikan bisa kita lakukan pada siapa pun. Fim ini juga membuktikan
kebenaran pernyataan „di balik kekurangan selalu ada kelebihan‟, dan Rizwan Khan
memiliki kelebihan otak yang encer dan hati yang tulus.
Karan Johar memberikan warna yang berbeda pada film ini, tiga film sebelumnya yaitu
Kuch Kuch Hota Hai (1998), Kabhi Khushi Kabhie Gham (2001), Kabhi Alvida Naa
Kehna (2006) dan film-film Bollywood lainnya selalu ada tarian dan lagu dengan latar
yang berubah-ubah dari mulai taman berbunga, pepohonan, kolam, sampai basah-
basahan. Tapi film ini sangat berbeda! Semua natural dan tidak ada perubahan latar
dan music yang drastic. Ada saat Kajol dan Shahrukh Khan menari dengan pengamen
sambil memberikan buah dan itu sangat singkat. Saat Kajol dan Shahrukh Khan berada
dalam satu frame mereka lebih sering memberikan kesan yang lucu, mungkin karena
Shahrukh Khan menjadi penderita Asperger‟s syndromeatau karena Karan Johar yang
mengurangi kesan romantic di film ini. Meskipun berbeda, film ini menjadi dapat
dinikmati oleh siapa pun, tidak hanya pencinta Bollywood.
Pasangan Kajol dan Shahrukh Khan menjadi pasangangan yang fenomenal, selain di
film ini mereka juga pernah berpasangan di film Dilwale Dulhania Le Jayenge (Dir.
Aditya Chopra -1995), Kuch Kuch Hota Hai (Dir. Karan Johar - 1998), Kabhi Khushi
Kabhie Gham (Dir. Karan Johar - 2001). Pasangan paling romantic ini telah merebut
hati penonton sejak awal, acting mereka juga tidak diragukan lagi karena selalu
maksimal dan natural. Peran Shahrukh Khan di film ini memang lebih sulit, namun Kajol
dapat mengimbanginya sehingga Shahrukh Khan tidak terlihat terlalu aneh, malahan
dia tampak luar biasa.
Meskipun film bertema autis bukan satu-satunya dimiliki My Name is Khan, namun film
ini mengandung pesan yang sangat menyentuh. Film lainnya yang bertema autisme
adalah Tom Hanks is Forrest Gump, Rainman, dan I am Sam. Ketiga film itu memiliki
cirri khas sendiri dan pemerannya juga berhasil menampilkan perannya dengan sangat
baik. Tom Hanks dalam film Forrest Gump menjadi orang ber IQ 75 yang memiliki
kelebihan berlari sangat cepat melebihi orang normal. Dustin Hoffman dalam Rain Man
merupakan sarjana autis yang cacat dan film ini terinspirasi dari kisah nyata Kim Peek.
Sedangkan Sean Penn dalam I am Sam adalah seseorang yang berusia 40 tahun tapi
sikapnya seperti anak kecil berusia 7 tahun. Dari ketiga peran tersebut hanya Shahrukh
Khan lah yang tidak terlalu menonjolkan autismenya. Dia memang berbeda dari orang
normal, tapi dia memiliki kehidupan normal. Lagi pula jalan cerita di film ini juga tidak
terlalu kompleks. Meskipun mengangkat banyak isu seperti Asperger‟s syndrome,
bentok Hindu-Islam di Mumbai, Tragedi WTC, diskriminasi agama Islam di Amerika, ras
Afrika-Amerika yang terpinggirkan, hingga pergantian presiden Amerika, namun inti
cerita dari film ini sangat simple yaitu perjalanan seorang ayah yang
menderita Asperger‟s syndrome untuk menemui Presiden dan mengatakan bahwa yang
bernama Khan bukanlah teroris. Sedangkan film serupa yang mengisahkan perjalan
seorang autisme dalam film “Forrest Gump” tampak lebih kompleks karena memiliki
banyak kisah dari mulai dia kecil, menjadi tentara, menjadi atlet tenis meja, lalu bertemu
kembali dengan teman kecil yang dia cintai, lalu wanita itu hilang dan dia mencarinya
dengan berlari mengelilingi Amerika Serikat selama lebih dari tiga setengah tahun, saat
menemukannya wanita itu memiliki anaknya dan kemudian mati karena virus. Sulit
memahami inti ceritanya dan hanya seperti sebuah perjalan yang dramatis.
Jika dilihat berdasarkan sinematografinya, film ini banyak memunculkan tempat-tempat
baru yang fresh. Dari mulai Mumbai hingga San Francisco. Setting desa terpencil di
Wilhemina juga sangat bagus dan kontras dengan kota besar San Francisco. Apalagi
view di atas kota San Francisco yang ditunjukan Rizwan pada Mandira, sangat indah
dan romantis!
Penggarapan film ini pastilah tidak mudah, ada beberapa hal kecil yang kurang
diperhatikan sutradara muda sukses ini, seperti ketakutan Rizwan pada warna kuning.
Saat Rizwan tertinggal bis dan tak memiliki uang lagi dia membuat papanbertuliskan
“Repair Almost Anything” yang berwarna kuning, entah karena pencahayaannya yang
salah atau benar-benar papan itu berwarna kuning, tapi Karan mungkin lupa kalau
Rizvan akan histeris ketika melihat warna kuning. Dan saat Riwan beberapa kali berada
diantara kerumunan orang yang sudah pasti bising, penonton akan sedikit heran dan
bertanya apa dia menggunakan penutup telinga seperti saat naik kereta listrik dengan
Mandira? Pada awalnya sedikit saja kebisingan dan warna kuning bisa membuat
Rizwan lari terbirit-birit atau menutup kuping panic, tapi lama kelamaan dia seperti biasa
menghadapi semua itu. Atau ketakutan-ketakutan itu hanya untuk menguatkan fakta
kalau Rizwan penderitaAsperger‟s syndrome? Lalu satu hal lagi mengenai Rizwan yang
tidak bisa meluapkan emosi. Ada saat dia meneteskan air mata di rumah sakit, saat
dirawat akibat luka tusukan pengikut Faisal Rahman, padahal saat kematian ibunya dan
Sam dia sama sekali tidak menangis. Memang saat itu Shahrukh Khan telah melewati
banyak rintangan untuk menepati janjinya dan dia juga terharu karena Mandira akhirnya
ada disisinya lagi, tapi seharusnya dia ingat kalau dia adalah Rizwan Khan. Kecuali
kalau ternyata cinta bisa menyembuhkan Asperger‟s syndrome, maka semua ketakutan
dan hal yang tidak biasa bagi Rizwan boleh saja tidak dimunculkan lagi. Tapi
selebihnya film ini sangat bagus dan tak heran jika mendapatkan banyak penghargaan!
Review: My Name is Khan (2010)
Posted: April 10, 2010 in Movies, Review
Tags: Asian Cinema, Jimmy Shergill, Kajol, Karan Johar, Movies, My Name is Khan, Review,Shahrukh Khan, Tanay
Chheda, Yuvaan Makaar, Zarina Wahab
8






2 Votes



Selepas terjadinya tragedi 9/11, dimana pemerintah Amerika Serikat langsung menuduh keberadaan golongan ekstrimis Muslim
Al-Qaeda yang berada di balik peristiwa tersebut, tak pelak membuat perubahan cara pandang terhadap setiap warga Muslim
yang berada disana. Bagi sebagian mereka yang memiliki cara pandang sempit, warga Muslim yang berada di sekitar mereka
tentu akan dipandang sebagai bagian dari sebuah ancaman terorisme pula.
Dasar cerita inilah yang dipakai oleh Karan Johar pada film teranyarnya, My Name is Khan. Selain menyinggung masalah diatas,
film yang menjadi film keempat yang pernah diarahkan oleh Johar ini, juga menyinggung masalah perselisihan antara kaum
Muslim dan kaum Hindu di Pakistan. Walau begitu, tetap saja, seperti layaknya di film-film Karan Johar terdahulu, tema arti
kekuatan cinta yang sesungguhnya-lah yang menjadi pondasi utama dari My Name is Khan.
My Name is Khan juga kembali mempertemukan Johar kembali dengan salah satu pasangan paling ideal di perfilman Bollywood,
Shahrukh Khan dan Kajol. Ini merupakan pertemuan mereka yang pertama kalinya dalam sembilan tahun setelah Johar
merilis Kabhie Khushi Kabhie Gham yang sukses ketika dirilis pada tahun 2001 silam.
Film ini sendiri mengisahkan mengenai kisah hidup dari Rizwan Khan (Tanay Chheda), seorang Muslim India penderita sindrom
Asperger — sebuah sindrom dimana sang penderita mengalami autisme dan susah berinteraksi dengan lingkungannya — yang
semenjak kecil kehidupannya selalu diwarnai dengan kesusahan. Hanya sang ibulah (Zarina Wahab) yang menjadi satu-satunya
orang yang mampu memahami bagaimana Rizwan.
Selepas meninggalnya sang ibu, Rizwan (dewasa, diperankan oleh Shahrukh Khan) pindah ke Amerika Serikat mengikuti sang
adik, Zakir (Jimmy Sherrgil), yang telah terlebih dahulu hidup disana selama puluhan tahun. Disinilah petualangan hidup Rizwan
dimulai. Ia bertemu dengan Mandira (Kajol), seorang wanita Hindu yang bekerja di sebuah salon, dan perlahan mulai jatuh cinta
padanya. Karena perbedaan agama inilah — yang juga didasari konflik antara umat Hindu dan umat Islam di India — sang adik
menentang keras hubungan mereka berdua. Walau begitu, Rizwan tetap memutuskan untuk menikahi Mandira, dengan segala
perbedaan antara mereka berdua, termasuk agama. Bersama Sameer (Yuvaan Makaar), anak Mandira dari pernikahan
sebelumnya, mereka bertiga pindah ke Los Angeles dan memulai hidup baru disana.
Walaupun tidak merubah kepercayaannya, Mandira dan Sam (nama panggilan Sameer) tidak keberatan untuk merubah nama
belakang mereka menjadi Khan , sebuah nama belakang yang identik dengan Islam di India. Namun, tragedi 9/11 yang terjadi di
kemudian hari akan merubah kehidupan warga Amerika Serikat, termasuk kehidupan Rizwan, Mandira dan Sam. Atas dasar
kebencian terhadap umat Muslim, Sam menjadi korban penganiayaan sekelompok anak di sekolahnya. Sam akhirnya meninggal
dunia. Dalam keadaan kalut, Mandira justru menyalahkan Rizwan atas kematian Sam. Ia menyalahkan keputusannya yang
menikahi seorang Muslim dan mengganti nama belakangnya dan Sam, sehingga Sam akhirnya menjadi korban. Dalam
kemarahannya, Mandira mengusir Rizwan dan memintanya untuk menemui Presiden Amerika Serikat dan mengatakan padanya
bahwa seorang Khan bukanlah seorang teroris.
Tentu saja, karena sindrom Asperger yang ia derita, Rizwan mencerna kalimat tersebut secara penuh. Ia akhirnya meninggalkan
Mandira dan mulai bertualang untuk mencari jalan untuk bertemu Presiden Amerika Serikat dan mengatakan padanya bahwa
dirinya bukanlah seorang teroris seperti yang selama ini kebanyakan warga Amerika Serikat kira pada umat Muslim kebanyakan.
Seperti yang diutarakan sebelumnya, walaupun menggunakan sisi relijius sebagai bagian dasar dari naskah cerita, namun tetap
saja My Name is Khan masih merupakan sebuah bagian dari film Johar: film yang mengisahkan tentang cinta, kekuatan cinta
dan… well… apapaun yang berhubungan dengan tema kekuatan cinta akan mampu merubah segalanya. Semenjak awal, My
Name is Khan berjalan sangat sempurna sebagai sebuah film drama. Johar mampu memberikan lapisan yang ringan dan lebih
membumi pada tema mengenai konflik agama, yang terdengar berat dan sensitif, sehingga My Names is Khan mampu dapat
dicerna dengan mudah.
Namun sayangnya, kekuatan naskah film ini yang semenjak awal telah berhasil dijaga baik dengan Johar, semakin menurun
kualitasnya ketika menuju bagian akhir cerita. Film yang pada awalnya terasa sangat membumi ini, tiba-tiba berubah menjadi
sebuah film dengan sentuhan drama yang terlalu hiperbolis dan sedikit tidak masuk akal. Bukan bermaksud untuk mengatakan
bahwa film-film Bollywood seringkali terjebak dengan stereotype cerita yang hiperbolis, namun setengah dari durasi film ini
berjalan sebagai sebuah film yang humanis, dimana karakter Rizwan adalah manusia biasa dan My Name is Khan serasa sebagai
sebuah drama yang sangat, sangat berkualitas tinggi. Menit dimana Rizwan berubah menjadi seorang ‘bukan manusia biasa’ dan
‘apa saja yang ia lakukan serasa benar’ membuat My Name is Khanjatuh kembali ke kategori sebuah film stereotype Bollywood.
Ini membuat karakter Rizwan yang awalnya dekat dengan penonton, menjadi semakin menjauh dan menjauh hingga akhir cerita.
Tidak diragukan, setengah dari kekuatan film ini dipegang penuh oleh kolaborasi hangat dari duo Shahrukh Khan dan Kajol. Dan
harus Anda akui, ketika pasangan ini sedang berada di adeagn film, My Name is Khan sangat terasa kualitasnya. Chemistry yang
telah tersusun baik antara Khan dan Kajol semenjak puluhan tahun silam, ternyata mampu dibangkitkan kembali oleh mereka.
Simak saja bagaimana adegan ketika Rizwan mengucapkan ‘marry me’ terhadap Mandira yang sangat lucu sekaligus romantis
tersebut. Chemistry hangat antara keduanya pula yang berhasil membuat beberapa adegan lucu-nan-romantis khas film
Bollywood menjadi sangat mengesankan di film ini. Hal ini pula yang mungkin menjelaskan mengapa film ini serasa kekurangan
nyawa ketika karakter Rizwan dan Mandira digambarkan berpisah. Semua kehangatan yang tadi dirasakan penonton ikut hilang
dari jalan cerita.
Satu hal yang juga sangat memorable ketika menyaksikan My Name is Khan adalah jalinan musik yang ditampilkan oleh trio
Shankar-Ehsaan-Loy. Rangkaian musik latar yang mereka hadirkan serasa mampu mengisi film dengan sangat baik. Bahkan,
pada beberapa adegan, musik latar yang mereka hasilkan terbukti berhasil menjadi faktor utama dari perubahan emosi penonton
ketika menyaksikan My Name is Khan. Ini adalah sebuah keberhasilan yang sangat mengagumkan!
Sebagai seorang penderita sindrom Asperger, King Khan sekali lagi mampu berhasil menunjukkan posisinya yang sangat esensial
di industri perfilman Bollywood. Kajol juga ternyata mampu masih memberikan kesan manis yang sama seperti yang pernah
penonton lihat di film-filmnya sebelumnya. Masih tetap sama, namun tidak pernah membosankan. Kombinasi keduanya-lah yang
kemudian menjadi nyawa utama film ini, yang menjadikan My Name is Khan adalah sebuah film yang akan mampu dengan
mudah dicintai penontonnya. Walau kekuatan naskah cerita seperti semakin terus memudar ketika menuju penghujung film,
akibat beberapa dramatisasi yang berlebihan, namun My Name is Khantetap mampu keluar sebagai sebuah film yang berkualitas.
Berada di atas Kuch Kuch Hota Hai, namun masih jauh berada di bawah Kabhie Kushi Kabhie Gham, pencapaian terbaik dari
seorang Karan Johar.
Rating: 3.5 / 5

My Name is Khan (Imagenation Abu Dhabi/Dharma Productions/Red Chillies Entertainment/Fox Searchlight Pictures/20th Century Fox,
2010)
My Name is Khan (2010)
Directed by Karan Johar Produced by Hiroo Yash Johar, Gauri KhanWritten by Story and screenplay Shibani
Bathija Dialogues Shibani Bathija, Niranjan Iyengar Starring Shahrukh Khan, Kajol, Jimmy Shergill, Tanay Chheda Music
by Shankar-Ehsaan-Loy Cinematography Ravi K. Chandran Editing by Deepa Bhatia Studio Imagenation Abu Dhabi/Dharma
Productions/Red Chillies Entertainment Distributed by Fox Searchlight Pictures/20th Century Fox Running time 161
minutesLanguage Hindi
About these ads




SuckSeed: Huay Khan Thep (2011)
Comedy - 20 April 2011 (Indonesia)
7,6
Your rating:
-/10
Ratings: 7,6/10 from 618 users
Reviews: 6 user | 6 critic
Ped (Jirayu La-ongmanee) was a shy boy who had never listened to music until introduced
to the world of Pop and Rock by would-be childhood crush Ern (Nattasha Nualjam). Ern soon
left for ... See full summary »
Director:
Chayanop Boonprakob
Writers:
Chayanop Boonprakob, Thodsapon Thiptinnakorn, 3 more credits »
Stars:
Jirayu La-ongmanee, Pachara Chirathivat, Nattasha Nauljam | See full cast and crew »
+
Watchlist
Share...
Own the rights? Add a poster »
Cast
Cast overview, first billed only:

Jirayu La-ongmanee ... Ped

Pachara Chirathivat ... Koong / Kay

Nattasha Nauljam ... Ern

Thawat Pornrattanaprasert ... Ex

Napat Chokejindachai ... Tuang

Gunn Junhavat ... Tem Impact

Touchchavit Kunkrachang ... Dome Thunder

Tossaporn Chertkeitkong ... Raj Chamang

Aungwara Mongkhonsamai ... Som

Tonhon Tantivejakul ... Young Ped

Tanat Palakul ... Young Koong / Kay

Warinthorn Makhornsirisri ... Young Ern

Parnphirat Phadungcharoen ... Young Tuang

Thanachai Ujjin ... Himself - Pod Moderndog

Anon Saisangcharn ... Himself - Pu Blackhead (as Anon Saisangchan)
See full cast »
Edit
Storyline
Ped (Jirayu La-ongmanee) was a shy boy who had never listened to music until introduced
to the world of Pop and Rock by would-be childhood crush Ern (Nattasha Nualjam). Ern soon
left for Bangkok, however, and it is six years later in their final school year when she is re-
introduced to Ped and his brash best friend Koong (Pachara Chirathivat). Koong convinces
Ped, along with schoolmate Ex (Thawat Pornrattanaprasert), to form a band, partly to be
cool and attract girls, partly as an attempt by Koong to try and one-up his popular twin
brother Kay. Their musical talents aren't great, but that doesn't stop them from trying.
However, when Ern decides to lend them her outstanding guitar skills, Ped and Koong's
shared attraction to her puts a strain on the band's survival, as well as their
friendship.Written by Anonymous
Plot Summary | Add Synopsis

Genres:
Comedy

Certificate:
See all certifications »
Parents Guide:
Add content advisory for parents »
Edit
Details
Official Sites:
Official site
Country:
Thailand
Language:
Thai
Release Date:
20 April 2011 (Indonesia) See more »

Company Credits
Production Co:
Jorkwang Films Co. See more »
Show detailed company contact information on IMDbPro »

Technical Specs
Color:
Color
See full technical specs »
Edit
Did You Know?
Soundtracks
Wimarn Din
Performed by 'Nantida Kaewbuasai'
Lyrics by 'Surak Suksevee'
Composed and arranged by 'Apichai Yenpoonsook'
See more »
Frequently Asked Questions
This FAQ is empty. Add the first question.
User Reviews
A Nutshell Review: SuckSeed
22 August 2011 | by DICK STEEL (Singapore) – See all my reviews
The Thai production house GTH was probably synonymous with the horror genre, until last
year's romantic drama and surprise hit Hello Stranger made one sit up and take notice that
they too are capable of churning out hits outside of their established genre. SuckSeed just
proved once again that they are as comfortable as the Japanese in taking the zero to hero
formula and coming up with an awesome coming of age tale of a group of students trying to
make it to the finals of their high school rock band contest, and comes complete with the
requisite love story, comedic antics and plenty of rock music to make up the soundtrack.

Directed by first time helmer Chayanop Boonprakob, SuckSeed tells the story of good
friends Ped (Jirayu Laongmanee) and Koong (Pachara Chirathivat), opposites in character
with the former being the shy boy nursing an infatuation toward fellow classmate Ern
(Nattasha Nauljam), and the latter being the daring buddy with the slightest of attention
spans, having to dabble in plenty of hobbies but never settling for any, until his envy of his
twin brother Kay's success with his band Arena made him want to start his own, besides the
notion of assuming that being in a band will mean being an automatic chick magnet. Roping
in basketballer turned drummer Ex (Thawat Pornrattanaprasert), the trio obviously don't
have the talent necessary to entertain nor perform, but that doesn't mean that they're
giving up in true blue zero to eventual hero formula, willing to even parody themselves by
calling their band SuckSeed, where first you have to suck, before success will come. After
all, once you hit rock bottom, the only way is up, no?

And this is the surprise package that delivered where it mattered, be it the musical
numbers, thanks to real life Thai bands and/or their frontman making cameo appearances
(one of my favourite Thai songs came on as the first, how cool is that?), the more dramatic
moments or the comedy where the actors, mostly first timers as well, will put some
veterans to shame with their exuberance. While the story was written by a host of writers, it
didn't fall prey to the too many cooks spoiling the broth syndrome, where the end product
would turn out to be rather scattered and piece meal. Rather, SuckSeed proved to the
contrary, with the ensemble cast playing (pardon the pun) their hearts out in their roles.

One may think of it as being quite generic at times, with subplots like unrequited love,
teenage romance, sibling rivalry and the likes that pepper movies featuring teenage
characters, but the delivery of its charismatic leads here more than make up for it,
especially between Jirayu Laongmanee and Pachara Chirathivat as best buddies, and that
between the former and Nattasha Nauljam in their romantic angle. Chayanop Boonprakob
also utilizes different techniques to keep things varied and interesting, where animation also
came into play more than once to spice things up in style especially in its manga inspired
moments when dealing with introducing of band members, or even the rebirth of SuckSeed
in phoenix style where it rose out of its ashes after two members got burnt by their failure
to snag the girls they fancy, and decide to pour their energies into making their band a
success. Or not.

Like Japan's Beck this year which also had the formation of a band as its premise and the
focus on the relationships between band members, SuckSeed is the Thai equivalent, and
powers its way into one of my favourites this year. It's a complete film as much as emotions
go in its roller coaster ride, where friendship, romance, comedy and rock all fuse together in
synergy to bring forth a crowd pleaser. Highly recommended and an inspiration to those
who suck - I Need You! Want You! Love You!
Home > Reviews > Specialty Releases
Reviews - Specialty Releases
Save | E-mail | Print | Most Popular | RSS | Reprints


Film Review: My Name is Khan
Shah Rukh Khan comes to America (although in a Bollywood film) and shows why he is an Indian mega-star.
Feb 12, 2010
-By Kirk Honeycutt


For movie details, please click here.
The thing about some Bollywood superstars is that they are actually fine actors as well as charismatic
performers. So it's not surprising inMy Name Is Khan to see Bollywood mega-star Shah Rukh Khan—he's
light-years beyond a mere superstar in Hindi cinema's cosmology—challenge himself to expand his acting
range and possibly his international fan base. In convincing fashion, he plays an Indian in America
battling the double whammy of living with Asperger's Syndrome and as a Muslim man in the post-9/11
world.

The film is getting released in India, North America and many other territories Feb. 12, but its North
American distributor, Fox Searchlight, adopted the puzzling strategy of playing the film out of competition
at the Berlinale but refusing to screen it to U.S. press ahead of its release. With Shah Rukh Khan as your
star, you can get away with this since worldwide grosses for his films tend toward the stratosphere. But
it's a pity that the non-Indian press are discouraged from shouting out the news about a film that delves
compellingly into Americans' anti-Muslim hysteria.

True, the film veers into melodrama and contrivances in the second half. Yet its director/co-writer Karan
Johar is, here and in other films, trying to bring fresh ideas to Hindi commercial cinema with a little less
masala and a dash more reality to its fantasy stories.

Johar, Khan and co-star Kajol, who all worked on Johar's smash hit Kuch Kuch Hota Hai (1998), reunite
on this much more serious project that finds Khan as a man with a disability who nevertheless wins
people over through a loving personality that peeks through his emotional shortcomings. For the first half,
the film plays a dicey game of skirting sentimentality without ever quite crossing that line into pure hokum.

Khan is Rizvan Khan, who is on the road in a quest to meet the President of the U.S. to deliver this
message: "My Name is Khan, and I am not a terrorist." In flashbacks beginning with his early life in India,
where a doting mother helped nurture and give strength to a child (played well by Tanay Chheda)
suffering from a form of autism, the film recounts its hero's journey up to this point.

A younger brother, who never felt as appreciated since he was a normal boy, emigrated to San Francisco
and achieved success. Upon their mother's death, his older brother joins him but the two never really
adjust to each other.

Against all odds—which more or less is the theme of most Bollywood stories—he woos and wins the love
of a beautiful single mom (Kajol). Only one problem: She is Hindu. The brother cuts him off, but Khan
basks in the love of his new bride and her young son.

Then Sept. 11 happens. The film pictures Americans as unable to tell the differences between Muslims
and Hindus or Arabs and Indians. Which is not exactly wrong, when it comes to certain redneck elements,
but locating these hatreds in left-leaning San Francisco demonstrates a certain lack of comprehension on
the filmmakers' part as well. Perhaps they just liked the idea of cable cars in their movie.

So a somewhat predictable tragedy tears the new family apart. Worse, Khan's wife blames him, of all
people, an exasperating plot turn that lessens her as a character and makes no sense at any level.

The movie then become a pilgrimage of redemption where the hero must fulfill his wife's demand to tell
the country and the U.S. President that even though his name is Muslim he is not a terrorist. This has a
certain Capra-esque quality, so it might have worked, but the linchpin to his redemption seems to be a
poor rural and black county set in the Deep South that defies any credibility whatsoever. These are also
the only sequences that clearly take place on a soundstage set. Everything here screams: Fake!

Nevertheless, the film and especially Khan hold on to their integrity through conviction and
warmheartedness. Without any gimmickry, Khan captures the nervous tics and emotional barriers that an
afflicted individual must battle against daily. It's a showy performance but in the right kind of way.

The production seems to grow bigger as the movie progresses, as Khan's odyssey must include a
Guantanamo-like imprisonment and a hurricane. Even Barack Obama (Christopher B. Duncan) puts in an
appearance.

This is a movie not built for subtlety, but it does tackle a subject American movies have mostly avoided—
that of racial profiling and the plight of Muslim-Americans. It also allows Shah Rukh Khan to display his
talent to an even wider audience. It's well worth the 162-minute journey.
-The Hollywood Reporter

My Name is Khan review: Goodbye Raj, hello Rizwan!
IndiaFM/Taran Adarsh


0 Comments

Movie:
My Name is Khan

Director:
Karan Johar

Cast:
Shah Rukh Khan, Kajol, Jimmy Shergill, Tanay Chheda, Yuvaan Makaar, Soniya Jehan

Avg user rating:
My Name Is Khan makes two strong statements...
The first: B.C. (before Christ) and A.D. (after death) are milestones used to label years in the Julian
and Gregorian calendars. There's now a third designation - 9/11. Post September 11, the world
stands divided. Terrorist outfits continue to strike in the name of religion, but the common man, not
even remotely associated with these groups, is bearing the brunt. The world is not a safe place
anymore.
The second statement: There're two sets of people in this world - the good and the bad. No matter
how strong the evil forces are, good always triumphs.
My Name Is Khan mirrors the era we live in. Not a day goes by when you haven't
heard/read/watched news of terror attacks and innocents being killed. We live in turbulent times.
Also, the movie states - and states very strongly, without mincing words - not all Muslims are
terrorists.
Karan Johar's cinema got more real from Kabhi Alvida Naa Kehna. In My Name Is Khan, the
storyteller attempts to make a social statement and succeeds completely. At the same time, it takes
no sides. If the protagonist says 'My name is Khan and I am not a terrorist', it also exposes those
who misadvise youth with inflammatory and rabble-rousing speeches.
Shah Rukh and Kajol unveil My Name Is Khan
Karan's take on the issue deserves the highest praise, since a subject like this is difficult to attempt.
Final word? My Name Is Khan, SRK and Kajol's best outing to date.
Rizvan Khan (Shah Rukh Khan moves to San Francisco and lives with his brother (Jimmy Shergill)
and sister-in-law (Sonya Jehan). Rizvan, who has Asperger's syndrome, falls in love with Mandira
(Kajol). Despite protests from his brother, they get married and start a small business together. They
are happy until September 11, when attitudes towards Muslims undergo a sea-change.
When tragedy strikes, Mandira is devastated and they split. Rizvan is confused and upset that the
love of his life has left him. To win her back, he embarks on a touching and inspiring journey across
America.
Let me alert you. The story unfolds feverishly from the very start itself. So if you miss a scene or two,
chances are you would've missed some vital links in the story. The fact is, there's too much
happening in the first half. Although the narrative tends to get leisurely-paced at times, the wheels
continue to move from one episode to another.
A number of sequences are endearing. For instance, the romance between SRK and Kajol is subtle,
yet charming. But it's SRK's relationship with Kajol and their kid that's one of the best parts of the
movie. Your heart bleeds when an accident occurs and their lives are torn apart. Kajol's outburst -
first, when her son meets with a catastrophe and second, when she confronts SRK - are truly
shattering.
My Name Is Khan strength lies in the fact that you root for Khan all through. At the same time, you
are weighed down when he's in a vulnerable situation, especially when he's labelled a terrorist and
thrown behind bars. You don't realise it, but the fact is that you, as a spectator, have already got
entwined in Rizvan and Mandira's lives.
There's a slight hitch in the second hour, when SRK returns to Georgia to save a hurricane-ravaged
hamlet. Also, the media exercise tends to add to the length of the film. Nonetheless, it's a minor
hiccup that doesn't rob the film of its punch.
There's just one word to illustrate Karan's direction - exemplary. One of the finest storytellers of our
generation, he deserves brownie points for deviating from the 'Karan Johar brand of cinema' and
attempting a film that knocks on your heart and stimulates your mind. My Name Is Khan, Karan
takes rapid strides as a storyteller.
Shibani Bathija's screenplay is truly arresting. Shibani and Niranjan Iyengar's dialogues are
noteworthy and at times, applaud-worthy. Ravi K. Chandran's cinematography is awe-inspiring.
Shankar-Ehsaan-Loy's music gels well with the nature of the film.
When a film stars two of the finest talents of the country, you expect nothing but the best. SRK, well,
how does one describe his performance? To state that this is his best work so far would be cutting
short the praise he truly deserves. In fact, no amount of praise can do sufficient justice to his
portrayal of Rizvan Khan. His latest work is several notches above anything he has done before. The
only compliment that I can think of is, SRK has a new screen-name now. Raj is passe, Rizvan it is.
Shah Rukh and Kajol unveil My Name Is Khan
Kajol is pure dynamite and casting her for this character was the most appropriate decision. No other
actress could've matched SRK in histrionics the way Kajol has. In fact, SRK and Kajol compliment
each other wonderfully well and this film only proves it yet again. It's a powerhouse performance
from this supremely-talented actress.
The film boasts of a number of capable actors, but the ones who leave a rock-solid impact are - in
this order - Zarina Wahab, Sonya Jehan, Jimmy Shergill, Arjun Mathur, Parvin Dabas and Arif
Zakaria. Sugandha Garg is confident. Navneet Nishan supports well. Vinay Pathak leaves a mark in
a brief role. Tanay Chheda (young SRK) and Yuvaan Makaar (SRK and Kajol's son Sameer) are
excellent. The American actors, especially the kid who plays Sameer's friend, deserves mention.
On the whole,My Name Is Khan is a fascinating love story, has an angle of religion and a world-
shaking incident as a backdrop. It not only entertains, but also mesmerises, enthrals and captivates
the viewer in those 2.40 hours. At the same time, a film like My Name Is Khan is sure to have a far-
reaching influence due to its noble theme. I strongly advocate, don't miss this one!
Rating: Four-and-a-halMy Name is Khan
Nikhat Kazmi, TNN, Feb 11, 2010, 09.00PM IST

2614

comments




A
A
Critic's Review


Tags:My Name Is Khan|Movie Review

A STILL FROM MY NAME IS KHAN CHECK MORE PICS
Critic's Rating:
Cast: Shah Rukh Khan, Kajol, Jimmy Shergill, Soneya Jahan,
Zarina Wahab
Direction: Karan Johar
Genre: Drama
Duration: 2 hours 40 minutes
Avg Readers Rating:


More from My Name is Khan

Reebok-My Name Is Khan

Trailer

SRK is confident about 'My Name Is Khan'

'My Name is Khan' unveiled

Protests against SRK starrer 'My Name Is Khan'

Photogallery

Shopping

Official Website

Story: Rizwan Khan, afflicted with Asperger's Syndrome , sets out on a historic journey to
meet the US President, when his world takes a somersault after 9/11. His wife, Mandira,
meanwhile tries to cope with her grief and come to terms with the new racially-divided
reality.

Movie Review: Ok, let's get this straight from the very beginning. It's Khan, from the
epiglotis (read deep, inner recesses), not `kaan' from the any-which-way, upper surface. In
other words, it's the K-factor -- Karan (Johar) and Khan (Shah Rukh) -- like you've never
seen, sampled and savoured before. My Name is Khan is indubitably one of the most
meaningful and moving films to be rolled out from the Bollywood mills in recent times. It
completely reinvents both the actor and the film maker and creates a new bench mark for
the duo who has given India some of the crunchiest popcorn flicks. This time round, it's a
whole new mantra for the two moguls and the Indian movie industry per se which might
henceforth go something like: My name is Bollywood and I'm not just an entertainer. I have
a whole lot to say and I'll say it in style....


Best Reader's Review

sharukh is awesome nd movie is outstanding spandana (tirupati) 11/02/2010 at 11:12 PM
Post your Review & Rating
Agree (57)Disagree (15)Recommend (20)Offensive
» MORE READER REVIEWS
YOU CAN NOW SMS YOUR REVIEWS TO 58888

The high point of the film are its performances. Shah Rukh Khan's Rizwan Khan and Kajol's
Mandira cannot easily be forgotten and you end up carrying them out of the audi with you.
As is Zarina Wahab's Ammi who articulates an almost perfect prototype of the perfect
Indian as Shah Rukh Khan's mom: completely rooted in her culture and yet, completely
secular. Add to this the film maker's eye for detail which not only sweeps across
contemporary history, but also creates startling vignettes with scenes that question,
challenge, debate and debunk established myths, and you have a cinema that inspires,
moves, motivates and forces you to think. All this, even as it entertains. For, nowhere does
the film get heavy or pedantic, despite taking on the arduous task of telling you, in plain
terms, that tolerance is the indispensable virtue for the 21st century which can have no place
for fundoos, regionalists, communalists, casteists, gender, class and cultural chauvinists. Let
them all rest in peace while the rest of the world moves forward.

But more than everything, it is the searing simplicity of Karan Johar's narration that
scintillates. Choosing a protagonist who suffers from Asperger's Syndrome seems to be a
deliberate move on the part of the film maker and it works like a master stroke. One of the
most seminal scenes in the film entails a young Shah Rukh (Tanay Chheda) turning back
from his balcony, spewing the hate-filled abuses he's just heard in the streets below which
are getting violent and bloodied with an ongoing communal riot. His mother takes him in,
draws a match stick figure with a stick and another with a lollypop and asks the young
Rizwan to pick out who's the Hindu and who's the Muslim from the picture. Can't tell...both
are the same...the stick man is bad, the lollypop man is good...mutters Rizzu. And that
remains the most important lesson of his life which a mumbling, fumbling, awkward,
socially inept hero carries like a golden talisman through his monumental life. One which
simply says: the world is divided into good men and bad men. Period. No other differences
matter. Isn't that a lesson we'd like everyone to learn. And if it means getting back to the
basics, to mum's bedside tutorials, so be it.

My Name is Khan unfolds essentially as a love story. Rizwan, the boy-with-a-difference,
grows up with his mother and younger brother in the back alleys of Mumbai. He is forced to
join his brother (Jimmy Shergill, rightfully jealous with all the attention his elder sibling
gets) in the US and sell his beauty products as part of the family business. On one such
business meet, he meets up with the spirited hair dresser, Mandira who happens to be a
single mom too.

Needless to say, he wants to move in with Mandira and her 13-year-old son, Sam, urging her
to marry him and convincing her he won't take too much place because he's thin and
undemanding. Cute! The entire love story proceeds like a dream: full of beans and beauty
and before you know, it's tragedy time. The world discovers a new dateline -- 9/11 -- and
hurtles towards divide and doom. Rizwan and his family are forced to bear the brunt of
racial prejudice in an intensely personal way that brings down their citadel. Time for the
handyman who "can repair anything" to move out on an impossible journey that hopes to
end with setting the world right. All this, while wife Mandira devilishly battles her own
demons and society fights its own ills.

The film takes on an expansive canvas: 9/11, post 9/11, racial abuse, draconian homeland
security laws, a hysterical US jurisprudence, hurricane Katrina....Yet, it rarely loses focus --
just here and there, post-interval -- and remains primarily the story of a good man who
wants to live in a good world with good people around him. The film is brimming over with
scenes that relentlessly move you to tears, not because they are sad, but because they are
uplifting, inspirational and just sometimes heart-rending. Performance-wise, this
undoubtedly towers as Shah Rukh's best act. He never once loses grip on his character,
despite the mannerisms, the awkward body language and the distinct speech style.
Definitely, this one's a few miles ahead of even Tom Hank's Forrest Gump. Kajol's Mandira
is a complete winner, with the actor pitching in such a restrained act in one of the most
difficult scenes of the film, she simply blows you away. Zarina Wahab is unforgettable in a
cameo and the kids are super. Shankar-Ehsaan-Loy's music score is apt, while Ravi
Chandran's camera captures San Francisco like never before. But eventually it's Rizwan
Khan who walks out with you, branding all the fundamentalists as `Liars' and telling all
those who doubt his integrity: My Name is Khan and I am not a terrorist, a non-Mumbaikar,
or an unpatriotic Indian.

A word about

Performances: Shah Rukh is stupendous, Kajol mesmerising, Zarina Wahab moving and
the kids -- Tanay and Yuvaan -- are brilliant. Not once does Shah Rukh lose his grip on the
distinct character who has a distinct body language and a completely unchartered emotional
graph.

Direction: Karan Johar comes of age. He tells a complex story with sparkling simplicity,
without forgetting that cinema is primarily meant to entertain.

Story: Karan Johar and Shibani Batijha's script is expansive, covering several events that
have made headlines in the recent past. Yet, it essentially remains a moving love story that
moves you no end.

Dialogue: Niranjan Iyengar and Shibani Bathija have demystfied contemporary strife with
polish, restraint and research.

Music: Shankar-Ehsan-Loy's audio track is brimming over with soulful, uplifting tracks
like Noor-e-Khuda.

Cinematography: Ravi K Chandran creates a dreamy San Fransisco on canvas even as his
Mumbai remains so real, so downtown, so back-alleyed.

Styling: Manish Malhotra and Shiraz Siddiqui go cosmo and chic with Kajol and nerdish
with SRK. Perfectly apt.

SuckSeed
1 Reply
I included this movie in my watch list for February as per recommendation of @KarloOfishal. I was
thinking of watching this in March but the trailer I saw in Youtube was so funny I moved it up from my
TBW list. This movie made me laugh so hard I had stomach cramps after.
Suckseed is a Thai Romantic Comedy film centered on friendship. It’s a story of three high school
boys who wants to make it big as a rock band even though they obviously don’t have talent in music.
This is the second Thai movie I watched and I love the simple yet endearing stories of their films.










SuckSeed
GTH, 110 Minutes
Released on March 17, 2011
Comedy, Music
Watched in January 2012
A teen comedy about a group of high-school students who form a band even though they’re not remotely
gifted with music. Their intention is to impress girls. But when a pretty young student turns up and wants
to join the band as a guitarist, things start to get interesting.
Director: Chayanop Boonprakob
Writers: Chayanop Boonprakob & Tossapol Tiptinnakorn
Stars: Jirayu Laongmanee, Pachara Chirathivat, Thawat Pornrattanaprasert & Nattasha Nauljam



The scene that started it all.
Their musical talents aren’t great (crappy music is an understatement), but that doesn’t stop them
from trying. The conflict started when Ped and Khung’s shared attraction to Ern puts a strain on the
band’s survival, as well as their friendship.
I have mix opinions with this film. I liked it but it isn’t enough for me to love it. The story is okay and
the funny scenes are remarkable. I only have problems with the characters. I’m not really a fan of
selfish, self-centered, bashy people. I’m rather pissed off than entertained.
Khung is an asshole. I really can’t believe Ped put up with such a friend for years. If I were him I
would have punched him in the gut years ago to wake him up from his delusions of grandeur. I hate
bullies. Is that how a friend should act? He was only thinking of himself.
On the other hand, Ped is a pushover. It’s his fault for not voicing out what he feels. At one point in
the story, Ped finally answered back and tried to defend himself to Khung. But I wasn’t contented.
Come on, after years of following a jerk, the best he can do is tell him he doesn’t care of other’s
feelings? That is given. He could have told him straight to the face that he’s a selfish jerk who thinks
he is the coolest, greatest, handsomest man who ever walked on earth when in reality he is not.
I know I’m ranting. But all I’m saying is it would have been better if it was Khung who reached out
and amend their broken friendship (since it was his fault). But till the end, Ped was still the one who
made the initiative. It gave me the impression that Khung didn’t really change.

The super crazy friends
Okay bitchiness aside, there are still things I liked with this film.
First is the soundtrack. I love the songs! Music is the strength of this movie. I also loved the way they
incorporated the original artists who sang the soundtracks in the film. It’s as if you’re just watching a
music video. The songs reminded me of our local rock bands. It’s a bit the same and I’ll never get
tired of listening to them.
Second is the setting. Their school reminded me of my high school Alma matter. Almost similar
without the shorts for boys (I mean they wear pants). I went to a public high school in Pangasinan
and the time I spent there was the craziest and most memorable years I had.
Third is Ex—the drummer. I don’t like him because he’s cute or anything. I like him because he
squeals like a girl! Hahaha. He has a very manly introduction in the movie—then boom! He
screamed! That was amusing.
I’m giving this movie 3 Kiss Marks. I enjoyed it. Like I said it was a fun, light movie to watch.

Mediocre: I can tolerate it but I want more!
As for the acting, I have to give it 2 Drama Awards. The only experienced actor in the group isJirayu
La-ongmanee. The rest are newbies and it showed in their acting. There’s still room for
improvement.

Shallow.
I recommend this movie to all rock music fans out there. If you’re looking for a good laugh, I
guarantee SuckSeed is a good choice
N
Suckseed
1 Reply
Saya termasuk film ini dalam daftar arloji saya untuk Februari sesuai rekomendasi dari @
KarloOfishal. Saya berpikir untuk menonton ini pada bulan Maret tapi trailer yang saya lihat di
Youtube sangat lucu aku pindah itu dari daftar TBW saya. Film ini membuat saya tertawa begitu
keras aku kram perut setelah.

Suckseed adalah film komedi romantis Thailand berpusat pada persahabatan. Ini adalah kisah dari
tiga anak laki-laki SMA yang ingin menjadi besar sebagai band rock meskipun mereka jelas tidak
memiliki bakat di bidang musik. Ini adalah film Thailand kedua saya melihat dan saya suka cerita
namun menawan sederhana film mereka.

Ketik HerSuckSeed

GTH, 110 Menit
Dirilis pada 17 Maret 2011
Komedi, Musik

Menonton Januari 2012

Sebuah komedi remaja tentang sekelompok siswa SMA yang membentuk sebuah band meskipun
mereka tidak jauh berbakat dengan musik. Tujuan mereka adalah untuk mengesankan gadis-gadis.
Tapi ketika seorang mahasiswa muda yang cantik muncul dan ingin bergabung dengan band
sebagai gitaris, hal-hal mulai mendapatkan menarik.

Direktur: Chayanop Boonprakob
Penulis: Chayanop Boonprakob & Tossapol Tiptinnakorn

Bintang: Jirayu Laongmanee, Pachara Chirathivat, Thawat Pornrattanaprasert & Nattasha Nauljam

Adegan yang memulai semuanya.

Bakat musik mereka tidak besar (musik jelek adalah meremehkan), tapi itu tidak menghentikan
mereka dari mencoba. Konflik dimulai ketika Ped dan Khung yang berbagi daya tarik untuk Ern
menempatkan tekanan pada kelangsungan hidup band, serta persahabatan mereka.

Saya telah mencampur pendapat dengan film ini. Aku menyukainya tapi itu tidak cukup bagi saya
untuk menyukainya. Cerita ini baik-baik saja dan adegan lucu yang luar biasa. Saya hanya memiliki
masalah dengan karakter. Aku tidak benar-benar penggemar egois, berpusat pada diri sendiri,
orang bashy. Aku agak kesal daripada dihibur.

Khung adalah bajingan. Aku benar-benar tidak percaya Ped memasang dengan teman tersebut
selama bertahun-tahun. Kalau aku jadi dia, aku akan meninjunya di tahun-tahun usus lalu
membangunkannya dari delusi keagungan. Aku benci pengganggu. Apakah itu bagaimana teman
harus bertindak? Dia hanya memikirkan dirinya sendiri.

Di sisi lain, Ped adalah penurut. Ini kesalahannya karena tidak menyuarakan apa yang dia rasakan.
Pada satu titik dalam cerita, Ped akhirnya menjawab kembali dan mencoba membela diri dengan
Khung. Tapi aku tidak puas. Ayo, setelah bertahun-tahun mengikuti brengsek, yang terbaik yang
dapat Anda lakukan adalah mengatakan padanya dia tidak peduli perasaan lain? Yang diberikan.
Dia bisa saja mengatakan kepadanya langsung ke wajah yang dia brengsek egois yang berpikir dia
adalah yang paling keren, paling besar, pria paling tampan yang pernah berjalan di bumi ketika pada
kenyataannya dia tidak.

Aku tahu aku mengomel. Tapi semua yang saya katakan adalah itu akan lebih baik jika itu Khung
yang mengulurkan tangan dan mengubah persahabatan mereka rusak (karena itu salahnya). Tapi
sampai akhir, Ped masih orang yang membuat inisiatif. Ini memberi saya kesan bahwa Khung tidak
benar-benar berubah.


Teman-teman yang super gila

Oke bitchiness samping, masih ada hal yang saya suka dengan film ini.

Pertama adalah soundtrack. Saya suka lagu-lagu! Musik adalah kekuatan film ini. Saya juga
menyukai cara mereka dimasukkan seniman asli yang menyanyikan soundtrack dalam film. Seolah-
olah Anda hanya menonton video musik. Lagu-lagu mengingatkan saya pada band-band rock lokal
kami. Ini sedikit sama dan aku tidak akan pernah bosan mendengarkan mereka.

Kedua adalah pengaturan. Sekolah mereka mengingatkan saya sekolah tinggi Alma masalah saya.
Hampir mirip tanpa celana pendek untuk anak laki-laki (saya berarti mereka memakai celana). Aku
pergi ke sebuah sekolah menengah umum di Pangasinan dan waktu yang saya habiskan di sana
adalah yang paling gila dan paling berkesan tahun aku.

Ketiga adalah Ex-drummer. Aku tidak suka dia karena dia lucu atau apa. Saya suka dia karena dia
jeritan seperti seorang gadis! Hahaha. Dia memiliki pengenalan yang sangat jantan dalam film-maka
boom! Dia menjerit! Itu lucu.

Aku memberikan film ini 3 Marks Kiss. Saya menikmatinya. Seperti saya katakan itu menyenangkan,
film cahaya untuk menonton.


Biasa-biasa saja: Aku bisa mentolerir itu tapi aku ingin lebih!

Adapun akting, saya harus memberikan 2 Drama Awards. Satu-satunya aktor yang berpengalaman
dalam kelompok adalah Jirayu La-ongmanee. Sisanya adalah pemula dan itu menunjukkan dalam
akting mereka. Masih ada ruang untuk perbaikan.
Dangkal.
Saya merekomendasikan film ini untuk semua penggemar musik rock di luar sana. Jika Anda
sedang mencari tertawa, saya jamin Suckseed adalah pilihan yang baik
SuckSeed: Huay Khan Thep (SuckSeed )

Success Suckers


The Thai production house GTH was probably synonymous with the horror genre, until last year's
romantic drama and surprise hit Hello Stranger made one sit up and take notice that they too are capable
of churning out hits outside of their established genre. SuckSeed just proved once again that they are as
comfortable as the Japanese in taking the zero to hero formula and coming up with an awesome coming
of age tale of a group of students trying to make it to the finals of their high school rock band contest, and
comes complete with the requisite love story, comedic antics and plenty of rock music to make up the
soundtrack.

Directed by first time helmer Chayanop Boonprakob, SuckSeed tells the story of good friends Ped (Jirayu
Laongmanee) and Koong (Pachara Chirathivat), opposites in character with the former being the shy boy
nursing an infatuation toward fellow classmate Ern (Nattasha Nauljam), and the latter being the daring
buddy with the slightest of attention spans, having to dabble in plenty of hobbies but never settling for
any, until his envy of his twin brother Kay's success with his band Arena made him want to start his own,
besides the notion of assuming that being in a band will mean being an automatic chick magnet. Roping
in basketballer turned drummer Ex (Thawat Pornrattanaprasert), the trio obviously don't have the talent
necessary to entertain nor perform, but that doesn't mean that they're giving up in true blue zero to
eventual hero formula, willing to even parody themselves by calling their band SuckSeed, where first you
have to suck, before success will come. After all, once you hit rock bottom, the only way is up, no?

And this is the surprise package that delivered where it mattered, be it the musical numbers, thanks to
real life Thai bands and/or their frontman making cameo appearances (one of my favourite Thai songs
came on as the first, how cool is that?), the more dramatic moments or the comedy where the actors,
mostly first timers as well, will put some veterans to shame with their exuberance. While the story was
written by a host of writers, it didn't fall prey to the too many cooks spoiling the broth syndrome, where the
end product would turn out to be rather scattered and piece meal. Rather, SuckSeed proved to the
contrary, with the ensemble cast playing (pardon the pun) their hearts out in their roles.

One may think of it as being quite generic at times, with subplots like unrequited love, teenage romance,
sibling rivalry and the likes that pepper movies featuring teenage characters, but the delivery of its
charismatic leads here more than make up for it, especially between Jirayu Laongmanee and Pachara
Chirathivat as best buddies, and that between the former and Nattasha Nauljam in their romantic angle.
Chayanop Boonprakob also utilizes different techniques to keep things varied and interesting, where
animation also came into play more than once to spice things up in style especially in its manga inspired
moments when dealing with introducing of band members, or even the rebirth of SuckSeed in phoenix
style where it rose out of its ashes after two members got burnt by their failure to snag the girls they
fancy, and decide to pour their energies into making their band a success. Or not.

Like Japan's Beck this year which also had the formation of a band as its premise and the focus on the
relationships between band members, SuckSeed is the Thai equivalent, and powers its way into one of
my favourites this year. It's a complete film as much as emotions go in its roller coaster ride, where
friendship, romance, comedy and rock all fuse together in synergy to bring forth a crowd pleaser. Highly
recommended and an inspiration to those who suck - I Need You! Want You! Love You!
Suckseed : Huay Khan Thep ( Suckseed )

sukses Pengisap


Thailand rumah produksi GTH mungkin identik dengan genre horor , sampai drama romantis tahun
lalu dan kejutan hit Hello Asing membuat satu duduk dan melihat bahwa mereka juga mampu
mengaduk-aduk hit luar genre didirikan mereka. Suckseed hanya membuktikan sekali lagi bahwa
mereka senyaman Jepang dalam mengambil nol sampai rumus pahlawan dan datang dengan
kedatangan mengagumkan usia kisah sekelompok mahasiswa mencoba untuk membuatnya ke final
kontes band rock sekolah tinggi , dan dilengkapi dengan kisah cinta yang diperlukan , kejenakaan
komedi dan banyak musik rock untuk membuat soundtrack .

Disutradarai oleh pertama kalinya Sutradara Chayanop Boonprakob , Suckseed bercerita tentang
teman baik Ped ( Jirayu Laongmanee ) dan Koong ( Pachara Chirathivat ) , berlawanan dalam
karakter dengan yang pertama menjadi anak pemalu keperawatan obsesi terhadap teman sekelas
Ern ( Nattasha Nauljam ) , dan yang terakhir merupakan teman berani dengan sedikit dari rentang
perhatian , harus mencoba-coba banyak hobi tetapi tidak pernah menetap untuk apapun, sampai iri
nya saudara kembarnya sukses Kay dengan Arena band-nya membuatnya ingin memulai sendiri ,
selain gagasan asumsi bahwa berada di sebuah band akan berarti menjadi seorang cewek magnet
otomatis . Roping di basketballer berbalik drummer Ex ( Thawat Pornrattanaprasert ) , trio jelas tidak
memiliki bakat yang diperlukan untuk menghibur atau melakukan, tetapi itu tidak berarti bahwa
mereka menyerah di nol biru benar rumus pahlawan akhirnya , bersedia bahkan parodi diri dengan
menyebut band Suckseed mereka , di mana pertama-tama Anda harus menghisap , sebelum
sukses akan datang . Setelah semua , setelah Anda mencapai titik dasar , satu-satunya cara adalah
, tidak ada ?

Dan ini adalah paket kejutan yang disampaikan di mana itu penting , baik itu nomor musik , berkat
kehidupan band Thai yang sebenarnya dan / atau frontman membuat penampilan cameo mereka (
salah satu lagu favorit saya Thai datang sebagai yang pertama , bagaimana keren adalah bahwa ? )
, saat-saat yang lebih dramatis atau komedi di mana para aktor , timer sebagian besar pertama juga
, akan menaruh beberapa veteran malu dengan kegembiraan mereka . Sementara cerita itu ditulis
oleh sejumlah penulis , hal itu tidak menjadi mangsa terlalu banyak koki merusak kaldu sindrom , di
mana produk akhir akan berubah menjadi lebih tersebar dan sepotong makanan . Sebaliknya ,
Suckseed terbukti sebaliknya , dengan bermain ensemble cast ( mengampuni pun ) hati mereka
dalam peran mereka .

Satu mungkin berpikir itu sebagai cukup generik di kali , dengan subplot seperti cinta yang tak
terbalas , roman remaja , sibling rivalry dan sejenisnya yang film lada yang menampilkan karakter
remaja , tapi pengiriman lead karismatik di sini lebih dari make up untuk itu , khususnya antara
Jirayu Laongmanee dan Pachara Chirathivat sebagai teman terbaik , dan bahwa antara mantan dan
Nattasha Nauljam di sudut romantis mereka . Chayanop Boonprakob juga menggunakan teknik
yang berbeda untuk menjaga hal-hal bervariasi dan menarik , di mana animasi juga datang ke
dalam bermain lebih dari sekali untuk hal-hal rempah-rempah dalam gaya terutama dalam manga
terinspirasi nya saat ketika berhadapan dengan memperkenalkan anggota band , atau bahkan
kelahiran kembali Suckseed di phoenix gaya di mana ia bangkit dari abu setelah dua anggota
mendapat dibakar oleh kegagalan mereka untuk merobek gadis-gadis yang mereka suka , dan
memutuskan untuk menuangkan energi mereka untuk membuat band mereka sukses . Atau tidak.

Seperti Jepang Beck tahun ini yang juga memiliki formasi band sebagai premis dan fokus pada
hubungan antara anggota band , Suckseed adalah setara Thailand , dan kekuatan jalan ke salah
satu favorit saya tahun ini . Ini film lengkap sebanyak emosi masuk yang naik roller coaster , di
mana persahabatan , percintaan , komedi dan batu semua sekering bersama-sama secara sinergis
untuk mendatangkan pleaser kerumunan . Sangat dianjurkan dan inspirasi bagi mereka yang
menghisap - I Need You! Ingin Anda ! Love You

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close